Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I `
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang eksploratif dan potensial. Di sebut

eksploratif karena manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik

secara fisik maupun psikis. Sedangkan di katakan potensial, karena pada diri

manusia tersimpan sejumlah kemampuan bawaan yang dapat di kembangkan.

Selanjutnya manusia juga di sebut sebagai makhluk yang memiliki prinsip tanpa

daya, karena untuk tumbuh dan berkembang secara normal manusia memerlukan

bantuan dari luar dirinya. Manusia membutuhkan bantuan dalam bentuk

bimbingan dan pengarahan dari lingkungannya. Bimbingan dan pengarahan yang

di berikan dalam membantu perkembangan tersebut pada hakikatnya di harapkan

sejalan dengan kebutuhan manusia itu sendiri, yang sudah tersimpan sebagai

potensi bawaannya. Karena itu bimbingan yang tidak searah dengan potensi yang

dimiliki akan berdampak negatif bagi perkembangan manusia.

Para ahli psikologi perkembangan membagi perkembangan manusia

berdasarkan usia menjadi beberapa tahapan atau periode perkembangan. Secara

garis besarnya periode perkembangan itu terbagi menjadi : 1) Masa prenatal 2)

Masa bayi 3) Masa kanak-kanak 4)Masa pre-pubertas 5) Masa pubertas (remaja)

6) Masa dewasa 7) Masa lanjut. Setiap perkembangan memiliki ciri-ciri tersendiri,

termasuk perkembangan jiwa keagamaan. Sehubungan dengan kebutuhan

manusia dan periode perkembangan tersebut maka dalam kaitannya dengan

perkembangan jiwa keagamaan akan di lihat bagaimana pengaruh timbal balik


2

antara keduanya. Dengan demikian makalah ini nantinya akan membahas

mengenai perkembangan jiwa keagamaan dari tingkat usia dewasa dan usia lanjut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sikap jiwa keagamaan pada orang dewasa dan usia lanjut?

2. Bagaimana kematangan keagamaan pada orang dewasa dan usia lanjuta?


3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sikap Jiwa Keagamaan pada Orang Dewasa dan Usia Lanjut

1. Sikap Jiwa Keagamaan pada Orang Dewasa

Usia dewasa sebagai mana diungkapkan oleh Elizabeth Hurlock dibagi

menjadi tiga. Yaitu dewasa awal (young adult) berkisar 21-40 tahun, dewasa

madya (middle adult), dan dewasa akhir/lanjut (older adult) berkisar 60 tahun

keatas.1 Perkembangan jiwa beragama pada dewasa awal merupakan proses

pencarian tentang agama sebagai sebuah kebutuhan jiwa. Pada masa dewasa

madya, seseorang cenderung sudah mulai fokus dengan keyakinan agama yang

yang ia miliki. Sedang pada masa dewasa akhir/lanjut sikap keagaman cenderung

bersifat kepasrahan atas keputusan Tuhan serta semakin kuat dalam beragama.2

Motivasi beragama pada orang dewasa cenderung didasarkan pada penalaran

logis. Dan ekspresinya adalah bercirikan tetap (istiqomah), artinya sudah tidak

lagi ikut-ikutan. Sebaliknya, bagi mereka yang tidak percaya agama pun akan

bersikap teguh pada pendiriannya.3

Charlotte Buchler menyebutkan tiga masa perkembangan pada periode

pra-pubertas dan periode pubertas dan periode adolesen. Di periodepra-pubertas

oleh Charlotte Buchler dengan kata-kata :”Perasaan saya tidak enak tetapi tidak

1 Raharjo.PengantarIlmuJiwa Agama. (Semarang: PustakaRizki Putra, 2012), h. 44

2 Raharjo.PengantarIlmuJiwa Agama. (Semarang: PustakaRizki Putra, 2012), h. 46

3 Sururin.IlmuJiwa Agama. (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2004), h. 86


4

tahu apa sebabnya”. Untuk pubertas di gambarkannya sebagai berikut : ”Saya

ingin sesuatu , tetapi tidak tahu ingin akan apa” adapun dalam periode adolesen, ia

mengemukakan dengan kata-kata.”Saya hidup dan saya tahu untuk apa”. (Crijns

dan Reksosiswojo : 200)4

Kata-kata yang di gunakan Charlotte buchler mengungkapkan betapa

masih labilnya kehidupa anak-anak ketika menginjak usia menjelang remaja dan

usia remaja mereka. Sebaliknya saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya

kemantapan jiwa mereka :”Saya hidup dan saya tahu untuk apa”, menggambarkan

bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah

menyadari makna hidup. Dengan perkataan lain, orang dewasa telah memahami

nilai-nilai yang dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang di

pilihnya. Orang dewasa sudah memiliki identitas yang jelas dan kepribadian yang

mantap.

Menurut H. Carl Witherington, di periode adolesen ini pemilihan terhadap

kehidupan mendapat perhatian yang tegas. Sekarang mereka mulai berfikir

tentang tanggung jawab sosial moral, ekonomis dan keagamaan (M. Buchori:145)

pada masa adolesen anak-anak berusaha untuk mencapai suatu cita-cita yang

abstrak. Di usia dewasa biasanya seseorang sudah mamiliki sifat kepribadian yang

stabil. Stabilisasi sifat-sifat kepribadian ini antara lain terlihat dari cara bertindak

dan bertingkah laku yang agak bersifat tetap (tidak mudah berubah-ubah) dan

selalu berulang kembali atau konsisten.

4 Jalaludin.Psikologi Agama. (Jakarta : Raja GrafindoPersada, 2003), h. 98


5

Kemantapan jiwa orang dewasa ini setidaknya memberikan gambaran

tentang bagaimana sikap keberagamaan pada orang dewasa. Mereka sudah

mempunyai tanggung jawab terhadap system nilai yang dipilihnya, baik system

nilai yang bersumber dari ajaran agama maupun yang bersumber dari norma-

norma lain dalam kehidupan. Pemilihan nilai-nilai tersebut telah didasarkan atas

pertimbangan pemikiran yang matang. Berdasarkan hal ini, maka sikap

keberagamaan seorang di usia dewasa sulit untuk di ubah. Jika pun terjadi

perubahan mungkin proses itu terjadi setelah didasarkan atas pertimbangan yang

matang.

Sikap keberagamaan orang dewasa mempunyai persepektif yang luas

didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu sikap keberagamaan ini

umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengertian dan perluasan pemahaman

tentang ajaran agama yang dianutnya. Beragama bagi orang dewasa sudah

merupakan sikap hidup dan bukan sekedar ikut-ikutan.5

Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan

pada orang dewasa antara lain memiliki cirri-ciri sebagai berikut:6

1. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang,

bukan sekedar ikut-ikutan.

2. Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak di

aplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.

5 Jalaludin.Psikologi Agama. (Jakarta : Raja GrafindoPersada, 2003), h. 98

6 Jalaludin.Psikologi Agama. (Jakarta : Raja GrafindoPersada, 2003), h. 100-101


6

3. Bersikap positif terhadap ajaran norma-norma agama dan berusaha untuk

mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.

4. Tingkat ketaatan beragama di dasar kan atas pertimbangan dan tanggung jawab

diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.

5. Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.

6. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan

beragama selain di dasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas

pertimbangan hati nurani.

7. Sikap keberagamaan cenderung mengarah pada tipe-tipe kepribadian masing-

masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima,

memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.

8. Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan social,

sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi social keagamaan sudah

berkembang.

2.Sikap Jiwa Keagamaan pada Usia Lanjut

Sebagaimana diketahui bahwa pada usia lanjut seseorang ingin

memperoleh pengakuan kejayaan pada masa mudanya. Seiring dengan

pertumbuhan manusia maka ia akan mengalami masa terjadinya penurunan fungsi

beberapa aspek baik itu aspek psikologis maupun biologis. Usia lanjut adalah

masa yang dimaksud, dimana gejala psikis akan mempengaruhi aspek kejiwaan

seseorang. Terkait pola perkembangan keagamaan pada usia lanjut maka

penelitian yang dilakukan oleh Cavan menjadi penting. Dari hasil penelitiannya,

ia berkesimpulan adanya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan


7

yang semakin meningkat pada usia lanjut. Dan beberapa ahli psikologi

menyatakan hal serupa dan ditambah adanya penurunan kegairahan seksual.

William James pun menyatakan demikian bahwa dimensi keagamaan akan

tampak menonjol pada usia lanjut ketika kehidupan seksual mulai berakhir.7

Sedangkan Robert Thouless setalah menganalisis beberapa hasil penelitian

menyatakan bahwa di usia lanjutakan terjadi salah satunya depersonalisasi.

Kecenderungan identifikasi diri dan karena merasa semakin mendekati kematian

maka akan meningkatkan sikap keagamaan usia lanjut.

Secara garis besar ciri-ciri jiwa keagamaan pada usia lanjut adalah :8

1. Kehidupan keagamaan sudah mencapai kemantapan.

2. Cenderung mulai menerima pendapat keagamaan.

3. Mulai timbul pengakuan akan adanya kehidupan setelah mati.

4. Si kap keagamaan cenderung mengarah pada kebutuhan saling cinta antar sesame

manusia, serta sifat-sifat luhur.

5. Timbul rasa takut pada kematian yang meningkat.

2. Kematangan Jiwa Keagaaman pada Orang Dewasa dan Usia Lanjut

Dalam rangka menuju kematangan beragama terdapat beberapa hambatan.

Karena tingkat kematangan beragama bersifat individu maka memerlukan waktu

7 Jalaludin.Psikologi Agama. (Jakarta : Raja GrafindoPersada, 2003), h. 104

8 Sururin.IlmuJiwa Agama. (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2004), h. 92


8

dan tidak secara tiba-tiba. Secara umum terdapat dua factor yang menyebabkan

adanya hambatan : 9

a. Faktor Diri Sendiri

Yaitu factor yang ada dalam diri sendiri, hali ini pun masih terbagi dua :

kapasitas diri dan pengalaman. Kapasitas adalah kaitannya dengan kemampuan

secara rasional dalam menerima ajaran. Bagi mereka yang mampu menerima

dengan rasio maka akan menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran tersebut.

Sebaliknya bagi mereka yang kurang mampu menerima secara rasio akan lebih

banyak tergantung pada masyarakat yang ada.

Sedangkan factor pengalaman berarti semakin luas pengalaman keagamaan

maka akan semakin mantap dalam beragama. Ia akan stabil dalam mengerjakan

aktivitas keagamaan. Sebaliknya bagi mereka yang kurang atau sedikit

pengalaman keagamaan maka akan mengalami kesulitan. Ia akan cenderung labil

dalam beragama serta kesulitan mengatasi hambatan dalam menjalankan ajaran

agama.

Pada dasarnya faktor intern yang yang mempengaruhi sikap keberagamaan

seseorang antara lain :

 Temperamen, tingkah laku yang didasarkan pada temperamen tertentu menjadi

penting dalam sikap keagamaan seseorang.

 Gangguan jiwa, orang yang mengalami gangguan jiwa menunjukkan kelainan

dalam sikap dan tingkah laku.

9Sururin.IlmuJiwa Agama. (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2004), h. 92


9

 Konflik dan keraguan, dapat mempengaruhi seseorang terhadap agama. Seperti

taat, fanatic, agnostic ataupun atheis.

 Jauh dari Tuhan, oaring yang hidupnya jauh dari Tuhan akan merasa lemah dan

kehilangan pegangan hidup.10

b. Faktor Luar

Yaitu beberapa kondisi dan situasi lingkungan yang tidak member kesempatan

untuk berkembang. Malah cenderung menganggap tidak perlu adanya

perkembangan dari apa yang telah ada. Factor tersebut antara lain tradisi agama

ataupun pendidikan yang diterima. Kultur masyarakat yang sudah dikuasai tradisi

tertentu oleh sebagian orang terasa sebagai belenggu. Oleh karenanya pendidikan

keagamaan menjadi sangat penting bagi pengetahuan seseorang terkait ajaran

agama.

Beberapa factor ekstern yang mempengaruhi sikap keagamaan adalah

 Musibah, seringkali musibah menjadikan seseorang mengalami keguncangan

jiwa dan merasa mendapatkan peringatan dari Tuhan.

 Kejahatan, mereka yang pernah melakukan kejahatan dan merasa berdosa akan

mengalami keguncangan batin. Dan perasaan yang fitri menghantui dirinya

sehingga membuka kesadaran untuk bertaubat.

10 Raharjo.PengantarIlmuJiwa Agama. (Semarang: PustakaRizki Putra, 2012), h. 57


10

BAB III
PENITUP
A. Kesimpulan
.
1. Pada masa dewasa, motivasi beragama pada orang dewasa cenderung

didasarkan pada penalaran logis. Dan ekspresinya adalah bercirikan tetap

(istiqomah), artinya sudah tidak lagi ikut-ikutan. Mereka sudah


11

mempunyai tanggung jawab terhadap system nilai yang dipilihnya, baik

system nilai yang bersumber dari ajaran agama maupun yang bersumber

dari norma-norma lain dalam kehidupan. Pemilihan nilai-nilai tersebut

telah didasarkan atas pertimbangan pemikiran yang matang. Beragama

bagi orang dewasa sudah merupakan sikap hidup dan bukan sekedar ikut-

ikutan.

Pada usia lanjut, adanya kecenderungan untuk menerima pendapat

keagamaan yang semakin meningkat pada usia lanjut. Dan beberapa ahli

psikologi menyatakan hal serupa dan ditambah adanya penurunan

kegairahan seksual. Secara garis besar dicikan : Kehidupan keagamaan

sudah mencapai kemantapan, cenderung mulai menerima pendapat

keagamaan, mulai timbul pengakuan akan adanya kehidupan setelah mati,

sikap keagamaan cenderung mengarah pada kebutuhan saling cinta antar

sesame manusia, serta sifat-sifat luhur, timbul rasa takut pada kematian

yang meningkat.

. 2.Terdapat beberapa hambatan terkait tingkat kematangan beragama yang

bersifat individu maka memerlukan waktu dan tidak secara tiba-tiba.

Secara umum terdapat dua factor yang menyebabkan adanya hambatan

yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern terdiri dari kapasitas dan

pengalaman, sedangkan factor ekstern adalah terkait lingkungan.


12

DAFTAR PUSTAKA

Raharjo.2012. PengantarIlmuJiwa Agama. Semarang. PustakaRizki Putra

Jalaludin.2003. Psikologi Agama. Jakarta. Raja GrafindoPersada

Sururin. 2004. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta. Raja Grafindo Persada


13

Anda mungkin juga menyukai