Anda di halaman 1dari 8

Berbicara mengenai akuntan yang memiliki intelektual profetik, maka kita dapat

merujuk pada pemikiran beberapa cendekiawan yang memiliki peran penting dalam
pergerakan politik bangsa Indonesia. Yang pertama adalah mengenai kapabilitas akuntan
secara intelektual dan berlandaskan kepada agama. Beragama berarti beradab, memiliki
akhlak, melaksanakan segala sesuatu berdasarkan perintah Tuhan dan bersikap Tawakkal
kepada Tuhan. Ilmu kantong kosong/bolong pada dasarnya berlandaskan pada dua hal pokok,
yaitu:
1) Mengosongkan diri-pribadi dari pamrih. Hal ini bermakna bahwa segala tindakan yang
dilakukan bersifat ikhlas semata-mata untuk megharapkan ridha Tuhan.
2) Menolong sesama manusia. Namun landasan abadi dari ilmu kantong kosong adalah
kecintaan dan penganbdian kepada Tuhan (Mulyono, 2013).
Ajaran Sosrokartono tersebut memberikan kesadaran bahwa manusia adalah makhluk
ciptaan Tuhan, manusia adalah hamba dan abdi Tuhan, sehingga tidak ada yang layak dan
wajib disembah kecuali Tuhan. Sosrokartono yakin bahwa seluruh jiwa dan raganya
dipersembahkan kepada Tuhan. bentuk dari tindakan itu adalah leladi mring sesami,
menolong sesama manusia. Sedangkan tindakan atau perbuatan tersebut dilakukan tanpa
pamrih, karena orang yang selalu melakukan semua tanpa pamrih itu dijauhkan dari rasa
takut atau Suwung pamrih tebih ajrih (Mulyono, 2013). Berdasarkan lingkup definisi
tersebut, ajaran kantong bolong dapat dikaitkan dengan karakter profesi akuntan yang ideal,
dimana dasar tindakan dan konsekuensi dari aturan perilaku akuntan tersebut berdasar dari
ajaran agama dalam hubungannya dengan akuntabilitas, tanggung jawab, kode etik yang baik
sehingga menghasilkan hubungan yang baik dengan sesama manusia dan menjadi sebuah
pengabdian ketaatan kepada Tuhan. Akuntan yang ideal dan berkualitas perlu memiliki sifat
filantropis humanis dimana ia akan mampu menempatkan diri dalam posisi seorang hamba
Tuhan, seorang profesional, seorang penolong dan seorang teman baik.
Ajaran kantong bolong/kantong kosong yang merupakan pengejawantahan terhadap
arogansi kapitalis, merupakan prinsip kehidupan yang murni dan menjadi landasan pancasila.
Mulyono (2013) menyatakan bahwa beberapa pakar mengatakan bahwa ajaran pancasila
berpangkal pada kodrat manusia. Ajaran moral fisafat pancasila sejajar dengan ilmu kantong
bolong bersifat humanistik dan praktis. Secara teoritis, poin-poin dalam pancasila merupakan
penerapan dari ajaran kantong bolong. Sifat praktis dalam arti bahwa ajaran tersebut
bukanlah teori-teori yang hampa belaka namun diamalkan sendiri oleh Sosrokartono ke
dalam praktik hidup sehari-hari. Sedangkan sifat humanis mengandung arti bahwa ajaran
moral mengarah kepada perilaku manusia agar mempertaruhkan segala sesuatunya untuk
menolong sesama manusia sebagai wujud cintakasih kepada Tuhan yang maha Esa. Ajaran
moral Sosrokartono terumus dalam ajaran :nulung pepadane ora nganggo mikir wayah,
waduk, kantong ten ana isi lumuntur marang sesami”, artinya membantu atau menolong
sesama manusia tidak perlu memikirkan waktu, perut, kantong atau saku kalau ada isinya
disalurkan atau disumbangkan kepada sesama. Dasar dari ilmu kantong bolong adalah cinta
kasih kepada Tuhannya. Intinya adalah segala nya dipertaruhkan untuk menolong sesama
manusia yang membutuhkan sebagai wujud bakti kepada Tuhan. ajaran ini mengandung
ajakan untuk cinta kasih kepada Tuhan dan cinta kasih itu tiada sempurna apabila apabila
tidak disalurkan kepada sesama manusia.
1. Konsepsi Driyarkara
Pancasila memuat ajaran bahwa keberadaan manusia dalam alam semesta realita
selalu terhubung dan tergantung pada “yang lain”, yaitu sesama manusia, alam semesta, dan
Tuhan (Driyarkara 1959: 28). Setiap manusia selalu mempunyai hubungan ketergantungan
baiks ecara horizontal (manusia dan alam) dan vertikal. (dengan Tuhan). dengan kdrat
seperti itu, maka keberadaan manusia dalam menjalankan kehidupannya haruslah menjalin
hubungan cita kasih kepada sesama manusia, alam, dan Tuhan. ajaran moral pancasila
mengajarkan untuk menjalin cinta kasih kepada Tuhan dengan penuh ketaqwaan (sila 1),
manusia wajib pula untuk menjalin cinta aksih dengan sesama (sila 2,3,4) manusia wajib juga
menjalin hubungan cinta kasih dnegan alam karena manusia tercukupi kebutuhannya dari
alam sehingga memperoleh kesejahteraan sosial (sila ke 5).
2. Konsepsi Notonagoro
Telah berhasil menemukan landasan dari pancasilan, yaitu sifat kodrat manusia
sebagai makhluk monodualis (yang tersususn atas jiwa dan raga, yang bersifat individu dna
makhluk sosial, dna berkedudukan sebagai pribadi mandiru dan makhluk Tuhan). pancasila
adalah filsafat yang sanggup membimbing manusia sesuai dengan kodrat kemanusiaannya,
sehingga inti isi mutlak pancasila yang bersifat abstrak umum universal termasuk nilai
objektif. Sedangkan subjektivitas nilai-nilai pancasila adalah karena ditemukan, diemban, dna
dirumuskan dalam ketentuan hukum di Indoensia oleh bangsa indonesia. teori hierarkhis-
piramidal menjelaskan bahwa sila-sila pancasila mempunyai urutan yang berjenjang dan
tidka bisa di balik. Ketuhanan nilainya paling abstrak namun paling luhur. Urutan dimensi
nilai-nilai pancasila adalah religiousitas, humanitas, nasionalitas, demokrasi (politik), dan
kesejahteraan atau sosial.
3. Konsepsi Soerjanto Poespowardojo
Menegaskan bahwa pancasila adalah eksplitisasi kemanusiaan. Pancasila merupakan
ajaran humanistis yang merupakan refleksi dan usaha agar manusia bertindak manusiawi.
Secara fenomenologis, kelima sila pancasila berlaku bagi setiap manusia pancasila
merupakan eksplisitasi pribadi manusia sebagai totalitas yang mengandung berbagai antinomi
dalam dirinya antara individualitas dan sosialitas, materialitas dan spiritualitas, transendensi
dan imanensi, eksteriosasi dan interiosasi, yang tidak dapat dilihat secara sektoral dalam salah
satu aspek kehidupannya, tetapi dilihat secara integral dengan mengikutsertakan dan
memperhatikan segala segi yang membentuk keutuhan pribadi manusia dan
mempengaruhinya tremasuk problematik yang ditimbulkan oleh antinomi tersebut.
Ajaran kantong bolong dan pandangan hidup pancasila adalah ajaran moral yang
menggugah kesadaran manusia akan tanggungjawabnya sebagai warga dalam kehidupan
bersama dalam segala dimensinya. Kedua ajaran moral tersebut mengajak manusia untuk
tidak hanya melihats egala sesuatu dalam kepentingan diri sendiri, namun juga kebahagiaan
dan kesejahteraan bersama. Kedua ajaran ini bersifat humanistis dan praktis. Humanistis
berarti bertumpu pada kodrat manusia. Praktis berarti bisa dipraktikkan oleh setiap manusia.
Ajaran sosialisme dipandang sebagai ajaran yang bersumber dari pengaruh asing,
terutama dari barat. Menurut Herbert Feith dan Lance Castles, ketika membahas tentang arus
pemikiran politik di Indonesia, yang menyatakan bahwa pengaruh ideologis dari barat
direpresentasikan dalam bentuk leninisme ataupun sosial demokratik. Di sisi lain, Feith dan
Castles berpendapat bahwa pengaruh islam yang merupakan bagian dari arus pemikiran
politik yang berasal dari tradisi, disamping pengaruh yang berasal dari Hindu-Jawa.
Berdasarkan pada kedua asumsi tersebut, pemikiran politik islam dan pemikiran politik
sosialisme diasumsikan berasal dari dua arus pemikiran politik yang berbeda. Pemikiran
politik islam berasal dari arus tradisi yang telah berkembang dalam masyarakat indonesia
khususnya tradisi hindu-jawa, sementara pemikiran politik sosialisme berasal dari arus
modern khususnya dari pemikiran barat (Firman Manan, 2016)
Menurut Manan (2016) menyatakan bahwa di dalam pandangan sosialis, kepemilikan
pribadi merupakan sumber dari pembagian kelas yang akan menempatkan sebagaian individu
pada posisi pemegang kekuasaan dan memiliki privilese, sementara yang lain menjadi miskin
dan tidak memiliki kekuasaan. Oleh karena itu, sosialisme menawarkan program-program
yang akan mendistribusikan kesejahteraan dan kekuasaan secara lebih merata di dalam
masyarakat. Namun, Tjokroaminoto tidak melihat sosialisme islam sebagai penggabungan
antara dua pemikiran yaitu ajaran sosialisme yang berasal dari barat dan ajaran islam.
Menurut Tjokroaminoto, cita-cita sosialisme di dalam islam telah berkembang selama tiga
belas abad dan tidak dapat dikatakan muncul dari pengaruh bangsa Eropa (Tjokroaminoto,
2010). Bahkan pada masa kepemipinan Rasulullah SAW, asas-asas sosialisme telah
diimplementasikan lebih banyak dan lebih mudah dibandingkan dengan sosialisme yang
dikenal dalam pemikiran barat (Tjokroaminoto ,2010) dalam manan (2016).
Terdapat pandangan kiri islam (pemikiran yang serupa dengan ajaran sosialisme) menurut
Hassan Hanafi hadir sebagai kritik terhadap beberapa kondisi, yaitu (Shimogaki, 1993) dalam
Manan, 2016):
1. Berbagai tendensi keagamaan yang terooptasi keuasaan menjadikan islam hanya
sekedar ritus dan kepercayaan-kepercayaan ukhrawi , dimana hal tersebut menjadi
justru menjadi topeng yang menyembunyikan wajah dominasi barat dan kapitalisme
nepotis.
2. Liberalisme yang pernah berkuasa ternyata didikte oleh kebudayaan barat, berprilaku
seperti penguasa kolonial dan hanya melayani kelas-kelas elit yang menguasai aset
negara
3. Marxisme yang berpretensi mewujudkan keadilan sosial dan menetang kolonialisme
ternyata tidak diikuti dengan pembebasan rakyat dan pengembangan khazanah
mereka sebagai energi untuk mewujudkan tujuan-tujuan kemerdekaan nasional.
4. Nasionalisme revolusioner yang berhasil melakukan perubahan-perubahan radikal
dalam sistem politik dan ekonomi ternyata tidka berumur lama, banyak mengandung
kontradiksi dan tidak mempengauhi kesadaran mayoritas rakyat.
Walaupun tidak dapat dipungkiri terdapat kesamaan-kesamaan prinsip diantara
sosialisme dari ‘kiri islam’ dan sosialisme yang berasal dari pemikiran Barat yaitu prinsip-
prinsip yang terkait dengan kesetaraan, keadilan, dan kesejahteraan. Namun kedua pandangan
tentang sosialisme tersebut terbentuk dari dua latar belakang yang berbeda. sosialisme yang
dikembangkan oleh ‘kiri islam’ adalah sosialisme yang dibangun atas dasar Al Qur’an dan
As-Sunnah, sementara sosialisme Barat lahir sebagai reaksi terhadap perkembangan
masyarakat industri Eropa abad ke -19 (Manan, 2016)
H.O.S. Tjokroaminoto secara spesifik menyebut bahwa sosialisme yang dmaksudnya
adalah sosialisme yang bersandar kepada agama (islam) yang wajib dilakukan oleh umatnya
sepenjang hal tersebut merupakan perintah agama islam. Negara baik di tingkat pusat
maupun daerah memegang peranan penting dalam praktik sosialisme seperti penguasaan
terhadap tanah sehingga tidak dikenal kepemilikan pribadi. tanah menjadi milik negara agara
dapat dapat dimanfaatkan seluas-luasnya untuk kepentingan rakyat (Manan, 2016).
Oleh karena itu, alat-alat produksi yang dapat menghasilkan barang diberikan negara
kepada rakyat (Tjokroaminoto, 2010). Tanah dimanfaatkan untuk memberikan sebesar-
besarnya dan seluas-luasnya kepada kaum pekerja (Tjokroaminoto, 2010) dalam Manan
(2016). Tjokroaminoto juga menggambarkan perbedaan sosialisme islam dan sosialisme
barat dalam konteks pemerintahan (Government). Sosialisme barat yang menerapkan
demokrasi sosialisme dimana pemerintahan mengadospi sistem perwakilan menurutnya
bukanlah sosialisme dalam arti kata yang sebenarnya karena sistem tersebut merupakan
sistem demokrasi. Di dalam sosialisme, seharusnya rakyat mempunyai suara langsung dalam
masalah-masalah negara. Dalam sosialisme islam, masalah tersebut terpecahkan oleh karena
kekuasaan membentuk peraturan tidak diserahkan kepada kabinet atau parlemen atau
golongan partai yang mewakili kepentingan kelompok atau kelas tertentu. peraturan-
peraturan muslim adalah peraturan yang berasal dari Tuhan yang berdiri di atas segala apa
saja, sehingga tidak ada individu atau kelompok tertentu yang dapat mengubah peraturan-
peraturan untuk kesenangan atau kepentingannya sendiri-peraturan yang berasal dari Tuhan
adalah peraturan yang adil yang mengakomodasi kepentingan semua individu dan kelpompok
yang ada di dalam negara (Tjokroaminoto, 2010) dalam Manan (2016).
Pemerintah diperlukan tidak dalam fungsi membentuk peraturan, namun terkait
dengan cara menjalankan peraturan. Kepala-kepala pemerintahan menjadi alat untuk
menolong dari kesusahan dan mewujudkan harapan-harapan, serta untuk menjalankan
peraturan Tuhan yang didasarkan pada kehendak seluruh rakyat (Tjokroaminoto, 2010).
Sosialisme islam menentang kapitalisme, karena islam mengharamkan riba. Hal-hal yang
terkait dengan tindakan eksploitasi, seperti memakan hasil pekerjaan orang lain, tidak
memberikan bagian keuantungan yang seharusnya menjadi bagian dari orang yang bekrja dan
berkontribusi terhadap keuntungan tersebut, dilarang oleh Islam karena termasuk eprbuatan
riba (Tjokroaminoto, 2010).
Contoh penerapan sosialisme islam terjadi pada masa kekhalifahan Umar Bin Khattab
RA dimana didalamnya dijunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan persamaan (dalam hal
apapun) diantara sesama manusia tanpa kecuali (Nasihin, 2012). Di masa Rasulullah SAW,
keita Rasululullah SAW mengangkat derajat budak belian menjadi merdeka dan budak
tersebut diangkat menjadi keluarga (Tjokroaminoto, 2010). Praktik tersebut sulit ditemukan
di dalam masyarakat industri modern barat, dimana kaum pekerja seringkali menjadi obyek
eksploitasi dari para pengusaha dan kaum pemilik modal. Menurut Tjokroaminoto (2010),
umat islam tidak boleh menerima dan mengikuti pandangan Karl marx karena ia tidak
mengakui keberadaan agama (agama adalah kebingungan otak yang dibuat oleh manusia
untuk meringankan beban hidup yang sukar).
Tjokroaminoto (2010) mengemukakan hal-hal yang menjadi dasar dari sosialisme
islam, antara lain:
1. Dasar sosialisme islam adalah ajaran dalam Al Qur’an (Surat Al-Baqarah: 213) yang
menyatakan bahwa seluruh umat manusia itu bersaudara atau bersatu. Oleh karena
umat manusia bersaudara dna bersatu, maka merupakan kewajiban seluruh individu
untuk mencapai keselamatan bersama
2. Al-Qur’an mengajarkan umat muslim untuk menciptakan perdamaian, selain itu
terdapat ajaran bahwaAllah telah memisah-misahkan kita menjadi golongan-golongan
dan suku-suku agar kita saling mengenal satu sama lain (QS Al Hujurat: 12).
3. Rasulullah SAW. bersabda Allah SWT. telah menghilangkan kecongkakan dan
kesombongan di atas asal turunan yang tinggi, sehingga seorang arab tidak lebih
tinggi dan mulia daripada seorang asing, melainkan karena takut dan baktinya kepada
Allah SWT.
4. Rasulullah SAW. Bersabda bahwa Allah SWT hanyalah satu, dna asalnya sekalian
manusia itu hanyalah satu, dan mereka mempunyai agama hanyalah satu juga.
Ajaran sosialisme islam tidak hanya berupa teori-teori namun berupa praktik yang
dijalankan dalam kehidupan sehari-hari oleh umat islam sehingga ajaran sosialisme islam
tidak hanya bersifat tekstual dan normatif, namun juga praktis (contohnya adalah:
pelaksanaan shalat dan haji bagi umat Muslim yang tidak membedakan ras, suku,
kebudayaan, dan kasta. Ajaran sosialisme islam lainnya yaitu perilaku kedermawanan. Dalam
Al Qur’an, pemberian sedekah tidak hanya terkait dengan kebajikan namun merupakan
kewajiban yang tidak boleh dilalaikan. Tjokroaminoto (2010) mengungkapkan tiga
komponen yang terdapat dalam sosialisme dan ketiganya telah termuat dalam peraturan islam
serta diimplementasikan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Yaitu kemerdekaan; persamaan;
dan persaudaraan. Khalifah Ali bin Abi Tahlib RA sering mendoakan musuhnya sendiri atau
memberikan harta benda miliknya untuk keperluan orang banyak. Khalifah Abu Bakar As
Shiddiq RA. ketika diangkat menjadi khalifah menyatakan bahwa dirinya bukanlah orang
yang paling utama diantara umat dna justru sangat perlu memperoleh nasihat dari umat islam
lainnya. Khalifah Utsman Bin Affan RA. dengan biayanya sendiri membeli banyak sumber
air dan dijadikan kepunyaan orang banyak untuk keselamatan rakyatnya serta banyak
memerdekakan budak.
Sosialisme islam dengan demikian merupakan perwujudan kehidupan yang adil, setara,
merata untuk mencapai kesejahteraan yang didasarkan oleh nilai-nilai tauhid. Sosialisme
islam merupaan suatu sistem sosial, budaya, ekonomi dan politik yang tidak hanya berupa
konsep, namun dipraktikkan oleh umatnya, dan bahkan pada tingkat tertentu berupa
kewajiban untuk menjalankan ajaran-ajaran tersebut. Jika dikaitkan dengan feminisme
sebagai sebuah konsep yang benar, feminisme yang berdasarkan konsep ketimuran yang
berpedoman dari perjuangan seorang musliman (pahlawan nasional- Tjoet Njak Dhien)
merupakan kontradiksi dari konsep orientalisme pemikiran barat dan menganggapnya
superior. Kamayanti (2013) menyatakan bahwa feminisme ‘ala’ barat merupakan perjuangan
yang ‘buta’ diakibatkan nafsu yang sama maskulinnya. Ini terjadi karena kejahilan manusia
yang tidak memahami fitrah dirinya. Bukan berarti bahwa dunia ini sudah menempatkan
perempuan sebagaimana mestinya. Ketidakadilan terhadap perempuan harus diakui ada,
namun pembebasan terhadapnya seyogyanya dilakukan berdasarkan nilai yang tidak one-
sided. Baik laki-laki dan perempuan memiliki kemuliaan sesuai fitrahnya (Kamayanti, 2013).
Feminisme barat adalah penolakan terhadap opresi yang bersifat agresif yaitu
penggulingan atas dominasi laki-laki. Feminisme barat masih berada dalam tataran nafsu
bukan berbasis nilai religius sehingga walaupun mereka (golongan pencetus) adalah feminis,
hal tersebut menunjukkan jika mereka sangat maskulin. Adapun Tjoet Njak Dhien memiliki
semangat pembebasan dan perubahan itu sendiri yang berpusat pada iman islam, bukan pada
perjuangan atas kesamaan atau superioritas.dalam feminisme timur, tidaklah mustahil bagis
eorang perempuan untuk mendapatkan posisi sebagai pemimpin dengan syarat tidak
menghilangkan sifat dirinya sebagai istri dan seorang ibu (Kamayanti, 2013).
Menurut Kamayanti (2013), feminisme kritis ala Tjoet Njak Dhien tetap
mempertahankan sifat keperempuanan dalam melaksanakan pembebasan; sebagaimana
seorang ibu, Tjoet Njak Dhien mentransfer melalui pendidikan dari ibu ke anak. Pembebasan
pun tidak dilaksanakan untuk dapat menjajah negara lain tetapi untuk bisa bebas hidup dalam
nilai-nilai yang telah digariskan Tuhan. selanjutnya, perjuangan Tjoet Njak Dhien dalam
melawan penjajah adalah eprjuangan untuk umat; tidak seperti feminisme liberal yang pada
akhirnya merupakan perjuangan untuk diri sendiri/individual perempuan. Bahkan, perjuangan
tersebut dilandasi oleh agama seperti dalam perkataannya “kaphe-kaphe penjajah adalah
sebagian daripada iman”.
Teori non-feminisme Tjoet Njak Dhien yang telah dijabarkan adalah teori yang
diturunkan dari hidup dan pemikiran seorang perempuan; yang tidak bersandar pada
feminisme baik liberal, radikal, marxis/sosialis, psikoanalisis dan posmodern. Teori ‘non-
feminisme’ Tjoet Njak Dhien’ tidak semata meletakkan diskusi pada tataran perempuan dan
laki-laki. Teorinya tidak menyatakan bahwa satu adalah musuh bagi yang lain, namun
pembebasan perlu dilakukan pada musuh bersama yaitu para penjajah yang tidak sesuai
dengan nilai islam (Kamayanti, 2013).
Konsep intelektual profetik melalui paradigma interpretif membuka sebuah ‘jalan baru’
yang sebenarnya merupakan konsep penting dalam pergerakan arus politik Indonesia
khususnya pada perkembangan profesi akuntan profesional. Indonesia memiliki falsafah yang
telah dikembangkan berdasarkan ajaran agama untuk memperoleh kehidupan yang makmur,
merata, dan sejahtera dalam landasan keimanan kepada Tuhan yang menciptakan kehidupan
aman dan nyaman. Akuntan profesional berdasarkan profetik adalah akuntan yang
melaksanakan profesinya dengan sungguh-sungguh, menyadari kodratnya sebagai makhluk
Tuhan yang harus memiliki hubungan yang baik dengan sesama manusia sebagai bentuk
penghambaannya kepada Tuhan. jika akuntan sudah menyadari tugas dan kodratnya, tidak
perlu ada aturan-aturan negara yang begitu mengikat karena masyarakat akan terpola untuk
membentuk perilaku yang sesuai dengan perintah Tuhan.

Positif Interpretif Kritis Spiritual


Brutus
Keledai
Ego
Profetik v v
DAFTAR PUSTAKA

Archer, S. (1998). Mattessich's Critique of Accounting: A Review Article. Accounting and


Business Research, 297-316.

Bainatun , S. (2017). Islam dan Sosialisme dalam perspektif H.O.S Tjokroaminoto dan
Mohammad Hatta. Skripsi.

Cripss, J. (1994). Particularis de Computis et Scripturis. Seattle University.

Djamhuri, A. (2011). Ilmu Pengetahuan Sosial dan Berbagai Paradigma dalam Kajian
Akuntansi. Jurnal Akuntansi Multi Parafigma (JAMAL), 2 No.1, 1-39.

Gaffikin, M. (2006). The Critique of Accounting Theory. Faculty of Business - Accounting &
Finance Working Papers.

Harari, Y. N. (2015). Homo Deus (Cetakan 1 ed.). (N. Wiyati, Ed., & Y. Musthofa, Trans.)
PT Pustaka Alvabet.

Kamayanti, A. (2013). Riset Akuntansi Kritis: Pendekatan (Non) Feminisme Tjoet Njak
Dhien. Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL, 4 No.3, 361-375.

Kamayanti, A. (2016). Fobi(A)kuntansi: Puisisasi dan Refleksi Hakikat. Jurnal Akuntansi


Multiparadigma (JAMAL), 7 No. 1, 1-16.

Kuhn, T. (1996). The Structure of Scientific Revolutions (3rd Edition ed.). Chicago and
London: The University of Chicago Press.

Kusdewanti, A. I., & Hatimah, H. (2016). Membangun Akuntabilitas Profetik. Jurnal


Akuntansi Multiparadigma (JAMAL), 7 No. 2, 223-239.

Kusdewanti, A. I., Setiawan, A. R., Kamayanti, A., & Mulawarman, A. D. (2014). Akuntansi
Bantengan: Perlawanan Akuntansi Indonesia Melalui Metafora Bantengan dan
Topeng Malang. Jurnal Akuntansi Multiparadigma (JAMAL), 5 No. 1, 149-169.

Manan, F. (2016). Sosialisme Islam: Perspektif Pemikiran Politik H.O.S. Tjokroaminoto.


Jurnal Wacana Politik - Jurnal Ilmiah Departemen Ilmu Politik, 1 No. 1, 62-70.

Maulana, M. R. (2017). Raden Mas Panji Sosrokartono dan Morality Education di Indonesia.
Tesis.

Mulawarman, A. D. (2010). Integrasi Paradigma Akuntansi: Refleksi Atas Pendekatan


Sosiologi dalam Ilmu Akuntansi. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 1 No.1, 1-17.

Mulawarman, A. D. (2016). 2024 Hijrah Untuk Negeri. (A. Kamayanti, Ed.) Yayasan Rumah
Peneleh.

Mulawarman, A. D. (2019). Tazkiyah:Metodologi Rekonstruksi Akuntansi Pertanian.


ASSETS, 78-91.
Mulawarman, A. D., & Kamayanti, A. (2015). Toward Islamic Accounting Anthropology:
How Secular Anthropology Resaphed Accounting in Indonesia. Journal of Islamic
Accounting and Business Research.

Mulyono. (2013). Ajaran "Ilmu Kantong Bolong" dan Pandangan Hidup Pancasila dalam
Perspektif Etika Sosial.

Schimmel, A. (1993). The Mystery of Numbers. New York: Oxford University Press.

Sudaryanti, D., Sukoharsono, E. G., Baridwan, Z., & Mulawarman, A. D. (2015). Critical
Analysis on Accounting Information Based on Pancasila Value. Procedia - Social and
Behavioral Sciences, 533-539.

Utama, D. (2015, Desember). Upaya Perumusan Prinsip COUNTER ACCOUNTING dengan


Memanfaatkan Filosofi Punk sebagai COUNTER CULTURE. Jurnal AKuntansi
Multiparadigma, 6 No. 3, 444-265.

Anda mungkin juga menyukai