Anda di halaman 1dari 3

Remaja merupakan tahap perkembangan dari masa kanak-kanak menuju dewasa yang

ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik serta perkembangan kognitif dan sosial

(Desmita, 2010). Kategori remaja menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI no 25 tahun 2014

adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun. Hasil Survei Penduduk Antar Sensus pada

tahun 2015 menunjukan jumlah penduduk usia 15-29 tahun di Indonesia mencapai 42.061,2 juta

jiwa (16,5%). Sakernas (2016) dalam Lembaga Demografi FEB UI (2017) menyebutkan bahwa

remaja (usia 15-19 tahun) cenderung menghabiskan masa remajanya untuk bersekolah (62.89%,

bekerja (20.36%), dan menganggur (7.96%).

Beberapa para ahli telah mengelompokan tugas perkembangan berdasarkan kategori usia.

Menurut Robert J. Havighurst (1961), tugas perkembangan pada masa remaja diantaranya

mencapai peranan sosial sesuai dengan identitasnya yaitu pria atau wanita, memiliki tingkah laku

yang bertanggung jawab, serta mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada tuhan

dalam kehidupan sehari-hari baik secara pribadi maupun sosial. Erik Erikson (1963)

mengemukakan pendapat dalam bukunya yang berjudul Chilhood and Society, menurutnya tugas

perkembangan seorang remaja yaitu harus mulai menentukan tujuan hidup, berperilaku bijaksana

dan berdedikasi. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa masa remaja

adalah masa yang sangat berpengaruh terhadap perannya dimasa yang akan datang, masa dimana

tanggung jawab adalah hal utama yang harus di terapkan, dan mulai terlihat bagaimana

seseorang dalam menyelesaikan suatu permasalahan di kehidupannya.

Masa remaja mungkin akan menganggap perubahan dalam dirinya baik fisik, kognitif, sosial

serta tuntutan dalam mencapai tugas perkembangan yang harus dihadapi menjadi sebuah beban

hidup yang sangat berat. Permasalahan fisik dan psikososial pada remaja akan terus berjalan

seiring bertambahnya usia. Kondisi tersebut menunjukan bahwa banyaknya masalah yang
dihadapi oleh seorang remaja. Jika masalah tersebut tidak bisa mereka atasi, sangat mungkin

bagi mereka akan merasa kecewa, tidak memikirkan diri sendiri dan orang lain, berperilaku

menyendiri atau sangat bebas, serta mungkin akan menganggap dirinya sebagai orang yang gagal

atau tidak berguna. Masa remaja dimana seseorang menjalani proses pencarian jati diri membuat

mereka sangat labil dan emosional, perubahan-perubahan yang mereka alami mungkin akan

membuat mereka tertekan b)ahkan depresi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2015) melaporkan bahwa diseluruh dunia, lebih dari

350 juta orang menderita depresi, menjadikannya sebagai penyebab utama kecacatan dan

masalah penyakit terbesar secara global. Diseluruh dunia diperkirakan sebesar 10-20% remaja

mengalami gangguan kesehatan mental, namun masih kurang terdiagnosis dan diobati (UNICEF,

2011). Hasil penelitian Peltzer & Pengpid (2018) menyatakan bahwa penduduk Indonesia

dengan usia 15 tahun keatas memiliki gejala depresi sedang atau berat sebesar 21,8%. Kelompok

remaja dengan usia 16-17 tahun memiliki tingkat depresi yang lebih tinggi dibandingkan dengan

remaja kelompok usia 14-15 tahun (Chopra & Sangwan, 2019). Hasil penelitian tersebut sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Malik et al (2015) sebagian remaja mengalami depresi

saat duduk dibangku kelas 11. Mayoritas remaja mungkin sering mengalami kondisi stress,

mereka harus menghadapi masa transisi dan juga stressor lain seperti pengaruh teman sebaya,

meningkatnya otonomi, kemandirian dari keluarga, dan kesulitan penyesuaian dalam sosial

(Chopra & Sangwan, 2019).

Dari uraian diatas, dapat di simpulkan bahwa masa remaja adalah masa yang paling rentan

terhadap kondisi kesehatan mental. Melihat kondisi tersebut, sangat penting untuk mengetahui

factor resiko, perubahan perilaku yang ditunjukan serta kebiasaan yang dilakukan oleh remaja
untuk memungkinkan perawatan dini, pencegahan rasa sakit, penderitaan, dan kemungkinan

kematian.

Depresi biasanya ditandai dengan kesedihan, kekosongan, keputusasaan, cepat marah, atau

geelisah; berkurangnya minat atau kesenangan terhadap hampir semua kegiatan; penurunan berat

badan yang signifikan saat tidak sedang berdiet, atau penambahan berat badan; sulit tidur, atau

tidur berlebihan; agitasi prikomotor atau keterbelakangan; kelelahan atau kehilangan energy;

perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau merasa tidak panatas;

berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi; adanya pikiran berulang tentanng

kematian, ide bunuh diri berulang, dengan atau tanpa rencana khusus, atau upaya bunuh diri

(APA, 2015). Selain mengenali gejala depresi, penting untuk mengetahui bahwa setiap orang

mengalami depresi dengan caranya sendiri. Meskipun seseorang mungkin tidak memiliki semua

gejala klasik depresi, dia mungkin masih mengalami depresi klinis.

Anda mungkin juga menyukai