PENDAHULUAN
Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive), kemauan (volition),
emosi (affective), dan tindakan (psychomotor). Dari berbagai penelitian dapat dikatakan
bahwa gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang
berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut dibagi ke dalam
dua golongan yaitu gangguan jiwa (neurosa) dan sakit jiwa (psikosa). Keabnormalan terlihat
dalam berbagai macam gejala yang terpenting diantaranya adalah ketegangan (tension), rasa
putus asa dan murung, gelisah, cemas perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive),
histeria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk dan
sebagainya.
Gangguan jiwa dimulai dari stress yang kemudian berkembang menjadi depresi, yang
kemudian bila tidak tertangani maka keadaan depresi akan berkembang dan bertambah
dengan keadaan fobia, bila ternyata juga tidak ditangani dengan baik, kemudian akan
berkembang menjadi anxietas. Dimana depresi dan anxietas seperti keping mata uang, selalu
bersisian. Bila tetap tidak tertangani akhirnya menjadi gangguan sakit jiwa (psikotik). Dan
apabila gangguan psikotik tidak tertangani dengan baik, maka orang akan mengalami
penurunan fungsi sosial, seperti skizofrenia. Pada intinya jiwa 2 seseorang dikatakan sakit
apabila ia tidak lagi mampu berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari, di rumah, di
sekolah atau di kampus, di tempat kerja dan di lingkungan sosialnya. Orang yang mengalami
gangguan jiwa akan mengalami ketidakmampuan dalam berfungsi secara optimal dalam
kehidupannya sehari-hari. Tanda-tanda orang yang terganggu dalam menilai realitas adalah
adanya waham atau halusinasi, perilaku yang kacau seperti agresi, berarti orang tersebut
mengalami masalah dalam penilaian realitas yang artinya jiwanya terganggu. (Hawari, 2001).
1
1.2 TUJUAN
2. Jenis-jenis psikosis.
4. Ciri-ciri paranoid.
5. Tanda-tanda paranoid.
1.3 MANFAAT
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
Menurut Singgih D.Gunarsa (1998 : 140), psikosis ialah gangguan jiwa yang meliputi
keseluruhan kepribadian, sehingga penderita tidak bisa menyesuaikan diri dalam
norma-norma hidup yang wajar dan berlaku umum. W.F. Maramis (2005 : 180),
menyatakan bahwa psikosis adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan
(sense of reality). Kelainan seperti ini dapat diketahui berdasarkan gangguan-gangguan pada
perasaan, pikiran, kemauan, motorik, dst. sedemikian berat sehingga perilaku penderita tidak
3
sesuai lagi dengan kenyataan. Perilaku penderita psikosis tidak dapat dimengerti oleh orang
normal, sehingga orang awam menyebut penderita sebagai orang gila.
1. Psikosis merupakan gangguan jiwa yang berat, atau tepatnya penyakit jiwa, yang terjadi
pada semua aspek kepribadian.
2. Bahwa penderita psikosis tidak dapat lagi berhubungan dengan realitas, penderita hidup
dalam dunianya sendiri.
3. Psikosis tidak dirasakan keberadaannya oleh penderita. Penderita tidak menyadari bahwa
dirinya sakit.
4. Usaha menyembuhkan psikosis tak bias dilakukan sendiri oleh penderita tetapi hanya
bisa dilakukan oleh pihak lain.
5. Dalam bahasa sehari-hari, psikosis disebut dengan istilah gila.
Secara umum, psikosis dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan faktor penyebabnya,
yaitu psikosis organik, yang disebabkan oleh faktor oganik dan psikosis fungsional, yang
terjadi karena faktor kejiwaan. Kedua jenis psikosis dan yang termasuk di dalamnya diuraikan
berikut :
1. Psikosis organik
Psikosis organik adalah penyakit jiwa yang disebabkan oleh faktor-faktor fisik atau organik,
yaitu pada fungsi jaringan otak, sehingga penderita mengalamaiinkompeten secara sosial,
tidak mampu bertanggung jawab, dan gagal dalam menyesuaikan diri terhadap realitas.
Psikosis organis dibedakan menjadi beberapa jenis dengan sebutan atau nama mengacu pada
faktor penyabab terjadinya. Jenis psikosis yang tergolong psikosis organik adalah sebagai
berikut.
1) Alcoholic psychosis, terjadi karena fungsi jaringan otak terganggu atau rusak akibat
terlalu banyak minum minuman keras.
4
2) Drug psychose atau psikosis akibat obat-obat terlarang (mariyuana, LSD, kokain,
sabu-sabu, dst.).
3) Traumatic psychosis, yaitu psikosis yang terjadi akibat luka atau trauma pada kepala
karena kena pukul, tertembak, kecelakaan, dst. Dementia paralytica, yaitu psikosis yang
terjadi akibat infeksi syphilis yang kemudian menyebabkan kerusakan sel-sel otak.
2. Psikosis fungsional
Psikosis fungsional merupakan penyakit jiwa secara fungsional yang bersifat nonorganik,
yang ditandai dengan disintegrasi kepribadian dan ketidak mampuan dalam melakukan
penyesuaian sosial. Psikosis jenis inidibedakan menjadi beberapa, yaitu (Kartini Kartono,
1993 : 106) :
5
1. Sensitif terhadap kegagalan dan penolakan
3. Suka menyalah-artikan tindakan orang lain dengan kecurigaan yang tidak mendasar
7. Menjaga jarak hubungan emosional dengan orang lain, tidak ingin akrab.
8. Waspada berlebihan
10. Fanatik
1) Kecurigaan yang berulang tanpa dasar atau bukti yang kuat, terhadap orang lain bahwa
orang itu akan mengeksploitasi, bersikap jahat atau menipu dirinya.
2) Sulit mempercayai orang lain dan tidak dapat bersikap loyal terhadap orang
ataukerjasama tim
3) Enggan berbagi pelbagai informasi kepada orang lain disebabkan rasa takut yangtidak
beralasan bahwa sewaktu-waktu orang lain akan bersikap jahat kepadanya
6) Ketika bersinggungan dengan karakter atau reputasinya oleh orang lain, ia akansegera
bereaksi dengan amarah atau menyerang balik orang itu (dengankekerasaan fisik)
6
7) Kecurigaan yang berulang, tanpa dasar, tentang kesetiaan seksual dari pasangannya.
Penyebab
Treatment
1. MedikasiSama halnya dengan gangguan kepribadian lainnya, tidak ada obat medis
yangdapat menyembuhkan secara langsung PPD. Penggunaan obat-obatan diberikan
bilaindividu mengalami kecemasan berupa diazepam (dengan batasan waktu tetentu
saja), penggunaan thioridazine dan haloperidol (anti psikotik) diberikan bila individu
PPDuntuk mengurangi agitasi dan delusi pada pasien.
2. PsikoterapiKesulitan yang dihadapi oleh terapist pada gangguan ini adalah penderita
tidak menyadari adanya gangguan dalam dirinya dan merasa tidak memerlukan
bantuandari terapist. Kesulitan lain yang dihadapi terapis bahwa individu PDD
sulitmenerima terapis itu sendiri, kecurigaan dan tidak percaya membuat terapi
sulitdilakukan.
Hal-hal lain yang harus diperhatikan terapis adalah bagaimana terapis menjaga sikap, perilaku,
dan pembicaraanya, individu PDD akan meninggalkan terapi bila ia curiga, tidak menyukai
terapisnya. Terapis juga harus menjaga dirinya untuk tidak melucudidepan individu PPD yang
tidak memiliki sense of humor. Menjaga tidaknya konfrontasi ide-ide atau pemikiran secara
langsung dengan pasien. Terapi yang digunakan adalah Cognitive behavioral therapy (CBT),
secara umum CBT membantu individu mengenal sikap dan perilaku yang tidak sehat,
kepercayaan dan pikiran negatif dan mengembalikannya secara positif. Terapi kelompok
dalam CBT, individu akan dilatih agar mampu menyesuaikan dirinya dengan orang lain,
saling menghargai dan mengenal cara berpikir orang lain secara positif dan mengontrol
amarahnya sehingga individu dapat menciptakan hubungan interpersonal yang baik. Namun
7
demikian, individu dengan PPD kronis terapi kelompok dan keluarga tidak akan efektif
dijalankan karena pada individu PPD kronis tingkat kepercayaan terhadap orang lain
samasekali tidak ada.
Faktor Predisposisi
B. Faktor Sosial Budaya Pengalaman hidup yang patut, pengalaman tersebut menyebabkan
individu menjadi cemas, merasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan, individu
mencoba menggunakan koping dengan mengingkari ancaman/ dengan perilaku proyeksi.
C. Faktor Fisik Intoksikasi alkohol, kekurangan gisi, hygiene perorangan yang buruk, sulit
tidur.
D. tatus Emosi Ketakutan menjadi berbahaya, isolasi, pikiran yang di kontrol rasa curiga
yang ekstrim, bermusuhan / marah, perasaan rendah diri / ketidak berdayaan, rasa malu,
rasa bisalah, perasaan mendatar, tumpul tidak sesuai dengan keadaan.
E. Status Intelektual Perasaan yang terpecah, paranoid, sombong, gagguan seksual, ketidak
mampuan dalam mengambil keputusanf. Status Sosial Kegagalan dalam mengungkapkan
pikiran, menarik diri, isolasi, cepat menyalahkan orang lain, gangguan melakukan peran
sosial, curiga.
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Menurut Stuart dan Sundeen (1990) mengatakan data yang dapat dikaji padaklien yang
mengalami perilaku paranoid adalah :
Ds : Klien mengatakan merasa curiga terhadap orang lain tanpa alasan yang jelas,klien
mengatakan merasa takut dan perasaan tidak nyaman, merasa cemas.
Do : Klien terkadang tampak panik, tidak mampu untuk berkonsentrasi, kebersihandiri (-),
gelisah, suka mondar-mondir, mudah tersinggung
8
B. Diagnosa Keperawatan
5. Ansietas (panik)
8. Distres spiritual
C. Perencanaan
1. Gangguan proses pikir : curigaa. Tingkatkan kepercayaan klien dengan cara BHSP dengan
kriteria : klien maumembalas salam, mau berjabat tangan, ada kontak mata, klien
mengetahuinama perawat, klien dapat mengungkapkan perasaanya.
Ciptakan lingkungan yang hangat bersahabat seperti lingkungan yang tidak gaduh
Bantu klien mengungkapkan upaya–upaya yang biasa digunakan dalam menghadapi masalah
anjurkan klien mengekspresikan diri tentang sesuatu yang dirasakan.
Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan tahap ketiga dalam proses keperawatan tindakan dilakukan dengan
intervensi yang telah dibuat dapat domodifikasi kondisi.
9
Evaluasi
BAB III
PENUTUP
3.1 TUJUAN
Gangguan kepribadian mempresentasikan cara berfikir, perasaan, dan prilaku yang telah
berlangsung lama dan mengurat-akar yang dapat mengakibatkan distress yang signifikan.
Karena orang-orang dapat memperlihatkan dua (atau lebih) caraberinteraksi dengan dunia
luar yang maladaptif, maka ada ketidak sepakatan tentang bagaimana gangguan-gangguan
kepribadian harus dikategorikan.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa siapa saja berpotensi untuk
mengalami gangguan kepribadian. Karena gangguan kepribadian tidak saja disebabkan oleh
faktor temperamental, faktor biologis (hormon, neurotransmitter dan elektrofisiologi), dan
faktor psikoanalitik (yaitu adanya fiksasi pada salah satu tahap di masa perkembangan
psikoseksual dan juga tergantung dari makanise pertahanan ego orang yang bersangkutan).
10
3.2 SARAN
Adapun saran yang kami harapkan dari para pembaca agar memberikan saran
ataumasukan-masukan apabila ada kekurangan atau kurang terciptanya paparan pada bab
pembahasan salah dan kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
11