Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah bagian terpenting yang dimiliki oleh setiap orang agar

dapat melakukan segala aktifitas sehari-hari. Kesadaran akan pentingnya

kesehatan perlu ditanamkan sejak usia dini pada anak usia sekolah dasar. Menurut

Zaviera (2008) pada usia sekolah dasar (SD) anak perlu mendapat pengawasan

kesehatan, karena pada tahap ini proses tumbuh kembang yang teratur.

Permasalahan perilaku kesehatan pada anak usia sekolah biasanya berkaitan

dengan kebersihan perorangan dan lingkungan, salah satunya adalah kebiasaan

mencuci tangan (Kemenkes, 2011).

Perilaku sehat dengan cuci tangan telah terbukti secara ilmiah dapat

mencegah penyebaran penyakit menular seperti diare, Infekai Saluran Pernafasan

Atas (ISPA) dan flu burung, bahkan disarankan untuk mencegah penularan

influenza. Banyak pihak yang telah memperkenalkan perilaku ini sebagai

intervensi kesehatan yang sangat mudah, sederhana dan dapat dilakukan oleh

mayoritas masyarakat Indonesia (DepKes RI, 2009). Tangan sering kali menjadi

agen yang membawa kuman dan menyebabkan pathogen berpindah dari satu

orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung

(Kemenkes RI, 2013).

Anak usia sekolah merupakan kelompok yang kritis, karena pada usia

tersebut seorang anak rentan terkena masalah kesehatan. Selain rentan terhadap

masalah kesehatan, anak usia sekolah juga berada pada kondisi yang sangat peka
terhadap stimulus sehingga mudah dibimbing, diarahkan dan ditanamkan

kebiasaan-kebiasaan yang baik, termasuk kebiasaan berperilaku hidup bersih dan

sehat. Pada umumnya, anak-anak seusia ini juga memiliki sifat selalu ingin

menyampaikan apa yang diterima dan diketahuinya dari orang lain (Nadia, 2012).

Menurut Zaviera (2008) anak pada usia ini, lima sampai enam hari dalam

seminggu akan pulang dan pergi ke sekolah dengan melewati berbagai macam

kondisi lalu lintas dan lingkungan yang mengalami polusi dan penuh dengan

sumber penyakit. Hal inilah yang membuat anak semakin rawan tertular berbagai

penyakit.

Sekolah selain berfungsi sebagai tempat belajar mengajar juga merupakan

ancaman penularan penyakit jika lingkungan sekolah tersebut tidak dikelola

dengan baik. Lebih dari itu, usia anak sekolah merupakan usia yang rawan

terserang berbagai penyakit. Penyakit yang sering muncul pada anak usia sekolah

(enam-sepuluh tahun), diantaranya seperti diare, penyakit cacingan, anemia, dan

karies gigi yang ternyata berkaitan dengan perilaku cuci tangan (Maryunani,

2013). Menurut WHO (2015) juga menyatakan bahwa diare merupakan penyakit

endemik di beberapa negara dan berpotensi untuk menyebar menjadi wabah.

United Nation International Children’s Education Fund (UNICEF) tahun 2012,

secara global sekitar 2.000 anak meninggal setiap hari akibat penyakit diare. Dari

jumlah tersebut sekitar 1.800 anak per hari meninggal karena diare yang

diakibatkan kurangnya air bersih, sanitasi dan kebersihan dasar seperti cuci

tangan.

Survei yang dilakukan oleh UNICEF pada awal tahun 2007 di Yogyakarta

didapatkan hanya sekitar 27 % anak sekolah yang mencuci tangannya saat jam
istirahat. Data dari WHO tahun 2011, kepatuhan cuci tangan lima momen di

Amerika Serikat 50%, sedangkan di Australia 65%. Sama halnya dengan di

Indonesia. Pada penelitian Priyantiningtyas (2007) ini juga mendapati hanya 55%

sekolah yang memiliki fasilitas untuk mencuci tangan dan hanya 9% sekolah yang

menyediakan sabun untuk cuci tangan. Hasil penelitian tersebut selaras dengan

penelitian Pratiwi (2017) pada salah satu sekolah dasar di Kelurahan Lowokwaru

Kota Malang yang terletak pada salah satu pemukiman padat penduduk hanya

mempunyai 2 (dua) buah wastafel untuk mencuci tangan yang dipakai oleh

kurang lebih 120 siswa dan 15 orang guru. Data kemenkes RI menunjukan bahwa

perilaku cuci tangan semakin membaik. Pada tahun 2006 cuci tangan dilakukan

oleh 9,6% warga Indonesia, tahun 2007 cuci tangan dilakukan oleh 23,2% warga

Indonesia dan tahun 2012 cuci tangan dilakukan oleh 49,5% warga Indonesia.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh penliti pada

tanggal 13 Desember 2018 pada 10 siswa di Sekolah Dasar Bhakti Luhur Malang

didapatkan bahwa sebagian besar 90% siswa jarang melakukan cuci tangan

setelah jam pelajaran dan langsung membeli jajanan, kebiasaan kurang

memperhatikan perlunya cuci tangan dalam kehidupan sehari-hari terutama

ketika di lingkungan sekolah. Siswa biasanya langsung makan makanan yang

mereka beli tanpa cuci tangan terlebih dahulu, padahal sebelumnya mereka

bermain-main dan memegang berbagai peralatan menulis di sekolah, Setelah

dilakukan analisis observasi dan survei didapatkan bahwa praktik mencuci tangan

yang dilakukan tidak sesuai dalam hal waktu dan praktik dalam melakukan cuci

tangan. Siswa kadang mencuci tangannya sebatas mencuci saja dan tidak
menggunakan sabun, kadang ada yang hanya mengelap tangan dengan tisu. Di

sekolah hanya tersedia dua watafel yang digunakan oleh kurang lebih 160 siswa.

Menurut Djauzi (2008), mencuci tangan merupakan salah satu cara untuk

menghilangkan kuman dan untuk menghindari penularan penyakit. Di sekolah,

anak tidak hanya belajar, tetapi banyak kegiatan lain seperti bermain, bersentuhan,

ataupun bertukar barang-barang dengan teman-teman. Kuman yang terdapat di

alat tulis, buku, dan benda lain akan mudah berpindah dari tangan satu anak ke

anak lainnya, sehingga penyakit akan mudah menular. Jadi, mencuci tangan harus

dilatih sejak dini pada anak agar memiliki kebiasaan mencuci tangan, sehingga

anak terhindar dari penyakit.

Masalah kesehatan yang sering timbul pada anak usia sekolah yaitu

gangguan perilaku, penyakit infeksi, penyakit saluran pencernaan, penyakit

saluran pernafasan, penyakit kulit dan malnutrisi. Masalah-masalah tersebut

karena kurangnya pengetahuan serta kesadaran akan pentingnya kesehatan

terutama kebiasaan mencuci tangan (Kumalasari et al, 2017). Departemen

Kesehatan RI (2008) menunjukan bahwa secara nasional kualitas kesehatan dan

perilaku sehat anak usia pada sekolah dasar (10-14), masih kurang memenuhi

target yang diharapkan. Selain itu penyakit yang dialami oleh anak sekolah terkait

dengan kebiasaan cuci tangan adalah cacingan yaitu sebesar 60-80%.

Kompleknya masalah kesehatan anak sekolah perlu ditanggulangi secara

komperhensif dan multi sektor. Saat ini banyak anak-anak yang sakit akibat

kurangnya menjaga kebersihan diri, sehingga hal ini harus segera diatasi dan

diberikan penanggulangan secepatnya (Lestari, 2015).


Salah satu metode untuk meningkatkan kemampuan melakukan cuci

tangan menggunakan air dan sabun pada anak usia sekolah adalah dengan

menonton video edukasi tentang cuci tangan. Video edukasi merupakan media

video pembelajaran yang menyajikan audio dan visual yang berisi pesan-pesan

pembelajaran baik yang berisi konsep, prinsip, prosedur, teori aplikasi

pengetahuan untuk membantu pemahaman terhadap suatu materi pembelajaran.

Video merupakan bahan pembelajaran tampak dengar (audio visual) yang dapat

digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan atau materi pelajaran. Dikatakan

tampak dengar kerena unsur dengar (audio) dan unsur tampak (visual) dapat

disajikan serentak (Arsyad, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2017) tentang pengetahuan dan

perilaku cuci tangan pada anak sekolah dasar di Kota Malang didapatkan hasil

Perilaku cuci tangan pada anak sekolah dasar menunjukkan sebagian besar

memiliki kebiasaan mencuci tangan yang cukup. Susilaningsih dan Hadiatama

(2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh pendidikan kesehatan terhadap

perilaku mencuci tangan siswa sekolah dasar dengan perbandingan antara

kelompok eksperimen dangan kelompok kontrol, disimpulkan terdapat perbedaan

pengetahuan dan perilaku mencuci tangan siswa antara kedua kelompok, pada

kelompok eksperimen terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat

pengetahuan mencuci tangan pada siswa dan terdapat pengaruh pendidikan

kesehatan terhadap perilaku mencuci tangan pada siswa SD Negeri 01 Gonilan

Kartasura Sukoharjo.

Perilaku dan kebiasaan hidup sehat umumnya. Institusi pendidikan

dipandang sebagai sebuah tempat yang strategis untuk mempromosikan kesehatan


sekolah. Promosi kesehatan tentang cuci tangan dilakukan dengan menggunakan

media berupa power point, leaflet dan vidio. Dengan menggunakan power point,

leaflet dan vidio informasi yang disampaikan melalui mata lebih banyak, sehingga

informasi akan lebih mudah diterima oleh siswa, sikap siswa dalam mencuci

tangan di sekolah sangat dipengaruhi oleh pemahaman siswa tersebut yang dapat

diperoleh melalui pendidikan/penyuluhan kesehatan. Pendidikan kesehatan

tentang cuci tangan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan siswa untuk

dapat meningkatkan pengetahuan siswa sehingga dapat menentukan sikap yang

lebih baik dalam berperilaku bersih sehat di sekolah. Hal ini juga sejalan dengan

pendapat Lubis, et al (2013) bahwa pengaruh penyuluhan kesehatan melalui

metode ceramah dan diskusi dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap siswa

dalam ber Perilaku Hidup Bersih Sehat di sekolah.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalului Vidio Dan Simulasi Terhadap

Kemampuan Cuci Tangan Yang Benar (6 Langkah) Pada Anak Usia Sekolah

Dasar di SDN………………”.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Pernyataan Masalah
Pengaruh pendidikan kesehatan melalui video dan simulasi terhadap

kemampuan cuci tangan yang benar (6 langkah) pada anak usia sekolah

dasar di SDN…..

1.2.2 Pertanyaan Penelitian


Adakah pengaruh pendidikan kesehatan melalui video dan simulasi

terhadap kemampuan cuci tangan yang benar (6 langkah) pada anak usia

sekolah dasar di SDN……. ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menjelaskan atau membuktikan pengaruh pendidikan kesehatan

melalui video dan simulasi terhadap kemampuan cuci tangan yang benar

(6 langkah) pada anak usia sekolah dasar di SDN…..


1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi kemampuan cuci tangan yang benar (6 langkah)

sebelum diberikan perlakuan pendidikan kesehatan melalui video dan

simulasi pada anak usia sekolah dasar di SDN….


2. Mengidentifikasi kemampuan cuci tangan yang benar (6 langkah)

setelah diberikan perlakuan pendidikan kesehatan melalui video dan

simulasi pada anak usia sekolah dasar di SDN….


3. Mengidentifikasi selisisih atau peningkatan kemampuan cuci tangan

yang benar (6 langkah) pada kelompok kontrol dengan pendidikan

kesehatan melalui video dan kelompok perlakuan dengan pendidikan

kesehatan melalui simulasi.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan (Akademik)
Sebagai bahan informasi tambahan kepada calon perawat atau tenaga

kesehatan dalam peningkatan pengetahuan tentang pentingnya cuci tangan.

Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan untuk meningkatkan lagi

kesadaran para sisiwa tentang pentingnya cuci tangan dan hal ini akan

menjadi faktor yang akan mempermudah penularan pengetahuan cuci

tangan pada murid sekolah dasar tersebut


1.4.2 Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar atau bahan

referensi untuk penelitian keperawatan berikutnya, terutama yang terkait

dengan cuci tangan pada anak usia sekolah dasar.


1.4.3 Manfaat Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada tenaga pendidik

dan mahasiswa keperawatan mengenai pengaruh pendidikan kesehatan

melalui video dan simulasi terhadap kemampuan cuci tangan yang benar

(6 langkah), serta dapat menjadi intervensi bagi perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan pada anak usia sekolah dasar tentang

cuci tangan.
1.4.4 Manfaat Bagi Masyarakat
Dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya melakukan

cuci tangan dalam mencegah terjadinya masalah kesehatan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anak Usia Sekolah Dasar


2.2.1 Definisi
Menurut Wong (2013), usia sekolah adalah anak pada usia 7-12

tahun, yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika

anak-anak mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam

hubungan dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lainnya.

Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan

untuk keberhasilan penyesuai diri pada kehdupan dewasa dan memperoleh

keterampilan tertentu.
2.2.2 Perkembangan Fisik Anak Usia Sekolah
Mulai umur 6 tahun ini, seorang anak pertumbuhan badannya

relative seimbang, maka anak menjadi senang bermain keseimbangan

danpenguasaan badan. Pertumbuhan fisik yang berlangsung secara baik itu

sudah barang tentu ikut berpengaruh terhadap perkembangan psikis anak

Pada masa tersebut anak sudah matang untuk masuk sekolah (Ahmadi,

2005).
Perkembangan fisik atau jasmani anak sangat berbeda satu sama

lain, sekalipun anak-anak tersebut usianya relatif sama, bahkan dalam

kondisi ekonomi yang relatif sama pula. Sedangkan pertumbuhan anak-

anak berbeda ras juga menunjukkan perbedaan yang menyolok. Hal ini

antara lain disebabkan perbedaan gizi, lingkungan, perlakuan orang tua

terhadap anak, kebiasaan hidup dan lain-lain (Sofa, 2008).


2.2.3 Ciri-ciri Anak Usia Sekolah Dasar
Periode yang mencerminkan ciri-ciri penting dari Usia sekolah. Dasar

tersebut yaitu (Lusi, 2008) :


1. Usia yang menyulitkan
Suatu masa dimana anak tidak mau lagi menuruti perintah dan dimana

ia lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebaya daripada oleh

orang tua dan anggota keluarga lainnya.


2. Periode Kritis
Suatu masa dimana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai

sukses, tidak sukses, atau sangat sukses. Sekali terbentuk, kebiasaan

untuk bekerja dibawah, diatas atau sesuai dengan kemampuan

berprestasi pada masa kanak-kanak mempunyai korelasi yang tinggi

dengan perilaku berprestasi pada masa dewasa


3. Usia berkelompok
Suatu masa dimana perhatian utama anak tertuju pada keinginan

diterima oleh teman-teman sebaya sebagai anggota kelompok,

terutama kelompok yang bergengsi dalam pandangan teman-temannya.

Oleh karena itu, anak ingin menyesuaikan dengan standar yang

disetujui kelompok dalam penampilan, berbicara, dan perilaku.


4. Usia penyesuaian diri
Suatu masa dimana perhatian pokok anak adalah dukungan dari teman-

teman sebaya dan keanggotaan dalam kelompok.


5. Usia kreatif
Suatu masa dalam rentang kehidupan dimana akan ditentukan apakah

anak-anak menjadi konformis atau pencipta karya yang baru dan

orisinil. Meskipun dasar-dasar untuk ungkapan kreatif diletakkan pada

awal masa kanak-kanak, namun kemampuan untuk menggunakan

dasar-dasar ini dalam kegiatan-kegiatan orisinal pada umumnya belum

berkembang sempurna sebelum anak-anak belum mencapai tahun-

tahun akhir masa kanak-kanak.


6. Usia Bermain
Bukan karena terdapat lebih banyak waktu untuk bermain daripada

periode-periode lain, namun terdapat tumpang tindih antara ciri-ciri


kegiatan bermain anak-anak yang lebih muda dengan ciri-ciri bermain

anak-anak remaja. Jadi alasan periode ini disebut sebagai usia bermain

adalah karena luasnya minat dan kegiatan bermain dan bukan karena

banyaknya waktu untuk bermain.

Jadi dapat disimpulkan bahwa masa ini adalah masa atau usia dini yang

paling tepat bagi anak memperoleh pendidikan kesehatan mencuci tangan. Masa

dimana anak senang mempelajari apa yang ada di sekitarnya dengan suka bermain

dan berkelompok dengan teman–temannya baik dalam keluarga, sekolah,

masyarakat, dan lingkungan di sekitarnya. Anak akan mudah diberikan masukan

mengenai pendidikan kesehatan mencuci tangan sehingga dapat merubah perilaku

yang sebelumnya tidak rajin mencuci tangan. Setelah mendapatkan pendidikan

kesehatan, anak menjadi tahu pentingnya mencuci tangan dan merubah perilaku

mencuci tangannya (Nicholas, 2011)

2.2.4 Tugas Perkembangan Usia Sekolah


Tugas-tugas perkembangan anak usia sekolah menurut Havighurst adalah

sebagai berikut:
1. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-

permainan yang umum


2. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai mahluk yang

sedang tumbuh
3. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya
4. Mulai mengembangkan peran social pria atau wanita yang tepa
5. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca,

menulis dan berhitung


6. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan

sehari-hari
7. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, tata dan tingkatan nilai
8. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok social dan lembaga-

lembaga
9. Mencapai kebebasan pribadi
Untuk memperoleh tempat didalam kelompok sosial, anak harus

menyelesaikan berbagai tugas perkembangan. Kegagalan dalam

pelaksanaannya akan mengakibatkan pola perilaku yang tidak matang,

sehingga sulit diterima oleh kelompok teman-temannya dan tidak mampu

menyamai teman-teman sebaya yang sudah menguasai tugas-tugas

perkembangan tersebut (Hurlock, 1990).


Tugas-tugas perkembangan yang bersumber dari kematangan fisik

diantaranya adalah belajar berjalan, belajar melempar mengangkap dan

menendang bola, belajar menerima jenis kelamin yang berbeda dengan

dirinya. Beberapa tugas perkembangan terutama bersumber dari

kebudayaan seperti belajar membaca, menulis dan berhitung,

belajartanggung jawab sebagai warga negara. Sementara tugas-tugas

perkembangan yang bersumber dari nilai-nilai kepribadian

individudiantaranya memilih dan mempersiapkan untuk bekerja,

memperoleh nilai filsafat dalam kehidupan (Kurniawan, 2007).

2.2 Penididkan Kesehatan


2.2.1 Definisi Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah upaya untuk mempengaruhi, dan atau

mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat, agar

melaksanakan perilaku hidup sehat. Sedangkan secara operasional, pendidikan

kesehatan merupakan suatu kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan

pengetahuan, sikap, dan praktek masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan

kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2003).


2.2.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan
Menurut Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 dan WHO, tujuan

pendidikan kesehatan adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk


memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan; baik secara fisik, mental dan

sosialnya, sehingga produktif secara ekonomi maupun social, pendidikan

kesehatan disemua program kesehatan; baik pemberantasan penyakit menular,

sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program

kesehatan lainnya (Mubarak, 2009).


Pendidikan kesehatan mencuci tangan pada anak usia sekolah tersebut

tujuannya adalah agar anak bisa cuci tangan pakai sabun dengan benar,

memperoleh pengetahuan dan pemehaman pentingnya mencuci tangan untuk

kesehatan, tercapainya perilaku mencuci tangan sehingga dapat meningkatkan

derajat kesehatan fisik, mental dan sosialnya, sehingga produktif secara ekonomi

maupun social (Zain, 2010).


2.2.3 Metode Pendidikan Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2009), dalam menyampaikan pendidikan

kesehatan harus menggunakan cara tertentu, agar materi dapat disampaikan

tepat pada sasaran nya. Adapun beberapa metode pendidikan kesehatan,


yaitu :
a. Metode Pendidikan Individu
1. Metode Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and counseling)
Bentuk pendekatan ini lebih intensif dengan memberikan simulasi

atau contoh secara langsung kepada klien, karena ada kontak

langsung antara klien dengan petugas, oleh karena itu masalah

yang dihadapi klien dapat dikorek dan dibantu penyelesaian nya.


b. Metode Pendidikan Kelompok
Untuk kelompok yang besar, metode nya akan lain dengan kelompok
kecil. Efektifitas suatu metode akan tergantung pada besarnya sasaran
pendidikan. Bentuk pendekatan nya antara lain:
1. Untuk kelompok yang besar, metode nya akan lain dengan

kelompok kecil. Kelompok besar lebih dari 15 orang, efektifitas

suatu metode akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.

Bentuk pendekatan nya antara lain:


a) Ceramah, metode yang baik untuk sasaran yang berpendidikan

tinggi maupun rendah.


b) Seminar, seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli

tentang suatu topik yang dianggap penting.


2. Kelompok kecil, apabila kelompok peserta kegiatn kurang dari 15

orang. Metode-metode yang cocok yaitu diskusi kelompok, curah

pendapat (brainstrorming), dan permainan simulasi

(simulationgame).
3. Metode Pendiddikan Masa
Pada umumnya bentuk pendekatan masa ini tidak langsung, biasa

nya menggunakan atau melalui media massa. Beberapa contoh

metodenya antara lain, ceramah umum (public speaking), pidato-

pidato atau diskusi mengenai kesehatan melalui media elektronik

baik TV maupun radio, simulasi, tulisan-tulisan dimajalah atau

koran.
2.2.4 Alat Bantu Pendidikan Kesehatan
Menurut Syaiful Sagala (2011) metode demonstrasi adalah pertunjukan

tentang suatu proses atu benda sampai pada penampilan tingkah laku yang

dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami oleh peserta secara nyata

atau tiruan. Metode demonstrasi memiliki kekurangan dan kelebihan antara lain:
a Kelebihan metode demonstrasi
1) Dapat membuat pengajaran lebih jelas dan lebih konkrit
2) Peserta lebih mudah memahami apa yang dipelajari.
3) Proses pengajaran lebih menarik.
b Kekurangan metode demonstrasi
1) Fasilitas seperti peralatan, tempat dan biaya yang memadai tidak

selalu tersedia dengan baik.


2) Demonstrasi memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang

disamping memerlukan waktu yang cukup panjang.


3) Metode ini memerlukan keterampilan observer secara khusus, karena
4) tanpa ditunjang dengan hal itu pelaksanaan demonstrasi akan

tidak efektif.
Media pendidikan pada hakekatnya adalah alat bantu pendidikan, alat

bantu yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan

pendidikan. Pada garis besarnya hanya ada tiga macam alat bantu

pendidikan (alat peraga), salah satunya yaitu:

1. Alat bantu lihat dengar, seperti TV dan video cassete. Alat bantu

pendidikan ini lebih dikenal dengan Video Modelling Hand Hygiene

(Ellis dan Marietta, 2011).


Video Modelling (VM) didefinisikan ebagai bentuk

pembelajaran observasional (pengamatan) dimana diinginkan sebuah

perilaku dipelajari dengan cara menonton video demonstrasi dan

kemudian meniru perilaku model. Menurut Dowrick (1991) dalam

Reagon, Higbee, dan Endicott (2006), Video Modelling didefinisikan

sebagai demonstrasi perilaku yang tidak langsung, tetapi disajikan

melalui video dalam upaya untuk mengubah suatu perilaku yang ada

atau mengajarkan sesuatu hal yang baru. Pelajar memandang model

pada layar dan diberi kesempatan untuk meniru respon yang diamati.

Sedangkan menurut Perry dan Keeney (2014) Video Modelling adalah

metode pengajaran yang menggunakan teknologi bantu (komputer,

kamera digital, dan lain-lain) sebagai komponen inti dari sebuah

instruksi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Video Modelling adalah

sebuah bentuk pembelajaran secara observasional (pengamatan) dalam

bentuk demonstrasi perilaku secara tidak langsung dengan

menggunakan teknologi bantuan dalam bentuk sebuah video dengan cara


ditonton dan didengarkan (dalam bentuk audiovisual) sehingga

didapatkan hasil meniru perilaku respon dari model yang diamati.


Tujuan dari sebuah video modelling adalah sebagai media penyampai

pesan (materi) terhadap peserta (audience) yang ingin diajak untuk

mengikuti tindakan ataupun perilaku yang terdapat dalam sebuah video.


Komponen dasar dalam sebuah video modelling adalah :
a) Individu yang diajarkan atau model lain yang direkam melakukan

beberapa perilaku yang ditargetkan,


b) Rekaman video kemudian diputar kembali untuk peserta, dan
c) Peserta (audience) diminta untuk melakukan perilaku
2.3 Cuci Tangan (5 Momen/ 6 Langkah)
2.3.1 Konsep Cuci Tangan
Cuci tangan merupakan tindakan dan penanggulangan penyakit

yang menjadi program perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Sekolah

(Kemenkes RI, 2011). PHBS merupakan perilaku yang dipraktikan oleh

peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar

kesadarn sebagai hasil pembelajaran. Sehingga secara mandiri mampu

mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan, serta berperan aktif dalam

mewujudkan lingkungan sehat. Muncul berbagai penyakit yang sering

menyerang anak usia sekolah (6-10 tahun), ternyata umumnya berkaitan

dengan PHBS. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai PHBS di sekolah

merupakan kebutuhan mutlak dan dapat dilakukan melalui UKS

(Kemenkes RI, 2011).


2.3.2 Definisi Cuci Tangan
Cuci Tangan adalah salah satu bentuk kebersihan diri yang penting.

Selain itu mencuci tangan juga dapat diartikan menggosok dengan sabun

secara bersama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas

yang kemudian dibilas di bawah air yang mengalir (Potter, 2005). Menurut

Potter and Perry (2005), mencuci tangan paling sedikit 10-15 detik akan

memusnahkan mikroorganisme transient paling banyak dari kulit, jika

tangan tampak kotor, dibutuhkan waktu yang lebih lama.


Menurut Depkes (2009), cuci tangan pakai sabun adalah salah satu

tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari

menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan

memutuskan mata rantai kuman. Mencuci tangan pakai dengan sabun

dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit. Mencuci

tangan dengan air saja tidak cukup.


2.3.3 Waktu yang tepat untuk cuci tangan
Menurut Depkes (2011), waktu yang tepat untuk cuci tangan pakai sabun

adalah:
1. Sebelum dan setelah makan
2. Sebelum memegang makanan
3. Sebelum melakukan kegiatan jari-jari ke dalam mulut atau mata
4. Setelah BAK dan BAB
5. Setelah buang ingus
6. Setelah buang sampah
7. Setelah menyentuh hewan/unggas termasuk hewan peliharaan
8. Sebelum mengobati luka

Adapun waktu yang ideal dalam mencuci tangan yaitu 40-60 detik,

2.3.4 Prinsip 6 Langkah Langkah Cuci Tangan


Prinsip 6 langkah langkah cuci tangan menurut WHO (2013) antara lain:
1. Dilakukan dengan menggosokkan tangan menggunakan cairan

antiseptic (handrub) atau dengan air mengalir dan sabun antiseptic

(handwash) atau dengan air menglair


2. Handrub dilakukan selama 20-30 detik
3. Handwash dilakukan selama 40-50 detik
4. 5 kali melakukan handrub sebaiknya diselingi 1 kali handwash
5. Dengan air saja atau air mengalir 15 detik.
2.3.5 Prosedur 6 langkah Cuci Tangan dengan 5 Momen
Menurut Standar WHO (2013) Cuci Tangan terdiri dari 6 langka yaitu :

Melepaskan semua benda yang melekat pada daerah tangan, seperti

cincin atau jam tangan.


1. Bubuhkan hand rub secukupnya di telapak tangan yang

tertangkup, mencakup semua permukaan telapak tangan,

Menggosok telapak tangan dengan telapak tangan


2. Menggosok telapak tangan kanan dengan punggung tangan kiri

serta sela-sela jarinya, Lakukan bergantian kedua tangan,


3. Menggosok sela-sela jari pada kedua telapak tangan,
4. Menggosok kedua jari tangan yang berlawanan dengan posisi

jari-jari saling bertautan,


5. Menggosok ibu jari tangan kiri Menggunakan genggaman tangan

kanan dengan gerakan memutar, Lakukan bergantian kedua

tangan,
6. Menggosok dengan gerakan memutar kedepan dan kebelakang

dengan menggunakan jari-jari tangan kanan yang terkatup pada

telapak tangan kiri.

5 Momen dalam Cuci Tangan :

1. Sebelum kontak dengan pasien


2. Sebelum tindaka aseptik
3. Setelah terkena cairan tubuh pasien
4. Setelah kontak dengan pasien
5. Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien
Gambar 2.1. 6 Langkah Cuci Tangan Yang Benar (WHO, 2013)

2.4 Konsep Kemampuan


2.4.1 Definisi Kemampuan
Siswa sekolah dasar merupakan individu – individu yang sedang

tumbuh dan berkembang dalam rangka pencapaian kepribadian yang

dewasa. Pertumbuhan individu terlihat pada bertambahnya aspek fisik

yang bersifat kuantitatif serta bertambahnya aspek psikis yang lebih

bersifat kualitatif. Menurut Sudirman (2013), mengemukakan bahwa

kemampuan adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang tandai

dengan munculnya fikiran yang didaduhului dengan tanggapan terhadap

adanya tujuan.

2.4.2 Definisi Kemampuan Mencuci Tangan Yang Benar (6 Langkah)


Kemampuan mencuci tangan merupakan tolak ukur sejauh mana

kemampuan anak usia sekolah dalam mencuci tangan yang benar 6

langkah setelah diberikan pendidikan kesehatan 6 langkah mencuci tangan

yang benar menurut standar WHO tahun 2013 melalui video dan simulasi,

yang dilihat dari kemampuan atau kesiapan fisik, mental dan psikologis

anak (Sudirman, 2013).


2.3.6 Konsep Kemampuan Mencuci Tangan Yang Benar (6 Langkah)
Menurut Notoatmojo (2007) pengetahuan yang tercakup dalam domain

kognitif yang mempengaruhi kemampuan dalam mencuci tangan ada 6

tingkatan, yaitu :
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingatkan suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan

yang dipelajari.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan

materi tersebu secara benar. Orang telah paham terhadap objek atau

materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.


3. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan matari atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu

struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.


5. Sintesis
Menunjukkan pada suatu kemampuan untnuk meletakkan atau

menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk

menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada,


6. Evaluasi
Beraitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek.


2.4.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Mencuci Tangan

Yang Benar (6 Langkah)


Menurut Yuhanna dan Bella Vicky (2010) factor-faktor yang

mempengaruhi anak mencuci tangan yaitu :


- Faktor Predisposisi, yang memotivasi seseorang untuk melakukan cuci

tangan pakai sabun yang meliputi pengetahuan, tradisi, sistem nilai

yang dianut masyarakat. Pengetahuan yang baik dan pengalaman yang

didapatkan dari lingkungan sekitar akan dapat meningkatkan


kemampuan anak untuk melakukan perilaku hidup bersih seperti cuci

tangan pakai sabun.


- Lingkungan Fisik, merupakan factor yang mendukung timbulnya

kemampuan anak mencuci tangan seperti adanya fasilitas sarana dan

prasarana pendukung. Selain itu diperlukan perilaku contoh dari tokoh

masyarakat dan petugas kesehatan.

2.5 Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan Kemampuan Mencuci Tangan


Tangan merupakan pembawa utama kuman penyakit, oleh karena itu

sangat penting untuk diketahui dan diingat bahwa perilaku cuci tangan pakai

sabun merupakan perilaku sehat yang sangat efektif untuk mencegah penyebaran

berbagai penyakit menular seperti diare, ISPA dan Flu Burung.Diare merupakan

penyakit "langganan" yang banyak berjangkit padamasyarakat terutama usia

balita. Survei Kesehatan Nasional tahun 2001 menempatkan Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (ISPA) penyakit pada posisitertinggi sebagai penyakit paling

berbahaya pada balita. Diare dan ISPA dilaporkan telah membunuh 4 juta anak

setiap tahun di negara-negara 31berkembang. Sementara Flu Burung atau yang

dikenal juga H5N1 merupakanpenyakit mematikan dan telah memakan cukup

banyak korban. Penyakit-penyakit tersebut juga merupakan masalah global dan

banyak berjangkit dinegara-negara berkembang, suatu wilayah yang didominasi

dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk, tidak cukup pasokan air bersih,

kemiskinan dan pendidikan yang rendah tetapi rantai penularan penyakit-penyakit

tersebut di atas dapat diputus "hanya" dengan perilaku cuci tangan pakai sabun

yang merupakan perilaku yang sederhana, mudah dilakukan, tidak perlu


menggunakan banyak waktu dan banyak biaya. (Sibuea, 2007).
Cuci tangan merupakan salah satu perilaku sehat yang pasti sudah dikenal.

Perilaku ini pada umumnya sudah diperkenalkan kepada anak-anak sejak kecil
tidak hanya oleh orang tua di rumah, bahkan ini menjadi salah satu kegiatan rutin

yang diajarkan para guru di Taman Kanak-Kanak sampai Sekolah Dasar. Tetapi

kenyataannya perilaku sehat ini belum menjadi budaya masyarakat kita dan

biasanya hanya dilakukan sekedarnya, sebagai contoh ketika kita masuk ke sebuah

rumah makan Indonesia, biasanya fasilitas cuci tangan disediakan dalam bentuk

kobokan berisi air bersih dengan sepotong kecil jeruk nipis yang maksudnya

untuk menghilangkan bau amis di tangan. Pemandangan berbeda ketika kita

masuk ke restaurant fast food terkemuka asal negara adi daya, fasilitas cuci tangan

sudah sangat memenuhi syarat, yaitu air bersih mengalir dilengkapi dengan sabun

cuci tangan cair berkualitas dan pengering tangan merk terkenal, sayangnya

fasilitas itu belum digunakan dengan baik, karena biasanya orang hanya mencuci

tangan sekedar menghilangkan bau amis bekas makanan dan lupa atau malas

mencuci tangan dulu sebelum makan.


Pentingnya membudayakan cuci tangan memakai sabun secara baik dan

benar didukung oleh data WHO yang menunjukkan, setiap tahun rata-rata 100.000

anak di Indonesia meninggal dunia karena diare. Sementara data Subdit Diare

Depkes menunjukkan sekitar 300 orang diantara 1.000 penduduk masih terjangkit

diare sepanjang tahun. Penyakit diare menjadi penyebab kematian nomor dua

pada balita, nomor tiga pada bayi, dan nomor lima pada semua umur. Penyebab

utama diare adalah minimnya perilaku hidup bersih 33 dan sehat di masyarakat,

salah satunya kurangnya pemahaman mengenai cara mencuci tangan dengan

sabun secara baik dan benar menggunakan air bersih mengalir. Sedangkan

berdasarkan kajian WHO, cuci tangan memakai sabun dapat mengurangi angka

diare hingga 47% (lily, 2007).


Upaya mensosialisasikan perilaku sehat sanitasi dan mencuci tangan

dengan sabun di Nigeria dimulai oleh sebuah program yang diprakarsai oleh

UNICEF dengan menggunakan anak sekolah sebagai agen perubahan. Dalam

membentuk perilaku sanitasi mandiri dan pengetahuan akan hidup yang bersih

dan sehat anak-anak sekolah dirangsang untuk membentuk kelompok kelompok

sekolah seperti klub sehat & hak untuk anak, yang melibatkan orang tua dan

mengajak partisipasi komunitas di desa untuk ikut serta dalam proyek-proyek

sanitasi. Salah satu sekolah memprakarsai Klub Lingkungan Sehat dimana para

murid mempromosikan perilaku mencuci tangan dengan sabun untuk komunitas

dan memperkenalkan teknik-teknik untuk menjaga kebersihan air dalam

penggunaannya sehari-hari di rumah dan berusaha agar pengetahuan untuk hidup

bersih ini diterapkan dirumah. Dengan pertolongan dari guru-guru sekitar 12 anak

perempuan dan 18 anak lelaki yang mendirikan klub lalu mengoperasikan dan

merawat fasilitas klub serta mengawasi penggunaan sumur bor. Klub tersebut

membiayai aktivitasnya dengan menjual ember plastik dan bejana tembikar yang

dilengkapi dengan keran. Dua tahun setelah intervensi ini, perilaku mencuci

tangan dengan sabun meningkat hingga 95 persen. Guru mulai melaporkan bahwa

para murid datang kesekolah dalam keadaan bersih, dan kasus cacingan serta

penyakit-penyakit kulit lainnya berkurang. Tidak hanya itu, angka kehadiran

murid pun naik dengan teratur per tahunnya, dari 320 murid ketika program

pertama kali diperkenalkan, hingga 538 murid pada tahun 2001 ( Suryani, 2009).

2.6 Penelitian Terdahulu


Putri (2018) melakukan penelitian tentang “Efektifitas Video Edukasi

Cuci Tangan terhadap Kemampuan Melakukan Cuci Tangan pada Anak Usia

Sekolah di Yayasan Al-Fityan Medan” didapatkan hasil bahwa kemampuan


melakukan cuci tangan pada anak usia sekolah meningkat menjadi kategori

mampu (34 orang ) sesudah menonton video edukasi cuci tangan dibandingkan

sebelum menonton video edukasi cuci tangan. Hasil uji statistik diperoleh nilai

p=0,000, maka dapat disimpulkan ada pengaruh video edukasi cuci tangan

terhadap kemampuan melakukan cuci tangan pada anak usia sekolah di Yayasan

Al-Fityan Medan. Desain penelitian ini menggunakan quasy experiment dengan

pendekatan pre-post design yang terdiri dari satu kelompok intervensi.

Teknik pengambilan sampel dengan stratified random sampling dengan

jumlah sampel 49 orang. Analisa data menggunakan uji Wilcoxon.

Peningkatan kemampuan mencuci tangan disebabkan karena responden telah

menonton video edukasi 7 langkah cuci tangan yang baik dan benar yang

berdurasi 5 menit, selama 3 kali dalam waktu 3 hari berturut-turut. Setelah

menonton video, responden dilatih melakukan cuci tangan satu persatu sesuai

dengan prosedur 7 langkah cuci tangan berdasarkan SOP. Frekuensi

demonstrasi memiliki pengaruh terhadap kemampuan cuci tangan pada

responden. Frekuensi demonstrasi dilakukan oleh responden sebanyak 3 kali

dalam 3 hari beturut-turut setelah menonton video edukasi cuci tangan.


Penelitian dari Wahyuni dkk (2017) tentang “Peningkatan perilaku

mencuci tangan dengan Teknik modeling pada kelompok anak usia Sekolah”

didapatkan hasil praktek mencuci tangan meningkat dengan teknik modeling (p =

0,000). Modifikasi perilaku dengan teknik modeling dapat diterapkan sebagai

salah satu upaya untuk meningkatkan perilaku mencuci tangan anak-anak sekolah

yang dapat diintegrasikan dalam pelayanan keperawatan sekolah. Desain

penelitian adalah quasi experiment yang terdiri dari dua kelompok; 38 subjek

sebagai kelompok intervensi dan 38 subjek sebagai kelompok kontrol. Teknik


pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Salah satu strategi

yang dilakukan oleh peneliti untuk meningkatkan perilaku mencuci tangan

pada anak usia sekolah yaitu modifikasi perilaku dengan teknik modeling.

Modeling di sini dilakukan melalui pendekatan teman sebaya dan keluarga

yang merupakan role model bagi anak. Teman sebaya dijadikan model

karena sesuai teori yang menyatakan bahwa anak usia sekolah cenderung

lebih banyak bermain dengan teman sebayanya, sedangkan keluarga

merupakan orang terdekat anak, tempat anak belajar nilai dan norma tentang

kesehatan. Peneliti menyakini bahwa dengan model teman sebaya dan

keluarga, maka hasil perilaku yang didapatkan akan lebih optimal dan

bersifat menetap.

BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Kemampuan mencuci tangan yang Pendidikan Kesehatan


benar (6 langkah) - Video
- Simulasi

Faktor yang mempengaruhi:


Pendidikan Pendidikan
1) Faktor Predisposisi kesehatan melalui
kesehatan melalui
- Pengetahuan Simulasi
Video (alat bantu
(modelling secara
- Tradisi
peraga, modelling langsung/praktik
- Sistem nilai yang dianut
secara tidak langsung)
masyarakat
2) Lingkungan dan Fisik langsung)
- Sarana dan Prasarana
-
Mampu
Tahu, mempraktikkan
Memahami,
cuci
Mengaplikasikan
tangan yang benar
(memperagakan)
(6 langkah)
Kurangnya Pengetahuan
Tentang 6 Langkah Cuci
Tanga Yang Benar

Tidak Mampu mempraktikkan cuci


tangan yang benar (6 langkah)

Keterangan:

: Diteliti

: Tidak Diteliti

Gambar 3.1 Kerangka konseptual Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalui Vidio dan
Simulasi Terhadap Kemampuan Cuci Tangan Yang Benar (6 Langkah) Pada
Anak Usia Sekolah di SDN….

Kemampuan mencuci tangan yang benar (6 langkah) pada anak usia

sekolah merupakan ukuran sejauh mana anak dalam melakukan cuci tangan yang

benar dengan prosedur 6 langkah setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang

6 langkah mencuci tangan yang benar, yang dilihat dari kemampuan atau kesiapan

fisik, mental dan psikologis anak. Adapun faktor-faktor yang memepengaruhi

kemampuan anak mencuci tangan yaitu faktor predisposisi yang memotivasi

seseorang untuk melakukan cuci tangan yang benar yang meliputi pengetahuan,

tradisi, sistem nilai yang dianut masyarakat. Selain itu faktor yang mendukung

timbulnya kemampuan anak untuk mencuci tangan pakai sabun yaitu berupa

dukungan dalam bentuk lingkungan fisik seperti sarana dan prasarana pendukung,

diperlukan juga contoh dari tokoh masyarakat dan petugas kesehatan. Dalam hal

ini pengetahuan yang baik dan pengalaman yang didapatkan dari lingkungan
sekitar akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk melakukan cuci tangan

yang benar, begitu juga sebaliknya apabila pengetahuan yang masih kurang atau

tidak baik dalam mencuci tangan akan mempengaruhi kemampuan anak untuk

melakukan cuci tangan yang benar sehingga diperlukannya edukasi berupa

pendidikan kesehatan. Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan anak

dalam mencuci tangan yang benar adalah dengan memberikan pendidikan

kesehatan, dengan memberikan pendidikan kesehatan maka dapat meingkatkan

pengetahuan anak dan dapat mempengaruhi perilaku anak untuk mencuci tangan

yang benar. Video dan simulasi merupakan salah satu bagian dari pendidikan

kesehatan, dengan memberikan video sebagai alat bantu praga (modeling secara

tidak langsung) dan simulasi praktik langsung, sehingga anak dapat mengetahui

cara mencuci tangan yang benar (6 langkah) dan mampu mempraktikkan langsung

dalam kehidupan sehari-hari.

3.2 Hipotesis Penelitian


Dari kerangka konsep tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
H1 : Ada Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalului Vidio Dan Simulasi

Terhadap Kemampuan Cuci Tangan Yang Benar (6 Langkah) Pada Anak

Usia Sekolah Dasar di SDN….


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasi eksperimen. Desain

penelitian ini digunakan karena peneliti tidak mampu mengontrol faktor lain yang

dapat mengganggu jalannya penelitian. Desain penelitian yang digunakan adalah

model Nonequivalent Control Group Design dengan Pretest dan Posttest. Di

dalam model ini sebelum memulai perlakuan kedua kelompok diberi tes awal atau

pre test untuk mengukur kondisi awal (O1). Selanjutnya pada kelompok kontrol

diberikan perlakuan pendidikan kesehatan melalui Vidio (X) dan kelompok

eksperimen diberikan pendidikan kesehatan melalui Simulasi (Y), kemudian

dilakukan post test (O2) untuk semua kelompok, baik kelompok eksperimen

maupun kelompok kontrol (Arikunto, 2010).


Desain Nonequivalent Control Group Design dengan Pretest Posttes dapat

dilihat pada gambar berikut:

Subyek Pre Test Perlakuan Post Test


Kelompok A (Kontrol) O1 X Vidio O2
Kelompok B (Perlakuan) O1 Y Simulasi O2

Gambar 4.1. Rancangan Penelitian Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalui Vidio


dan Simulasi Terhadap Kemampuan Cuci Tangan Yang Benar (6
Langkah) Pada Anak Usia Sekolah Dasar di SDN….
Keterangan :
O1 : Pre Test
O2 : Post Test
X : Kelompok kontrol dengan pemberian pendidikan kesehatan
melalui vidio cuci tangan yang benar (6 langkah)
Y : Kelompok eksperimen dengan pemberian pendidikan kesehatan
melalui simulasi cuci tangan yang benar (6 langkah)

4.2 Kerangka Kerja Penelitian

Populasi : Seluruh siswa di SDN ……


Berjumlah 325

Sampel 180
Tekhnik Sampling : purposive sampling

Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen

Observasi kemampuan cuci tangan Observasi kemampuan cuci tangan


yang benar (6 langkah) sebelum yang benar (6 langkah) sebelum
diberikan pendidikan kesehatan diberikan pendidikan kesehatan
(Pretest) (Pretest)

Pendidikan Kesehatan : Pendidikan Kesehatan :

Vidio mencuci tangan yang benar (6 Simulasi mencuci tangan yang benar
langkah) (6 langkah)

Observasi kemampuan cuci tangan Observasi kemampuan cuci tangan


yang benar (6 langkah) setelah yang benar (6 langkah) setelah
diberikan pendidikan kesehatan diberikan pendidikan kesehatan
(Posttest) (Posttest)
Pengelolaan data dan analisis dengan
independent t-tes

Penyajian data

Gambar 4.1. Kerangka Kerja Penelitian Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalui Vidio dan
Simulasi Terhadap Kemampuan Cuci Tangan Yang Benar (6 Langkah) Pada
Anak Usia Sekolah Dasar di SDN….
4.3 Populasi, Sampel, dan Tekhnik Sampling
4.3.1 Populasi
Menurut Saifuddin (2013) populasi ialah kelompok subyek yang hendak

dikenai generalisasi hasil penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah

keseluruhan siswa sekolah dasar di SDN Landungsari berjumlah 360

siswa.
4.3.2 Sampel
Saifuddin (2013) menyatakan bahwa sampel adalah bagian

daripopulasi yang memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh populasinya.

Penelitimenggunakan cara purposive sampling untuk pengambilan sampel.

Purposive sampling yaitu pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas

ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu.


Adapun ciri-ciri sampel yang memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian

ini yaitu:
a. Seluruh siswa di SDN……….yang berusia 7 – 12 Tahun
b. Siswa yang bersedia menjadi responden.

Sedangkan kriteria eksklusi sebagai berikut :

a. Siswa yang tidak hadir saat penelitian

Cara pengambilan sampel dengan menggunakan rumus Slovin menurut

Sugiyono (2011), sebagai berikut :


Keterangan:

n = ukuran sampel

N = ukuran populasi

e = tingkat kesalahan

Tingkat kesalahan ditetapkan 5% (0,05)

Berikut perhitungannya ukuran sampelnya :

Jadi responden yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 180 siswa,

dimana 90 siswa sebagai kelompok kontrol dan 90 siswa sebagai kelompok

perlakuan.

4.3.3 Teknik Sampling


Teknik sampling yang dipakai dalam penelitian ini teknik

“purposive sampling” yaitu teknik pertemuan sampel dengan

pertimbangan tertentu sesuai dikehendaki peneliti (Sugiyono, 2011).

4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel


4.4.1 Variabel Independent
Variabel Independent atau variable bebas merupakan variabel yang

menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat, jadi variabel

bebas adalah variabel yang mempengaruhi. Variabel bebas penelitian ini

adalah Pendidikan Kesehatan Melalui Vidio dan Simulasi tentang Cuci

Tangan Yang Benar (6 langkah) pada Anak Usia Sekolah Dasar di SDN….
4.4.2 Variabel Dependent
Variabel Dependent atau Variabel terikat merupakan variabel yang

dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono,

2007). Variabel dependent penelitian ini adalah Kemampuan Mencuci

Tangan Yang Benar (6 Langkah) pada Anak Usia Sekolah Dasar di SDN…
4.4.3 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah berfungsi untuk membatasi ruang

lingkup atau pengertian variabel-variabel diamati atau diteliti. Definisi

operasional juga berfungsi untuk mengarahkan kepada pengukuran atau

pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta

pengambilan instrumen atau alat ukur (Nursalam 2008).

Variabel Definisi Operational Parameter Alat Skala Skoring dan


Ukur Kriteria
Independent: Pendidikan kesehatan - - - -
Pendidikan merupakan suatu kegiatan
Kesehatan untuk memberikan dan
Melalui atau meningkatkan
Vidio dan pengetahuan, sikap, dan
Simulasi praktek masyarakat dalam
Cuci Tangan memelihara dan
Yang Benar meningkatkan kesehatan
(6 Langkah) mereka sendiri melalui
video sebagai alat bantu
(modelling secara tidak
langsung) dan simulasi
sebagai praktik langsung.
(Notoatmodjo, 2003).

Dependent: Merupakan tolak ukur Prosedur 6 L I YA : 2


Kemampuan sejauh mana kemampuan Langkah Cuci E N TIDAK : 1
Cuci Tangan anak usia sekolah dalam Tangan Yang M T
Yang Benar mencuci tangan yang Benar, sesuai B E Skoring
(6 Langkah) benar 6 langkah setelah standart World A R Tidak Mampu:
diberikan pendidikan Health R V <8
kesehatan, yang dilihat Organization A
dari kemampuan atau (WHO, 2013) O L Cukup
kesiapan fisik, mental dan B Mampu:
psikologis anak. S 8 – 10
E
R Mampu:
V >10
A
S
I
4.5 Bahan Penelitian
Bahan penelitian dalam pemberian pendidikan kesehatan yaitu melalui video dan

simulasi.
1) Pendidikan Kesehatan 6 langkah mencuci tangan yang benar melalui

Vidio, Media yang digunakan sebagai sarana pemberian pendidikan

kesehatan tentang 6 langkah cuci tangan yang benar yaitu dengan

menggunakan Laptop, LCD proyektor yang menjelaskan tentang

pengertian, manfaat, akibat apabila tidak mencuci tangan dengan benar

dan penayangan video mengenai prosedur 6 langkah cuci tangan yang

benar dari WHO.


2) Pendidikan Kesehatan 6 langkah mencuci tangan yang benar melalui

Simulasi, Dilakukan dengan menampilkan metode 6 langkah cuci tangan

yang benar sesuai standar WHO, saat simulasi ini siswa-siswa

memperhatikan peragaan yang dilakukan dan kemudian siswa-siswi ikut

berpartisipasi dalam peragaan.


3) Praktek dilakukan setelah diberikan pendidikan kesehatan 6 langkah

mencuci tangan yang benar melalui video dan simulasi, praktik dilakukan

dengan menggunakan sabun dan air mengalir diluar kelas. Kemudian

siswa-siswa melakukan praktik cuci tangan dengan 6 langkah tersebut

secara bergantian. Adapun perlengkapan praktik yang disedikan oleh

peneliti yaitu hand rub, hand wash, tissue atau lap tangan.

4.6 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah

lembar observasi responden tentang kemampuan anak usia sekolah dasar dalam 6

langkah mencuci tangan yang benar setelah diberikan pendidikan kesehatan 6

langkah cuci tangan yang benar melalui video dan simulasi. Lembar observasi
yang digunakan sesuai dengan standar prosedur 6 langkah mencuci tangan yang

benar dari WHO tahun 2013. Semua peniaian dalam lembar observasi disusun

dalam bentuk positif, dengan 2 pilihan yang terdiri dari (YA) dan (TIDAK). Skor

nilai diberikan dari 1-2, dimana apabila penilaian (ya) bernilai 2 dan penilaian

tidak (tidak) bernilai 1. Dengan jumlah nilai skor 6 – 12 dan kategori gambaran

kemampuan di bagi menjadi 3 yaitu tidak mampu jika memperoleh skor < 8,

cukup mampu jika memperoleh skor 8 – 10, dan mampu jika memperoleh skor >

10.
a) Validitas
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-

tingkat kevalidan atau kesasihan suatu instrument. Suatu instrument di

katakana valid apabila mampu mengukur data dari variabel yang diteliti

secara tepat. Sebuah instrument yang mempunyai nilai validitas tinggi

(Arikuntoro, 2006). Lembar observasi gambaran kemampuan anak usia

sekolah dasar dalam 6 langkah mencuci tangan yang benar ini tidak

dilakukan uji validitas lagi, karena instrument yang digunakan sudah baku

yaitu menggunakan standar 6 langkah mencuci tangan menurut WHO

2013 sudah diterjemahkan ke bahasa indonesia.

b) Reliabilitas
Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan

bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam

waktu yang berlainan (Nursalam, 2013). Uji reliabilitas ini dilakukan

sebelum pengumpulan data pada sampel yang memiliki kriteria yang sama

dengan sampel penelitian. Uji reliabilitas lembar observasi kemampuan


anak usia sekolah dalam 6 langkah mencuci tangan menggunakan spss 16,

suatu instrument dikatakan reliable bila koefisiennya 0,60 atau lebih.


c) Alasan Menggunakan Instrumen Lembar Observasi 6 Langkah Mencuci

Tangan Standar WHO (2013)


Peneliti ingin melihat sejauh mana kemampuan siswa-siswa

tersebut setelah diberikan pendidikan kesehatan mengenai 6 langkah

mencuci tangan yang benar pada anak usia sekolah dasar melalui video

dan simulasi, sehingga diperlukan tolak ukur dalam mengukur

kemampuan anak dalam mencuci tangan dengan menggunakan lembar

observasi yang mengacu pada standar prosedur 6 langkah mencuci tangan

pada anak usia sekolah menurut WHO tahun 2013.


4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.7.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di SDN…..
4.7.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada……….

4.8 Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data

Prosedur pengambilan data adalah cara yang digunakan peneliti dalam

mengumpulkan data penelitiannya. Cara memperoleh data dalam penelitian ini

menggunakan metode lembar observasi. Metode lembar observasi adalah cara

yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitian dengan

menggunakan sejumlah pernyataan untuk memperoleh informasi tentang

pribadinya atau hal-hal yang diketahui responden (Nursalam, 2008).

a. Data primer
Data yang diperoleh peneliti secara langsung pada saat berlangsungnya

penelitian (Nursalam, 2008). Data primer pada penelitian ini diperoleh dengan

menggunakan lembar observasi yang terdiri dari 6 pernyataan yang berisi 6

langkah mencuci tangan yang benar, variabel kemampuan mencuci tangan pada
anak usia sekolah dasar untuk mengetahui skor kemampuan tersebut peneliti

menggunakan analisis kuantitatif sehingga setiap jawaban diberi angka untuk nilai

skornya.
b. Data sekunder
Data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung (Nursalam,

2008). Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dengan cara peneliti melihat

data siswa secara langsung atau tidak langsung, mencari literatur dari

perpustakaan yang relevan, serta melihat hasil penelitian sebelumnya.


Adapun langkah-langkah pengumpulan data dalam proses penelitian

sebagai berikut:
1. Mengurus surat izin penelitian di Kampus.
2. Surat izin penelitian diberikan ke BAKESBANGPOL dan DINKES
3. Memberikan surat izin kepada Kepala Sekolah di SDN…. Serta memberikan

surat rekomendasi penelitian dari BAKESBANGPOL; dan DINKES


4. Setelah mendapatkan izin dari Sekolah tersebut, kemudian peneliti meminta

izin menjadwalkan pertemuan atau penelitian, Setelah itu menentukan

responden penelitian sebanyak 180 responden yang terbagi menjadi 2,

kelompok kontrol 90 responden dan kelompok eksperimen 90 responden.


5. Peneliti melakukan pendekatan pada responden yang memenuhi kriteria

inklusi penelitian, untuk memberikan penjelasan mengenai penelitian yang

akan dilaksankan, yang bersedia menjadi responden dipersilahkan

menandatangani lembar persetujuan.


6. Kemudian responden diberi penjelasan tentang penelitian tersebut
7. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengobservasi kemampuan siswa

dalam melakukan cuci tangan yang benar 6 langkah berdasarkan standar

WHO; satu persatu siswa mempraktikkan cara cuci tangan sebagai Pre Test

kemudian peneliti mengisi lembar observasi sesuai dengan kemmapuan siswa

tersebut
8. Kemudian peneliti menjadawalkan waktu kembali untuk memberikan

pendidikan kesehatan kepada kedua kelompok.


9. Setelah mendapatkan waktu yang fix, siswa dibagi menjadi dua kelas, kelas A

sebagai kelompok kontrol dan kelas B sebagai klelompok eksperimen.


10. Hari pertama peneliti memberikan pendidikan kesehatan melalui video 6

langkah cuci tangan yang benar pada kelompok kontrol sesuai dengan SOP

yang sudah peneliti buat.


11. Hari kedua peneli memberikan pendidikan kesehatan melalui simulasi 6

langkah cuci tangan yang benar pada kelompok kontrol sesuai dengan SOP

yang sudah peneliti buat.


12. Pertemuan selanjutnya peneliti mengobservasi kembali kemampuan siswa

dalam melakukan 6 langkah cuci tangan yang benar dengan meminta siswa-

siwa mempraktikkan kembali 6 langkah mencuci tangan yang benar setelah

diberikan pendidikan kesehatan, dan peneliti mengisi lembar observasi sesuai

kemampuan siswa tersebut sebagai Post Test.

4.9 Cara Analisis Data

Hasil penelitian dianalisis dengan softwere SPPS versi 16. Jika data

berdistribusi normasl maka dilakukan uji Paired T-test untuk mengetahui

perbedaan pengelolaan emosi marah pada masing-masing kelompok, kemudian

menggunakan Independent T-test atau uji beda untuk mengetahui perbedaan atau

selisih rata-rata untuk data yang berskala rasio/interval dan berdistribusi normal

antara hasil sesudah diberikan pendidikan kesehatan (Post test) pada kelompok

kontrol dan kelompok eksperimen.

Keputusan hasil uji statistik dengan membandingkan nilai p (p value) dan

nilai α (alpha) 0,05 , ketentuan yang berlaku adalah sebagai berikut:

1. Bila nilai p < nilai α (0,05), maka keputusan adalah Ho ditolak artinya ada

pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalului Vidio Dan Simulasi Terhadap


Kemampuan Cuci Tangan Yang Benar (6 Langkah) Pada Anak Di Sekolah

Dasar
2. Bila nilai p > nilai α (0,05), maka keputusan adalah Ho gagal ditolak artinya

tidak ada pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalului Vidio Dan Simulasi

Terhadap Kemampuan Cuci Tangan Yang Benar (6 Langkah) Pada Anak Di

Sekolah Dasar.

4.10 Masalah Etik

Dalam melakukan penelitian, peneliti memperhatikan masalah etika

penelitian ini yang meliputi:

1. Respect For Person


Memuat beberapa hal penting diantaranya; peneliti menggunakan lembar

persetujuan (informed consent) yang diajukan peneliti kepada responden

untuk meminta persetujuan responden saat observasi dan pemberian

perakuan. Selanjutnya, peneliti tidak mencantumkan nama (anomity)

responden pada lembar kuesioner dan hanya menuliskan kode atau inisial

responden pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan

disajikan. Selanjutnya; peneliti menjaga kerahasiaan (confidentiality)

responden berupa informasi atau hal-hal yang terkait dengan responden

harus dijaga kerahasiaannya. Peneliti juga mengatakan yang sebenarnya

dan tidak berbohong (truth telling) dalam menyampaikan informasi pada

setiap responden dan untuk meyakinkan responden dalam mengisi

kuesioner penelitian. Peneliti menghormati privasi (privacy) dan tidak

menyinggung hal pribadi responden.


2. Beneficience & Non-maleficient
Prinsip membawa kebaikan (beneficence) adalah tanggung jawab untuk

melakukan kebaikan yang menguntungkan responden dengan memberikan


pendidikan kesehatan, responden akan mampu melakukan 6 langkah

mencuci tangan yang benar dan menghindari perbuatan yang merugikan

atau membahayakan responden dan peneliti. Selanjutnya tidak merugikan

(non-maleficence) merupakan tindakan yang tidak menimbulkan kerugian

pada responden baik secara fisik, psikologis dan sosial dengan cara

peneliti tidak mengganggu waktu sekolah dan belajar, peneliti melakukan

penelitian sesuai dengan prosedur dan kesepakatan dengan responden

untuk menghindari cedera fisik dan psikologis.


3. Justice
Prinsip Berlaku Adil (justice) dibutuhkan dalam melakukan penelitian,

perlakuannya sama dalam artian setiap orang diberlakukan sama

berdasarkan moral, martabat, dan hak asasi manusia. Hak dan kewajiban

peneliti maupun subjektif juga harus seimbang. Kelompok kontrol dalam

penelitian ini diberikan pendidkan kesehatan melaluai video 6 langkah

mencuci tangan yang benar dan pada kelompok ekperimen diberikan

pendidikan kesehatan melalui simulasi 6 langkah mencuci tangan yang

benar, agar tidak terjadi kecemburuan antar kelompok kontrol dan

eksperimen dalam pemberian perlakuan peneliti memberikan famflet atau

poster 6 langkah cuci tangan yang benar pada semua responden.

4.11 Keterbatasan Penelitian

Dalam melaklukan penelitian ini, kemungkinan ada keterbatasan

penelitian sehingga mungkin dapat berpengaruh terhadap hasil penelitian, antara

lain kemungkinan kran mati tidak tersedia air. Waktu penelitian yang cukup lama
karena satu persatu siswa mempraktikkan cara mencuci tangan 6 langkah yang

benar dengan jumlah responden yang banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A & Uhbiyati. 2007. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Arsyad, Azhar. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Strategi Nasional: Sanitasi


Total Berbasis masyarakat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI dan Perdalin. 2009. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya. Jakarta:Depkes.

Djauzi, S. 2008. Raih Kembali Kesehatan Mencegah Berbagai Penyakit Hidup


Sehat Untuk Keluarga. Jakarta: Kompas.

Hurlock B.E. 2007. Psikologi Perkembangan Anak. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Kementerian kesehatan RI. 2011. Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih


Dan Sehat. Jakarta: Kementerian Kesehatan.

. 2011. Situasi diare di Indonesia. Buletin Jendela Data


dan Informasi Kesehatan (Triwulan II), 1-39.

Kemenkes - Direktorat Penyehatan Lingkungan. 2013. Buku Panduan


Penyelenggaraan Kegiatan HCTPS Sedunia 2013. Dirjen Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.
Kemenkes, R.I. 2013. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Perilaku Mencuci Tangan


Pakai Sabun Di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kemenkes RI.

Lestari, D. 2008. Metode Expository Teaching terhadap Perilaku CTPS. Skripsi


Universitas Katolik Soegijapranata.

Lestari, S. 2015. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Oleh Peer Educator Terhadap


PHBS Pada Anak Kelas V SDN 2 Di Jambidan Banguntapan Bantul
Yogyakarta. Universitas Aisyiyah: Yogyakarta.

Lubis, Z. S. A., Lubis, N. L., Syahrial, E. 2013. Pengaruh Penyuluhan


Dengan Metode Ceramah dan Diskusi Terhadap Peningkatan
Pengetahuan dan Sikap Anak Tentang PHBS di Sekolah Dasar Negeri
065014 Kelurahan Namogajah Kecamatan Medan Tuntungan. Jurnal
Kesehatan Masyarakat USU. 13(4). 12-29.

Lusi, Nuryanti. 2008. Psikologi Anak. Jakarta: Penerbit Indeks.

Maryunani, Anik. 2013. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat. Jakarta: TIM.

Mubarak. 2009. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Mengajar Dalam


Pendidikan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Nadia. 2012. Hubungan Pelaksanan Program Usaha Kesehatan Sekolah


Terhadap Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Pada Siswa Sdn 13
Seberang Padang. Universitas Andalas : Padang.

Nicholas Midzi, Sekesai Mtapuri-Zinyowera, Munyaradzi P Mapingure, Noah H


Paul, Davison Sangweme, Gibson Hlerema, et al. 2011. Knowledge
attitudes and practices of grade three primary school children in relation
to schistosomiasis, soil transmitted, helminthiasis and malaria in
Zimbabwe. BMC Infectious Disease. 11(169):1471-2334.

Notoadmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasi. Jakarta: Rineka


Cipta.

Notoadmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Perry & Potter. 2005. Fundamental of Nursing: Practice. Concept and Process.
Philadelpia: Mosby Year Book.

Pratiwi, Indah Dewi. 2017. Pengetahuan dan Perilaku Cuci Tangan Pada Anak
Sekolah Dasar di Kota Malang. Program Studi Keperawatan, Fakultas
Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Malang.
Priyatiningtyas. 2007. Dinas Pendidikan Kota Malang Gagas Gerakan 1000
Wastafel. (Online). http://www.suarasurabaya.net/v05/kelanakota/?
id=37f9e3cf456a89968ea5446f0866120200743029

Putri Intan. 2012. Studi Komparasi Pendidikan Kesehatan Multimedia


Pembelajaran Dan Metode Demonstrasi Terhadap Tindakan Mencuci
Tangan Pakai Sabun Pada Siswa Kelas V Sd Negeri 20 Dadok Tunggul
Hitam dan SD Negeri 23 Pasir Sebelah Padang. Fakultas Keperawatan:
Universitas Andalas.

Potter, P. A., Anne G. P. 2005. Fundamental Keperawatan Buku 1. Jakarta: EGC.

Sibuea. 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Rineka Cipta.

Suryani. 2009. Komunikasi Terapeutik; Teori Dan Praktek. Jakarta: EGC.

Susilaningsih, Endang Zulaicha, dan Hadiatama, Mega. 2013. Pengaruh


Pendidikan Kesehatan Terhadap Perilaku Mencuci Tangan Siswa
Sekolah Dasar. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan UMS. Konfrensi
Nasional PPNI Jawa Tengah.

WHO. 2013. Enam Langkah Cuci Tangan. http://www.who.int. Diakses 5


Februari 2019.

Wong, Donna L. 2009. Buku ajar Keperawatan Pediatrik 1. Ed.6. Cet.1, Jil.1.
Jakarta: EGC.

Zaviera, Ferdinand. 2018. Mengenali dan memahami tumbuh kembang anak.


Jogjakarta: Katahati.
Lampiran 5
Lembar Permohonan Menjadi Responden

Kepada
Yth. Saudara/i Calon Responden
Di
Tempat

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah Mahasiswa Program Studi

Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Husada Jombang;

Nama : Ranthy Srirahayu Putri

NIM :

Judul Proposal Penelitian : Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalui Video Dan

Simulasi Terhadap Kemampuan Mencuci Tangan Yang Benar (6 Langkah) Pada

Anak Usia Sekolah di SDN…

Akan mengadakan penelitian dengan judul seperti tersebut di atas. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalui

Video Dan Simulasi Terhadap Kemampuan Mencuci Tangan Yang Benar (6

Langkah) Pada Anak Usia Sekolah di SDN….Oleh karena itu saya mohon

saudara/i berkenan menjadi responden. Informasi dan jawaban yang saudara/i

berikan akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan

penelitian ini saja.

Demikian atas kesediaan dan kerjasamanya saya ucapkan terimakasih.


Malang, ............................2019

Peneliti

(Ranthy Srirahayu Putri)


Lampiran 6

Lembar Persetujuan Menjadi Responden

(InformedConsent)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama Inisial :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pendidikan :
Agama :
Kelas :

Setelah mendapat penjelasan tentang tujuan dan manfaat dari penelitian ini yang

berjudul ” Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalui Video Dan Simulasi Terhadap

Kemampuan Mencuci Tangan Yang Benar (6 Langkah) Pada Anak Usia Sekolah

di SDN…”, dengan ini saya menyatakan (bersedia / tidak bersedia)* untuk ikut

berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian ini. Apabila dikemudian hari saya

merasa dirugikan dalam bentuk apapun, maka saya berhak untuk membatalkan dan

mengundurkan diri sebagai responden.

Demikian surat peryataan ini saya buat tanpa ada paksaan atau ancaman dari pihak

manapun.

Malang, ..........................2019

Peneliti Responden

(Ranthy Srirahayu Putri) ( )


)*Coret yang tidak perlu
Lampiran 7
Instrumen Penelitian

Lembar Observasi
Kemampuan Mencuci Tangan Yang Benar (6 langkah)
(WHO, 2013)
Materi : 6 Langkah Mencuci Tangan Yang Benar
Tanggal Pelaksanaan :
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Kelas :
Pwtunjuk Pengisian:
a. Lembar observasi diisi oleh peneliti
b. Berilah tanda cek () pada kolom penilaian dengan kriteria
1) Ya : apabila responden sesuai melakukan langkah tersebut
2) Tidak : apabila responden tidak sesuai melakukan langkah

tersebut

Penilaian
NO Langkah Cuci Tangan
Ya Tidak
1 Bubuhkan hand rub/hand wash secukupnya di
telapak tangan yang tertangkup, mencakup semua
permukaan telapak tangan, Menggosok telapak
tangan dengan telapak tangan
2 Menggosok telapak tangan kanan dengan punggung
tangan kiri serta sela-sela jarinya, Lakukan
bergantian kedua tangan,
3 Menggosok sela-sela jari pada kedua telapak
tangan,
4 Menggosok kedua jari tangan yang berlawanan
dengan posisi jari-jari saling bertautan,
5 Menggosok ibu jari tangan kirim, Menggunakan
genggaman tangan kanan dengan gerakan
memutar, Lakukan bergantian kedua tangan,
6 Menggosok dengan gerakan memutar kedepan dan
kebelakang dengan menggunakan jari-jari tangan
kanan yang terkatup pada telapak tangan kiri.
Lampiran 8
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Pendidikan Kesehatan Melalui Video Kemampuan Cuci Tangan Yang Benar (6

Langkah)
Topik : 6 langkah cuci tangan yang benar
Hari/Tanggal :
Tempat: Ruang….
Sasaran : Siswa di SDN…. (Kelompok Kontrol)
Metode : Penayangan Vidio
I. Tujuan Umum
Siswa yang menjadi responden dalam kelompok kontrol mampu mengerti,

memahami, dan dapat mempraktikkan 6 langkah cuci tangan yang benar


II. Tujuan Khusus
Setelah diberikan pendidikan kesehatan melalui video diharapkan siswa

dapat:
a. Mengetahui pengertian mencuci tangan
b. Mengetahui manfaat mencuci tangan
c. Mengetahui tujuan mencuci tangan
d. Mampu mempraktikkan atau mendemonstrasikan cara mencuci tangan

yang benar dengan 6 langkah


III. Media
Video

IV. Kegiatan Penayangan Video

No Tahapan Waktu Kegiatan Media


1 Pembukaan 1 jam - Memberi salam terapeutik
dan berdoa
- Memperkenalkan diri
- Menjelaskan tujuan
penelitian
- Informed consent
- Mengajukan kontrak
waktu Lembar
- Meminta siswa untuk Observasi
mempraktikkan cuci
tangan (pre test)
2 Pelaksanaan 30 menit - Penayangan Vidio Vidio
(Pengertian, Manfaat, LCD
Tujuan, 6 langkah cuci Laptop
tangan )
3 Evaluasi 1 jam - Meminta siswa untuk Hand rub,
menjelaskan pengertian, hand
manfaat, tujuan dan cara wash,
melakukan cuci tangan tissue, air
- Meminta siswa untuk kran
mempraktikkan cuci
tangan kembali setelah Lembar
diberikan penayangan Observasi
video 6 langkah cuci
tangan (post test)
4 Penutup 5 menit - Mengucapkan terimkasih
atas perhatian dan
partisipasi responden
- Mengucapkan salam
penutup dan berdoa

Lampiran 9
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Pendidikan Kesehatan Melalui Simulasi Kemampuan Cuci Tangan Yang Benar (6

Langkah)
Topik : 6 langkah cuci tangan yang benar
Hari/Tanggal :
Tempat: Ruang….
Sasaran : Siswa di SDN…. (Kelompok Kontrol)
Metode : Simulasi
I. Tujuan Umum
Siswa yang menjadi responden dalam kelompok eksperimen mampu

mengerti, memahami, dan dapat mempraktikkan 6 langkah cuci tangan yang

benar
II. Tujuan Khusus
Setelah diberikan pendidikan kesehatan melalui simulasi diharapkan siswa

dapat:
a. Mengetahui pengertian mencuci tangan
b. Mengetahui manfaat mencuci tangan
c. Mengetahui tujuan mencuci tangan
d. Mampu mempraktikkan atau mendemonstrasikan cara mencuci tangan

yang benar dengan 6 langkah


III. Media
Poster/Famplet 6 Langkah Cuci Tangan

V. Kegiatan Simulasi

No Tahapan Waktu Kegiatan Media


1 Pembukaan 1 jam - Memberi salam
terapeutik dan berdoa
- Memperkenalkan diri
- Menjelaskan tujuan
penelitian
- Informed consent
- Mengajukan kontrak
Lembar
waktu
- Meminta siswa untuk Observasi
mempraktikkan cuci
tangan (pre test)
2 Pelaksanaan 30 menit - Membagikan Poster/famplet
Poster/famplet
- Peneliti mempraktikkan
secara langsung 6
langkah mencuci tangan
yang benar
3 Evaluasi 1 jam - Meminta siswa untuk Hand rub,
menjelaskan pengertian, hand wash,
manfaat, tujuan dan cara tissue, air kran
melakukan cuci tangan
- Meminta siswa untuk Lembar
mempraktikkan cuci Observasi
tangan kembali setelah
diberikan penayangan
video 6 langkah cuci
tangan (post test)
4 Penutup 5 menit - Mengucapkan
terimkasih atas
perhatian dan partisipasi
responden
- Mengucapkan salam
penutup dan berdoa

Anda mungkin juga menyukai