PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor minyak dan gas bumi merupakan penghasil devisa terbesar bagi
pemerintah Indonesia. Pendapatan negara dari sektor minyak dan gas bumi ini
merupakan tulang punggung pembangunan nasional, namun yang menjadi
permasalahan adalah tingkat produksi minyak yang terus mengalami penurunan,
tahun 2000 produksi minyak Indonesia sebesar 1273 MBOEPD dan di tahun 2011
produksi minyak Indonesia sebesar 794 MBOPED (SKK Migas, 2013).
Diperlukan upaya-upaya konkrit untuk terus meningkatkan produksi minyak
dengan terus mencari ladang minyak baru, melakukan pengembangan lapangan-
lapangan minyak yang sudah ada yaitu melalui kegiatan seismik, eksplorasi,
eksploitasi, dan enhanced oil recovery. Salah satu kegiatan dalam proses
eksplorasi dan eksploitasi adalah pengeboran sumur minyak dan gas (migas).
Kegiatan operasional pengeboran adalah kegiatan yang paling berbahaya dan
memiliki risiko yang tinggi pada proses proses eksplorasi dan eksploitasi minyak
dan gas bumi (Khan, Sadiq, & Husain, 2002). Pengeboran sumur merupakan
tahap lanjut dalam proses pencarian dan pembuktian ada atau tidaknya cadangan
(reservoir) minyak ataupun gas dengan cara melakukan pembuatan lubang secara
bertahap sampai kedalaman tertentu sesuai hasil studi dan evaluasi kondisi bawah
tanah dari data seismik. Menurut Rubiandini (2012), pengeboran sumur migas
dikenal sebagai proyek yang berisiko tinggi (high risk) dan membutuhkan biaya
yang sangat besar (high cost). Seringkali suatu sumur gagal dikerjakan dan tidak
dilanjutkan karena bersifat high risk dan unpredictable, serta biaya operasional
sumur yang dikeluarkan sudah tidak ekonomis untuk dilanjutkan.
2.1 Rumusan Masalah
Untuk dapat memahami penelitian ini, dengan berdasarkan latar belakang
masalah dan judul di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Manajemen resiko?
1
2. Kontek manajemen resiko?
3. Kebijakan dalam penggunaan keuangan?
4. Jenis pengeluaran pada proses eksplorasi?
3.1 Tujuan Penelitian
3.1.1 Tujuan Umum
1. Menerapkan teori dan metodologi ilmu yang didapat di bangku
perkuliahan untuk mengkaji hal-hal yang terdapat dalam manajemen
resiko.
2. Melatih menyusun karya tulis yang berpegang pada metodologi sejarah
dan diharapkan mampu menghasilkan penelitian yang berkualitas.
3. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan logis.
4. Menambah referensi tentang eksplorasi dan jenis biaya yang dibutuhkan
yang selama ini banyak yang belum diketahui.
3.1.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui kondisi dunia perminyakan khususnya pada manajemen
resiko di Indonesia.
2. Memberikan sedikit gambaran mengenai seberapa rumit manajemen
resiko.
3. Mengetahui kebijankan-kebijakan yang terdapat pada manajemen
resiko.
2
1. Melatih kemampuan penulis dalam meneliti, menganalisis, dan
merekonstruksi peristiwa sejarah dalam bentuk karya ilmiah.
2. Memacu penulis untuk bisa berkarya dalam bidang tulis-menulis
dengan mencoba mendeskripsikan dunia perminyakan indonesia.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2. Manajemen Resiko
Manajemen Risiko adalah suatu sistem pengelolaan risiko yang digunakan di
dalam suatu organisasi, atau perusahaan, yang pada dasarnya merupakan suatu
proses atau rangkaian kegiatan/proyek yang dilakukan secara menerus (continue),
untuk mengendalikan kemungkinan timbulnya risiko yang membawa konsekuensi
merugikan organisasi, atau perusahaan yang bersangkutan. Adapun tahapan dan
proses yang terjadi dalam suatu manajemen risiko adalah sebagai berikut :
4
berbagai bentuk risiko yang mungkin timbul. Sasaran umum yang ingin dicapai
harus lebih diutamakan dari pada sasaran khusus/spesifik untuk menanggulangi
risiko tertentu yang relatif berdampak kecil. Adapun tujuan dan program di atas,
secara umum adalah sebagai berikut:
A. Usaha untuk meningkatkan dan memaksimalkan peluang, serta
meminimalkan kerugian. Seiring salah diartikan bahwa sasaran Manajemen
Risiko adalah mengurangi kerugian, padahal hal itu bukanlah tujuan utama.
Sasaran akhir dan Manajemen Risiko harus difokuskan pada sasaran akhir
Perusahaan. Untuk menjamin tercapainya tujuan (goal) Perusahaan, tidak
cukup hanya dengan memperkecil kerugian. Terkadang perlu diambil
keputusan untuk merugi, demi mencapai sasaran perusahaan. Misalnya,
pengembangan suatu produk baru, atau penggunaan suatu teknologi baru,
dapat membawa kerugian. Apabila tujuan utama Manajemen Risiko adalah
mengurangi kerugian, maka risiko semacam di atas tidak akan dapat
diterima, sehingga mengakibatkan tidak muncul atau tidak berkembangnya
inovasi.
Terkadang dalam proyek investasi pemboran sangat diperlukan adanya
inovasi baru, terutama di dalam menghadapi perkembangan dan
permasalahan peralatan pengeboran.
B. Untuk menjamin pengambilan keputusan yang lebih baik dengan
melakukan analisis yang logis terhadap fakta-fakta yang ada. Teknik dari
manajemen risiko yang akan digunakan dapat dipertimbangkan sebagai alat
yang dapat membantu pengambil keputusan. Pengambilan keputusan yang
baik bersandar pada analisis yang rinci dan ketidakpastian.
C. Untuk menjalankan program Manajemen Risiko secara efisien, dan
bermanfaat, sehingga pengeluaran biaya tidak sia-sia. Proses dan
Manajemen Risiko itu sendiri harus efisien dan berjalan dengan baik, dan
hal ini harus sejalan dengan target umum dari Perusahaan yaitu menapatkan
laba sebesar-besarnya.
5
D. Untuk mengatur program-program meminimalkan kerugian, jika terjadi
kegagalan. Manajemen risiko harus dapat memastikan bahwa kerugian
sudah diminimalkan bila terjadi suatu bencana, atau kegagalan. Oleh sebab
itu, setelah kerugian terjadi, penekanan dan manajemen risiko akan berubah
dan upaya efisiensi dan pencegahan kerugian, menjadi upaya peringanan
terhadap dampak yang terjadi. Sasaran terpenting bila terjadi bencana dan
keharusan menanggung risiko ialah memastikan bahwa Perusahaan masih
dapat bertahan hidup, dan dapat kembali beroperasi secepatnya dengan
proyek-proyek lain yang pelaksaannya lebih baik dari sebelumnya. Hal ini
memerlukan perencanaan yang matang sebelum kerugian muncul, dan
mungkin diperlukan pengorbanan awal, untuk mencapai keberhasilan.
6
tidak. Untuk menampilkan dan merangsang pemikiran kearah kemungkinan risiko
yang timbul, dapat dibantu dengan sistematika pendekatan dengan menentukan
faktor yang terkait dengan permasalahan pada setiap proyek pemboran atau kerja
ulang. Dalam hal ini dipilih faktor terkait dengan proyek tersebut adalah sebagai
berikut:
A. Faktor Desain
B. Pelaksanaan Konstruksi
C. Faktor Pengadaan
D. Faktor Sosial.
E. Faktor Keuangan
F. Faktor Alam
G. Faktor Pasar
H. Faktor Politik
I. Faktor Pelaksanaan Operasi
Dan faktor-faktor diatas selanjutnya akan diidentifikasi hal-hal apa yang bisa
terjadi, dan bagaimana hal tersebut dapat terjadi, kemudian dianalisis risiko yang
mungkin akan dihadapi, untuk selanjutnya kerugian atau biaya yang mungkin
timbul dibandingkan dengan kriteria batas yang dapat ditampung atau ditanggung,
sehingga dapat ditetapkan mana risiko yang dapat diterima, dan mana yang tidak.
7
rendah, medium, tinggi, dan sangat tinggi. Kriteria dari setiap tingkatan dapat
dilihat pada tabel 1.
8
Jika item resiko berdampak tehadap penambahan
waktu dan biaya sebesar 11-20% dari perencanaan.
Besar 8
Dampak tersebut sangat menggangu kegiatan SCM
di KKKS.
Jika item resiko berdampak tehadap penambahan
waktu dan biaya sebesar >20% dari perencanaan.
Sangat besar 16
Dampak tersebut membuat kegiatan SCM di KKKS
terhenti.
Tabel 2. Kriteria Dampak
Tujuan dari tindakan kriteria tersebut adalah untuk menyamakan persepsi
setiap responden dalam mengisi kusioner.
Kusioner yang sudah dibuat kemudian dikirimkan ke koresponden di KKKS
melalui email. Responden merupakan para ahli/pakar yang berpengalaman dan
memiliki jabatan-jabatan penting yang ada pada divisi SCM di KKKS. Daftar
koresponden dapat dilihat pada tabel 3.
Kode Responden
1 Procurement Manager
9
R = (P x I)
Keterangan : R = resiko
P = Probabilitas
I = Item resiko
Dampak
Probabilitas resiko
insignificant minor Moderate major Extreme
1 2 4 8 16
P Sangat
5 5 10 20 40 80
R tinggi
O Tinggi
4 4 8 16 32 64
B
A
Medium 3 3 6 12 24 48
B
I Rendah
2 2 4 8 16 32
L
I
Sangat
T 1 1 2 4 8 16
rendah
Y
Tabel 4. Matriks Level Resiko
Setelah dilakukan perhitungan terhadap nilai resiko, maka risiko dapat
dikategorikan dalam 3 level atau tingkatan berdasarkan range berikut ini :
10
Tabel Tingkat Resiko Tingkat Penerimaan Dan Respon Penerimaan
Score Tingkat penerimaan
1-6 Low Risk
7-14 Medium Risk
>=15 High Risk
Tabel 5. Kategori Resiko
11
2.4.1 Perijinan Perijinan merupakan kegiatan paling awal, melibatkan berbagai
instansi yang saling terkait. Perlu direncanakan dengan baik dan dipantau
secara ketat, karena menyangkut waktu dan biaya.
2.4.2 Kontrak Ikatan kontrak sebagai landasan hukum untuk melakukan transaksi
merupakan faktor utama dalam upaya mengurangi risiko. Harus dilakukan
iterasi penelaahan, untuk mendeteksi kemungkinan dihadapinya risiko di
lapangan.
2.4.3 Persiapan lokasi Walaupun dilihat dari segi biaya kegiatan-kegiatan
persiapan ini tidak merupakan kegiatan yang besar, namun akibat
perencanaan yang kurang matang, dari keterlambatan dalam pengambilan
keputusan, dapat mengakibatkan timbulnya risiko yang besar di belakang
hari.
2.4.4 Persiapan pengeboran Check and recheck harus dilakukan untuk
mengendalikan unsur biaya, mutu, dan waktu. Segala sesuatu yang
menyangkut kontrak pengadaan dengan supplier, dan subkontraktor, harus
dipersiapkan dengan cermat, karena pengadaan perlengkapan dan suku
cadang untuk peralatan pengeboran ini terkait dengan jadwal dan
pembiayaan secara keseluruhan.
2.4.5 Pengeboran Sumur Proyek ini memerlukan perencanaan matang dari semua
unsur. Pengamatan harus dilakukan dengan mengingat kesulitan dan
kegagalan yang dialami ditempat lain. Masing-masing tahapan pelaksanaan
operasi ditelusuri dan diprediksi risiko apa saja yang mungkin timbul. Harus
dilibatkan tenaga ahli yang berpengalaman, semua proses dikaji oleh suatu
tim lengkap dari berbagai disiplin terkait secara daily.Beberapa strategi
dasar untuk pengelolaan risiko pada suatu proyek Pemboran atau kerja
ulang sebagai berikut :
a. Struktur Perijinan & Pembebasan Lahan Kegiatan awal dalam setiap
proyek pemboran atau kerja ulang di DOH adalah survey geofisika,
geokimia dan seismik tahap awal. Setelah ditemukan suatu lokasi yang
12
berpotensi untuk dilakukan pengeboran, maka diajukan permohonan
ijin ke Ditjen Migas, Departemen ESDM. Di dalam pemberian ijin
tersebut pihak Ditjen Migas akan berkoordinasi dengan instansi
pemerintah terkait (jika ada). Probabilitas untuk diberikan / tidak
diberikan ijin dapat diprediksikan. Kegiatan pengajuan ijin untuk
mendapatkan lahan dari PT. Perhutani dan dari Pemda terkait setelah
dianalisis cukup mendapat kesukaran sehingga kemungkinan
banyaknya muncul biaya-biaya tambahan yang dialokasikan di dalam
proses awal dan manajemen risiko ini.
b. Struktur Kontrak Risiko terbesar dideteksi bila pihak kontraktor
membatalkan atau tidak sanggup menjalankan proyek yang telah
diberikan baik dari sisi ketidak tersedianya alat atau ketidak sanggupan
secara operasional. Risiko ini tidak dapat diterima sehingga harus
dihilangkan dan dikurangi dampaknya dengan cara diambil langkah
mencari dan mendapatkan mitra (partner) strategis yang dapat
menggantikan fungsi dari pihak kontraktor tersebut. Untuk ini
perusahaan terus menjalin kerjasamaa secara internal (DOH lainnya)
serta memilih mitra yang paling menguntungkan untuk perusahaan.
Untuk menanggulangi kemungkinan kenaikan biaya investasi sebagai
akibat dari perubahan nilai tukar Dollar Amerika terhadap Rupiah,
mungkin dapat dilakukan upaya membuat Kontrak long term dan
sharing contract.
c. Struktur Persiapan Lokasi Kegiatan persiapan lokasi antara lain
menyangkut Pembuatan jalan masuk, Persiapan Lokasi Pengeboran,
cellar, balong, Pembangunan Gudang handak sementara (jika ada),
Pondasi Sumur, Pemipaan Air. Perhitungan risiko disini berdasarkan
biaya setiap hari kerja. untuk keseluruhan kegiatan lapangan, sehingga
setiap hari keterlambatan akan membawa dampak kerugian biaya.
13
Diharapkan, pengontrolan terhadap kemungkinan risiko pekerjaan pada
tahap ini dapat menghindari terjadinya kerugian.
d. Struktur Persiapan Pengeboran Pada kegiatan Mobilisasi & Rig up
dideteksi bahwa faktor utama yang dapat menghambat adalah
keterlambatan dan kegagalan dalam memobilisasikan peralatan
pengeboran atau terlambatnya penyiapan lokasi (lokasi kurang cukup
untuk layout Rig). Selain itu harus diikuti secara cermat waktu yang
diperlukan untuk mobilisasi darat dengan segala hambatan pada sarana
dan prasarana sampai ke tempat tujuan. Mengenai Drilling Program
karena sifatnya desain maka walaupun sudah diupayakan optimum tetap
harus diberikan cadangan alokasi untuk penambahan data yang
diperlukan sesuai dengan kemajuan program pengeboran. Segala risiko
pengeboran yang mungkin timbul (Pre-Drilling, Drilling & Post
Drilling) harus sudah dibuatkan contingency plan.
Pada kegiatan Pengadaan Perlengkapan Sumur dimungkinkan
keterlambatan dalam hal suplai material dan perlengkapan lainnya,
karena itu diperketat dengan memerinci secara lebih detail segala
material yang diperlukan dengan ikatan kontrak yang mengikat pada
masing-masing suplier sehingga kepastian mendapatkan material
dengan mutu, waktu dan biaya yang sesuai dengan perencanaan.
e. Struktur Pengeboran Sumur Kegiatan pengeboran sumur merupakan
kegiatan yang penuh mengandung risiko dan perlu teknologi tinggi dan
biaya investasi besar. Kesalahan penentuan titik bor, kesalahan
penentuan kedalaman, kesalahan desain casing, kesalahan disain
Drilling Fluid dan sebagainya dapat membawa dampak terjadinya
kegagalan operasi yang berujung pada kerugiaan pendanaan. Segala
kesalahan ini tidak dapat ditolerir oleh perusahaan sehingga kepastian
lokasi pengeboran harus ditentukan dengan mengadakan survey
geofisik dan seismik yang lebih detail dan teliti. Bila diperlukan,
14
perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk memastikannya.
Mengenai kemungkinan kegagalan akibat : rangkaian bor terjepit, loss
& kick, dan sebagainya dapat diminimumkan dengan peningkatan
kedisiplinan dalam mengikuti dan melakukan SOP (Standard Operation
Procedure), penugasan tenaga ahli yang handal dan
pengecekan/peningkatan kondisi rig. Kemungkinan supply air
terganggu akibat air sungai kering atau road tank minim tidak dapat
diterima sehingga harus diantisipasi dengan penambahan unit road tank
atau pencarian kandidat sumber air lainnya. Dampak resiko lainnya
berupa faktor pengadaan, sosial, alam, dan politik relatif dapat diterima
dan dicadangkan pendanaannya maupun waktu penanggulangan untuk
mengatasi dampak tersebut bila benar-benar terjadi. Seandainya terjadi
kondisi yang tidak seperti diterangkan di atas, dengan kata lain, jumlah
kebutuhan dana untuk mengatasi dan menanggulangi risiko tersebut
ternyata lebih besar dari pada jumlah dana yang dicadangkan, maka
perlu dilakukan beberapa tindakan sebagai berikut:
2.4.6 Melakukan reevaluasi terhadap risiko-risiko yang mungkin terjadi,
kemudian mencari upaya yang sekiranya dapat mengurangi tingkat
kemungkinan keterjadian (likelihoods) dan kegiatan yang terkait.
2.4.7 Melakukan reevaluasi terhadap risiko-risiko yang mungkin terjadi,
kemudian mencari upaya yang sekiranya dapat mengurangi dampak
kerugian (consequencies atau impacts) yang dimungkinkan bisa terjadi.
Melakukan reevaluasi terhadap risiko-risiko yang mungkin terjadi,
kemudian mencari upaya untuk memindahkan sebagian atau seluruh risiko
yang dihadapi kepada pihak ketiga, yaitu subkontraktor supplier asuransi,
atau yang lainnya.
Jika upaya-upaya tersebut diatas tidak dapat dilakukan, maka dicoba untuk
menghitung ulang IRR proyek ini dengan memasukkan kekurangan dana risiko
15
tersebut ke dalam anggaran biaya proyek, apakah masih layak atau tidak.Upaya-
upaya penanggulangan risiko ini memerlukan biaya yang mungkin tidak sedikit
jumlahnya. Maka perlu dilakukan pertimbangan yang seksama, dengan
membandingkan besar biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan upaya
penanggulangan, terhadap kemungkinan kerugian yang bisa terjadi seandainya
biaya tersebut tidak dikeluarkan, dengan kata lain, apa untung-ruginya antara
dilakukan dengan tidak dilakukan upaya penanggulangan. Apabila semua upaya
tersebut diatas tidak memberikan hasil yang layak dan dapat
dipertanggungjawabkan, maka sebaiknya proyek ini dihindari, dengan kata lain,
tidak usah diteruskan, atau dibatalkan saja. Kunci keberhasilan di dalam
manajemen risiko adalah kemampuan organisasi untuk dari waktu ke waktu dapat
memantau dan memonitor perjalanan proyek dan setiap saat memunculkan kembali
kemungkinan risiko yang dapat terjadi (lampiran 5). Fasilitas atau prasarana
sebagai ilustrasi untuk melakukan pemantauan dan pengendalian pada proyek
pemboran atau kerja ulang ini digunakan sebagai berikut: Sebagai wadah
pengelolaan, pemantauan, dan pengendalian proyek, digunakan Organisasi
perusahaan dengan segala perangkatnya. Untuk pengaturan segala sesuatu
digunakan referensi Flow Chart dilengkapi dengan standar operasi, prosedur dan
manual. Untuk memantau dan mengendalikan biaya digunakan Rencana Anggaran,
sistem pembelian/pembelanjaan/pembiayaan, sistem administrasi dan akuntansi,
cash flow, serta sistem pelaporan administrasi dan keuangan.Untuk memantau dan
mengendalikan progress dan waktu digunakan flow chart, bar chart schedule, dan
sebagainya, dan sistem pelaporan prestasi pekerjaan. Untuk memantau mutu
digunakan Quality Assurance System (QAS), Total Quality Management (TQM),
tes bahan uji, dan laboratorium. Untuk pengambilan keputusan digunakan Decision
tree, Fishbone diagram, dan analisis potensial (Potential analysis).Dengan fasilitas,
sarana, dan peralatan tersebut di atas, maka pelaksanaan proyek dapat diamati,
dipantau dan dikendalikan dengan seksama, sehingga semaksimal mungkin akan
16
dapat dihindari penyimpangan-penyimpangan dari rencana, dan dengan demikian
diharapkan likelihoods dan consequencies akan dapat diperkecil.
17
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan merupakan rangkuman dari keseluruhan pembahasan dalam
majalah ini. Kesimpulan juga menjadi jawaban dari pertanyaan-pertanyan dalam
rumusan masalah yang terdapat pada bab pendahuluan.
1. Suatu risiko akan timbul apabila terjadi penyimpangan diluar rencana dari suatu
kejadian atau suatu keadaan tertentu. Dalam setiap kegiatan dapat timbul suatu
risiko yang lebih besar dan yang terdeteksi atau yang sudah diperhitungkan,
apabila tidak dilakukan pemantauan dan pengendalian terhadap kejadian atau
keadaan tersebut. Karena itu untuk memperkecil kemungkinan timbulnya suatu
risiko, dan/atau mencegah kemungkinan terjadinya risiko yang lebih besar lagi,
perlu dilakukan pemantauan dan pengendalian secara terus menerus terhadap
perjalanan suatu proyek pemboran atau kerja ulang.
2. Manajemen Risiko sangat tepat untuk diterapkan dalam setiap proyek
pemboran atau kerja ulang untuk mendapatkan pendekatan dan kemungkinan
risiko yang akan dan harus dihadapi dalam setiap proyek tersebut. Pendekatan
permasalahan secara sistematis dapat memetakan seluruh kemungkinan
kejadian yang akan timbul sehingga perhitungan biaya pelaksanaan atau
investasi dapat dilakukan dengan lebih tepat dan efisien, waktu pelaksanaan
dapat dikontrol dengan baik dan kualitas dapat dikendalikan sesuai sasaran.
19
DAFTAR PUSTAKA
20