Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Banyak faktor yang menyebabkan kelainan letak sungsang, diantaranya umur

ibu, paritas ibu, bentuk panggul ibu, jarak kehamilan dan riwayat kehamilan

sungsang. Pada paritas > 3 keadaan rahim ibu sudah tidak seperti rahim yang pertama

kali melahirkan sehingga ketika ibu hamil dengan paritas > 3, maka janin ibu tersebut

akan lebih aktif bergerak sehingga posisi janin tersebut menjadi tidak normal dan

dapat menyebabkan terjadinya letak sungsang. Angka kejadian letak sungsang jika di

hubungkan dengan paritas pada ibu maka kejadian terbanyak adalah dengan

grandemultipara dibanding pada primigravida. Pada primipara (1) merupakan aman di

tinjau dari sudut kematian maternal dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka

kejadian kehamilan letak sungsang ( Prawirohardjo,2015).

Persalinan ibu juga dipengaruhi oleh bagaimana keadaan bayi didalam

kandungan, keadaan ibu sebelum persalinan, yang dapat berpengaruh dengan cara

persalinan apa yang harus dilakukan untuk melahirkan bayi tanpa harus menyebabkan

kematian salah satunya. Persalinan secara sectio caesarea harus beberapa indikasi di

antaranya, ketuban pecah din (KPD),chepalo pelvik disproportin (CPD), dan letak

janin sungsang. Pada kasus bayi sungsang bila tidak bisa dilahirkan melalui persalinan

normal maka jalan alternatif terakhir adalah bedah caesar dan jika bila tidak segera

dilakukan tindakan medis maka bayi yang ada didalam kandungan ibu tidak bisa

diselamatkan (M.T. Indiarti, 2007).


Letak janin sungsang adalah keadaan janin yang memanjang dengan kepala

berada di atas dan bokong berada dibawah kavum uteri. Persalinan dengan letak bayi

sungsang dapat dilakukan dengan persalinan normal, namun jika persalinan normal

tidak bisa dilakukan karena terjadi berbagai komplikasi maka untuk dapat

menyelamatkan bayi dan ibu persalinan secara sectio caesaria menjadi alternatif

terakhir. (M.T. Indiarti,2007)

Penyebab utama kematian ibu di negara-negara lainnya di dunia hampir sama,

diantaranya akibat perdarahan (25%), infeksi (14%) kelainan hipertensi dalam

kehamilan (13%), letak sungsang (13%) serta akibat persalinan yang lama (7%).

Faktor yang berperan pada komplikasi persalinan yang menyebabkan kematian ibu

salah satunya adalah kelainan letak presentasi bokong (sungsang). Presentasi bokong

terjadi dalam 3-4% dari persalinan yang ada di dunia. (Sari, 2015).

Data yang di dapatkan menurut World Health Organization (WHO), , Angka

kematian ibu secara global 216 kematian per 100.000 kelahiran hidup, menurut

perkiraan antar-badan PBB. Untuk AKI di negara- Negara Asia tenggara. (Utami,

2017).

Angka Kematian Ibu (AKI) mengacu pada jumlah wanita yang meninggal dari

suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya

(tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan

dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama

kehamilan per 100.000 kelahiran hidup. AKI juga dapat digunakan dalam pemantauan

kematian terkait dengan kehamilan. Indikator ini dipengaruhi status kesehatan secara

umum, pendidikan dan pelayanan selama kehamilan dan melahirkan. Sensitivitas AKI

terhadap perbaikan pelayanan kesehatan menjadikannya indicator keberhasilan

pembangunan sektor kesehatan (Depkes RI, 2013).


Beberapa angka kejadian presentasi bokong yang tercatat di Indonesia seperti

di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Kariadi Semarang adalah 7,6%. Pada tahun 2007

tercatat frekuensi dari letak sungsang di Rumah Sakit dr. Pirngadi Medan 4,4% dan di

Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung 4,6%. Di RSUD dr. R Koesma Tuban tercatat

pada tahun 2007 ditemukan 98 kasus persalinan letak sungsang dari 987 persalinan

(Sari, 2015).

Angka kejadian letak sungsang berdasarkan hasil rekam medis RSUD

Karawang tahun 2015, tercatat letak sungsang sebanyak 185 (24,9%) kasus. Adapun

kasus lainya antara lain perdarahan 122 kasus (17,6%) infeksi 6 kasus (8,82%) dan

lain-lainya ada 11 kasus (16,17%) (Profil RSUD Karawang,2015).

Letak sungsang tentunya dapat mempengaruhi proses persalinan. Jika yang

terjadi adalah presentasi bokong murni, maka persalinan normal masih relatif mudah

pada multipara. Sedangkan jika yang terjadi adalah presentasi kaki, pada saat ketuban

pecah spontan mungkin saja tali pusat ikut keluar (prolapsus tali pusat). Jika tidak

segera dilakukan persalinan, janin mungkin tidak terselamatkan. Untuk mencegahnya,

persalinan dapat dilakukan dengan cara seksio sesaria. Walaupun demikian, terapi

terbaik adalah pencegahan. Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga adalah

penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah

dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik (Sari, 2015).

Sectio caesarea (SC) adalah proses kelahiran bayi yang melalui insisi bedah

pada dinding abdomen ibu (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi)

(cunningham et al,2006).

Dari sectio caesarea sendiri dapat menyebabkan rasa nyeri, nyeri timbul bila

ada jaringan rusak dan hal yang ini menyebabkan individu bereaksi dengan cara

memindahkan stimulus nyeri (Tazkiyah,2015).


Peran perawat maternitas sebagai tenaga kesehatan profesional di bidang

maternitas, merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan

kepada klien pada masa kehamilan, persalinan, dan masa nifas sesuai dengan

kebutuhannya. Perawat maternitas juga bertanggung jawab dalam meningkatkan

kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan ibu dan kluarga berupa kesejahteraan,

keselamatan dan kesejahteraan ibu dan kluarga berupa kesejahteraan fisik dan

psikologis. (Hardiani,2016).

Berdasarkan hasil analisis latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk

mengambil kasus mengenai asuhan keperawatan post natal care atas indikasi post sc

letak sungsang dengan masalah nyeri pada ibu post partum

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengkajian keperawatan maternitas dengan post natal care atas

indikasi post sc letak sungsang dengan masalah nyeri pada ibu post partum ?

2. Apa saja diagnosa keperawatan maternitas dengan post natal care atas indikasi

post sc letak sungsang dengan masalah nyeri pada ibu post partum ?

3. Bagaimana rencana asuhan keperawatan maternitas dengan post natal care atas

indikasi post sc letak sungsang dengan masalah nyeri pada ibu post partum ?

4. Bagaimana implementasi keperawatan maternitas dengan post natal care atas

indikasi post sc letak sungsang dengan masalah nyeri pada ibu post partum ?

5. Bagaimana evaluasi keperawatan maternitas dengan post natal care atas indikasi

post sc letak sungsang dengan masalah nyeri pada ibu post partum ?

C. Tujuan umum

Memberikan asuhan keperawatan maternitas dengan post natal care atas indikasi post

sc letak sungsang dengan masalah nyeri pada ibu post partum


D. Tujuan khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan maternitas dengan post natal

care atas indikasi post sc letak sungsang dengan masalah nyeri pada ibu post

partum

b. Penulis mampu menganalisa data dan merumuskan diagnose keperawatan

maternitas dengan post natal care atas indikasi post sc letak sungsang dengan

masalah nyeri pada ibu post partum

c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan maternitas dengan post

natal care atas indikasi post sc letak sungsang dengan masalah nyeri pada ibu post

partum

d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan maternitas dengan post

natal care atas indikasi letak sungsang dengan masalah nyeri pada ibu post partum

e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan maternitas dengan post natal

care atas indikasi letak sungsang dengan masalah nyeri pada ibu post partum

f. Penulis mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan maternitas dengan post

natal care atas indikasi letak sungsang dengan masalah nyeri pada ibu post partum

E. Manfaat Penulisan

1. Bagi profesi keperawatan

Mendapatkan pengetahuan dan pemecahan masalah khusus yang dalam bidang

profesi keperawatan agar dapat mengaplikasikan teori keperawatan kedalam

praktik pelayanan kesehatan di rumah sakit sebagai bahan kepustakaan dan

perbandingan pada penanganan kasus post natal care atas indikasi letak sungsang

dengan masalah nyeri pada ibu post partum

2. Bagi institusi pendidikan


Sebagai informasi kepada mahasiswa dalam kegiatan proses belajar mengajar

tentang asuhan keperawatan maternitas dengan post natal care atas indikasi letak

sungsang dengan masalah nyeri pada ibu post partum.

3. Bagi penulis

Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman serta dapat menerapkan standar

asuhan keperawatan untuk mengembangkan praktik keperawatan


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Masa Nifas

1. Definisi

a. Masa nifas

Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah persalianan

selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama massa nifas, organ reproduksi

secara perlahan akan secara perlahan akan mengalami perubahan seperti

keadaan sebelum hamil (Maritalita Dewi,2012).

Masa puerperium atau masa nifas adalah dimulai setelah partus selesai

dan berakhir kira-kira 6 minggu. Akan tetapi,seluruh alat genital baru pulih

kembali seperti sebelum kehamilan dalam waktu 3 bulan (Wiknjosastro,1999

dalam buku Indriyani 2017).

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah kelahiran

plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan

semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu

(Sulistyawati,2012 dalam Kurniawati, kudarti,&siswanti,2012).

2. Klasifikasi Masa Nifas

Menurut Wahyuni Dwi (2018), klasifikasi pada nifas dibagi menjadi empat

diantaranya, yaitu :

a. Periode immediate post partum masa segera plasenta lahir sampai dengan 24

jam. Pada masa ini merupakan fase kritis, sering terjadi perdarahan post

partum karena karena atonia uteri.

b. Periode early post partum (>24 jam- 1 minggu)


Pada fase ini memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada

perdarahan, lokhea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan

makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.

c. Periode late post partum (>1 minggu- 6 minggu)

Pada periode ini tetap melakukan asuhan dan pemeriksaan sehari-hari serta

konseling perencanaan KB

d. Remote puerperium

Fase ini diperlukan untuk pulih dan sehat terutama bila selama hamil atau

bersalin memiliki penyulit atau komplikasi.

3. Perubahan Fisiologis dan Perubahan Psikologis Ibu pada Masa Nifas

Menurut Maritalia Dewi (2012) perubahan fisiologis dan perubahan

psikologis pada ibu nifas yaitu :

a. Perubahan fisiogis ibu nifas yaitu :

1) Sistem reproduksi

a) Uterus

Kembalinya uterus ke keadaan normal setelah melahirkan

disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah eksplusi plasenta

dengan kontraksi otot polos uterus sekitar 1.000 gram.

b) Serviks

Servik teraba lunak segera setelah melahirkan ekstoserviks

(bagian serviks yang menonjol ke dalam vagina) akan terlihat

memar,edema,dan mungkin terdapat laserasi kecil kondisi yang

optimal untuk terjadinya infeksi. Selama 12-18 jam ke depan,serviks

akan memendak dan mengeras. Ostium serviks, yang membentuk

sampai 10 cm saat melahirkan, akan menutup perlahan. Pada hari ke


dua atau ke tiga, serviks akan terbuka 2 sampai 3 cm, dan pada 1

minggu setelah melahirkan, serviks akan berdilatasi sebesar 1 cm.

c) Vagina dan perineum

Berkurangnya estrogen post partum berperan dalam tipisnya mokosa

vagina dan tidak adanya rugae. Vagina yang tadinya sangat terdistentsi

dengan dinding yang halus, perlahan akan mengecil dan tonusnya akan

kembali seperti sebelum hamil.

2) Sistem endokrin

a) Hormone plasenta

Perubahan hormon yang signifikan terjadi pada periode post

partum. Keluarnya plasenta akan menyebabkan penurunan secara

dramastis dari hormon yang di produksi oleh organ tersebut.

Menurunya hormon human chorionic somatropin, estrogen, kortisol,

dan enzim insulinase plasent akan mengembalikan efek diabetagonik

kehamilan, sehingga terjadi kadar gula darah yang relatif lebih rendah

pada masa nifas. Kadar estrogen dan progesterone akan berkurang

segera setelah keluarnya plasenta dan mencapai kadar terendahnya satu

minggu setelah melahirkan. Hormon human chorionic gonadotropin

(Hcg) akan menghilang dengan cepat dari sirkulasi ibu.

b) Hormone pituitary dan fungsi ovarium

Kadar prolactin di darah akan meningkat secara progresif selama

kehamilan dan tetap meningkat pada ibu yang menyusui. Kekuatan

rangsang isap tiap bayi yang berbeda kemungkinan juga

mempengaruhi kadar prolactin. Pada ibu yang tidak menyusui, kadar

prolactin akan berkurang setelah melahirkan, dan mencapai kadar


seperti sebelum hamil pada minggu ke tiga post partum. Ovulasi dapat

terjadi sejak hari ke-27 setelah melahirkan, dengan waktu rata-rata

sekitar 70 sampai 75 hari. Menstruasi biasanya kembali setelah 4-6

minggu setelah melahirkan pada ibu yang tidak menyusui. Pada ibu

yang menyusui, waktu rata-rata sampai ovulasi kembali sekitar 6

bulan.

3) Abdomen

Selama dua minggu pertama setelah melahirkan, dinding

abdomen akan berelaksasi. Dibutuhkan sekitar 6 minggu agar dinding

abdomen kembali ke dalam sebelum hamil. Kulit akan mendapatkan

kembali sebagaian besar elastisitasnya, namun beberapa striae dapat

menetap. Kembalinya tonus otot bergantung pada tonus otot sebelumnya,

olahraga yang tepat, dan jumlah jaringan lemak yang ada. Kadang, dengan

atau tanpa distensi yang berlebihan karena bayi yang besar atau lebih dari

satu, otot dinding abdomen akan berpisah, yang di sebut diastasis rektus

abdominis.

4) Sistem perkemihan

a) Komponen urine

Glikosuria ginjal yang di induksi kehamilan akan menghilang 1

minggu post partum, namun laktosuria dapat terjadi pada ibu yang

menyusui. Nitrogen-urea darah akan meningkat pada masa nifas

karena terjadi autolisis pada proses ovulasi uterus. Pemecahan protein

berlebih di sel otot uterus juga berperan dalam proteinuria karena

kehamilan, yang menghilang 6 minggu post partum. Kadar nitrogen-


urea darah akan kembali seperti sebelum hamil 2 sampai 3 minggu

setelah melahirkan.

b) Dieresis post partum

Diaphoresis sering kali terjadi, terutama pada malam hari, dua

sampai tiga hari pertama post partum. Dieresis post partum, yang

disebabkan oleh kadar estrogen yang berkurang, hilangnya tekanan

vena yang meningkat di eksremitas bawah, dan hilangnya peningkatan

volume darah karena kehamilan, juga membantu tubuh untuk

membuang cairan berlebih. Hilangnya cairan lewat keringat dan

peningkatan urine berperan dalam hilangnya berat badan sekitar 2,25

kg pada masa nifas.

c) Uretra dan kandung kemih

Berkurangnya frekuensi berkemih dan dieresis post partum

akan menyebabkan distensi kandung kemih. Selanjutnnya pada masa

nifas, distensi berlebih akan menyebabkan kandung kemih semakin

rentan terhadap infeksi dan menghambat kembalinya berkemih secara

normal.

5) Sistem pencernaan

a) Defekasi

Defekasi spontan mungkin baru terjadi 2 sampai 3 hari post

partum. Penundaan ini dapat di sebabkan oleh berkurangnya tonus otot

di usus selama melahirkan masa nifas, diare sebelum persalinan,

kurangnya makanan, dan dehidrasi.

6) Sistem kardiovaskuler

a) Volume darah
Perubahan volume darah dimana post partum bergantung pada

beberapa faktor, sepertinya darah saat melahirkan dan jumlah cairan

ekstravaskuler (edema fisiologis) yang di mobilisasi dan dieksresi

b) Curah jantung

Frekuensi denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung

akan meningkat selama kehamilan. Curah jantung akan tetap

meningkat selama kehamilan. Curah jantung akan tetap meningkat

minimal sampai 48 jam pertama post partum karena peningkatan

volume sekuncup. Curah jantung berkurang sekitar 30% dalam 2

minggu setelah melahirkan dan perlahan berkurang sampai seperti

sebelum hamil dalam 6 sampai 12 minggu post partum pada sebagian

besar wanita.

7) Sistem saraf

Perubahan sistem saraf pada masa nifas disebabkan oleh

pembalikan adaptasi ibu dalam kehamilan serta karena trauma selama

persalinan dan melahirkan. Ketidaknyamanan neurologis karena

kehamilan akan menghilang setelah melahirkan. Eliminasi edema

fisiologis dengan dieresis post partum akan menghilangkan sindrom

terowongan karpal dengan mengurangi kompresi saraf medianus.

8) Sistem musculoskeletal

Adaptasi sistem musculokeletal ibu yang terjadi saat hamil

akan di balikan saat masa nifas. Adaptasi ini termasuk relaksasi dan

hipermobiltas sendi dan perubahan pusat gravitasi ibu sebagai respon

terhadap uterus yang membesar.

9) Sistem integument
Kloasma kehamilan biasanya menghilang pada akhir

kehamilan. Hiperpigmentasi aerola dan linea nigra mungkin tidak akan

menghilang sepenuhnya setelah melahirkan.

b. Adaptasi psikologis ibu dalam masa nifas

1) Fase taking in

Merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari

pertama sampai hari ke dua setelah melahirkan. Ibu terfokus pada dirinya

sendiri sehingga cenderung pasif terhadap lingkunganya. Pada fase ini,

kebutuhan istirahat, asupan nutrisi dan komunikasi yang baik terpenuhi,

ibu dapat mengalami gangguan psikologis berupa: kekecewaan pada

bayinya, ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik yang dialami,

rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya dan kritikan suami atau

keluarga tentang perawatan bayinya.

2) Fase taking hold

Merupakan fase yang berlangsung antara 3-10 hari setelah

melahirkan. Ibu merasa kwatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung

jawab dalam perawatan bayinya. Pada fase ini, penuhi kebutuhan ibu

tentang cara perawatan bayi, cara menyusui yang baik dan benar, cara

perawatan luka jalan lahir, mobilisasi post partum, nifas, nutrisi, istriahat,

keberhasilan diri dan lain-lan.

3) Fase letting go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya

sebagai seorang ibu. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu

sudah mulai dapat menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya dan

siap menjadi pelindung bagi bayinya. Perawatan ibu terhadap diri dan
bayinya semakin meningkat. Rasa percaya diri ibu akan peran barunya

mulai tumbuh, lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan

bayinya.

4) Post partum blues (baby blues)

Post partum blues merupakan prasaan sedih yang di alami oleh

seorang ibu berkaitan dengan bayinya. Biasanya muncul sekitar 2 hari

sampai minggu sejak kelahiran bayi. Ibu yang mengalami baby blues akan

mengalami perubahan perasaan, menangis, cemas, kesepian, kwatir, yang

berlebihan mengenai sang bayi, penurunan gairah sex, dan kurangnya

percaya diri terhadap kemampuan menjadi seorang ibu.

5) Depresi post partum

Kesedihan atau kemurungan yang terjadi pada awal masa nifas merupakan

hal yang umum dan akan hilang sendiri dalam dua minggu sesudah

melahirkan setelah ibu melewati proses adaptasi. Ibu yang mengalami

depresi post partum akan menunjukan tanda-tanda seperti sulit tidur, tidak

nafsu makan, perasaan tidak berdaya atau kehilangan kontrol, terlalu

cemas atau tidak perhatian sama sekali pada bayi, tidak menyukai atau

takut menyentuh bayi, pikiran yang menakutkan mengenai bayi, sedikit

atau tidak ada perhatian terhadap penampilan sendiri, gejala fisik seperti

sulit bernafas atau perasaan berdebar-debar.

6) Tourch (sentuhan)

Sentuhan yang dilakukan ibu dan bayinya seperti membelai-

belai kepala bayi dengan lembut, mencium bayi, menyentuh wajah dan

eksremitas, memeluk dan menggendong bayi, dapat membuat bayi merasa

aman dan nyaman. Biasanya bayi kan memberikan respon terhadap


sentuhan ibu dengan cara menggenggam jari ibu atau memegang seuntai

rambut ibu.

c) eye to eye contact (kontak mata)

kontak mata mempunyai efek yang erat terhadap

perkembangan dimulainya hubungan dan rasa percaya sebagai faktor

yang penting sebagai hubungan antara manusia pada umumnya.

Kontak mata antar ibu dan bayi hendaknya dapat terus dipertahankan

setiap kali ibu berkomunikasi dengan bayinya. Hal ini bisa dilakukan

ketika ibu memberikan ASI pada bayinya, memandikan bayi,

mengganti popok atau melakukan tindakan lainya.

d) Odor ( bau badan)

Begitu dilahirkan, indra penciuman bayi sudah berkembang

dengan baik dan sangat berperan dalam nalurinya untuk

mempertahankan hidup. Pada akhir minggu pertama kehidupanya

seorang bayi dapat mengenali ibunya dari bau badan dan air susu

ibunya. Indra penciuman bayi akan terus terasah jika seorang ibu dapat

terus memberikan ASI pada bayinya.

e) Body warm (kehangatan tubuh)

Bayi baru lahir sangat mudah mengalami hypotermi karena

tidak ada lagi air ketuban yang melindungi dari perubahan suhu yang

terjadi secara ekstrim luar uterus.

f) Voice (suara)

Sistem pendengaran janin sudah mulai berfungsi pada usia

sekitar 30 minggu atau merasuki trimester ketiga kehamilan. Sejak

dilahirkan, bayi dapat mendengar suara-suara dan membedakan nada,


meskipun suara-suara tersebut terhalang selama beberapa hari oelh

cairan amnion dari rahim yang melekat pada telinga. Respon yang

diberikan bayi pada ibu berupa tangisan pertama setelah lahir akan

membuat ibu merasa senang karena bayi telah lahir selamat.

g) Entraiment (gaya bahasa)

Bayi baru lahir mulai membedakan dan menemukan perubahan

struktur bicara dan bahasa dari orang-orang yang berada di sekitarnya.

Perubahan nada suara ibu ketika berkomunikasi dengan bayinya seperti

bercerita, mengajak bercanda atau sedang memarahi bayi, secara

perlahan mulai dapat di pahami dan dipelajari. Bayi akan berespon

dengan mengeluarkan suara-suara tertentu dari mulutnya ketika ibu

sedang mengajaknya bercanda.

h) Biorhytmic (irama kehidupan)

Bayi yang sedang gelisah atau akan merasa tenang dan diam

dalam pelukan ibunya. Selama berada dalam pelukan ibu, bayi

mendengar suara detak jantung ibu, biorhythmic yang sudah sangat

dikenalnya selama berada dalam rahim. Hal inilah yang membuat bayi

merasa tenang bahkan tertidur dalam dekapan ibu.

B. Konsep Letak Sungsang

1. Definisi

Letak sungsang merupakan suatu letak dimana bokong bayi merupakan bagian

rendah dengan atau tanpa kaki (keadaan dimana janin terletak memanjang dengan

kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian kavum uteri) (mutmainnah,

johan dan liyod,2017).

2. Klasifikasi Letak Sungsang


a. Presentasi bokong murni (frank breech) (50-70%). Pada presentasi bokong

akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki terangkat ke atas sehingga

ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala janin. Dengan demikian, pada

pemeriksaan dalam hanya bokong yang dapat diraba.

b. Presentasi bokong kaki sempurna (complete breech) (5-10%). Pada presentasi

bokong kaki sempurna di samping bokong, kaki dapat diraba.

c. Presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Incomplete or

footling) (10-30%). Pada presentasi bokong kaki tidak sempurna hanya

terdapat satu kaki di samping bokong, sedangkan kaki yang lain terangkat ke

atas. Pada presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki.

3. Etiologi Letak Sungsang

Penyebab letak sungsang antara lain disebabkan oleh prematuritas

karena bentuk rahim relative kurang lonjong, air ketuban masih banyak dan kepala

relative besarr; hidramnion karena anak mudah bergerak; plasenta previa karena

menghalangi turunya kepala ke dalam pintu atas panggul; bentuk rahim yang

abnormal; kelainan bentuk kepala seperti anesefalus dan hidrosefalus (obstetri

patologi).

Penyebabab letak sungsang dapat berasal dari faktor janin maupun

faktor ibu yaitu:

a. Faktor janin antara lain:

1) Gameli (kehamilan ganda)

Kehamilan dengan dua janin atau lebih dalam rahim, sehingga

menyebabkan terjadinya perebutan tempat. Setiap janin berusaha mencari

tempat yang lebih nyaman, sehingga ada kemungkinan bagian tubuh yang

lebih besar yakni bokong janin berada di bagian bawah rahim.


2) Hidramion (kembar air)

Didefinisikan jumlah air ketuban melebihi normal (lebih 2000 cc)

sehingga hal ini menyebabkan janin bergerak lebih leluasa walaupun

sudah memasuki trimester ketiga.

3) Hidrocepalus

Keadaan dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam vertikel

otak, sehingga kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura

dan ubun-ubun. Karena ukuran kepala janin terlalu besar dan tidak dapat

berakomodasi dibagian bawah uterus, maka sering ditemukan dalam letak

sungsang.

b. Faktor ibu diantaranya:

1) Plasenta previa

Keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada

segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan

jalan lahir (osteum uteri internal). Akibatnya keadaan ini menghalagi

turunya kepala janin kedalam pintu atas panggul sehingga janin berusaha

mencari tempat yang lebih luas yakni bagian atas rahim.

2) Panggul sempit

Sempitnya ruang panggul mendorong janin mengubah posisinya menjadi

sungsang.

3) Multiparitas

Ibu atau wanita yang pernah melahirkan bayi viable beberapa kali lebih

dari 4 kali, sehingga rahimnya sudah sangat elastis, keadaan ini membuat

janin berpeluang besar untuk berputar sehingga minggu ke-37 dan

seterusnya.
4) Kelainan uterus (seperti uterus arkuatus, uterus bikornis, moioma uteri)

Adanya kelainan di dalam uterus akan mempengaruhi posisi dan letak

janin dalam rahim, janin akan berusaha mencari ruang atau tempat yang

nyaman.

4. Manifestasi Klinis

a. Pergerakan anak terasa oleh ibu dibagian perut bawah dibawah pusat dan ibu

sering merasa benda keras (kepala) mendesak tulang iga.

b. Pada palpasi teraba bagian keras, bundar dan melenting pada fundus uteri.

c. Punggung anak dapat teraba pada salah satu sisi perut dan bagian-bagian kecil

pada pihak yang berlawanan. Diatas sympisis teraba bagian yang kurang budar

dan lunak.

d. Bunyi jantung janin terdengar pada punggung anak setinggi pusat.

5. Pemeriksaan Diagnostic

Pemeriksaan diagnostic letak sungsang yaitu pada pemeriksaan luar kepala

tidak teraba dibagian bawah uterus melainkan teraba di fundus uteri. Kadang-

kadang bokong janin teraba bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala,

tetapi bokong tidak dapat digerakan semudah kepala. Seringkali wanita tersebut

menyatakan bahwa kehamilanya terasa lain dari pada yang terdahulu, karena teras

penuh di bagian atas dan gerakan terasa lebih banyak di bagian bawah. Denyut

jantung janin pada umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada

umbilicus. Apabila diagnosis letak sungsang dengan pemeriksaan luar tidak dapat

dibuat, karena misalnya dinding perut tebal, uterus mudah berkontraksi atau

banyaknya air ketuban, maka diagnosis ditegakan berdasarkan pemeriksaan

dalam.
Apabila masih ada keragu-raguan, harus dipertimbangkan untuk melakukan

pemeriksaan ultrasonografik. Setelah ketuban pecah, dapat di raba lebih jelas

adanya bokong yang ditandai dengan adanya sacrum, kedua tuber ossis iskii, dan

anus. Bila dapat diraba kaki, maka harus dibedakan dengan tangan. Pada kaki

terdapat tumit, sedangkan pada tangan ditemukan ibu jari yang letaknya tidak

sejajar dengan jari-jari lain dan panjang jari kurang lebih sama dengan panjang

telapak tangan. Pada persalinan lama, bokong janin menglami edema, sehingga

kadang-kadang sulit untuk membedakan bokong dengan muka, pemeriksaan yang

teliti dapat membedakan antara bokong dengan muka karena jari yang akan

dimasukan kedalam mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa ada

hambatan. Pada presentasi bokong kaki sempurna, kedua kaki dapat diraba di

samping bokong, sedangkan pada presentasi bokong kaki tidak sempurna, hanya

teraba satu.

6. Patofisiologi

7. Cara Persalinan Letak Sungsang

a. Pervaginam

Persalinan letak sungsang pervaginam mempunyai syarat yang harus dipenuhi

yaitu pembukaan benar-benar lengkap, kulit ketuban sudah pecah, his adekuat

dan tafsiran berat badan janin <3600 gram. Terdapat situasi-situasi tertentu

yang membuat persalinan pervaginam tidak dapat dihindarkan yaitu ibu

memilih persalinan pervaginam, direncanakan bedah sesar tetapi terjadi proses

persalinan yang sedemikian cepat, persalinan terjadi di fasilitas yang tidak

memungkinkan dilakukan bedah sesar, presentasi bokong yang tidak

terdiagnosis hingga kala II dan kelahiran janin kedua pada kehamilan kembar.

Persalinan pervaginum bagi ibu dan janin, presentasi kaki, hiperekstensi


kepala janin dan berat bayi >3600 gram (Prawirohardjo,2008 dalam padila

2015).

b. Ekstrasi sungsang

Persalinan ekstrasi sungsang yaitu janin dilahirkan seluruhnya dengan

memakai tenaga penolong. Ekstrasi sungsang dilakukan jika ada indikasi dan

memenuhi syarat untuk mengakhiri persalinan serta tidak ada kontrak indikasi.

Indikasi ekstrasi sungsang yaitu gawat janin, tali pusat menumbung,

persalinan macet.

Cara ekstrasi kaki :

1) Bila kaki masih terdapat didalam vagina, tangan operator yang berada

pada posisi yang sama dengan os sacrum (tulang kelangkang berbentuk

segitiga) dimasukan dalam vagina untuk menelusuri bokong, paha sampai

lutut guna mengadakan abduksi pada janin sehingga kaki janin keluar.

Selama melakukan tindakan ini, fundus uteri ditahan oleh tangan operator

lain.

2) Bila satu atau dua kaki sudah berada diluar vulva, maka dipegang dengan

dua tangan operator pada betis dengan keluar ibu jari berada punggung

betia, lakukan traksi ke bawah. Setelah lutut dan sebagian paha keluar,

pegangan dialihkan pada paha dengan kedua ibu jari pada punggung paha.

Dilakukan traksi ke bawah lagi (operator jongkok) dengan tujuan

menyesuaikan arah traksi dengan sumbu panggul ibu.

Cara ekstrasi bokong :

1) Lakukan periksa dalam vagina untuk memastikan titik petunjuk (os

sacrum). Jari telunjuk tangan operator yang berhadapan dengan os sacrum


dikaitkan pada lipat paha depan janin. Kemudian dilakukan ekstraksi

curam ke bawah.

2) Bila trokanter depan sudah berada di bawah simfisis, jari telunjuk tangan

operator yang lain dipasang pada lipat paha belakang untuk traksi sehingga

bokong berada di luar vulva. Arah ekstraksi berubah ke atas untuk

mengeluarkan trakanter belakang. Ekstraksi kemudian mengikuti putaran

paksi dalam.

3) Bila pusat sudah berada di luar vulva dikendorkan. Ekstraksi diteruskan

dengan cara menempatkan kedua tangan pada bokong janin dengan kedua

ibu jari berada di atas sacrum dan jari-jari kedua tangan berada di atas lipat

paha janin. Ekstrasi dilakukan dengan punggung janin di depan, kemudia

mengikuti putaran paksi dalam bahu, salah satu bahu akan ke depan ujung

tulang belikat terlihat dilakukan periksa dalam vagina untuk menentukan

letak lengan janin, apakah tetap berada di depan dada, menjungkit atau

dibelakang tengkak. Pada ekstraksi bokong sampai tulang belikat sering

diperlukan bantuan dorongan kristeller.

a. Perabdominam

Memperhatikan komplikasi persalinan letak sungsang melalui pervaginam,

maka sebagian besar pertolongan persalinan letak sungsang dilakukan dengan

seksio sesarea. Pada saat ini seksio sesarea menduduki tempat yang sangat

penting dalam meghadapi persalinan letak sungsang. seksio sesarea

direkomendasikan pada presentasi kaki ganda dan panggul sempit

(Prawirohrdjo, 2008 dalam padila 2015). seksio sesarea di pertimbangkan

pada keadaan ibu yang primi tua, riwayat persalinan yang jelek, riwayat

kematian perinatak, curiga panggul sempit, ada indikasi janin untuk mengkhiri
persalinan (hipertensi,KPD>12 jam, fetal distress), kontraksi uterus tidak

adekuat, ingin steril, dan bekas SC. Sedangkan seksio sesarea biasa di

pertimbangkan pada bayi yang prematuritas >26 minggu dalam fase aktif atau

perlu dilahirkan,IUGR berat, nilai social janin tinggi, hiperekstensi kepala,

presentasi kaki, dan janin >3500 gram.

8. Komplikasi Persalinan Letak Sungsang

Menurut mutmainnah, johan, dan liyod (2017), komplikasi persalinan letak

sungsang yaitu :

a. Komplikasi pada ibu

1) Pendarahan.

2) Robekan jalan lahir.

3) Infeksi.

b. Komplikasi pada bayi

1) Asfiksia bayi, dapat disebabkan oleh :

a) Kemacetan persalinan kepala (aspirasi air ketuban lender).

b) Pendarahan atau edema jaringan otak.

c) Kerusakan medulla oblongata.

d) Kerusakan persendian tulang leher.

e) Kematian bayi karena asfiksia berat.

2) Trauma persalinan

a) Dislokasi – fraktur persendian, tulang eksremitas.

b) Kerusakan alat vital : limpa,hati, paru-paru, atau jantung

c) Dislokasi fraktur persendian tulang leher kepala : kerusakan pada mata,

hidung atau telinga kerusakan pada jaringan otak

3) Infeksi, dapat terjadi karena :


a) Persalinan berlangsung lama.

b) Ketuban pecah pada pembukaan kecil.

c) Manipulasi dengan pemeriksaan dalam.

d) Komplikasi persainan letak sungsang

C. Konsep Sectio Caesarea

1. Definisi

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan

melaui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim

dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Wiknjosastro, 2015).

2. Klasifikasi Sectio Caesarea

Menurut (oxorn & forte,dalam hartanti,2014) ada beberapa klasifikasi sectio

caesarea diantaranya yaitu :

a. Segmen bawah (insisi melintang)

Tipe sectio cesarea tipe ini memungkinkan abdomen dibuka dan uterus di

singkapkan. Lipatan vesicouteria (bladder flap) yang terletak dengan

sambungan segmen atas dan bawah uterus ditentukan dan disayat melintang,

lipatan ini dilepaskan dari segmen bawah bersama-bersama kandung kemih di

dorong ke bawah serta ditarik agar tidak menutupi lapang pandang.

Keuntungan :

1) Insisinya ada pada segmen bawah uterus.

2) Otot tidak dipotong tetapi dipisah kesamping, cara ini mengurangi

perdarahan.

3) Insisi jarang terjadi sampai plasenta.

4) Kepala janin biasanya dibawah insisi dan mudah diekstraksi.


5) Lapisan otot yang tipis dari segmen bawah rahim lebih mudah dirapatkan

kembali dibanding segmen.

Kerugian :

1) Jika insisi terlampau juah ke lateral, seperti pada kasus bayi besar.

2) Prosedur ini tidak dilanjutkan kalau terdapat abnormalitas pada segmen

bawah.

3) Apabila segmen bawah belum terbentuk dengan baik, pembedahan

melintang sukar dikerjakn.

4) Kadang-kadang vesica urinaria melekat pada jaringan cicatrix yang terjadi

sebelumnya sehingga vesica urinaria dapat terbuka.

b. Segmen dibawah (insisi membujur)

Insisi membujur dibuat dengan scapel dan dilebarkan dengan gunting

tumpul untuk menghindari cedera pada bayi. Keuntungan tipe ini yaitu dapat

memperlebar insisi keatas apabila bayinya besar, pembentukan segmen bawah

jelek, ada malposisi janin seperti letak lintang atau adanya anomaly janin

seperti kehamilan kembar yang banyak menyatu. Kerugianya adalah

perdarahan dari tepi sayatan yang lebih banyak karena terpotong otot.

c. Sectio caesarea klasik

Insisi longitudinal di garis tengah dibuat dengan scapel kedalam dinding

anterior uterus dan di lebarkan ke atas serta ke bawah dengan gunting

berujung tumpul.

Indikasi :

1) Kesulitan dalam menyingkirkan segmen bawah yaitu adanya pembuluh-

pembuluh darah besar pada dinding anterior, vesica urinaria yang letaknya

tinggi dan melekat dan myoma segmen bawah.


2) Bayi yang tercekam pada letak lintang.

3) Beberapa kasus placenta previa anterior.

4) Malformasi uterus tertentu.

Kerugian :

1) Myometrium harus dipotong,sinus-sinus yang lebar dibuka, dan

pendarahanya banyak.

2) Bayi sering dieksreksi bokong dahulu sehingga kemungkinan aspirasi

cairan ketuban lebih besar.

3) Apabila plasenta melekat pada dinding depan uterus, insisi akan

memotongnya dan dapat menimbulkan kehilangan darah dari sirkulasi

janin yang berbahaya.

4) Insidensi pelekatan isi abdomen pada luka jahitan uterus lebih tinggi.

5) Insiden ruputure uteri pada kehamilan berikutnya lebih tinggi.

d. Sectio caesarea extraperitoneal

Pembedahan ini dikerjakan untuk menghindari perlunya histerektomi

pada kasus-kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis

generalisata yang sering bersifat fatal. Teknik pada prosedur ini relatif sulit,

sering tanpa sengaja masuk ke dalam cavum peritonei dan insidensi cedera

vasica urinaria meningkat.

e. Histerektomi caesarea

Pembedahan ini merupakan sctio caesarea yang dilanjutkan dengan

pengeluarn uterus.

Indikasi :

1) Perdarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif gagal.

2) Perdarahan yang tidak dapat dikendalikan pada kasus-kasus.


3) Pada kasus-kasus tertentu kanker servik atau ovarium.

4) Rupture arteri yang dapat di perbaiki.

5) Cicatrix yang menimbulkan cacat pada uterus.

Komplikasi :

1) Angka morbilitasnya 20 persen.

2) Darah lebih banyak hilang.

3) Kerusakan pada traktus urinarius dan usus termasuk pembentukan fistula.

4) Trauma psikologis akibat hilangnya rahim.

3. Indikasi Sectio Caesarea

Tindakan sectio caesarea dilakukan apabila tidak memungkinkan dilakukan

persalinan pervaginal disebabkan adanya resiko terhadap ibu atau janin, dengan

pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan seksio sesarea seperti proses persalinan

normal lama atau kegagalan proses persalinan normal (Dystasia) (Saifudin, dalam

Hartanti,2014).

Menurut (Mochtar dan Prawirohardjo, dalam Hartanti,2014), ada beberapa

indikasi dilakukan seksio sesarea yaitu :

a. Plasenta previa, terutama plasenta previa toalis dan subtotalis.

b. Panggul sempit.

c. Rupture uteri mengancam.

d. Partus lama.

e. Kelainan letak atau bayi besar.

f. Keadaan dimana usaha-usaha untuk melahirkan anak pervaginam gagal.

g. Kematian janin.

h. Komplikasi pre eklamsia dan hipertensi.

i. Distosia jaringan lunak.


j. Disproporsi kepala panggul.

k. Disfungsi uterus.

4. Komplikasi seksio sesarea

Menurut (oxorn dan forte, dalam Hartanti, 2014), komplikasi yang serius pada

operasi seksio sesarea adalah :

a. Perdarahan

Perdarahan pada seksio sesarea terjadi karena adanya atonia uteri, pelebaran

insisi uterus kesulitan mengeluarkan plasenta dan hematoma logamentum

latum.

b. Infeksi

Infeksi seksio sesarea bukan hanya terjadi daerah insisi saja, tetapi dapat

terjadi di daerah lain seperti traktus genetalia, traktus urinaria, paru-paru dan

traktus respiratori atas.

c. Thromboplebitis

d. Cedera, dengan atau tanpa fistula bisa terjadi traktus urinaria dan usus.

e. Dapat mengakibatkan obstruksi usus baik mekanis maupun paralitik.

D. Konsep Nyeri

1. Definisi Nyeri

Nyeri merupakan pengalaman sensasi dan emosi yang tidak menyenangkan,

keadaan yang memperlihatkan ketidaknyamanan secara subjektif atau individual,

menyakitkan tubuh dan kapanpun individu megatakanya adalah nyata. Reseptor

nyeri terletak pada semua saraf bebas yang terletak pada kulit, tulang, persendian,

dinding arteri, membrane, yang mengelilingi otak, dan usus (Solehati & kokasih,

2015 dalam jurnal frida, tommy, dan mulyadi, 2017).


Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenankan akibat

dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri timbul sebagai bentuk

respon sensori setelah menerima rangsangan nyeri. nyeri dapat disebabkan karena

adanya kerusakan jaringan dalam tubuh sebagai akibat dari adanya cedera,

kecelakaan, maupun tindakan medis seperti operasi (Ratnasari, 2013 dalam

Kurniyawan, 2016).

Menurut american Medical Assocation (2013), nyeri adalah pengalaman sensori

dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang

actual ataupun potensial. Nyeri merupakan alasan utama seseorang untuk mencari

bantuan perawatan kesehatan dan yang paling banyak dikeluhkan.

2. Sifat Nyeri

Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Mc.Mahon (1994)

menemukan empat atribut pasti untuk pengalaman nyeri, yaitu bersifat individu,

tidak menyenangkan, suatu kekuatan yang mendominasi, bersifat tidak

berkesudahan. Nyeri adalah suatu mekanisme protektif bagi tubuh, ia timbul

bilamana jaringan sedang dirusak, dan ia menyebabakan individu tersebut

bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri tersebut (Guyton A.C,1995).

Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa terjadi kerusakan jaringan. Yang harus

menjadi pertimbangan utama dalam pemberian asuhan keperawatan.

3. Teori – Teori Nyeri

Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaiman nesireseptor

dapat menghasilkan rangsangan nyeri. sampai saaat ini,dikenal berbagai teori

yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul. Beberapa teori tersebut

dijelaskan sebagai berikut :

a) Teori spesivitas
Teori spesivitas nyeri ini dikenalkan oleh descrates, teori ini menjelaskan

bahwa nyeri berjalan dari reseptor-reseptor nyeri yang spesifik melalui jalur

neuroanatomik tertentu ke pusat nyeri di otak dan bahwa hubungan antara

stimulus dan respons nyeri yang bersifat langsung dan invariable

(Andarmoyo,2013).

b) Teori pola nyeri

Teori pola diperkenalkan oleg Goldscheider pada tahun11894, teori ini

menjelaskan bahwa nyeri disebabkan oleh berbagai reseptor sensori yang

dirangsang oleh pola tertentu dari impuls saraf (Andarmayanto,2013).

Pada sejumlah causalgia , nyeri pantom, dan neuralgia, teori pola ini

bertujuan bahwa rangsangan yang kuat mengakibatkan berkembangnya gaung

secara terus-menerus pada spinal cord sehingga saraf transmisi nyeri bersifat

hiperensitif, yang mana rangsangan dengan intensitas rendah dapat

meghasilkan tranmisi nyeri (Lewis,1983 dalam anadarmoyo,2013).

c) Teori gate control

Teori gate control dari Melzack dan wall (1965) menjelaskan bahwa impuls

nyeri dapat di atur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang

sistem saraf pusat. Teori ini menjelaskan menjelaskan bahwa impuls nyeri

dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah

pertahanan tertutup. Upaya menuutup pertahanan tersebut merupakan dasar

teori menghilangkan nyeri (Andarmayo,2013).

d) Teori endogenous opiate

Suatu teori nyeri yang relative baru dikembangkan oleh Avron Goldstein

(1970). Goldestein menemukan bahwa terdapat subsatnasi seperti opiate yang

terjadi secara alami di dalam tubuh. Endofrin mempengaruhi transmisi impuls


yang di interpresentasikan sebagai nyeri. endofrin kemungkinan bertindak

sebagai neurotransmitter maupun neuromodulator yang menghambat transmisi

dari pesan nyeri. jadi, adanya endofrin pada sinaps sel-sel saraf menyebabkan

status penurunan dalam sensasi nyeri kegagalan melepaskan endorphon

kemungkinan terjadinya nyeri.

4. Fisiologi Nyeri atau Proses Terjadinya Nyeri

Menurut andarmoyo (2013) ada beberapa tahapan dalam proses terjadinya

nyeri yaitu :

a) Stimulasi

Persepsi nyeri dihantarkan oleh neuron khusus yang bertindak sebagai

reseptor, pendeteksi stimulus, penguat, dan penghantar menuju sistem saraf

pusat. Reseptor khusus tersebut dinamakan nociceptor. Terdapat tiga kategori

reseptor nyeri, yaitu nosiseptor termal yang berespon terhadap suhu yang

berlebihan terutama panas, nosiseptor polimodal yang berespon terhadap

semua jenis rangsangan yang merusak termasuk iritasi zat kimia yang

dikeluarkan dari jaringan yang berbeda.

b) Transduksi

Transduksi merupakan proses, ketika suatu stimuli nyeri (noxious stimuli) di

ubah menjadi suatu aktivitas listrik yang akan diterima di ujung-ujung saraf.

c) Transmisi

Transmisi merupakan penerusan impuls nyeri dari nociceptori saraf perifer

melewati cormu dorsalis dan corda spinalis menuju korteks serebri.

d) Moodulsai

Modulasi adalah proses pengendalian internal oleh sistem saraf, dapat

meningkatkan atau mengurangi penerusan impuls nyeri.


e) Persepsi

Persepsi adalah hasil rekontruksi susunan saraf pusat tentang impuls nyeri

yang diterima.

5. Klasifikasi Nyeri

a) Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit, atau

intervensi bedah dan memiliki proses yang cepat dengan intensitas yang

bervariasi (ringan-berat), dan berlangsung untuk waktu yang singkat

(Andarmayo,2013). Nyeri akut berdurasi singkat ( kurang dari 6 bulan) akan

menghilang tanpa pengobatan setelah area yang rusak pulih kembali

(prasetyo,2010).

b) Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap

sepanjang suatu periode waktu, nyeri ini berlangsung lama dengan intensitas

yang bervariasi dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan

(andarmoyo,2013).

6. Penatalaksanaan Nyeri

Menurut potter & perry (2006), dalam Wulandari (2014), penatalaksanaan nyeri

dibagi menjadi dua yaitu :

a) Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis

Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis efektif untuk nyeri sedang dan

berat. Penanganan yang sering digunakan untuk menurunkan nyeri biasanya

menggunakan obat analgetik yang terbagi menjadi dua golongan yaitu

anakgetik non narkotik dan analgetik narkotik.

b) Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologis


Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi dapat digunakan untuk

mengontrol nyeri agar sensasi nyeri dapat digunakan agar nyeri dapat

berkurang serta masa pemulihan tidak memanjang (Bobok,2004 dalam

wulandari,2014). Penatalaksaan nyeri secara non farmakologi dapat dilakukan

cara terapi fisik (diantaranya stimulasi kulit, pijatan, kompres hangat dan

dingin) serta dengan terapi kognitif dan biobehavioral (diantaranya latihan

nafas dalam, relaksasi, terapi music, distraksi, sentuhan terapeutik, imajinasi,

dan humor). Pengendalian nyeri secara non farmakologi ini menjadi lebih

murah, mudah,efektif, dan tanpa efek yang merugikan.

7. Penilaian Klinis Nyeri

1) Verbal descriptor scale (VDS)

Verbal descriptor scale (VDS) adalah garis yang terdiri dari tiga lima

kata pendeskripsi yang telah disusun dengan jarak yang sama sepanjang garis.

Ukuran skala ini di urutkan dari “dari terasa nyeri” sampai “nyeri tidak

tertahan”. Perawat menunjukan ke klien tentang skala tersebut dan meminta

klien untuk memilih skala nyeri terbaru yang di rasakan. Perawat juga

menanyakan seberapa jauh nyeri terasa tidak menyakitkan. Alat VDS

memungkinkan klien untuk memilih dan mendeskripsikan skala nyeri yang

dirasakan (potter & perry, 2006 dalam permatasari 2013).

2) Visual analgogue scale (VAS)

Visual analgogue scale (VAS) suatu garis lurus yang menggambarkan skala

nyeri terus menerus. Skala ini menjadikan klien bebas untuk memilih tingkat

nyeri yang di rasakan. VAS sebagai pengukur keparahan tingkat nyeri yang

lebih sensitif karena dapat menentukan setiap titik dari rangkaian yang tersedia

tanpa dipaksa untuk memilih satu kata (potter & perry,2006 dalam
permatasari,2013). Penjelasan tentang intensitas ini digambarkan sebagai

berikut :

Skala nyeri pada 0 berarti tidak nyeri. Skala nyeri pada skala 1-3 seperti gatal,

tersetrum, nyut-nyutan, melilit, terpukul,perih,mules. Skala nyeri 4-6

digambarkan seperti kram, kaku, tertekan, sulit bergerak , terbakar, ditusuk-

tusuk. Skala 7-9 merupakan skala sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol

oleh klien, sedangkan skala 10 merupakan skala nyeri yang sangat berat dan

tidak dapat di kontrol. Ujung kiri pada VAS menunjukan “tidak ada rasa

nyeri”, sedangkan ujung kanan menandakan “nyeri yang paling berat”.

3) Numeric rating scale (NRS)

Skala nyeri pada angka 0 berarti tidak nyeri, angka 1-3 menunjukan nyeri

yang ringan, angka 4-6 termasuk dalam nyeri sedang, sedangkan 7-10

merupakan nyeri berat. Oleh karena itu, skala NRS akan digunakan sebagai

instrument penelitian (Potter & Perry,2006 dalam permatasari,2013).

Menurut skala nyeri numeric rating scale (NRS) digambarkan sebagai berikut :

Keterangan :

0 : Tidak ada keluhan nyeri (tidak nyeri)

1-3 : Mulai terasa dan dapat ditahan (nyeri ringan).

4-6 : Rasa nyeri yang mengganggu dan memerlukan usaha untuk menahan

(nyeri sedang ).

7-10 : Rasa nyeri sangat mengganggu dan tidak dapat ditahan, meringis,

menjerit bahkan teriak (nyeri berat).

1) Wong-baker faces pain rating scale

Skala ini terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang

menggambarkan wajah yang sedang tersenyum untuk menandai tidak


adanya rasa nyeri yang sering dirasakan, kemudian secara bertahap

meningkat menjadi wajah kurang bahagia, wajah yang sedih,sampai wajah

yang sangat ketakutan yang berarti skala nyeri yang di rasakan sangat

nyeri (Potter & Perry, 2006 dalam Permatasari,2013).

Skala nyeri tersebut banyak digunakan pada pasien pediateric dengan

kesulitan atau keterbatasan verbal. Dijelaskan kepada pasien mengenai

perubahan mimik wajah sesuai rasa nyeri yang dirasakan.

E. Asuhan Keperawatan Secara Teori

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu

proses yang sistematis dan pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien ( Nursalam,2009, dalam

Wulandari,2014).

a. Identitas

1) Identitas klien

Terdiri dari identitas klien yang terdiri dari nama,umur, jenis

kelamin,agama, pendidikan, pekerjaan,suku bangsa, status material,

tanggal masuk RS,tanggal operasi, nomor CM,ruang atau kamar, diagnosa

medis, tanggal pengkajian,dan alamat.

2) Identitas penanggung jawab

Identitas penanggung jawab terdiri dari nama, umur, jenis kelamin,agama,

pendidikan, pekerjaan,alamat, dan hubungan dengan klien.

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama
Keluhan pertama kali yang dirasakan oleh klien saat di tanya oleh

perawat.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Terdapat keluhan dan keadaan pasien dari rumah hingga dirawat di

rumah sakit, sehingga diberikan tindakan berdasarkan paliatif (P) yaitu

faktor utama keluhan, kualitatif (Q) yaitu kualaitas, region (R) yaitu

daerah penyebaran nyeri, safety (S) yaitu klien, time (T) yaitu waktu

terjadinya keluhan.

3) Riwayat kesehatan masa lalu

Riwayat kesehatan masa lalu perlu di kaji apakah klien pernah

mengalami riwayat penyakit seperti hipertensi, anemia,obesitas atau

ada riwayat alergi terhadap obat dan makanan.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Perlu dinyatakan apakah ada anggota keluarga yang sebelumnya

pernah menderita penyakit-penyakit yang sebagai penyebab jantung

atau hipertensi, dan lain-lain.

5) Riwayat ginekologi dan obstetric

(1) Riwayat obstetric

Riwayat kehamilan : GPA

(2) Riwayat ginekologi

Mengkaji tentang kelainan atau keluhan pada waktu hamil yang

dapat mempengaruhi keadaan sekarang.

(3) Riwayat perkawinan

Meliputi usia klien dan suami saat menikah, pernikahan yang

keberapa bagi klien dan suami klien.


(4) Riwayat kehamilan sekarang

Riwayat kehamilan sekarang meliputi ante natal care (ANC), hari

pertama haid hari terakhir (HPHT), berapa kali ibu diberikan

imunisasi TT, penambahan berat badan selama hamil, gerakan bayi

pertama kali dirasakan, kehamilan yang lalu mengalami perubahan

letak janin atau tidak, dan keteraturan peemriksaan kehamilan.

(5) Persalinan sekarang

Riwayat persalinan sekarang meliputi hari, tanggal, jam persalinan,

jenis persalinanya operasi sectio caesarea, penolong persalinan,

penyulit persalinan (letak sungsang).

f. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Mengkaji tentang kesadaran klien, tanda-tanda vital (temperature,

nadi,respirasi, dan tekanan darah), berat badan, tinggi badan.

2) Sistem integument

Mengkaji adanya lesi dan dekubitus,keadaan luka operasi,skala nyeri,

turgor kulit kepala dan rambut, keadaan warna kulit klien.

3) Sistem sensori

a) Mata

Keadaan konjungtiva,sclera,pupil,refleks terhadap cahaya,a;at bantu

penglihatan, dan keluhan.

b) Telingan

Bentuk, fungsi pendengaran,kebersihan, alat bantu yang digunakan dan

keluhan.

c) Hidung
Bentuk, fungsi penciuman,kebersihan, alat terpasang dan keluhan.

d) Mulut

Mukosa bibir, kondisi gigi, fungsi pengecapan,dan menelan, kondisi

lidah dan keluhan.

e) Leher

Peningkatan jugularis vena pressure, pembesaran kelenjar getah benig,

kelenjar tyroid, dan keluhan.

6) Sistem pernapasan

Bentuk dada,rasio penafasan ekspirasi dan inspirasi, pola nafas,

frekuensi pernfasan, bunyi pernafasan, kebersihan dan keluhan.

7) Sistem kardiovaskuler

Tekanan darah, nadi, capillary refilling time,bunyi jantung.

8) Sistem gastrointestinal

Bising usus frekuensi 4-8 kali/menit.

9) Sistem perkemihan

Alat yang terpasang, warna urin, volume urine.

10) Sistem muskulokeletal

Eksremitas atas diantaranya bentuk dan ukuran, alat yang terpasang.

Sedangkan eksremitas bawah yaitu oedema, bentuk dan ukuran,

disertai keluhan.

11) Sistem persarafan

Glaslow coma scale (GCS), fungsi saraf cranialis I sampai XII.

12) Sistem endokrin

Apakah klien mempunyai riwayat diabetes melitus,pembesaran

kelenjar troid, kelenjar getah bening dan gangguan hormonal lain.


13) Sistem reproduksi

a) Bentuk, keadaan puting susu, keluhan.

b) Genetalia

Bentuk,lochea dan warna, bau dan kebersihan.

c) Uterus

Tinggi fundus uteri.

f. Pola aktivitas

1) Nutrisi dan cairan

a) Nutrisi

Kaji tentang jenis,frekuensi, pantangan,keluhan yang dirasakan.

b) Cairan

Kaji tentang jenis, frekuensi, jumlah perhari, keluhan.

2) Eliminasi

a) Buang air besar

Kaji tentang frekuensi,konsistensi, warna,keluhan.

b) Buang air kecil

Kaji frekuensi,warna,alat yang terpasang dan keluhan.

3) Istirahat tidur

Dikaji tentang lamanya tidur, dan keluhan.

4) Personal hygne

Mengkaji tentang mandi, mencuci rambut, gunting kuku,gosok gigi, ganti

pakaian dan keluhan.

5) Aktivitas

Mengkaji tentang aktivitas sehari-hari dan keluhan.

g. Aspek psikologis
Mengkaji tentang status mental.

h. Aspek sosial

Kaji tentang komunikasi klien dengan keluarga dan petugas kesehatan.

i. Aspek seksual

Kaji pola seksualitas dan frekuensi sebelum dan sesudah hamil serta keluhan

saat melakukan hubungan.

j. Aspek spiritual

Mengkaji agama klien, keadaan ibadah sebelum sakit dan sesudah nifas.

k. Konsep diri

Body image, identitas diri, peran diri, ideal diri, dan harga diri.

l. Data penunjang

1) Hasil pemeriksaan laboraturium

Pemeriksaan yang meliputi darah,urine,rongen.

2. Diagnosa keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kurangnya pengetahuan tentang kebutuhan nutrisi post partum.

c. Ketidak efektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang

pengetahuan ibu.

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kelemahan.

e. Resiko infeksi berhubungan dengan laserasi jalan lahir

3. Intervensi keperawatan

Anda mungkin juga menyukai