MP-ASI merupakan proses transisi dari asupan yang semata berbasis susu menuju ke
makanan yang semi padat. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara
bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi/anak.
( Mufida, 2015) Pemberian MP-ASI yang tepat diharapkan tidak hanya dapat memenuhi
kebutuuhan gizi bayi, namun juga merangsang keterampilan makan dan merangsangg rasa
percaya diri pada bayi. Pemberian makanan tambahan harus bervariasi dari bentuk bubur cair
kebentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek dan akhirnya
makanan padat.
pemberian MPASI pada saat yang tepat akan sangat bermanfaat bagi pemenuhan
kebutuhan nutrisi dan tumbuh kembang bayi.
Periode ini dikenal pula sebagai masa penyapihan (weaning) yang merupakan suatu
proses dimulainya pemberian makanan khusus selain ASI secara bertahap jenis, jumlah,
frekuensi maupun tekstur dan konsistensinya sampai seluruh kebutuhan nutrisi anak dipenuhi
oleh makanan. (Sri S. Nasar, 2015)
Masa peralihan ini yang berlangsung antara 6 bulan sampai 23 bulan merupakan masa
rawan pertumbuhan anak karena bila tidak diberi makanan yang tepat, baik kualitas maupun
kuantitasnya, dapat terjadi malnutrisi.
RM: Apa saja kemungkinan penyebab dari BB di sekitar posyandu yang tidak naik selama 2 bulan
belakangan?
HIPOTESIS: Hal apa saja yang harus dilakukan agar dapat mencapai KADARZI?
Upaya perbaikan gizi keluarga melalui sosialisasi dan fasilitas keluarga sadar gizi
(KADARZI) antara lain: (1). Gizi seimbang pada ibu hamil (bumil), ibu menyusui, balita dan
lansia, (2). Pemberian makanan tambahan bagi anak sekolah, (3). Kepedulian kelurga
terhadap perilaku hidup bersih dan sehat serta pola makan sehat dan gizi seimbang, (4).
Kualitas gizi pada ibu hamil yang kekurangan energy kronis (KEK) dengan mengukur lingkar
lengan, (5). Penanggulangan gangguan akibat kekurangan garam yodium, (6). Sumplementasi
zat gizi, (7). Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan, (8). Makanan pendamping ASI, dan (9).
Pemberian makanan tambahan balita dan lansia.
Upaya perbaikan gizi mempertimbang beberapa hal penting sebagai berikut: (1).
Arahkan perbaikan gizi lebih mengedepankan perubahan perilaku keluarga, untuk mencegah
dan menanggulangi gizi kurang dan gizi lebih, (2). Sasaran perbaikan gizi diperluas mencakup
seluruh kelompok siklus hidup, meliputi : bayi, balita, usia sekolah, remaja dan usia produktif
serta usia lanjut, (3). Pendekatan yang lebih mengutamakan pemberdayaan keluarga,
pemberdayaan masyarakat, peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan didukung
kerjasama lintas sektor.
Seluruh anggota keluarga berstatus gizi baik apabila: (1). Tidak ada lagi bayi berat lahir
rendah (< 2500 gram), (2). Keluarga telah menggunakan garam beryodium, (3). Semua bayi 0-
6 bulan hanya diberi ASI saja, (4). Semua balita naik berat badan, dan (5). Tidak ada anggota
keluarga yang mangalami gizi lebih (Sunita & Almatsier, 2010).
Indikator KADARZI yaitu: (1). Menimbang berat badan secara teratur, (2). Memberikan
Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI eksklusif), (3). Makan
beraneka ragam, (4). Menggunakan garam beryodium, dan (5). Minum suplementasi gizi
(tablet tambahan darah ataupun kapsul vit. A sesuai anjuran (Sunita & Almatsier, 2010)
Sasaran KADARZI adalah: (1). Seluruh anggota keluarga, (2). Masyarakat yang terdiri dari
kebijakan pemerintahan daerah tokoh masyarakat swasta dunia usaha, dan (3). Petugas
tehnik dari lintas sektor terkait berbagai tingkat administrasi (Depkes RI, 2007).
3. Konselor ASI
Konselor ASI adalah orang yang dibekali keterampilan untuk membantu ibu memutuskan apa
yang terbaik untuknya dan menumbuhkan kepercayaan diri ibu dalam memberikan ASI kepada
bayi (Roesli, 2005). Konselor ASI dipilih dari tenaga kesehatan yang kemudian mendapatkan
pelatihan khusus konseling menyusui dengan jumlah jam pelatihan yang telah distandarkan oleh
badan kesehatan dunia (World Health Association) yaitu 40 jam. Melalui pelatihan ini setiap calon
konselor belajar tentang ASI dan segala faktor yang terkait dengan pemberian ASI baik secara
medis/teknis, sosial budaya
Jurnal Kesmas Indonesia, Volume 9 No 1, Januari 2017,