Anda di halaman 1dari 8

Nama : Risma Latipah

Kelas : B

NPM : 2404111065

SOAL

1. Jelaskan penggolongan obat bahan alam indonesia !


2. Jelaskan parameter standarisasi dan karakterisasi simplisia !
3. Bagaimana sistematika penamaan simplisia dan berikan contohnya ?
4. Sebutkan karbohidrat sebagai obat,eksipien

JAWABAN

1. Obat bahan alam yang ada di Indonesia saat dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu jamu,
obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.

1. Jamu (Empirical based herbal medicine)

Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, yang berisi seluruh bahan
tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut, higienis (bebas cemaran) serta digunakan secara
tradisional. Jamu telah digunakan secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan
mungkin ratusan tahun, Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan
leluhur . Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup
dengan bukti empiris turun temurun.
Jamu harus memenuhi kriteria :
a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;
b. Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris;
c. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
Jenis klaim penggunaan sesuai dengan pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya yaitu
tingkat pembuktian umum dan medium.
Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata – kata : “Secara tradisional digunakan untuk
…”, atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran.
Logo Jamu :
Logo “Ranting daun terletak dalam lingkaran”, ditempatkan dibagian atas kiri dari wadah /
pembungkus/brosur, dicetak warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok
kontras dengan warna logo. Tulisan “Jamu” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna
hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “Jamu”.
2. Obat Herbal Terstandar (Scientificbased herbal medicine)Logo Obat Herbal Terstandart:

Obat Herbal terstandar adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan
alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Untuk melaksanakan proses ini
membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja
yang mendukung dengan pengetahuan maupun ketrampilan pembuatanekstrak. Selain proses
produksi dengan teknologi maju, jenis ini telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa
penelitian-penelitian praklinik (uji pada hewan) dengan mengikutis tandar kandungan bahan
berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat,standar pembuatan obat tradisional yang
higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis.

Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria :


a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;
b. Klaim kasiat dibuktikan secara ilmiah/pra klinik;
c. Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi;

Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat pembuktian umum dan
medium.

Logo Obat Herbal Terstandar :


Logo Obat Herbal Terstandar harus mencantumkan logo dan tulisan “Obat Herbal Terstandar” .
Logo berupa “Jari-jari Daun (3 Pasang) Terletak dalam lingkaran”, dan ditempatkan dibagian atas
kiri wadah/pembungkus/brosur; dicetak warna hijau diatas dasar warna putih atau warna lain yang
menyolok kontras dengan warna logo; tulisan “Obat Herbal Terstandar” harus jelas dan mudah
dibaca, dicetak dengan warna hitam diatas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok .

3. Fitofarmaka (Clinical basedherbal medicine)Logo Fitofarmaka:

Fitofarmaka adalah obat tradisional dari bahan alam yang dapat disetarakan dengan obat modern
karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan
uji klinik pada manusia dengan kriteria memenuhi syarati lmiah, protokol uji yang telah disetujui,
pelaksana yang kompeten, memenuhi prinsip etika, tempat pelaksanaan uji memenuhi syarat.
Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat herbal di
sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal
karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilimiah.

Fitofarmaka harus memenuhi kriteria :


a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;
b. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik;
c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi;
d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi.

Fitofarmaka harus mencantumkan logo dan tulisan “Fitofarmaka”


Logo Fitofarmaka:
Logo berupa “Jari-jari daun (yang kemudian membentuk bintang)”, dan ditempatkan pada bagian
atas kiri dari wadah/pembungkus/brosur; dicetak warna hijau diatas dasar putih atau warna lain
yang menyolok kontras dengan warna logo; tulisan “Fitofarmaka” harus jelas dan mudah dibaca,
dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras
dengan tulisan “Fitofarmaka”.

2. Standarisasi simplisia

Yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan mutu simplisisa adalah


a) Simplisis harus memenuhi persyaratan umum edisi terakhir dari buku-buku acuan yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI
b) Terdapat simplisia pembanding yang setiap periode harus diperbaharui.
c) Dilakukan pemeriksaan mutu fisi secara tepat.
d) Dilakukan pemeriksaan secara lengkap seperti pemeriksaan organolepti, makrokospis,
mikrokospis, pemeriksaan fisika, kimiawi, kromatografi.

Parameter standarisasi
Penjelasan lebih lanjut mengenai parameter standardisasi simplisia sebagai berikut:

1.Kebenaran Simplisia

Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan dengan cara organoleptik, makroskopik dan mikroskopik.
Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik dilakukan dengan menggunakan indera manusia
dengan memeriksa kemurnian dan mutu simplisia dengan mengamati bentuk dan ciri-ciri luar
serta warna dan bau simplisia. Sebaiknya pemeriksaan mutu organoleptik dilanjutkan dengan
mengamati ciri-ciri anatomi histologi terutama untuk menegaskan keaslian simplisia.

2.Parameter Non Spesifik

meliputi uji terkait dengan pencemaran yang disebabkan oleh pestisida, jamur, aflatoxin, logam
berat, dll.

a. penetapan kadar abu

Penentuan kadar abu dilakukan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai diperoleh simplisia dan ekstrak baik yang berasal
dari tanaman secara alami maupun kontaminan selama proses, seperti pisau yang digunakan telah
berkarat). Jumlah kadar abu maksimal yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan
kontaminasi. Prinsip penentuan kadar abu ini yaitu sejumlah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga tinggal unsur mineral
dan anorganik yang tersisa.

kadar abu = bobot akhir/bobot awal x 100%

Penyebab kadar abu tinggi:


-cemaran logam

-cemaran tanah

b. penetapan susut pengeringan

Susut pengeringan adalah persentase senyawa yang menghilang selama proses pemanasan (tidak
hanya menggambarkan air yang hilang, tetapi juga senyawa menguap lain yang hilang).
Pengukuran sisa zat dilakukan dengan pengeringan pada temperatur 105°C selama 30 menit atau
sampai berat konstan dan dinyatakan dalam persen (metode gravimetri). Tujuan mengetahui susut
pengeringan adalah memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang
hilang pada proses pengeringan

susut pengeringan = (bobot awal - bobot akhir)/bobot awal x 100%

Untuk simplisia yang tidak mengandung minyak atsiri dan sisa pelarut organik menguap, susut
pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu kandungan air karena simplisia berada di
atmosfer dan lingkungan terbuka sehingga dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan
penyimpanan.

c. kadar air

Tujuan dari penetapan kadar air adalah untuk mengetahui batasan maksimal atau rentang tentang
besarnya kandungan air di dalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan
dalam simplisia tersebut. Dengan demikian, penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu
berguna untuk memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai cukup
aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10%. Prinsip metode uji ini adalah pengukuran
kandungan air yang berada di dalam bahan, dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara titrasi,
destilasi, atau gravimetri.

Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:

metode titrimetri

1) metode ini berdasarkan atas reaksi secra kuantitatif air dengan larutan anhidrat belerang
dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang bereaksi dengan ion hidrogen.Kelemahan
metode ini adalah stoikiometri reaksi tidak tepat dan reprodusibilitas bergantung pada
beberapa faktor seperti kadar relatif komponen pereaksi, sifat pelarut inert yang digunakan
untuk melarutkan zat dan teknik yang digunakan pada penetapan tertentu. Metode ini juga
perlu pengamatan titik akhir titrasi yang bersifat relatif dan diperlukan sistem yang terbebas
dari kelembaban udara (Anonim, 1995).
2) metode azeotropi ( destilasi toluena )
metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi penyulingan berulang kali di
dalam labu dan menggunakan pendingin balik untuk mencegah adanya penguapan berlebih.
Sistem yang digunakan tertutup dan tidak dipengaruhi oleh kelembaban (Anonim, 1995).
kadar air ( v/b) = volume air yang terukur / bobot awal simplisia x 100%
3) metode gravimetri
Dengan menghitung susut pengeringan hingga tercapai bobot tetap(Anonim, 1995).
d. Kadar minyak atsiri

Tujuan dari penetapan kadar minyak atsiri adalah untuk mengukur berapa banyak kadar minyak
atsiri yang terdapat dalam simplisia. Penetapan dengan destilasi air dapat dilakukan karena minyak
atsiri tidak dapat bercampur dengan air, sehingga batas antara minyak dan air dapat terlihat dan
diukur berapa banyak kadar minyak atsiri yang ada pada simplisia tersebut.

Penetapan kadar minyak atsiri ini dengan cara destilasi Stahl. Pada metode ini, simplisia yang
akan disuling kontak langsung dengan air mendidh. Bahan tersebut mengapung diatas air atau
terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Air
dipanaskan dengan metode panas langsung, mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau dengan
memakai pipa uap melingkar terbuka atau berlubang. Ciri khas dari metode ini adlah kontak
langsung antara bahan dengan air mendidih (Ketaren, 1987). Penyulingan ini dilakukan pada
tanaman yang dikeringkan dan tidak dirusak oleh pendidihan ( Claus dan Tyler, 1970).

kadar minyak atsiri = volume minyak atsiri yang terukur/bobot sampel x 100%

e. Uji cemaran mikroba

 uji aflatoksin
untuk mengetahi cemaran aflatoksin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus
 uji angka lempeng total
untuk mengetahui jumlah mikroba/ bakteri dalam sampel. Batasan angka lempeng total yang
ditetapkan oleh Departemen kesehatan yaitu 10^6 CFU/ gram
 uji angka kapang
untuk mengetahui adanya cemaran kapang.Batasan angka lempeng total yang ditetapkan oleh
Departemen kesehatan yaitu 10^4 CFU/ gram.
 Most probably number (MPN)
 untuk mengetahui seberapa banyak cemaran bakteri coliform (bakteri yang hidup di saluran
pencernaan).

3. Parameter Spesifik

Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia. Uji kandungan kimia
simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa tertentu dari simplisia. Biasanya
dilkukan dengan analisis kromatografi lapis tipis.

 Uji Organoleptik : untuk mengetahui kekhususan baudan rasa simplisia. Pemeriksaan meliputi
warna, bau, dan rasa.
 Uji Makroskopik : untuk mencari kekhususan morfologi,ukuran dan warna simplisia uji.
Pemeriksaan dengan dilihat secara langsung, dapat juga dengan bantuan kaca pembesar.
 Uji Mikroskopik : Pemeriksaan dengan melihat jaringan sel simplisia dibawah mikroskop
- menggunakan mikroskop dengan derajat perbesaransesuai kebutuhan.
- Simplisia uji berupa sayatan melintang, radial,paradermal maupun membujur atau berupa serbuk.
- Uji mikroskopik dicari unsur-unsur anatomi jaringanyang khas.
- Untuk mengetahui jenis simplisia berdasarkan fragmenpengenal yang spesifik bagi masing-
masing simplisia.
 Kelarutan
Dilakukan pada simplisia yang berupa eksudat tanaman
 Reaksi warna , pengendapan, dan reaksi lain
Pada reaksi warna dapat dilakukan pada simplisia yang telah diserbuk
Pada reaksi pengendapan dilakukan pada ekstrak larutan simplisia yang jernih.
 Penetapan kadar
Syarat untuk dapat diterapkannya pengujian yang berupa zat ini adalah telah diketahui secara pasti
kadar minimal zat berkhasiat yang harus dikandung oleh simplisia
 KLT Densitometri

Ada 4 teknik kromatografi yang digunakan untuk pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan
atau bisa juga dilakukan dengan gabungan dari empat teknik tersebut. Keempat teknik
Kromatografi tersebut yaitu kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi gas cair,
dan kromatografi cair kinerja tinggi ( Harborne, 1987)

Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, Kromatografi lapis tipis adalah yang paling cocok
untuk analisis obat di Laboratorium farmasi karena hanya memerlukan investasi yang kecil untuk
perlengkapan, waktu analisis relatif singkat, jumlah cuplikan yang diperlukan sedikit, selain itu
kebutuhan ruang minimum serta paenanganannya sederhana ( Stahl, 1985)

KLT yang dimaksudkan untuk uji kuantitatif salah satunya dengan menggunakan densitometer
sebagaai alat pelacakbila cara penotolanya dilakukan secara kuantitatif. Prinsip kerja dari
densitometer adalah adanya pelacakan pada panjang gelombang maksimal yang telah ditetapkan
sebelumnya. Scanning atau pelacakan densitometer ada dua metode yaitu dengan cara memanjang
dan sistem zig-zag. Pada umumnya lebih banyak digunakan metode zig-zag karena pengukuranya
lebih merata serta ketelitian pengukuran lebih terjamin dibanding pengamatan secara lurus atau
memanjang (Soemarno, 2001)

Untuk keperluan standarisai sampel yang mengandung kurkumin, dibutuhkan metode analitik
yang cocok untuk memisahkan kurkuminoid dari bahn-bahan lain yang terdapat dalam tumbuhan,
antara lain dapat dikerjakan dengan KLT dan KCKT, tetapi sulit diterapkan dalam sampel biologi.
Analisa kurkumin yang yang telah berhasil dilakukan antara lain dengan cara Kromatografi kolom
yang dibantu dengan spektrofotometri ( Srinivasan,k 1953); KLT (Sudibyo, 1996), ataupun KCKT
( Tonnesen dan Karlsen, 1983)

Pembuatan simplisia secara umum dapat menggunakan cara-cara sebagai berikut:

1) Pengumpulan bahan baku


Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada:
 Bagian tanaman yang digunakan
 Umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen
 Waktu panen
 Lingkungan tempat tumbuh
2) Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari
bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan
asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak serta pengotor-pengotor
lainnya harus dibuang
3) Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang melekat pada bahan
simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih yang mengali
4) Perajangan
Beberapa jenis bahna simplisia tertentu ada yang memerlukan proses perajangan. Perajangan
bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan
penggilingan.
5) Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat
disimpan dalam waktu lama
6) Sortasi kering
Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing dan pengotor-pengotor lain yang masih ada
dan tertinggal pada simplisia kering.
7) Pengepakan dan penyimpanan
Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena faktor luar dan dalam, antara lain
cahaya, oksigen, reaksi kimia intern, dehidrasi, penyerapan air, pengotoran, serangga dan kapang

3. Tata Nama Simplisia

Dalam ketentuan umum Farmakope Indonesia disebutkan bahwa nama simplisia nabati ditulis
dengan menyebutkan nama genus atau spesies nama tananman, diikuti nama bagian tanaman yang
digunakan. Ketentuan ini tidak berlaku untuk simplisisa nabati yang diperoleh dari beberapa
macam tanaman dan untuk eksudat nabati.

1. Genus + nama bagian tanaman : Cinchonae Cortex, Digitalis Folium, Thymi Herba,
Zingiberis Rhizoma.
2. Petunjuk spesies + nama bagian tanaman : Belladonnae Herba, Serpylli Herba.
3. Genus+petunjuk spesies+nama bagian tanaman : Capsici frutescentis Fructus.

4. Contoh karbohidrat
a. Amilum
Amilum adalah sumber energi karbohidrat yang utama dalam tanaman. Amilum polimer
glukosa yang terdiri dari dua komponen amilosa (10 – 20%) dan amilopektin (80 –80 %).
Amilosa larut dalam air panas, sedangkan amilokpektin tidak larut. Amilosa dengan yodium
berwarna biru dan amilopoektin berwarna violet. Amilosa terdiri dari unit glukosa rantai
panjang tidak bercabang, antara 100 – 100.000 unit glukosa. Amilopektin sama seperti
amilosa, tetapi mempunyai cabang. Panjang tiap cabang 20 – 50 unit glukosa. Panjang rantai
utama sampai 400.000 unit.
Penggunaan amilum sebagai makanan, sumber glukosa, bahan perekat, bahan tambahan
untuk tablet dalam farmasi, bahan kosmetik dan sebagainya..
b. Laktosa
Gula utama yang terdapat dalam susu sapi dan manusia. Hidrolisa laktosa menghasilkan D-
glukosa dan D-galaktosa dalam jumlah yang sama. Karbon anomerik dari galaktosa
mempunyai konfigurasi β yang dihubungkan dengan gugus hidroksil atom C-4 dari unit
glukosa.Berfungsi meningkatkan jumlah bakteri, mencegah kanker, menurunkan kolesterol.
Dalam bidang farmasi zat pengisi tablet, kapsul, dan pil.

c. Heparin
Terdapat dalam hati dan paru-paru. Digunakan sebagai “antibloodcoagulant” (pencegah
pembekuan darah). Dapat digunakan pada “thrombophlebitis”. Senyawa ini terdiri dari
polimer D-glukuronat dan D-glukosamin, yang terikat dengan ikatan 1-4glikosidik.
d. Sukrosa
Molekul sukrosa terdiri dari ikatan glukosa dan fruktosa, tidak mempunyai sifat reduksi.
Hasil hidrolisa sukrosa yang terdiri dari campuran glukosa fruktosa disebut gula invert.
Disebut gula invert, karena terjadi inversi pada putaran sinar terpolarisasi oleh campuran
hasil hdirolisa dibandingkan dengan larutan asal sukrosa. Putaran spesifik sukrosa +66,5
(putaran ke kanan). Putaran optik dari campuran hasil hidrolisa mempunyai harga negatif
(putaran ke kiri) yang didapat dari jumlah putaran optik glukosa (+52o) dan fruktosa (-
92,4o).
Sukrosa digunakan sebagai pemanis, pengawet makanan. Gula invert digunakan sebagai
bahan makanan yang dipakai secara intravenous. Karamel yang berwarna coklat tua
digunakan untuk mewarnai makanan dan minuman.
e. Laktosa
Laktosa (gula susu) diperoleh dari susu mammalia. Didalam perdagangan diperoleh dari
hasil tambahan (by-product) pembuatan keju. Dapat dihidrolisa oleh asam encer atau enzim
laktase menjadi D-glukosa dan D-galaktosa. D-galaktosa dalam tubuh dapat dirubah menjadi
glukosa. Beberapa organisme tertentu dapat menguraikan laktosa secara fermentasi menjadi
asam butirat dan asam laktat. Laktosa digunakan sebagai makanan bayi, dalam bidang
farmasi sebagai bahan tambahan pembuatan tablet.
f. Glukosa
D-glukosa disebut juga dekstrosa, gula anggur, gula darah. Kadar gula darah kira-kira 100
mg %, merupakan sumber energi utama manusia. Diperoleh dari hasil hidrolisa amilum,
selulosa (dalam tumbuh-tumbuhan) dan glikogen (dalam tubuh manusia dan hewan)
Larutan glukosa 75 % dipakai dalam produk farmasi, makanan dan minuman
Ca-glukonat digunakan untuk menjaga kadar Ca dalam darah. Asam glukuronat digunakan
tubuh untuk detoksikasi fenol.
g. Gula amino
Gula yang dijumpai dialam adalah :
Glukosamin : terdapat antara lain dalam khitin, asam hialuronat, heparin
Galaktosamin : terdapat pada khondroitin
Mannosamin : terdapat pada muko protein
Beberapa antibiotika juga mengandung gula amino, misalnya streptomisin dan eritromisin.
h. L-arabinosa : banyak dijumpai di alam sebagai pentosan, misalnya gom arab
i. L-xilosa : dijumpai sebagai pentosan (xilan) dalam gom kayu dan dipakai sebagai bahan
awal pembuatan vitamin C .

Anda mungkin juga menyukai