Anda di halaman 1dari 17

Laporan Kasus

Ureterolithiasis

Oleh :

Dea Novianda Geovanni

Pembimbing :
dr. Devi Apriani

PROGRAM INTERNSHIP PROVINSI DKI JAKARTA

RSIJ SUKAPURA

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Ureterolithiasis atau batu ureter merupakan suatu keberadaan batu yang tidak normal
yang ada di dalam saluran kemih.1 Diperkirakan sekitar 10% penduduk Amerika mengidap
penyakit batu ureter dengan prevalensi terkena penyakit ini semasa hidup sekitar 13% pada laki-
laki dan 7% pada perempuan.2
Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasikan didapatkan peningkatan jumlah
penderita batu ureter yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari tahun ke
tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun 2002. Selain itu
didapatkan juga data pasien dengan dugaan batu ureter dari tahun 2009 sebanyak 385 orang dari
jumlah penduduk 69.501 orang (0,55%) dan pada tahun 2010 sebanyak 499 orang dari jumlah
penduduk 68.093 orang (0,73%). Selain keterangan diatas kekambuhan pembentukan batu
merupakan masalah yang sering muncul pada semua jenis batu dan oleh karena itu menjadi
bagian penting perawatan medis pada pasien dengan batu ureter.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi ureter


Ureter merupakan saluran muscular yang terbentang dari ren ke facies posterior vesica
urinaria. Urin didorong sepanjang ureter oleh kontraksi peristaltik tunika muskularis, dibantu
oleh tekana filtrasi glomerulus. Setiap ureter mempunyai panjang sekitar 25 cm dan mempunyai
tiga penyempitan: (1) di tempat pelvis renalis berhubungan dengan ureter, (2) di tempat ureter
melengkung pada waktu menyilang aperture pelvis superior, dan (3) di tempat ureter menembus
dinding vesica urinaria. Pelvis renalis berbentuk corong dan merupakan ujung atas ureter yang
melebar. Pelvis renalis terletak di dalam hilum renalis.4
Arteria yang mendarahi ureter adalah sebagai berikut : (a) ujung atas oleh arteria renalis;
(b) bagian tengah oleh arteria testicularis atau arteria ovarica; dan (c) di dalam pelvis ole arteria
vesicalis superior. Darah vena dialirkan ke dalam venae yang sesuai dengan arteriae.4
Plexus renalis, testicularis dan plexus hypogastricus (di dalam pelvis). Serabut-serabut
aferen berjalan bersama dengan saraf simpatis dan masuk medulla spinalis setinggi segmen
lumbalis I dan II.4

3
Gambar 2.1 Dinding posterior abdomen. Memperlihatkan ginjal dan ureter in situ

2.2 Insidensi dan epidemiologi


Ureterolithiasis merupakan penyakit yang salah satu dari gejalanya adalah pembentukan
batu di dalam ureter. Penyakit ini diduga telah ada sejak peradaban manusia yang tua karena
ditemukan batu di antara tulang panggul kerangka mumi dari seorang berumur 16 tahun. Mumi
ini diperkirakan berumur sekitar 7000 tahun. Di berbagai tempat lain dilaporkan kasus batu
ureter.5
Penelitian epidemiologi memberikan kesan seakan-akan penyakit batu mempunyai
hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan berubah sesuai dengan perkembangan
kehidupan suatu bangsa. Berdasarkan pembandingan data penyakit batu ureter di berbagai
negara, dapat disimpulkan bahwa di negara yang mulai berkembang terdapat banyak batu ureter
proksimal, terutama terdapat di kalangan anak. Di negara yang sedang berkembang insidensi
batu ureter relatif rendah, baik dari batu ureter distal maupun dari batu ureter proximal. Di
negara yang telah berkembang, terdapat banyak batu ureter proksimal, terutama di kalangan
orang dewasa. Pada suku bangsa tertentu, penyakit batu ureter sangat jarang, misalnya suku
bangsa Bantu di Afrika Selatan.5
Abad ke-16 hinga abad ke-18 tercatat insidensi tertinggi penderita batu ureter yang
ditemukan pada anak di berbagai negara di Eropa. Batu seperti ini sejak abad ke-18 menghilang
sehingga disebut batu sejarah. Berbeda dengan di Eropa, di negara berkembang penyakit batu
ureter seperti ini masih ditemukan hingga saat ini, misalnya di Indonesia, Thailand, Indian,
Kamboja dan Mesir. Karena ditemukan secara endemik, penyakit batu ureter ini disebut batu
endemik atau batu primer karena terbentuk langsung di dalam kandung kemih tanpa sebab yang
jelas.5

2.3 Teori pembentukan batu


Terdapat beberapa teori pembentukan batu diantaranya adalah sebagai berikut1 :
 Teori inti (nukleus) ; kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan
kristal pada urin yang sudah mengalami supersaturasi
 Teori matriks; matriks organik yang berasal dari serum atau protein-protein urin
memberikan kemungkinan pengendapan kristal.

4
 Teori inhibitor kristalisasi; beberapa substansi dalam urin menghambat terjadi
kristalisasi, konsentrasi yang rendah atau absennya substansi ini memungkinkan
terjadi kristalisasi.
2.4 Gejala dan tanda
Batu ureter memiliki beberapa gejala seperti berikut1,6 :
- Nyeri kolik : - Nyeri sangat hebat
- Hilang timbul
- Menjalar
- patogenesis dan penyebabnya karena ada sumbatan pada ureter secara
intra luminal ataupun ekstra luminal.
- Hematuria
- Infeksi
- Mual dan muntah
- Bila batu sudah menetap di ureter hanya ditemukan rasa pegal pada sudut CVA karena
bendungan
- Pada saat akut penderita tampak gelisah, kulit basah dan dingin kadang-kadang terdapat
tanda-tanda syok ringan
- Nyeri tekan dan nyeri ketok pada sudut CVA, spasme otot-otot abdomen, testis
hipersensitif(batu ureter proksimal), VU terasa sakit (batu ureter medial), skrotum
hipersensitif (batu ureter distal).
- pada batu ureter yang sudah lama menetap hanya ditemukan nyeri tekan dan nyeri
ketok pada sudut CVA atau tidak ditemukan kelainan sama sekali.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


2.5.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi:1
 Urin : - pH > 7,6 biasanya ditemukan kuman urea splitting organisme dapat
terbentuk batu magnesium amonium prostat.
 pH yang rendah menyebabkan pengendapan batu asam urat (organik)
 Sidimen ; sel darah merah meningkat (90%) ditemukan pada penderita
dengan batu, bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.
 Biakan urin

5
 Ekskresi Ca, fosfor, asam urat dalam urin 24 jam untuk melihat apakah
terjadi hiperekskresi.
 Darah :
 hemoglobin; akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis
 lekositosis terjadi karena infeksi
 ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal
 Ca, fosfor dan asam urat

2.5.2 Pemeriksaan Radiologi


Pemeriksaan radiologi meliputi6 :
 Computed tomography
 Intravenous pyelography
 Tomography
 KUB film dan directed ultrasonography
 Retrograde pyelography
 Magnetic resonance imaging
 Nuclear scintigraphy

2.6 Diagnosis Banding


Kemungkinan diagnosis banding yang dapat dipertimbangkan adalah6 :
 Apendisitis
 Striktur uretra
 Kehamilan ektopik terganggu
 Kista ovarium
 Divertikular disease
 Obstruksi usus
 Batu empedu
 Ulkus pepticum
 Emboli arteri ginjal akut
 Aneurisma aorta abdominal
2.7 Tata laksana
Penatalaksanaan batu saluran kemih harus tuntas sehingga bukan hanya mengeluarkan
batu saja, tetapi harus disertai dengan terapi penyembuhan penyakit batu atau paling sedikit
disertai dengan terapi pencegahan. Hal ini karena batu sendiri hanya merupakan gejala panyakit
batu sehingga pengeluaran batu dengan cara apapun bukanlah merupakan terapi yang sempurna.
Selanjutnya, perlu juga diketahui bahwa pengeluaran batu baru diperlukan bila batu
menyebabkan gangguan pada saluran air kemuh. Bila batu ternyata tidak member gangguan

6
fungsi ginjal, batu tersebut tidak perlu diangkat, apalagi misalnya pada batu ureter diharapkan
batu dapat keluar sendiri.6,7
Penanganannya dapat berupa terapi medis dan simptomatik atau dengan bahan pelarut.
Dapat pula dengan pembedahan atau dengan tindakan yang kurang invasive, misalnya
nefrostomi perkutan, atau tanpa pembedahan sama sekali secara gelombang kejut.6,7

2.7.1 Terapi medis dan simptomatik


Terapi medis batu saluran kemih berusaha mengeluarkan batu atau melarutkan batu.
Pengobatan simptomatik mengusahakan agar nyeri, khususnya kolik, yang terjadi menghilang
dengan pemberian simptolitik. Selain itu terutama untuk batu ureter yang dapat diharapkan
keluar dengan sendirinya, dapat diberikan minum berlebihan disertai diuretik. Dengan produksi
air kemih yang lebih banyak diharapkan dapat mendorong dan mengeluarkan batu. Batu ureter
ini ialah batu yang tidak mengganggu saluran kemih, termasuk ginjal dan ukurannya kurang dari
setengah sentimeter.6,7
2.7.2 Pelarutan
Jenis batu yang memang dapat dilarutkan adalah dari jenis batu asam urat. Batu ini
hanya terjadi pada keadaan pH air kemih yang asam (pH 6,2) sehingga dengan pemberian
bikarbonas natrikus disertai dengan makanan alkalis, batu asam urat dapat diharapkan larut.
Lebih baik bila dibantu dengan usaha menurunkan kadar asam urat air kemih dan darah dengan
bantuan alopurinol, usaha ini cukup member hasil yang baik.6,7
Batu struvit tidak dapat dilarutkan tetapi dapat dicegah pembesarannya bila diberikan
pengobatan dengan pengasaman kemih dan pemberian antiurease. Bila terdapat kumah, harus
dibasmi. Akan tetapi, infeksi pada urolitiasis sukar dibasmi karena kuman berada di dalam batu
yang tidak pernah dapat dicapai oleh antibiotik.6,7
Solution G merupakan obat yang dapat diberikan langsung ke batu di kandung kemih,
tetapi biasanya pelaksanaannya sukar. Selain solution G, juga dipakai obat hemiasidrin untuk
batu di ginjal dengan cara irigasi tetapi hasilnya kurang memuaskan, kecuali untuk batu sisa
pascabedah yang dapat diberikan melalui nefrostomi yang terpasang. Kemungkinan penyulit
dengan pengobatan seperti ini adalah intoksikasi atau infeksi yang lebih berat.6,7
2.7.3 Litotripsi
Pemecahan batu atau litotripsi telah mulai dilakukan sejak lama dengan cara buta, tetapi
dengan kemajuan teknik endoskopi dapat dilakukan dengan cara lihat langsung. Untuk batu

7
kandung kemih, batu dipecahkan memakai litotriptor secara mekanis melalui sistoskop atau
dengan memakai gelombang elektrohidrolik atau ultrasonic. Untuk batu ureter, digunakan
ureteroskop dan batu dapat dihancurkan memakai gelombang ultrasonic, elektrohidrolik, atau
sinar laser. Untuk batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk
membawa trasduser melalui sonde ke batu yang ada di ginjal. Cara ini disebut nefolitotripsi
perkutan.6,7
Makin sering dipakai gelombang kejut luar-tubuh (ESWL = extracorporeal shick wave
lithotripsy) yang dapat memecahkan batu tanpa perlukaan di tubuh sama sekali. Gelombang
kejut dialirkan melalui air ke tubuh dan dipusatkan di batu yang akan dipecahkan. Batu akan
hancur berkeping-keping dan keluar bersama kemih.6,7
ESWL dilakukan tanpa tindak bedah apapun. Kadang diperlukan tindakan tambahan
berupa pemasangan kateter atau dalam keadaan yang sangat isimewa dibutuhkan bantuan
nefrostomi perkutan.6,7
Pada hakikatnya, litotripsi gelombang kejut dapat dilakukan pada setiap batu, tetapi
sebaiknya tindakan dilakukan dalam tahapan untuk mengeluarkan semua batu. Akan tetapi, bila
terdapat kelainan saluran kemih, misalnya stenosis yang akan menghalangi keluarnya batu yang
telah dipecahkan, tindakan ESWL tidak akan bermanfaat.6,7
Batu dapat dipastikan letaknya dengan bantuan sinar Rontgen atau ultrasonografi yang
terdapat pada setiap jenis alat ESWL.6,7
Betapapun disebutkan bahwa dengan ESWL batu dapat dipecahkan menjadi bagian yang
lebih kecil dari 2 mm, belum tentu pascatindakan semua batu akan pecah hingga ukuran yang
dikehendaki. Selain itu, batu yang telah dipecahkan membutuhkan waktu untuk keluar semua.
Walaupun dinyatakan bahwa gelombang kejut yang dipergunakan tidak akan merusak jaringan
ginjal secara permanen, kerusakan yang ada perlu diawasi baik dari segi kemungkinan terjadinya
infeksi atau kerusakan yang dapat mengakibatkan gejala sisa.6,7
2.7.4 Pembedahan
Terapi bedah digunakan jika tidak tersedia alat litotripsor, alat gelombang kejut, atau
bila cara nonbedah tidak berhasil. Walaupun demikian, sudah barang tentu untuk menentukan
tindak bedah pada suatu penyakit batu saluran kemih perlu seperangkat indikasi.6,7

8
Batu ginjal yang terletakdi kaliks selain oleh indikasi umum, perlu dilakukan tindak
bedah bila terdapat hidrokaliks. Batu sering harus dikeluarkan melalui nefrolitotomi yang tidak
gampang karena batu biasanya tersembunyi di dalam kaliks.6,7
Batu pelvis juga perlu dibedah bila menyebabkan hidronefrosis, infeksi, atau
menyebabkan nyeri yang hebat. Pada umumnya, batu pelvis terlebih lagi yang berbentuk tanduk
rusa amat mungkin menyebabkan kerusakan ginjal.6,7
Batu ureter ukuran 0,4 cm terdapat pada bagian sepertiga proksimal ureter, 80% batu
akan keluar secara spontan, sedangkan bila terdapat di bagian sepertiga distal, kemungkinan
keluar spontan 90%. Patokan ini hanya dipakai bila batu tidak menyebabkan gangguan sama
sekali dan bahkan keluar secara spontan. Oleh karena itu, ureterolitotomi selalu didasarkan atas
gangguan fungsi ginjal, nyeri yang sangat tidak tertahankan penderita, dan penanganan medis
tidak berhasil.6,7
Batu kandung kemih selalu menyebabkan gangguan miksi yang hebat sehingga perlu
dilakukan tindakan pengeluarannya. Litotriptor hanya dapat memecahkan batu dalam batas
ukuran 3 cm ke bawah. Batu di atas ukuran ini dapat ditangani dengan gelombang kejut atau
sistolitotomi melalui sayatan Pfannenstiel.6,7
Tidak jarang batu uretra yang ukurannya < 1 cm dapat keluar sendiri atau dengan bantuan
pemasangan kateter uretra selama tiga hari; batu akan terbawa ke luar dengan aliran air kemih
yang pertama. Batu uretra harus dikeluarkan melalui tindakan uretratomi eksterna. Komplikasi
yang dapat terjadi sebagai akibat operasi ini adalah striktur uretra. Batu prostat umumnya tidak
membutuhkan tindak bedah.6,7

2.8 Pencegahan
Kejadian awal batu maupun kejadian batu berulang dapat dicegah dengan melakukan
hal- hal sebagai berikut5 :
 Menurunkan konsentrasi reaktan (kalsium oksalat)
 Meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentukan batu
 Sitrat (kalium sitrat 20 mEq tiap malam hari, minum jeruk nipis atau
lemon sesudah makan malam)
 Batu ginjal tunggal (meningkatkan masukan cairan, mengkontrol secara
berkala pembentukan batu baru)
 Pengaturan diet

9
 Meningkatkan masukan cairan
 Masukan cairan terutama pada malam hari akan meningkatkan aliran
kemih dan menurunkan konsentrasi pembentuk batu dalam air kemih.
Dari hasil uji coba didapatkan pada tahun ke-5 insidensi pembentukan
batu baru pada kelompok banyak minum 12% dibandingkan kelompok
control 27%. Pada kelompok pembentuk batu jumlah air kemih harian
ditemukan 250-350 ml lebih sedikit disbanding kelompok control
 Hindari masukan minum gas (soft drinks) lebih 1 liter perminggu.
Ditemukan kekambuhan batu sebesar 15 % lebih tinggi dalam 3 tahun
dibandingkan kelompok peminum cairan lain
 Kurangi masukan protein (sebesar 1 g/kg berat badan/ hari). Masukan
protein tinggi dapat meningkatkan ekskresi kalsium, ekskresi asam urat
dan menurunkan sitrat dalam air kemih. Protein binatang diduga
mempunyai efek menurunkan pH air kemih lebih besar dibandingkan
protein sayuran karena lebih banyak menghasilkan asam
 Membatasi masukan natrium. Diet natrium rendah (80 sampai 100
mq/hari) dapat memperbaiki reabsorbsi kalsium proksimal, sehingga
terjadi pengurangan ekskresi natrium dan ekskresi kalsium. Penurunan
masukan natrium dari 200 sampai 80 meq/ hari dilaporkan mengurangi
ekskresi kalsium sebanyak 100 mg/hari
 Masukan kalsium. Pembatasan masukan kalsium tidak dianjurkan.
Penurunan kalsiuj intestinal bebas akan menimbulkan peningkatan absorbs
oksalat oleh pencernaan, peningkatan ekskresi oksalat dan meningkatkan
saturasi kalsium oksalat air kemih. Diet kalsium rendah dapat merugikan
pasien dengan hiperkalsiuria idiopatik karena keseimbangan kalsium
negatif akan memacu pengambilan kalsium dari tulang dan dari ginjal.
Keadaan ini akan memperburuk penurunan densitas tulang pada beberapa
pasien.

10
11
BAB III
LAPORAN KASUS

Nama Pasien : Tn. A


Umur : 47 Tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Pekerjaan : Karyawan swasta
Agama : Islam

ANAMNESIS
Autoanamnesa
Keluhan Utama: Nyeri pinggang kiri 5 hari smrs sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang:
- 5 hari SMRS pasien mengeluhkan nyeri pinggang kiri yang sangat hebat dan menjalar ke
perut kiri, nyeri tidak bertambah dengan memakan makanan, nyeri berkurang dengan
perubahan posisi, tidak ada keluhan mual dan muntah. Kulit basah dan dingin. Perut tidak
ada kembung, tidak ada keluhan BAB
- 2 hari SMRS pasien mengeluhkan BAK berdarah, ada nyeri saat BAK, BAK kurang
lampias.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat hipertensi (-).
Riwayat trauma (-)
Riwayat batu ginjal (-)

Riwayat pengobatan
-

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada penyakit yang berhubungan dengan keluhan pasien

12
Riwayat Kebiasaan
- Sering mengkonsumsi jengkol (+)
- Jarang mengkonsumsi air putih
- Pekerjaan lebih banyak duduk

PEMERIKSAAN FISIK
 Status generalis
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Komposmentis
- Keadaan gizi : gizi baik
- Vital sign :
o Tekanan darah : 130/80 mmHg
o Nadi : 90 kali/menit, reguler, isi cukup
o Suhu : 36,8 oC
o Frek. Napas : 20 kali/menit
 Pemeriksaan kepala dan leher : Konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokhor diameter 3 mm
 Pemeriksaan thoraks : Dalam Batas Normal (DBN)
 Pemeriksaan abdomen : status lokalis
 Pemeriksaan ekstremitas : DBN
 Pemeriksaan kelenjar limfe : DBN
 Pemeriksaan genitourinarius : status lokalis

13
STATUS LOKALIS
Pemeriksaan abdomen :
Inspeksi : perut datar, sikatrik (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : perut supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

Status Urologikus
Regio Flank/CVA kanan kiri
Tanda radang (-) (-)
Ballotement sulit dinilai sulit dinilai
Nyeri tekan (-) (-)
Nyeri ketok (-) (+)
Massa (-) (-)
Jaringan parut/ bekas operasi (-) (-)

Suprapubis
Inspeksi :
Tanda trauma : jejas (-), laserasi (-), hematom (-)
Tanda radang : merah (-), bengkak (-), fistula (-), cairan (-), sikatriks (-)
Tanda massa : retensi urin (-), tumor buli (-),
Palpasi : Buli tidak penuh, nyeri tekan (-), Massa (-)

Diagnosis kerja
Kolik pain ec Susp ureterolithiasis sinistra

Diagnosis Banding
Infeksi saluran kemih

14
Rencana pemeriksaan lanjutan
Urinalisis
Darah rutin
Kimia darah
Ct abdomen

Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin :
Hb : 13,7 gr/dL
Ht : 40,0 %
Leukosit : 8700 /uL
Trombosit : 403.000/uL

Kimia darah :
Ureum : 31 mg/dL
Kraetinin : 1,5 mg/dL
Glukosa : 77 mg/dL

Urinalisis
Warna : keruh
Ph :6
Protein : (+)
Leukosit : 15 – 20
Eritrosit : >15
Epitel : ++
Kristal :+

CT ABDOMEN:
KESAN : Bendungan Ureter kiri ec Ureterolithiasis

15
Diagnosis : ureterolithiasis distal sinistra
- Rawat inap konsul
 IVFD RL 20 gtt/i
 Inj Ketorolac 2 x 1
 Inj ranitidin 2x1
 Inj ondansentron 2x1
 Inj ceftriaxone 1x 2 gr
 Ct abdomen
 Pro urs

Prognosis : Bonam
Usulan Penatalaksanaan: Rencana URS

DAFTAR PUSTAKA

1. Reksoprodjo S. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta : Binaprupa aksara. 2005


2. Heilberg; I.P. and Schor, N. (2006) Renal stone disease : causes, evaluation and medical
treatment. Arq Bras Endocrinol Metab 50 : 823-831
3. Wahab S, Setiani O, Joko T. Hubungan kandungan mineral calcium, magnesium,
mangaan dalam sumber air dengan kejadian batu saluran kemih pada penduduk yang

16
tinggal di kecamatan songgom kabupaten brebes. Jurnal kesehatan lingkungan Indonesia
Vol. 11 No. 2/ Oktober 2012
4. Smith’s General Uroloy. Lange. 2008
5. Snell RS. Anatomi klinik. Edisi ke-6. Jakarta: EGC. 2005
6. Sjabani M. Batu Saluran Kemih. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. 2006.
563-56.
7. Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s General Urology. 17 th edition. United States. 2008

17

Anda mungkin juga menyukai