PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit lupus berasal dari bahasa Latin yang berarti “Anjing hutan,”
atau “Serigala,” memiliki ciri yaitu munculnya bercak atau kelainan pada
kulit, dimana di sekitar pipi dan hidung akan terlihat kemerah-merahan
seperti kupu-kupu. Lupus juga menyerang organ dalam lainnya seperti ginjal,
jantung, dan paru-paru.Oleh karena itu penyakit ini dinamakan “Sistemik”,
karena mengenai hampir seluruh bagian tubuh kita. Jika Lupus hanya
mengenai kulit saja, sedangkan organ lain tidak terkena, maka disebut Lupus
Kulit (lupus kutaneus) yang tidak terlalu berbahaya di bandingkan lupus yang
sistemik (Sistemik Lupus /SLE). Berbeda dengan HIV/AIDS, SLE adalah
suatu penyakit yang di tandai dengan peningkatan sistem kekebalan tubuh
sehingga antibodi yang seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri maupun
virus yang masuk ke dalam tubuh berbalik merusak organ tubuh itu sendiri
seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit. Karena
organ tubuh yang diserang bisa berbeda antara penderita satu dengan lainnya,
maka gejala yang tampak sering berbeda, misalnya akibat kerusakan di ginjal
terjadi bengkak pada kaki dan perut, anemia berat, dan jumlah trombosit yang
sangat rendah (Sukmana, 2004).
Perkembangan penyakit lupus meningkat tajam di Indonesia. Menurut
hasil penelitian Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ), pada tahun 2009 saja, di
RS Hasan Sadikin Bandung sudah terdapat 350 orang yang terkena SLE
( sistemiclupus erythematosus). Hal ini disebabkan oleh manifestasi penyakit
yang seringterl ambat diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi
yang inadekuat, penurunan kualitas pelayanan, dan peningkatan masalah yang
dihadapi oleh penderita SLE. Masalah lain yang timbul adalah belum
terpenuhinya kebutuhan penderita SLE dan keluarganya tentang informasi,
pendidikan, dan dukungan yang terkait dengan SLE. Manifestasi klinis dari
SLE bermacam-macam meliputi sistemik, muskuloskeletal, kulit,
hematologik, neurologik, kardio pulmonal, ginjal, saluran cerna, mata,
trombosit, dan kematian janin (Hahn, 2005).
1
2
B. Tujuan
1. Tujuan umum:
Mengetahui secara menyeluruh mengenai konsep teori dan konsep asuhan
keperawatan lupus.
2. Tujuan khusus
a. Memahami pengertian dari lupus.
b. Mengetahui klasifikasi dari lupus.
c. Mengetahui anatomi dan fisiologi lupus.
d. Mengetahui etiologi lupus.
e. Memahami patofisiologi dari lupus.
f. Memahami patoflowdiagram lupus.
g. Mengetahui tanda dan gejala dari lupus.
h. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
penderita lupus.
i. Mengetahui penatalaksanaan dari lupus.
j. Mengetahui komplikasi dari lupus.
k. Menguasai konsep asuhan keperawatan pada lupus.
C. Sistematika Penulisan
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
B. Klasifikasi
3
4
ginjal, darah ataupun organ dan/atau jaringan lain yang mungkin terkena.
SLE pada sebagian orang dapat memasuki masa dimana gejalanya tidak
muncul (remisi) dan pada saat yang lain penyakit ini dapat menjadi aktif
(flare).
3. Drug-induced lupus
Tipe lupus ini sangat jarang menyerang ginjal atau sistem syaraf.
Obat yang umumnya dapat menyebabkan druginduced lupus adalah jenis
hidralazin (untuk penanganan tekanan darah tinggi) dan pro-kainamid
(untuk penanganan detak jantung yang tidak teratur/tidak normal). Tidak
semua orang yang memakan obat ini akan terkena drug-induced lupus.
Hanya 4 persen dari orang yang mengkonsumsi obat itu yang bakal
membentuk antibodi penyebab lupus. Dari 4 persen itu, sedikit sekali
yang kemudian menderita lupus. Bila pengobatan dihentikan, maka
gejala lupus ini biasanya akan hilang dengan sendirinya
Dari ketiganya, Discoid Lupus paling sering menyerang. Namun,
Systemic Lupus selalu lebih berat dibandingkan dengan Discoid Lupus, dan
dapat menyerang organ atau sistem tubuh. Pada beberapa orang, cuma kulit
dan persendian yang diserang. Meski begitu, pada orang lain bisa merusak
persendian, paru-paru, ginjal, darah, organ atau jaringan lain.
C. Anatomi fisiologi
a. Sumsum tulang
Sumsum tulang merupakan “pabrik” pembuatan sel-sel
penting bagi tubuh. Di dalam sumsum tulang dihasilkan
berbagai jenis sel yang berperan dalam pertahanan tubuh. Sejumlah
sel yang dihasilkan oleh sumsum tulang berperan dalam produksi
sel-sel fagosit, sebagian berperan dalam penggumpalan darah, dan
sebagian lagi berperan dalam penguraian senyawa.
b. Kelenjar timus
Kelenjar timus terletak di atas thoraks, sebagian di atas jantung
dan paru-paru. Dalam system limfatik, kelenjar timus merupakan
organ yang penting, terutama pada bayi yang baru lahir karena organ
tersebut mengatur perkembangan limpa dan nodus limpa. Setelah
pubertas, kelenjar timus akan mengecil, tetapi tetap merupakan
organ kekebalan yang penting. Menurut pengamatan biologis,
kelenjar timus tampak seperti organ biasa tanpa suatu fungsi khusus.
Meskipun demikian, kelenjar timus sebenarnya memiliki fungsi yang
teramat penting. Di dalam kelenjar timus, limfosit T di bentuk dan
mendapat semacam “pelatihan” yang berupa transfer informasi.
Informasi ini berguna untuk mengenali karakteristik khusus sel-
sel tubuh. Disini, limfosit dilatih untuk mengenal identitas sel-sel
dalam tubuh dan diprogram untuk membentuk antibody melawan
mikroorganisme spesifik. Terakhir, limfosit yang bermuatan
informasi itu meninggalkan kelenjar timus. Dengan demikian, ketika
limfosit bekerja dalam tubuh, mereka tidak menyerang sel-sel yang
identitasnya telah dikenali, tetapi hanya menyerang dan
membinasakan sel-sel lain yang bersifat asing.
c. Limpa
Limpa adalah organ terbesar dalam system limfatik danterletak
di sisi kiri bagian atas abdomen, di antara rusukterbawah serta
lambung. Di dalam limpa terdapat pembuluhlimpa dan pembuluh
darah. Fungsi utama limpa adalah menghancurkan sel-sel darah
merah yang rusak, bakteri, dan benda-benda asing dalam darah, serta
menghasilkan limfosit dan antibody. Limfosit yang telah dibuat
limpa akan mengikutialiran darah.Limpa mengandung sejumlah
6
D. Etiologi
Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Diduga ada beberapa
factor yang terlibat seperti factor genetic,obat-obatan,hormonal dan
lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE. System imun tubuh
kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan
tubuh sendiri. Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat menghasilkan
antibody secara terus menerus. Antibody ini juga berperan dalam kompleks
imun sehingga mencetuskan penyakit inflamasi imun sistemik dengan
kerusakan multiorgan dalam fatogenesis melibatkan gangguan mendasar
dalam pemeliharaan self tolerance bersama aktifitas sel B, hal ini dapat
terjadi sekunder terhadap beberapa factor :
1. Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B
2. Hiperaktivitas sel T helper
3. Kerusakan pada fungsi sel T supresor
Factor penyebab yang terlibat dalam timbulnya penyakit SLE
1. Factor genetik
Berbagai gen dapat berperan dalam respon imun abnormal
sehingga timbul produk auto antibodi yang berlebihan. Kecenderungan
genetik untuk menderita SLE telah ditunjukkan oleh studi yang dilakukan
7
pada anak kembar. Sekitar 2-5% anak kembar dizigot berisiko menderita
SLE, sementara pada kembar monozigot, risiko terjadinya SLE adalah
58%. Risiko terjadinya SLE pada individu yang memiliki saudara dengan
penyakit ini adalah 20 kali lebih tinggi dibandingkan pada populasi
umum. Studi mengenai genome telah mengidentifikasi beberapa
kelompok gen yang memiliki korelasi dengan SLE. MHC (Major
Histocompatibility Complex) kelas II khususnya HLA- DR2 (Human
Leukosit Antigen-DR2), telah dikaitkan dengan timbulnya SLE. Selain
itu, kekurangan pada struktur komponen komplemen merupakan salah
satu faktor risiko tertinggi yang dapat menimbulkan SLE. Sebanyak 90%
orang dengan defisiensi C1q homozigot akan berisiko menderita SLE.
2. Faktor Imunologi
a. Antigen
Dalam keadaan normal, makrofag yang berupa APC (Antigen
Presenting Cell) akan memperkenalkan antigen kepada sel T. Pada
penderita lupus, beberapa reseptor yang berada di permukaan sel T
mengalami perubahan pada struktur maupun fungsinya sehingga
pengalihan informasi normal tidak dapat dikenali. Hal ini
menyebabkan reseptor yang telah berubah di permukaan sel T akan
salah mengenali perintah dari sel T.
b. Kelainan intrinsik sel T dan sel B
Kelainan yang dapat terjadi pada sel T dan sel B adalah sel T
dan sel B akan teraktifasi menjadi sel autoreaktif yaitu limfosit yang
memiliki reseptor untuk autoantigen dan memberikan respon
autoimun. Sel T dan sel B juga akan sulit mengalami apoptosis
sehingga menyebabkan produksi imunoglobulin dan autoantibodi
menjadi tidak normal.
c. Kelainan antibody
Terdapat beberapa kelainan antibodi yang dapat terjadi pada
SLE, seperti substrat antibodi yang terlalu banyak, idiotipe dikenali
sebagai antigen dan memicu limfosit T untuk memproduksi
autoantibodi, sel T mempengaruhi terjadinya peningkatan produksi
autoantibodi, dan kompleks imun lebih mudah mengendap di
jaringan.
8
3. Factor lingkungan
Beberapa faktor lingkungan dapat bertindak sebagai antigen yang
bereaksi dalam tubuh dan berperan dalam timbulnya SLE. Faktor
lingkungan tersebut terdiri dari:
a. Infeksi virus dan bakteri
Agen infeksius, seperti virus dan bakteri, dapat berperan dalam
timbulnya SLE. Agen infeksius tersebut terdiri dari Epstein Barr
Virus (EBV), bakteri Streptococcus dan Clebsiella.
b. Paparan sinar ultra violet
Sinar ultra violet dapat mengurangi penekanan sistem imun,
sehingga terapi menjadi kurang efektif dan penyakit SLE dapat
kambuh atau bertambah berat. Hal ini menyebabkan sel pada kulit
mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di
tempat tersebut secara sistemik melalui peredaran pembuluh darah.
c. Stres
Stres berat dapat memicu terjadinya SLE pada pasien yang
sudah memiliki kecenderungan akan penyakit ini. Hal ini
dikarenakan respon imun tubuh akan terganggu ketika seseorang
dalam keadaan stres. Stres sendiri tidak akan mencetuskan SLE pada
seseorang yang sistem autoantibodinya tidak ada gangguan sejak
awal.
4. Faktor Hormonal
Peningkatan hormon dalam tubuh dapat memicu terjadinya LE.
Beberapa studi menemukan korelasi antara peningkatan risiko lupus dan
tingkat estrogen yang tinggi. Studi lain juga menunjukkan bahwa
metabolisme estrogen yang abnormal dapat dipertimbangkan sebagai
faktor resiko terjadinya SLE.
5. Faktor Farmakologi
Obat pada pasien SLE dan diminum dalam jangka waktu tertentu
dapat menyebabkan Drug Induced Lupus Erythematosus (DILE). Jenis
obat yang dapat menyebabkan DILE diantaranya kloropromazin,
metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid. Musai (2010)
9
E. Patofisiologi
F. Patoflowdiagram
11
H. Pemeriksaan Penunjang
I. Penatalaksanaan Medis
J. Komplikasi
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
a) Nyeri
b) Gatal-gatal
2) Riwayat kesehatan dahulu
a) Riwayat terekspos sinar radiasi UV yang parah
b) Riwayat pemakaian obat-obatan hidralazin, prokainamid,
isoniazid, kontrasepsi oral dll
c) Riwayat terinfeksi virus
d) Terekspos bahan kimia
3) Riwayat kesehatan keluarga
a) Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun
b) Riwayat keluarga dengan infeksi berulang
14
Setelah diberikan asuhan Kaji suara nafas dan suara Data dasar dalam
keperawatan selama ….. jantung. menentukan intervensi
diharapkan curah jantung lebih lanjut.
mengalami peningkatan
dengan Kriteria Hasil : Ukur CVP pasien Mengetahui kelebihan
Menunjukkan curah atau kekurangan cairan
jantung yang tubuh.
memuaskan
dibuktikan oleh Monitor aktivitas pasien Mengurangi kebutuhan
efektifitas pompa oksigen.
jantung, status
sirkulasi, perfusi Monitor saturasi oksigen Mengetahui manifestasi
jaringan, dan status penurunan curah jantung.
TTV.
Tidak ada edema Kolaborasi pemberian Mengejan dapat
paru, perifer, dan laksatif. memperparah penrunan
asites. curah jantung.
17
kulit. luka.
B. Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keempat. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Lumenta, Nico A. dkk. 2006. Manajemen Hidup Sehat : Kenali Jenis Penyakit
dan Cara Penyembuhannya. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
21