Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam bidang imunologi kuman atau racun kuman (toksin) disebut

sebagai antigen.Secara khusus antigen tersebut merupakan bagian protein

kuman atau protein racunnya. Bila antigen untuk pertama kali masuk ke

dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat

anti. Bila antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh disebut antibodi.Zat

anti terhadap racun kuman disebut antioksidan.Berhasil tidaknya tubuh

memusnahkan antigen atau kuman itu bergantung kepada jumlah zat anti

yang dibentuk. Pada umumnya tubuh anak tidak akan mampu melawan

antigen yang kuat. Antigen yang kuat ialah jenis kuman ganas.Virulen yang

baru untuk pertama kali dikenal oleh tubuh. Karena itu anak anda akan

menjadi sakit bila terjangkit kuman ganas. Jadi pada dasarnya reaksi pertama

tubuh anak untuk membentuk antibodi/antitoksin terhadap antigen, tidaklah

terlalu kuat.Tubuh belum mempunyai “pengalaman” untuk

mengatasinya.Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan berikutnya, tubuh anak

sudah pandai membuat zat anti yang cukup tinggi. Dengan cara reaksi

antigen-anibody, tubuh anak dengan kekuatan zat antinya dapat

menghancurkan antigen atau kuman; berarti bahwa anak telah menjadi kebal

(imun) terhadap penyakit tersebut. Dari uraian ini, yang terpenting ialah

bahwa dengan imunisasi, anak anda terhindar dari ancaman penyakit yang

1
ganas tanpa bantuan pengobatan. Dengan dasar reaksi antigen antibodi ini

tubuh anak memberikan reaksi perlawanan terhadap benda-benda asing dari

luar (kuman, virus, racun, bahan kimia) yang mungkin akan merusak tubuh.

Dengan demikian anak terhindar dari ancaman luar. Akan tetapi, setelah

beberapa bulan/tahun, jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang, sehingga

imunitas tubuh pun menurun. Agar tubuh tetap kebal diperlukan

perangsangan kembali oleh antigen, artinya anak terseut harus mendapat

suntikan/imunisasi ulangan.

B. Rumusan Masalah

1) Apa saja definisi dari imunisasi?

2) Apakah tujuan dan manfaat dari imunisasi ?

3) Apa saja jenis imunisasi?

4) Kapan jadwal pemberian imunisasi pada anak?

C. Tujuan

1) Untuk mengetahui apa definisi dari imunisasi.

2) Mengetahui tujuan dan manfaat dari Imunisasi

3) Untuk mengetahui jenis-jenis imunisasi.

4) Untuk mengetahui jadwal pemberian imunisasi pada anak

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak

diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu.

Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal

terhadap penyakit yang lain. Imunisasi adalah suatu upaya untuk

menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap

suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit

tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (Hadianti,

2014).

B. T ujuan dan manfaat Pemberian Imunisasi

Mengapa imunisasi penting? Alasannya, secara umum imunisasi

mempunyai dua tujuan berikut ini.

1) T ujuan Umum

Menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat

Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).

2) T ujuan Khusus

a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu

cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada

bayi di seluruh desa/ kelurahan pada tahun 2014.

3
b. Tervalidasinya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal

(insiden di bawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu

tahun) pada tahun 2013.

c. Eradikasi polio pada tahun 2015.

d. Tercapainya eliminasi campak pada tahun 2015.

e. Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta

pengelolaan limbah medis (safety injection practise and waste

disposal management) (Hadianti, 2014).

Manfaat imunisasi

a) Untuk anak : mencegah penderitaan yang disebabkan oleh

penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.

b) Untuk keluarga : menghilangkan kecemasan dan psikologi

pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga

apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa

kanak-kanak yang nyaman.

C. Vaksin

adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hdup

tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah, berupa

toksin mikrorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein

rekombinan yang

4
apabila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan

spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu. Vaksin adalah

antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup tapi

dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah, berupa toksin

mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan

yang apabila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan

spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu.

D. Jenis-jenis Imunisasi

Imunisasi telah dipersiapkan sedemikian rupa agar tidak

menimbulkan efek-efek yang merugikan. Imunisasi ada 2 macam, yaitu:

1) Imunisai aktif

Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahakan

(vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan

memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika

terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya. Contoh

imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak. Dalam imunisasi

aktif, terdapat beberapa unsur-unsur vaksin, yaitu:

a) Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan

dimatikan, eksotoksin yang didetoksifikasi saja, atau endotoksin

yang terikat pada protein pembawa seperti polisakarida, dan vaksin

dapat juga berasal dari ekstrak komponen-komponen organisme

5
dari suatu antigen. Dasarnya adalah antigen harus merupakan

bagian dari organisme yang dijadikan vaksin.

b) Pengawet, stabilisator atau antibiotik. Merupakan zat yang

digunakan agar vaksin tetap dalam keadaan lemah atau

menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba. Bahan-

bahan yang digunakan seperti air raksa dan antibiotik yang biasa

digunakan.

c) Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur

jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya

antigen telur, protein serum, dan bahan kultur sel.

d) Adjuvan, terdiri dari garam alumunium yang berfungsi

meningkatkan sistem imun dari antigen. Ketika antigen terpapar

dengan antibodi tubuh, antigen dapat melakukan perlawanan juga,

dalam hal ini semakin tinggi perlawanan maka semakin tinggi

peningkatan antibodi tubuh.

2) Imunisasi pasif

Merupakan suatu proses meningkatkan kekebalan tubuh dengan

cara pemberian zat imunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui

suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan

yang didapat bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular)

yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam

6
tubuh yang terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS

(Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan.

Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi

tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah

plasenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.

E. MACAM MACAM INUNISASI DASAR

Berikut jenis-jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah dan bisa

didapat secara gratis di Puskesmas atau Posyandu:

Jenis Keterangan

Vaksin

BCG Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin) dapat diberikan sejak lahir.

Imunisasi ini bertujuan untuk memberikan kekebalan tubuh

terhadap penyakit tuberculocis (TBC). Apabila vaksin BCG akan

diberikan pada bayi di atas usia 3 bulan, ada baiknya dilakukan dulu uji

tuberkulin. BCG boleh diberikan apabila hasil tuberkulin negatif.

Hepatitis Vaksin Hepatitis B yang pertama harus diberikan dalam waktu 12 jam

B setelah bayi lahir, kemudian dilanjutkan pada umur 1 bulan dan 3 hingga

6 bulan. Jarak antara dua imunisasi Hepatitis B minimal 4 minggu.

Imunisasi ini untuk mencegah penyakit Hepatitis B.

Polio Imunisasi Polio diberikan untuk mencegah poliomielitis yang bisa

menyebabkan kelumpuhan.

DPT Vaksin DPT adalah vaksin kombinasi untuk mencegah penyakit difteri,

pertusis (batuk rejan), dan tetanus. Ketiga penyakit ini sangat mudah

7
menyerang bayi dan anak. Imunisasi DPT diberikan pada bayi umur lebih

dari 6 minggu. Vaksin DPT dapat diberikan secara simultan (bersamaan)

dengan vaksin Hepatitis B. Ulangan DPT diberikan pada usia 18 bulan

dan 5 tahun. Usia 12 tahun mendapat vaksin TT (tetanus) melalui

program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).

Campak Vaksin Campak-1 diberikan pada usia 9 bulan, lalu Campak-2 pada usia 6

tahun melalui program BIAS.

Dan berikut beberapa jenis vaksin penting namun belum diwajibkan oleh

pemerintah:

Jenis Vaksin Keterangan

Hib Pemberian Vaksin Hib (Haemophilus

influenzae tipe B) ditujukan untuk mencegah

penyakit meningitis atau radang selaput otak.

Vaksin Hib diberikan mulai usia 2 bulan

dengan jarak pemberian dari vaksin pertama

ke vaksin lanjutannya adalah 2 bulan. Vaksin

ini dapat diberikan secara terpisah ataupun

kombinasi dengan vaksin lain.

MMR Vaksin MMR diberikan untuk mencegah

penyakit gondongan (mumps), campak

(measles), dan campak jerman (rubela).

8
MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan

apabila belum mendapat imunisasi campak

di umur 9 bulan. Umur 6 tahun diberikan

imunisasi ulangannya.

Hepatitis A Vaksin ini direkomendasikan pada usia

diatas 2 tahun, diberikan sebanyak 2 kali

dengan interval 6 sampai 12 bulan.

Tifoid Vaksin Tifoid direkomendasikan untuk usia

diatas 2 tahun. Imunisasi ini diulang setiap 3

tahun.

Pneumokokus Apabila hingga usia di atas 1 tahun belum

(PCV) mendapatkan PCV, maka vaksin diberikan

sebanyak 2 kali dengan interval 2 bulan.

Pada umur 2 hingga 5 tahun diberikan satu

kali.

Influenza Anak usia dibawah 8 tahun yang diimunisasi

influenza untuk yang pertama kalinya

direkomendasikan 2 dosis dengan jarak

minimal 4 minggu.

9
1. Imunisasi BCG

a) Fungsi

Imunisasi BCG berfungsi untuk mencegah penularan Tuberkulosis

(TBC) tuberkulosis disebabkan oleh sekelompok bakteria bernama

Mycobacterium tuberculosis complex. Pada manusia, TBC

terutama menyerang sistem pernafasan (TB paru), meskipun organ

tubuh lainnya juga dapat terserang (penyebaran atau ekstraparu

TBC). Mycobacterium tuberculosis biasanya ditularkan melalui

batuk seseorang. Seseorang biasanya terinfeksi jika mereka

menderita sakit paru-paru dan terdapat bakteria didahaknya.

Kondisi lingkungan yang gelap dan lembab juga mendukung

terjadinya penularan. Penularan penyakit TBC terhadap seorang

anak dapat terjadi karena terhirupnya percikan udara yang

mengandung bakteri tuberkulosis. Bakteri ini dapat menyerang

berbagai organ tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi),

kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput

selaput otak (yang terberat). Infeksi primer terjadi saat seseorang

terjangkit bakteri TB untuk pertama kalinya. Bakteri ini sangat

kecil ukurannya sehingga dapat melewati sistem pertahanan

mukosilier bronkus, dan terus berkembang.

10
Komplikasi pada penderitaan TBC, sering terjadi pada penderita

stadium lanjut. Berikut, beberapa komplikasi yang bisa dialami:

1) Hemomtasis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang

dapat mengakibatkan kematian karena syok hipofolemik atau

tersumbatnya jalan nafas.

2) Lobus yang tidak berfungsi akibat retraksi bronchial.

3) Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis

(pembentukan jaringan ikat) pada proses pemulihan atau retraksi

pada paru.

4) Pneumotorak spontan (adanya udara di dalam rongga pleura):

kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.

5) Penyebaran infeksi ke organ lainnya seperti otak, tulang,

persendian, ginjal dan sebagainya.

6) Insufiensi kardio pulmoner.

Menurut Nufareni (2003), Imunisasi BCG tidak mencegah infeksi

TB tetapi mengurangi risiko TB berat seperti meningitis TB atau TB

miliar. Faktor-faktor yang mempangaruhi efektifitas BCG terhadap TB

adalah perbedaan vaksin BCG, lingkungan, faktor genetik, status gizi dan

faktor lain seperti paparan sinar ultraviolet terhadap vaksin. 15

11
b) Cara pemberian dan dosis

Vaksin BCG merupakan bakteri tuberculosis bacillus yang telah

dilemahkan. Cara pemberiannya melalui suntikan. Sebelum disuntikan,

vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Dosis 0,05 cc untuk bayi dan

0,1 cc untuk anak dan orang dewasa. Imunisasi BCG dilakukan pada bayi

usia 0-2 bulan, akan tetapi biasanya diberikan pada bayi umur 2 atau 3

bulan. Dapat diberikan pada anak dan orang dewasa jika sudah melalui tes

tuberkulin dengan hasil negatif. Imunisasi BCG disuntikan secara

intrakutan di daerah lengan kanan atas. Disuntikan ke dalam lapisan kulit

dengan penyerapan pelan-pelan. Dalam memberikan suntikan intrakutan,

agar dapat dilakukan dengan tepat, harus menggunakan jarum pendek yang

sangat halus (10 mm, ukuran 26). Kerjasama antara ibu dengan petugas

imunisasi sangat diharapkan, agar pemberian vaksin berjalan dengan tepat.

c) Kontra indikasi

Imunisasi BCG tidak boleh diberikan pada kondisi:

1) Seorang anak menderita penyakit kulit yang berat atau menahun,

seperti eksim, furunkulosis, dan sebagainya.

2) Imunisasi tidak boleh diberikan pada orang atau anak yang

sedang menderita TBC

12
d) Efek samping

Setelah diberikan imunisasi BCG, reaksi yang timbul tidak seperti

pada imunisasi dengan vaksin lain. Imunisasi BCG tidak menyebabkan

demam. Setelah 1-2 minggu diberikan imunisasi, akan timbul indurasi dan

kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi pastula, kemudian

pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan khusus, karena luka ini

akan sembuh dengen sendirinya secara spontan. Kadang terjadi

pembesaran kelenjar regional diketiak atau leher. Pembesaran kelenjar ini

terasa padat, namun tidak menimbulkan demam.

2. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, dan Tetanus)

a) Fungsi

Imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah 3 penyakit sekaligus, yaitu

difteri, pertusis, tetanus. Difteri merupakan penyakit yang disebabkan

oleh bakteri Corynebacterium diphtheria. Difteri bersifat ganas, mudah

menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas.

Penularannya bisa karena kontak langsung dengan penderita melalui

bersin atau batuk atau kontak tidak langsung karena adanya makanan

yang terkontaminasi bakteri difteri. Penderita akan mengalami beberapa

gejala seperti demam lebih kurang 380 C, mual, muntah, sakit waktu

menelan dan terdapat pseudomembran putih keabu-abuan di faring,

13
laring dan tonsil, tidak mudah lepas dan mudah berdarah, leher

membengkak seperti leher

14
sapi disebabkan karena pembengkakan kelenjar leher dan sesak napas

disertai bunyi (stridor). Pada pemeriksaan apusan tenggorok atau hidung

terdapat kuman difteri. Pada proses infeksi selanjutnya, bakteri difteri akan

menyebarkan racun kedalam tubuh, sehingga penderita dapat menglami

tekanan darah rendah, sehingga efek jangka panjangnya akan terjadi

kardiomiopati dan miopati perifer. Difteri disebabkan oleh bakteri yang

ditemukan di mulut, tenggorokan dan hidung. Difteri menyebabkan selaput

tumbuh disekitar bagian dalam tenggorokan. Selaput tersebut dapat

menyebabkan kesusahan menelan, bernapas, dan bahkan bisa

mengakibatkan mati lemas. Bakteri menghasilkan racun yang dapat

menyebar keseluruh tubuh dan menyebabkan berbagai komplikasi berat

seperti kelumpuhan dan gagal jantung. Sekitar 10 persen penderita difteri

akan meninggal akibat penyakit ini. Difteri dapat ditularkan melalui batuk

dan bersin orang yang terkena penyakit ini.

Batuk rejan adalah penyakit yang menyerang saluran udara dan

pernapasan dan sangat mudah menular. Penyakit ini menyebabkan

serangan batuk parah yang berkepanjangan. Diantara serangan batuk ini,

anak akan megap-megap untuk bernapas. Serangan batuk seringkali diikuti

oleh muntah-muntah dan serangan batuk dapat berlangsung sampai

berbulan-bulan. Dampak batuk rejan paling berat bagi bayi berusia 12

bulan ke bawah dan seringkali memerlukan rawat inap dirumah sakit.

15
16
b) Efek samping

Pemberian imunisasi DPT memberikan efek samping ringan dan berat,

efek ringan seperti terjadi pembengkakan dan nyeri pada tempat

penyuntikan dan demam, sedangkan efek berat bayi menangis hebat

kerana kesakitan selama kurang lebih empat jam, kesadaran menurun,

terjadi kejang, ensefalopati, dan syok.

3. Imunisasi campak

a) Fungsi

Imunisai campak ditujukan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap

penyakit campak. Campak, measles atau rubelal adalah penyakit virus

akut yang disebabkan oleh virus campak. Penyakit ini sangat infeksius,

menular sejak awal masa prodromal sampai lebih kurang 4 hari setelah

munculnya ruam. Infeksi disebarkan lewat udara (airborne). Virus campak

ditularkan lewat infeksi droplet melalui udara, menempel dan berkembang

biak pada epitel nasifaring. Tiga hari setelah infasi, replikasi dan

kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi vitemia yang

pertama. Virus menyebar pada semua sistem retikuloendotelial dan

menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal. Adanya giant

cells dan proses peradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat

peribronchial paru. Juga terdapat udema, bendungan dan perdarahan yang

tersebar pada otak. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan

17
kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3C = coryza, cough and

conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala panas,

batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal

infeksi (pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul

ruam makulopapuler warna kemerahan. Virus juga dapat berbiak pada

susunan syaraf pusat dan menimbulkan gejala klinik ensefalitis. Gejala

klinis

1) Panas meningkat dan mencapai puncaknya pada hari ke 4-5, pada

saat ruam keluar

2) Coryza yang terjadi sukar dibedakan dengan common cold yang

berat. Membaik dengan cepat pada saat panas menurun.

3) Conjunctivitis ditandai dengan mata merah pada conjunctiva

disertai dengan keradangan disertai dengan keluhan fotofobia.

4) Cough merupakan akibat keradangan pada epitel saluran nafas,

mencapai puncak pada saat erupsi dan menghilang setelah

beberapa minggu.

5) Munculnya bercak koplik (koplik’s spot) umumnya pada sekitar 2

hari sebelum munculnya ruam (hari ke 3-4) dan cepat menghilang

setelah beberapa jam atau hari. Koplik’s spot adalah sekumpulan

noktah putih pada daerah epitel bukal yang merah, merupakan

tanda klinik yang patognomonik untuk campak.

18
6) Ruam makulopapular semula berwarna kemerahan. Ruam ini

muncul pertama pada daerah batas rambut dan dahi, serta belakang

telinga, menyebar ke arah perifer sampai pada kaki. Ruam

umumnya saling rengkuh sehingga pada muka dan dada menjadi

confluent. Ruam ini membedakan dengan rubella yang ruamnya

diskreta dan tidak mengalami desquamasi. Telapak tangan dan kaki

tidak mengalami desquamasi.

Diagnosis ditetapkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta

pemeriksaan serologik atau virologik yang positif yaitu bila terdapat

demam tinggi terus menerus 38,50 o C atau lebih disertai batuk, pilek,

nyeri menelan, mata merah dan silau bila kena cahaya (fotofobia),

seringkali diikuti diare. Pada hari ke 4-5 demam, timbul ruam kulit,

didahului oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari semula. Pada saat

ini anak dapat mengalami kejang demam. Saat ruam timbul, batuk dan

diare bertambah parah sehingga anak mengalami sesak napas atau

dehidrasi. Gejala klinik terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari

tiga stadium:

19
1. Stadium prodromal, berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam

yang diikuti dengan batuk, pilek, farings merah, nyeri menelan,

stomatitis, dan konjungtivitis. Tanda patognomonik timbulnya

enantema mukosa pipi di depan molar tiga disebut bercak koplik.

2. Stadium erupsi, ditandai dengan timbulnya ruam mukulo-papular

yang bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas

rambut kebelakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher,

dan akhirnya ke ekstremitas.

3. Stadium penyembuhan (konvalesens), setelah tiga hari ruam

berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit

menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan menghilang setelah

1-2 minggu.

b) Cara pemberian dan dosis

Pemberian vaksin campak hanya diberikan satu kali, dapat

dilakukan pada umur 9-11 bulan, dengan dosis 0,5 CC. Sebelum

disuntikan, vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut steril

yang telah tersedia yang derisi 5 ml cairan pelarut. Kemudian suntikan

diberikan pada lengan kiri atas secara subkutan. Cara pemberian:

20
1) Atur bayi dengan posisi miring di atas pangkuan ibu dengan

seluruh lengan telanjang.

2) Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi, dan gunakan jari-jari

tangan untuk menekan ke atas lengan bayi.

3) Cepat tekan jarum ke dalam kulit yang menonjol ke atas dengan

sudut 45 derajat.

4) Usahakan kestabilan posisi jarum.

c) Efek samping

Hingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan

selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.

d) Kontraindikasi

Pemberian imunisasi tidak boleh dilakukan pada orang yang mengalami

immunodefisiensi atau individu yang diduga menderita gangguan respon

imun karena leukimia, dan limfoma.

4. Imunisasi polio

a) Fungsi

Merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit poliomyelitis.

Pemberian vaksin polio dapat dikombinasikan dengan vaksin DPT. Cara

pemberian dan dosis Imunisasi dasar polio diberiakn 4 kali (polio I, II, III

21
dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi ulangan

diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat

22
masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun). Di

Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan

sebanyak 2 tetes (0,1 ml) langsung kemulut anak atau dengan atau dengan

menggunakan sendok yang berisi air gula. Setiap membuka vial baru harus

menggunakan penetes (dropper) yang baru. Cara pemakaian:

1. Orang tua memegang bayi dengan lengan kepala di sangga dan

dimiringkan ke belakang.

2. Mulut bayi dibuka hati-hati menggunakan ibu jari atau dengan

menekan pipi bayi dengan jari-jari.

3. Teteskan dengan 2 tetes vaksin dari alat tetes ke dalam lidah.

Jangan biarkan alat tetes menyentuh bayi.

b) Efek samping

Pada umunya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis

yang disebabkan oleh vaksin jarang terjadi.

c) Kontra indikasi

Pemberian imunisasi polio tidak boleh dilakukan pada orang yang

menderita defisiensi imunitas. Tidak ada efek yang berbahaya yang timbul

akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun, jika ada

keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulang dapat

diberikan setelah sembuh.

23
4. Imunisasi hepatitis B

a) Fungsi

Imunisasi hepatitis B, ditujukan untuk memberi tubuh berkenalan terhadap

penyakit hepatitis B, disebakan oleh virus yang telah mempengaruhi organ

liver (hati). Virus ini akan tinggal selamanya dalam tubuh. Bayi-bayi yang

terjangkit virus hepatitis berisiko terkena kanker hati atau kerusakan pada

hati. Virus hepatitis B ditemukan didalam cairan tubuh orang yang

terjangkit termasuk darah, ludah dan air mani.

b) Penularan

Virus hepatitis B biasanya disebarkan melalui kontak dengan cairan tubuh

(darah, air liur, air mani) penderita penyakit ini, atau dari ibu ke anak pada

saat melahirkan. Kebanyakan anak kecil yang terkena virus hepatitis B

akan menjadi ”pembawa virus”. Ini berarti mereka dapat memberikan

penyakit tersebut pada orang lain walaupun mereka tidak menunjukan

gejala apapun. Jika anak terkena hepetitis B dan menjadi ”pembawa

virus”, mereka akan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena

penyakit hati dan kanker nantinya dalam hidup. Ibu yang terjangkit

Hepatitis B dapat menularkan virus pada bayinya.

24
Secara umum orang yang dapat atau berisiko tertular hapatitis B,

dapat diidentifikasi dari perilakunya. Individu yang dimaksud, termasuk

dalam beberapa kriteria, seperti para pengguna narkoba suntik, pasangan

seks orang yang terinfeksi hepatitis, bayi yang dilahirkan dari ibu yang

terifeksi hepatitis, orang yang suka berganti-ganti pasangan seks.

c) Gejala

Gejala mirip flu, yaitu hilangnya nafsu makan, mual, muntah, rasa lelah,

mata kuning dan muntah serta demam, urine menjadi kuning dan sakit

perut.

25
d) Cara pemberian dan dosis

Imunisasi diberikan tiga kali pada umur 0-11 bulan melalui injeksi

intramuskular. Kandungan vaksin adalah HbsAg dalam bentuk cair.

Terdapat vaksin Prefill Injection Device (B-PID) yang diberikan sesaat

setelah lahir, dapat diberikan pada usia 0-7 hari. Vaksin B-PID disuntikan

dengan 1 buah HB PID. Vaksin ini, menggunakan Profilled Injection

Device (PID), merupakan jenis alat suntik yang hanya diberikan pada bayi.

Vaksin juga diberikan pada anak usia 12 tahun yang dimasa kecilnya

belum diberi vaksin hepatitis B. Selain itu orang –orang yang berada

dalam rentan risiko hepatitis B sebaiknya juga diberi vaksin ini.

Cara pemakaian:

1. Buka kantong alumunium atau plastik dan keluarkan alat plastik PID

2. Pegang alat suntik PID pada leher dan tutup jarum dengan memegang

keduanya diantara jari telunjuk dan jempol, dan dengan gerakan cepat

dorong tutup jarum ke arah leher. Teruskan mendorong sampai tidak

ada jarak antara tutup jarum dan leher.

3. Buka tutup jarum, tetap pegang alat suntik pada bagian leher dan

tusukan jarum pada anterolateral paha secara intremuskular, tidak

perlu dilakukan aspirasi.

26
4. Pijat reservior dengan kuat untuk menyuntik, setelah reservior kempis

cabut alat suntik.

e) Efek samping

Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar

tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya

hilang setelah 2 hari.

f) Kontra indikasi

Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-

vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat

yang disertai kejang

5. KIPI (Kejadian Ikutan Paska Imunisasi)

a) Definisi KIPI

Kejadian ikutan paska imunisasi adalah sebagai reaksi simpangan

yang dikenal sebagai kejadian ikutan paska imunisasi (KIPI) atau events

following immunization (AEFI) adalah kejadian medik yang berhubungan

dengan imunisasi baik berupa efek vaksin ataupun efek samping,

toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, atau kesalahan program,

koinsidensi, reaksi suntikan, atau hubungan kausal yang tidak dapat

ditentukan. Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai

masa 42 hari (artritis kronik paska vaksinasi rubela), atau bahkan sampai 6

bulan (infeksi virus campak vaccine-strain pada pasien imunodefisiensi

paska vaksinasi campak, dan polio paralitik serta infeksi virus polio

27
vaccine-strain pada resipien non imunodefisiensi atau resipien

imunodefisiensi paska vaksinasi polio) Pada umumnya reaksi terhadap

obat dan vaksin dapat merupakan reaksi simpang (adverse events), atau

kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi

simpang vaksin antara lain dapat berupa efek farmakologi, efek samping

(side-effect), interaksi obat, intoleransi, reaksi idiosinkrasi, dan reaksi

alergi yang umumnya secara klinis sulit dibedakan satu dengan yang

lainnya. Efek farmakologi, efek samping, serta reaksi idiosinkrasi

umumnya terjadi karena potensi vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi

merupakan kepekaan sesorang terhadap unsur vaksin dengan latar

belakang genetik. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein telur (vaksin

campak, gendong, influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan

preservatif (neomisin, merkuri), atau unsur lain yang terkandung dalam

vaksin. Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat

terjadi karena kesalahan teknik pembuatan, pengadaan dan distribusi serta

penyimpangan vaksin, kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan

imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul secara kebetulan.

Persepsi awam dan juga kalangan petugas kesehatan, menganggap

semua kalainan dan kejadian yang dihubungkan dengan imunisasi sebagai

reaksi alergi terhadp vaksin. Akan tetapi telaah laporan KIPI oleh Vaccine

Safety Comittee, Institute of Medicine (IOM) USA menyatakan bahwa

sebagian besar KIPI terjadi secara kebetulan

28
saja (koinsidensi). Kejadian yang memang akibat imunisasi tersering

adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan (programmatic

erros).

b) Epidemiologi KIPI

Kejadian ikutan paska imunisasi akan timbul setelah pemberian vaksin

dalam jumlah besar. Penelitian efikasi dan keamanan vaksin dihasilkan

melalui fase uji klinis yang lazim, yaitu fase 1, 2, 3, dan 4. Uji klinis fase 1

dilakukan pada binatang percobaan sedangkan fase selanjutnya pada

manusia. Uji klinis fase 2 untuk mengetahui keamanan vaksin

(reactogenicity and safety), sedangkan pada fase 3 selain keamanan juga

dilakukan uji efektivitas (imunogenisitas) vaksin. Pada jumlah penerima

vaksin yang terbatas mungkin KIPI belum tampak, maka untuk menilai

KIPI diperlukan uji klinis fase 4 dengan sampel besar yang dikenal sebagai

Post Marketing Surveilance (PMS). Tujuan PMS adalah untuk memonitor

dan mengetahui keamanan vaksin setalah pemakaian yang cukup luas di

masyarakat (dalam hal ini program imunisasi). Data PMS dapat

memberikan keuntungan bagi program apabila semua KIPI (terutama KIPI

barat) dilaporkan, dan masalahnya segera diselesaikan. Sebaliknya akan

merugikan apabila program tidak segera tanggap terhadap masalah KIPI

yang timbul sehingga terjadi keresahan masyarakat terhadap efek samping

vaksin dengan segala akibatnya.

29
Menurut National Childhood Vaccine Injury dari Committe of the Institute

of Medicine (IOM) di USA sangat sulit mendapatkan data KIPI oleh

karena:

1. Mekanisme biologis gejala KIPI kurang dipahami

2. Data KIPI yang dilaporkan kurang rinci dan kurang akurat

3. Surveilans KIPI belum luas dan menyeluruh

4. Surveilans KIPI belum dilakukan untuk jangka panjang

Mengingat hal tersebut, maka sangat sulit menentukan jumlah kasus KIPI

yang sebenarnya. Kejadian ikutan paska imunisai dapat ringan sampai

berat, terutama pada imunisai masal atau setelah penggunaan lebih dari

10.000 dosis.

c) Klasifikasi KIPI

Komnas Pengkajian dan Penanggulangan KIPI (Komnas PP KIPI)

Mengelompokkan etiologi KIPI dalam 2 klasifikasi,

1. Klasifikasi lapangan menurut WHO Western Pacific (1999) untuk

petugas kesehatan dilapangan. Sesuai dengan manfaatnya dilapangan

maka Komnas PP KIPI memakai kriteria WHO Western Pacific untuk

memilah KIPI dalam 2 kelompok penyebab, yaitu:

30
pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan

prosedur imunisasi, misalnya:

a) Reaksi suntikan

Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik

langsung maupun tidak langsung dan harus dicatat sebagai reaksi KIPI.

Reaksi suntikan langsung misalnya nyeri sakit, bengkak dan kemerahan

pada tempat suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya

rasa takut, pusing, mual, sampai sinkop. Reaksi ini tidak berhubungan

dengan kandungan yang terdapat pada vaksin, sering terjadi pada vaksinasi

masal.

1. Syncope/ fainting

 Seringkali pada anak > 5 tahun

 Terjadi beberapa menit post imunisasi

 Tidak perlu penanganan khusus

 Hindari stres saat anak menunggu

 Hindari trauma akibat jatuh/ posisi sebaiknya duduk )

Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat

diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan

secara klinis biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala

klinis hebat seperti reaksi anafilaktik sistemik dengan risiko kematian.

Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam

petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra,

31
Kejadian yang timbul ini terjadi secara kebetulan saja setelah imunisasi.

Indikator faktor kebetulan ditandai dengan ditemukannya kejadian yang

sama disaat bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan

katakteristik serupa tetapi tidak mendapat imunisasi.

b) Penyebab tidak diketahui

Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan

kedalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan ke dalam

kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya dengan

kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab

KIPI. World Healt Organization pada tahun 1991 melalui expanded

programme on imunisation (EPI) telah menganjurkan agar pelaporan KIPI

dibuat oleh setiap negara.

F. Jadwal Imunisasi

Yang perlu diperhatikan bagi ibu adalah agar mengimunisasi anak

sedini mungkin. Sebelum melahirkan, berkonsultasilah dengan dokter atau

bidan mengenai jadwal imunisasi sehingga segera setelah bayi lahir dapat

memperoleh imunisasi yang tepat. Selain itu, selalu tepat jadwal dalam

mengimunisasi anak, ini untuk mendapatkan hasil yang efektif.

32
Berikut diagram jadwal imunisasi yang tepat bagi bayi Anda:

33
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya

penyakit tertentu. Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk

membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk

menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap

penyakit.Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga

membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-

kanak. Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang

diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin

timbul. Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak

yang serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan.

Jadi pada dasarnya reaksi pertama tubuh anak untuk membentuk

antibodi/antitoksin terhadap antigen, tidaklah terlalu kuat. Tubuh belum

mempunyai “pengalaman” untuk mengatasinya. Tetapi pada reaksi yang

ke-2, ke-3 dan berikutnya, tubuh anak sudah pandai membuat zat anti yang

cukup tinggi. Dengan cara reaksi antigen-anibody, tubuh anak dengan

kekuatan zat antinya dapat menghancurkan antigen atau kuman; berarti

bahwa anak telah menjadi kebal (imun) terhadap penyakit tersebut.

34
Dari uraian ini, yang terpenting ialah bahwa dengan imunisasi, anak anda

terhindar dari ancaman penyakit yang ganas tanpa bantuan pengobatan

B. SARAN

Jika dalam penuilisan makalah ini terdapat kekuarangn dan kesalahan,

kami mohon maaf. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang

sifatnya membangun agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik di

kemudian hari

35
DAFTAR PUSTAKA

Hadianti, D. N. (2014). Buku Ajar Imunisasi. Jakarta Selatan: Pusat Pendidikan dan

Pelatihan Tenaga Kesehatan.

https://www.medkes.com/2014/01/pengertian-tujuan-dan-jadwal-imunisasi-

lengkap.html

diakses pada tanggal 28 september 2019

36

Anda mungkin juga menyukai