YANG EFEKTIF
Madu merupakan zat yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Sebagaian
besar masyarakat mengenal madu sebagai bahan makanan. Padahal banyak sekali
manfaat madu, di antaranya dalam bidang kesehatan sebagaimana yang dinyatakan dalam
Alquran bahwa madu dapat digunakan sebagai obat.
Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-
pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia," kemudian makanlah dari tiap-
tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan
(bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam
warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang
yang memikirkan. (QS. An Nahl, 16:68-69)
Penjelasan tentang madu ini merupakan potongan ayat-ayat dalam Al quran. Ayat ini
memberikan berita pada manusia bahwa madu yang keluar dari perut lebah dan
bermacam-macam warnanya ini sebenarnya mempunyai khasiat obat yang
menyembuhkan.
Salah satu kasus yang membuktikan adanya khasiat dari madu adalah kejadian yang
dialami oleh seorang remaja Inggris yang menderita infeksi pada darah yang
menyebabkan kakinya harus diamputasi. Pengobatan yang telah dilakukan sebelumnya
tidak berhasil. Akhirnya dicoba pengobatan dengan madu yaitu kakinya diolesi Madu
Manuka. Ternyata madu tersebut berhasil mengurangi jumlah bakteri secara cepat, dan
setelah sepuluh minggu pemuda tersebut berhasil sembuh total dan kakinya tidak jadi
diamputasi. Kasus ini dilaporkan pada 6 April 2000 di Nursing Times (Anonim, 2000,
http://healthychoice.epnet.com/GetContent.asp?
siteid=csmary&docid=/healthy/alternative/2000/honey/GetContent.asp?
siteid=csmary&docid=/healthy/living/contrib, diakses pada tanggal 20 Februari 2009).
Sebenarnya manusia dengan kecerdasan berpikirnya telah berupaya menguak zat yang
terkandung dalam madu serta fungsinya melalui berbagai penelitian dan percobaan. Pada
tahun 1933 Philip menyebutkan penggunaan madu untuk luka bakar dan menjelaskan hal
ini sebagai balutan luka yang terbaik. Pada tahun 1937 Voigtlander menggunakan madu
untuk menyembuhkan luka bakar dan menggunakannnya untuk mengurangi nyeri dengan
sensasi menyejukkan dari madu. Studi pada model binatang telah mendemonstrasikan
bahwa madu lebih mempercepat penyembuhan luka dan mengurangi inflamasi daripada
pengontrolan bebas infeksi pada luka bakar superfisial dan luka dalam serta pada luka
yang telah terinfeksi Staphylocoocus aureus. Laporan kasus lain juga menyebutkan
bahwa luka bakar tidak berespon dengan pengobatan konvensional, tetapi dapat pulih
ketika menggunakan balutan madu. Sebuah studi retrospektif selama 5 tahun (1988-1992)
pada 156 pasien luka bakar yang dirawat di rumah sakit menyebutkan bahwa 13 pasien
yang diobati dengan madu memiliki hasil yang sama dengan yang disembuhkan dengan
silver suphadiazine (Subrahmanyam, 2007).
Khasiat madu yang telah diwahyukan dalam Alquran merupakan pemicu bagi penulis
untuk mengangkat karya tulis bertopikkan madu. Penulis perlu melakukan eksplorisasi
terhadap manfaat madu sebagai bahan perawatan luka melalui penelitian-penelitian yang
telah dilakukan terhadap madu ini. Ternyata madu mempunyai banyak potensi terapeutik.
Sampai saat inipun penelitian tentang potensi terapeutik madu masih terus berlanjut.
Penelitian-penelitian yang terus berlanjut ini menunjukkan bahwa masih ada rahasia-
rahasia madu yang harus dikuak oleh manusia. Begitu banyaknya manfaat yang
dikandung oleh madu menunjukkan betapa sangat bergunanya madu ini bagi kehidupan
manusia.
D.Efek Antiinflmasi
Bukti histologi dari pengurangan jumlah inflamasi sel pada luka yang dibalut dengan
madu berasal dari studi pada 61 luka bakar dalam dan 25 luka bakar superficial
sebagaimana halnya dengan luka dalam (Postmes, 1997). Studi ini menyimpulkan bahwa
pengurangan inflamasi pada luka berkaitan dengan komponen antiinflamasi madu, dan
tidak hanya berkaitan dengan efek pembersihan dan debridement luka yang dihasilkan
oleh madu .
Walaupun inflamasi adalah bagian utama dari respon normal tubuh terhadap infeksi atau
perlukaan, inflamasi yang berlebihan dan terus berlanjut dapat mencegah penyembuhan
atau bahkan menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih lanjut. Penekanan inflamasi,
layaknya pengurangan nyeri pada pasien, menurunkan dilatasi pembuluh darah, yang
akan mengurangi edema dan eksudat. Tekanan pada jaringan akibat sekunder dari edema
menghambat aliran darah dalam kapiler (Chant, 1999), menyebabkan kelaparan jaringan
akan oksigen dan nutrisi yang vital untuk leukosit dalam melawan infeksi dan untuk
pembelahan fibroblast dalam penyembuhan luka. Akhirnya, penyembuhan terganggu
karena pembengkakan jaringan menghalangi difusi oksigen dan nutrisi dari kapiler ke
sel-sel (Sinclair, 1994).
Konsekuensi yang lebih serius dari inflamasi yang berlebihan adalah produksi jenis
oksigen reaktif (radikal bebas) dalam jaringan, yang merupakan produk samping dari
aktivitas fagosit dalam proses inflamasi. Radikal bebas reaktif ini dapat memecah protein,
asam nukleat, dan lipid pada membran sel, membahayakan atau merusak jaringan. Jenis
oksigen reaktif juga menarik lebih bayak leukosit ke area inflamasi sebagai penguatan
diri dari respon inflamasi (Flohe dkk, 1985). Mekanisme penguatan diri ini selanjutnya
menyebabkan aktivasi proteolitik.
Walaupun hydrogen peroksida pada madu dapar berpotensi menyebabkan inflamasi,
tetapi senyawa diproduksi dalam kadar yang sangat rendah. Antioksidan yang terdapat
pada madu juga membantu mencegah inflamasi. Antioksidan ini merupakan jenis
oksidatif yang terbentuk dari hydrogen peroksida.
Penjelasan mengenai madu ini memberikan gambaran akan kelebihan-kelebihan madu
dibanding dengan bahan perawatan luka yang lain. Madu ternyata lebih efektif dalam
buat steril luka infeksi dan lebih efektif juga dalam membantu proses penyembuhan luka.
Alasan ini cukup kuat digunakan sebagai dasar penggunaan madu sebagai bahan
perawatan luka.
Sumber Kepustakaan:
Anonim. 2006. Honey Dressings in Wound Care.
http://apitherapy.blogspot.com/2006/12/uk-nursing-magazine-outlines-evidence.html
Anonim. 2008. Obat Rawat Luka. http://metcovazin.blogspot.com/feeds/posts/default
Anonim. 2000. Manfaat Madu bagi Kesehatan.
http://healthychoice.epnet.com/GetContent.asp?
siteid=csmary&docid=/healthy/alternative/2000/honey/GetContent.asp?
siteid=csmary&docid=/healthy/living/contrib, diakses pada tanggal 20 Februari 2009
Anonim. How Honey Heals Wounds.
http://www.biotechlearn.org.nz/focus_stories/honey_to_heal/how_honey_heals_wounds
Armon PJ. The use of honey in the treatment of infected wounds. Trop Doct 1980; 10(2):
91
Badan Standardisasi Nasional. 2000. Standar Nasional Indonesia: Madu. Badan
Standardisasi Nasional, Jakarta
Bunting CM. The production of hydrogen peroxide by honey and its relevance to wound
healing. MSc thesis. University of Waikato. 2001.
Chant A. The biomechanics of leg ulceration. Ann R Coll Surg Engl. 1999;81:80-85.
Chirife J, Herszage L, Joseph A, Kohn ES. In vitro study of bacterial growth inhibition in
concentrated sugar solutions: microbiological basis for the use of sugar in treating
infected wounds. Antimicrob Agents Chemother 1983; 23(5): 766-73.
Clotho Corp: U.S. Distributors of New Zealand Manuka Honey. Using Honey to Dress a
Wound.
http://www.purezing.com/living/wellness_articles/living_articles_honeywounds.html
Cooper RA, Molan PC, Harding KG. Antibacterial activity of honey against strains of
Staphylococcus aureus from infected wounds. J R Soc Med 1999; 92(6): 283-5.
Dold H, Du DH, Dziao ST. Nachweis antibakterieller, hitze- und lictempfindlicher
Hemmungsstoffe Inhibine im Naturhonig Blütenhonig [Detection of the antibacterial heat
and light-sensitive substance in natural honey]. Z Hyg Infektionskr 1937; 120: 155-67.
Dumronglert E. A follow-up study of chronic wound healing dressing with pure natural
honey. J Nat Res Counc Thail 1983; 15(2):39-66.
Farouk A, Hassan T, Kashif H, Khalid SA, Mutawali I, Wadi M. Studies on Sudanese bee
honey: laboratory and clinical evaluation. Int J Crude Drug Res 1988; 26(3):161-168.
Flohé L, Beckmann R, Giertz H, Loschen G. Oxygen-centred free radicals as mediators
of inflammation. In: Sies H, ed. Oxidative Stress. London, Ontario: Academic Press,
1985:403-435.
Frankel S, Robinson GE, Berenbaum MR. Antioxidant capacity and correlated
characteristics of 14 unifloral honeys. J Apic Res 1998; 37(1): 27-31.
Green AE. Wound healing properties of honey. Br J Surg 1988; 75(12): 1278.
Herszage L, Montenegro JR, Joseph AL. Tratamiento de las heridas supuradas con acúcar
granulado comercial. Bol Trab Soc Argent Cir 1980; 41(21-22): 315-30.
Hutton DJ. Treatment of pressure sores. Nurs Times 1966; 62(46): 1533-4.
Hyslop PA, Hinshaw DB, Scraufstatter IU, Cochrane CG, Kunz S, Vosbeck K. Hydrogen
peroxide as a potent bacteriostatic antibiotic: implications for host defense. Free Radic
Biol Med 1995; 19(1): 31-7.
Johnson, Mary Ann. 1999. Honey as medicine - Australia produces a world's first!.
http://www.sdearthtimes.com/et0100/et0100s17.html
M, Subrahmanyam. 2007. TOPICAL APPLICATION OF HONEY FOR BURN WOUND
TREATMENT - AN OVERVIEW. Sangli: Department of Surgery, Bharati Vidyapeeth
University Medical College and Hospit.
Majalah Kehutanan Indonesia. 2002. Budidaya Lebah Madu di Indonesia. Edisi ke-1.
Departemen Kehutanan. Jakarta
Molan, PC. 1992. The antibacterial activity of honey. 1.The nature of the antibacterial
activity. Bee World.; 73(1): 5-28.
Ngan, Vanessa. 2008. Honey http://dermnetnz.org/treatments/honey.html
Oryan A, Zaker SR. Effects of topical application of honey on cutaneous wound healing
in rabbits. Zentralbl Veterinarmed A 1998; 45(3): 181-8.
Peri. 2004. Peramalan penjualan dan keuntungan kotor produk olahan lebah madu apiari
pramuka. Skripsi. Bogor: Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Postmes TJ, Bosch MMC, Dutrieux R, van Baare J, Hoekstra MJ. Speeding up the
healing of burns with honey. An experimental study with histological assessment of
wound biopsies. In: Mizrahi A, Lensky Y, eds. Bee Products: Properties, Applications and
Apitherapy. New York, NY: Plenum Press; 1997:27-37.
Purwati, Endang dan Rusfidra. 2008. MADU; Manfaat, Khasiat dan Keajaibannya.
Makalah. http://rusfidra.multiply.com/journal/item/68/Madu
Sackett WG. Honey as a carrier of intestinal diseases. Bull Colorado State Univ Agric
Exp Stn 1919; 252: 1-18.
Saissy JM, Guignard B, Pats B, Guiavarch M, Rouvier B. Pulmonary edema after
hydrogen peroxide irrigation of a war wound. Intensive Care Med 1995; 21(3): 287-8.
Sarwono, B. 2001. Lebah Madu. AgroMedia Pustaka, Tangerang
Sinclair RD, Ryan TJ. Proteolytic enzymes in wound healing: the role of enzymatic
debridement. Australas J Dermatol. 1994;35:35-41.
Turner FJ. Hydrogen Peroxide and Other Oxidant Disinfectants (3rd ed). Philadelphia:
Lea and Febiger, 1983.
White JW, Subers MH, Schepartz AI. The identification of inhibine, the antibacterial
factor in honey, as hydrogen peroxide and its origin in a honey glucose-oxidase system.
Biochim Biophys Acta 1963; 73: 57-70. www.info@clickwok.com
RINGKASAN
Penggunaan madu sebagai bahan perawatan luka, sebagai suatu pengobatan kuno
yang ditemukan kembali dan hal itu meningkatkan ketertarikan terhadap madu, dan
banyak laporan tentang keefektifannya yang sudah dipubikasikan. Hasil temuan klinis
didapatkan bahwa infeksi dapat sembuh lebih cepat, inflamasi “swelhing” dan nyeri dapat
segera dikurangi odouer terkurang, slousghing, jaringan nekrotik dapat induced, granulasi
dan epitelisasi di hastened dan proses menyembuhkan luka dapat dipercepat dengan
pembentukan jaringan scar yang minimal.
Asam anti microbial dalam madu mencegah pertumbuhan mikroba pada luka
yang lembab (basah). Tidak seperti antiseptic tropical lainnya, madu tidak menyebabkan
kerusakan jaringan. Studi yang dilakukan terhadap binatang percobaan didapatkan hasil
bahwa secara histology madu dapat meningkatkan proses penyembuhan luka. Hal itu
adalah efek langsung nutrient yang “drowing limple out” dari sel dengan mekanisme
osmosis. Stimulasi proses penyembuhan juga disebabkan oleh asiditas/keasaman dari
nadi itu sendiri. Osmosis menyebabkan cairan madu yang kontak denganpermukaan luka
dapt mencegah “dressing sticking” sehingga tidak terasa nyeri atau terjadi kerusakan
jaringan ketika dressing diganti. Begitu banyak bukti-bukti yang mnedukung
penggunaan madu, dan dari hasil penelitian dengan teknik randomized controlled clinical
trialmenunjukkan bahwa ternyata madu lebih efektif dari pada silver sulva diazine dan
poly urethane film (opsiteR) untuk menyembuhkan lika bakar.
PENDAHULUAN
Pada tahun 1985 editorial di Jurnal of Royal Society of Medicine mengemukakan
sebuah opini “Pengobatan terapeutik mungkin bisa tidak terkontaminasi. Madu murni
dapat digunakan untuk hal tersebut”. Madu tersedia di berbagai komunitas walaupun
mekanisme dari beberapa bahan dapat bermanfaat dan membutuhkan investigasi lebih
lanjut, dan sekarang sudah waktunya membuka wacana bagi pengobatan tradisional.
Kebanyakan referensi melaporkan madu sebagai dressing luka. Masyarakat kuno
menggunakan madu untuk pengobatan luka tetapi hanya sedikir gambaran yang didapat,
begitu pula dengan bukti klinisnya. Dari beberapa literature melaporkanbahwa dewasa
ini telah ditemukan kembali pengobatan dengan madu. Sejalan dengan ketertarikan
pengobatan alternative terutama sekali terhadap perkembangan dari resistensi bakteri
terhadap antibiotik dan juga karena adanya peningkatan madu untuk dressing luka saat
ini. Hal itu menjadi kesadaran bagi para klinisi dan peneliti untuk meneliti lebih lanjut
dan mempublikasikan madu sebagai dressing luka.
PERTINENT:
Akhir-akhir ini bahwa madu efektif untuk dressing luka yang mana luka tersebut
tidak berespon terhadap terapi konvensional. Banyak laporan yang menyatakan tentang
keefektifan madu sebagai dressing luka yang terinfeksi ditambahkan sebagai bagian dari
obat anti bacterial. Tetapi dalam literature yang dipublikasikan lebih luas, dari studi
infitro didapatkan madu mempunyai aktifitas sebagai anti bakterial yang signifikan tetapi
tidak dijelaskan dalam artikel ini secara komprehensif. Akan tetapi sebagai catatan
dijelaskan kepada pembaca mengenai median level dari aktivitas antibacterial madu yang
dapat menghambat secara kompleks species bacteri penyebab umum infeksi luka dengan
konsentrasi 1,8% - 11% (v/v) dan mengelompokkan (collection) strain MRSA pada
konsentrasi 1% - 4% (v/v).
APLIKASI PENGGUNAAN MADU
Salah satu prosedurnya adalah sebagai berikut:
1. Luka dibersihkan jika terdapat abses luka dan drainage pus dan nekrotomi jaringan
nekrotik sebelum dilakukan dressing luka dengan madu.
2. Selain itu dapat digunakan prosedur rigorous cleancing: bersihkan luka dengan sikat gigi
dan lanjutkan dengan pemberian hydrogen peroksida saline rinse, betadin dan saline rinse
lainnya; dicairkan hidrogen perokside pada luka dan alkohol disekitar kulit, atau juga
luka dapat dibersihkan dengan eusol atau akueus 1% chlorhexidine. Kebanyakan
sebelum luka dibersihkan, luka dicuci dengan saline sebelum diobati dengan madu, dan
ketika dressing diganti.
Banyak juga laporan yang menyatakan madu dioleskan menyeluruh menutupi
luka dengan dressing kering, moustly gauze. Jumlah madu yang digunakan bervariasi;
1. Lapisan tipis madu (hasil relatif jelas):
2. lapisan tipis madu dengan pemberian 2-3 kali/hari
3. Memberikan madu diseluruh permukaan luka sampai diluar luka.
4. Thick layer honey.
5. soaking the wound generously honey
6. Mengoleskan madu pada luka sampai ¾ isi luka.
7. Memberikan 15-30 ml madu pada luka ulcer.
Selain itu pemberian madu diberikan untuk dressing kemudian ditempatkan pada luka.
Madu akan menyebar dipermukaan luka (gauze) atau soaked madu. Madu impregnated
gause dapat digunakan untuk pack cavities of wounds. Setelah luka terbungkus maka
luka akan terbungkus. Pada ulcerasi servik proses penyembuhan luka dapat dilakukan
dengan memasukkan 85 ml madu ke dalam vagina dan tahan ditempat tersenut dengan
tampon selama 3 hari.
Kebanyakan dressing luka dilakukan setiap hari atau 2 hari sekali atau 2-3 hari
sekali. Hasil penelitian menyatakan bahwa dressing dilakukan 1 hari atau lebih
tergantung dari kebutuhan agar luka tampat bersih dan kering. Laporan lain
menyebutkan bahwa dressing diganti 1 atau 2 kali sehari sampai luka bersih dan terjadi
granulasi, kemudian dressing sehari sekali dapar dibanti. Laooran lain menyatakan
penggantian dressing madi dilakukan sehari dua kali dan dilakukuan 3 kali sehari jika
luka terkontaminasi dengan urine atau feses.
Beberapa laporan menyatakan bahwa campuran antara lipid dan madu ternyata
lebih mudah menyebar di permukaan luka, selain lipid dengan menggunakan castor oil
atau 20% vaselin. Pemanasan yang berlebihan terhadap madu mendukung dihindari
karena glukosa oxidase ensyme pada madu akan memproduksi hidrogen peroxidase,
komponen utama dari antibacterial sangat rentan terhadap panas dan menjadi tidak aktif.
KOMENTATOR
Tidak ada indikasi dari beberapa laporan tentang metode aplikasi dari pemberian
madu pada luka yang digunakan sebagai dasar mengambil keputusan baik secara empiris
maupun teoritis. Perbedaan metode menunjukan perbedaan pendekatan. Penyebaran
madu pada “dressing pad” lebih baik daripada luka dan lebih mudah dilakukan dan
mengurangi kejadian traumatik bagi pasien. Hal ini juga dapat lebih menutup permukaan
luka. Jika luka dalam atau terdapat abes pada luka, dan membutuhkan madu untuk
pengobatannya, maka cara yangpraktis dengan menggunakan honey packed di squeeze
out toobes.
RASIONALNYA:
Kebanyakan madu dibutuhkan perunit area pada luka tergantung luasnya atau
banyaknya eksudat. Manfaat madu pada jaringan luka dilaporkan kemungkinan menurun
atau hilang jika sedikit madu yang berada eksudat yang banyak (kasiat madu hilang)
sebagai mana frekwensi dressing yang akan berubah menyesuaikan seberapa cepat madu
tersebut dicairkan oleh eksudat. Keefektifan madu dalam menurunkan inflamsi dan
eksudasi dapat digunakan sebagai patokan tingkat frekwensi penggantian dressing.
Pergantian dressing yang sering mungkin tidak diperlukan untuk mencegah pertumbuhan
bakteri, karena aktifitas anti bakterial pada madu akan mencegah pertumbuhan bakteri.
Jika madu tidak terdeteksi oleh eksudat, terutama jika madu dengan level aktifitas tinggi
yang dipilih.
OBSERVASI KLINIK
Telah dilaporakan dari studi klinik yang bervariasi pada penggunaan madu
sebagai dressing sebagai luka infeksi yang luka itu menjadi steril dalam 3-6 hari, 7 hari,
atau 7-10 hari. Hal lain telah dilaporkan bahwa madu efektif untuk membersihkan luka
infeksi. Juga telah dilaporkan bahwa madu mencegah timbulnya nekrosis. Madu juga
telah ditemukan untuk melakukan pencegahan barier luka dan menjadi infeksi, mencegah
infeksi silang dan menjadikan jaringan luka bakar agar sembuh dengan cepat tidak
terbatas sebagai infeksi sekunder. Hal lain telah dilaporkan bahwa mengelupasnya
jaringan gangrene dan jaringan nekrotik dengan cepat diperbaiki dengan jaringan
granulasi dan menjadikan epitensasi lebih ketika madu digunakan sebagai dressing
melalui debridement bedah minimun yang diminta. Hal lain juga telah diobservasi
bahwa dibawah slough dressing madu, nekrotik dan jaringan gangrene tersebar sehingga
hal itu dapat dilaihkan pengurangan nyeri dan hal lain telah dicatat dengan cepat dan
penyebaran mudah dari slough dan perpindahan cruct dari luka. Rapid cleancing kimia
atau debridement enzim menghailkan dari penerapan madu untuk luka telah dilaporkan
dengan tanpa bentuk erchar dalam pembakar. Penulis lain mengatakan efek clencing dari
madu pada luka. Hal lain juga dilaporkan bahwa kotoran berpindah dengan balutan
ketika madu digunakan untuk dressing untuk memudahkan luka bersih. Madu juga
dilaporkan memberikan deodorisasi dari bau luka. Madu digunakan sebagai dressing
telah dilaporkan mempromosikan bentuk dari jaringan granulasi yang bersih dan sehat.
Hal lain juga telah dilaporkan untuk mempromosikan atau membangun epitelisasi dari
luka. Dumromlert berkomentar pertumbuhan yang cepat dari jaringan yang baru dapat
dibentuk kembali. Memperbaiki nutrisi dari luka yang telah diobservasi juga
meningkatkan aliran darah dari luka telah ditemukan dalam luka dan aliran darah yang
bebas dari limfe.
Penulis lain mengomentari pada penyembuhan luka secara cepat terlihat dengan
dressing madu. Desottes berarti pada luka menjadi tertutup. Dalam fashion spektakuler
dalam 90% kasus kadang-kadang dalam beberapa hari. Borlando berarti untuk
penyembuhan menjadi supresin dengan cepat secara khusus untuk derajad I dan II pada
luka bakar. Blomfield mengopini jika madu mendukung proses penyembuhan ulser
bisul/borok dan luka bakar. Lebih baik dari pada lokal apliction yang telah digunakan
sebelumnya. Bergman telah mengobservasi secara klinis bahwa penyembuhanpada luka
terbuka lebih cepat dengan madu seperti yang telah ditemukan oleh Hamdi jika itu
dipercepat making wound suitable for suture.
Telah dicatat bahwa dressing luka dengan madu mengikuti grafting lebih cepat,
dilaporkan juga madu menurunkan insiden bekas skingraft dan membantu regenerasi
kulit, membuat rekonstruksi plastik yang tidak diperlukan. Juga dicatat bahwa
penyembuhan luka dengan madu memberi sedikit atau tidak ada jaringan parut.
Manfaat lain dari madu antara lain menurunkan inflamasi udema dan eksudat,
mengabsorbsi cairan dari luka. Dibeberapa kasus memberikan effek penurunan nyeri
lokal secara lebih cepat, menghilangkan reaksi alergi dan efek berbahaya pada jaringan.
Selama itu dressing dengan madu mudah diaplikasikan. Kurang lebih ada adesi yang
menyebabkan kerusakan jaringan granulasi lokal. Menghindari perdarahan ketika
removing dressing. Beberapa madu yang tersisa mudah dibersihkan dengan mandi.
Comentar: observasi klinik ini menyediakan in isolation, level terendah evidence
upon which, sebagai dasar keputusan klinik untuk menggunakan madu sebagai alat
dressing luka. Tetapi ketika dibandingkan dengan percobaan yang secara umum
digunakan untuk dressing menunjuukan bahwa madu memiliki beberapa kasiat yang
berpotensial membuatnya sebagai bahan dressing luka yang sangat bermanfaat. Aspek
fisik menyediakan barier protective dan secara osmosis, menciptakan lingkungan
penyembuhan yang lambat. In the form of solution of honey that doesnot stick to the
under lying wound tissues. Unsure anti bacterial madu mencegah kolonisasi bacteri
darilingkungan lembab ini. Anti bacterial menunjukkan tidak ada kerusakan pada proses
penyembuhan melalui efek adverse pada jaringan luka. To the contrary terlihat memiliki
efek stimulasi pada regenerasi jaringan. In edition terdapat indikasi yang jelas dari anti
inflamasi.
EVIDENTCE OF EFEKTIVE NURSE: ANIMAL STUDIES
Pada sebuah studi percobaan membandingkan antara madu dan silver sulva
diazine, dan madu+gula. Pada luka bakar kulit standar 7x7 cm pertumbuhan epitel dalam
waktu 21 hari dengan madu dan gula. Kemudian 28-35 hari pada silver sulva diazine
granulasi terlihat lebih jelas pada perawatan dengan silver sulva diazine. Penampakan
histologi luka pada seluruh luka yang dirawat dengan madu menunjukkan inflamasi yang
lebih sedikit dari pada yang dirawat dengan gula dan silver sulva diazine. Pada
percobaan yang lain luka bakar diciptakan dengan red hot pin (15 mm 2) yang diletakkan
di kulit tikus, kemudian dirawat dengan madu atau dengan gula yang memiliki komposisi
dengan madu. Penyembuhan telah terlihat secara histologi menjadi lebih aktif dan lebih
dengan madu lalu dengan tanpa pengobatan atau solusi gula waktu diambil untuk
perbaikan komplek dari lukatelah berkurang secara signifikan dengan madu lalu dengan
tanpa pengobatan atau dengan solusi gula dan nekrotik tidak pernah begiru serius.
Pengobatan dengan madu memberikan kejernihan attenation dari inflamasi dan eksudasi
dan regenerasi cepat dari jaringan epiferial dari luar dan pembentukan sikatrik dengan
cepat.
Pada studi eksperimen pada binatang luka yang lebih penuh telah dirawat dengan
memotong sampai 2x4 cm lapisan dari kulit pada bagian belakang calves berbeu. Luka
dibersihkan dengan madu atau mitrovurazone atau dengan petrolatum sterilisasi sebagai
kontrol. Granulasi, bentuk scar dan penyembuhan menyeluruh terjadi lebih cepat dengan
madu dari pada dengan nitrovurazone dan dalam kontrol latihan histo morfological dari
contoh biopsi. Memberi arti lebih dalam kontrol dengan mitrosulvazone lalu denganm
madu kurang proliferasi dari fibroblast dan argioblast.
Dilain studi penelitian pada calves berbeu beda atau lebih tebal pada kulit luka,
2x4 cm, dibuat setelah menginfekting area luka dengan infeksi subkutaneus dan
stapilococus areus atau prioritas untuk luka. Aplikasi topikal dari madu, ampicillin
ointment, dan salin sebagai kontrol dibandingkan sebagai pengobatan untuk luka.
Latihan klinik dari luka dan histomorfologikal examinition dari contoh biopsi
menunjukkan bahwa madu memberikan tingkat yang lebih cepat dari penyembuhan
dibandingkan dengan pengobatan yang lain. Reaksi inflamasi terakhir paling besar
fibroelastis dan argioblastik dalam luka. Paling cepat terbawa dari jaringan konektif
fibrose dan epitelisasi tercepat.
Studi eksperimental membawa .................juga juga membandingkan madu
dengan ........saline, pada luka dibuat dengan ebersing kulit (10x10 mm), dibawah otot.
Latihan histologikalmenunjukkan bahwa thecknes dari granulasi danjarak dari epitelisasi
dari ujung jaringan luka adalah signifikan ................area dari luka lebih kecil secara
signifikan, dalam hal itu diobat dengan madu (P<0,001) tidak ada yang menunjukkan
kumpulan, infeksi klinik.
Didalam studi lain pada tikus panjang 10mm telah dibuat dalam kulit dari
sepasang tikus dan luka diobati secara topikal dengan madu floral, madu dari tawon
pemakan gula atau salin. Secara statistik meningkat significan dalam tingkat
penyembuhan telah dilihat dengan pengobatanmadu floral dibandingkan dengan control
salin, hal ini menjadi lebih besar dengan obat oral dari pada dengan cara topical.
Pengobatan dengan madu dari tawon pemakan gula memberikan tingkat lebih tinggi dari
penyembuhan. Setelah 4 hari memberikan hasil tidak lebih baik dari pemakaian dengan
salin normal, granulasi, epitelisasi dan jaringan fibrous terlihat histologikal
mencerminkan peningkatakan penyembuhan berarti sebagai penurun dalam luka. Dari
jaringan granulasi dengan sel inflamasi klinik terbesar tawon pemakan gula, sedikit
dalam pengobatan topikal dengan madu, floral, dan paling sedikit pengobatannya dengan
madu floral.
Penerapan oral atau topikal dari madu dibandingkan dalam studi lain pada tikus,
didalam irisan dalam 2x2 cm kulit luka, dibuat pada belakang dari tikus dengan
memotong kulit. Tikus diobati dengan penerapan topikal dari madu pada luka.
Administrasi oral dari madu, atau intraperitoneal administrai dari madu atau pengobatan
sebagai kontrol. Setelah 7 hari pengobatan tritiated praline diinjeksikan untuk melayani
sebagai indicator dari sitesis kolagen dalam subsequent 24 jan perperiode kwantitas
keduanya. Dari sintesis dan deraja dari cross linking kolagen. Pada jaringan granulasi
ditemukan untuk meningkatkan perbandingan signifikanm dengan pengonatan yang tidak
terkontrol sebagai hasil dari pengobatan dengan madu. Pengobatan sintetik telah
memberikan peningkatan yang besar dari pada pengobatan topikal, memberikan hasil
yang lebih baik dari pada rute oral. Dalam hubungan yang mirip studi mengikuti hal ini,
tikus diobati dengan hal yang sama tetapi dalam parameter yang berbeda dipelajari untuk
mengkaji luka. Jaringan granulasi yang telah dibentuk telah excised dari luka untuk
biochemical dan biofisikal dari perawatan luka. Isi dari DNA, protein, kolagen,
heksosamin dan asam uronik dan tensil strength. Tingkah laku, tingkat kontraksi, dan
tingkat epitelisasi, ditemukan untuk meningkatkan secara signifikan senbagai hasil dari
pengobatan dengan madu. Pengobatan sisfemile memberikan peningkatan daripada
penmgobatan topikal, rute intraperitoneal memberikan hasil yang terbaik.
KOMENTAR:
Studi hewan ini tetap didemontrasikan semuanya bahwa madu mempunyai efek
keuntungan pada penyembuhan luka didamping dari berbagai hasil dari perlengkapan
antibacterial, meskipun satu dari studi intervensi luka infeksi, hasil pengamatan dalam hal
ini didalam garis denganpengamatannya didalam studi yang lain ia menghasilkan
keuntungan dari penerapan madu tak dapat secara sekunder untuk pembersihan infeksi.
Ada yang jelas dari aksi stimulasi ada perbandingan jaringan dan pada aksi inflamatori
menunjukkan bahwa efek ini tidak mempengarui demonstrasi yang didalamnya konstitusi
lebih dari perlengkapan fisik madu. Bahwa efek stimulasi ditunjukkan ketika madu
diadnibistrasukan secara oral/parenteral. Memberi saran bahwa mungkin faktor
pertumbuhan jaringan dipengaruhi lebih dari stimulasi pertumbuhan menjadi konsekuen
dari keasaman atau perbaikan gizi jaringan. Tidak ada infestigasi dilaporkan dari
komponen responsible media untuk pertumbuhan meningkat tetapi satu kemungkinan
bahwa hidrogen peroksida diproduksi oleh madu. Perbandingan dari fibroblasf satu
dalam kultural telah ditemukan untuk menstimuli untuk hidrogen peroksida pada
mikrokonsentrasi nano molar. Penggunaan responsibel mungkin pitosemikal dari sumber
yang akan dihitung untuk keluaran yang lebih baik. Terlihat dengan madu floral dari
pada madu dari tawon yang makan gula, meskipun penyembuhan diperbaiki dari hal ini
bisa secara sekunder pada edukatif inframatomi. Yang memberi efek madu floral
KOMENTAR:
Laporan daripercobaan pasien dengan tousnears gangrene telah dikritisi untuk
kegagalan kecukupan 2 grup pasien sehingga hal ini dapat diketahui untuk hal tertentu
bahwa hal itu bisa dibandingkan. Hal ini juga ditunjukkan bahwa secara statistic akan
telah tidak ada perbedaan secara reliable didalam mortalitas antara 2 group, meskipun
demikian percoban menunjukkan bahwa dressing sederhana dengan madu adalah
pengobatan yang sangat efisien untuk fulminant. Penyebaran infeksi secara cepat ang
biasanya diobati secara agreif meskipun opini kuno bahwa jaringan nekrosis dipindah
karena hal ini sebagai sumber substandi noknis dengan difuse ke dalam luka, percobaan
ini dan percobaan lain pada infected destruction pada perut telah ditunjukkan bahwa hal
ini penting ketika madu diterapkan pada luka, theslough dan jaringan tissue menjadi
cepat berpindah dengan kimia atau aksi debreding enzin dari madi.
Percobaan menghubungkan infected destruktif abdominal wounds dengan
pasangan tertutup grop control menunjukkan dengan jelas bahwa dressing dengan madu
lebih efektif dari pada pengobatan konvensional dari control group di dalam dapat
penyembuhan luka sebagaimana ofiating kebebasan sufurin meskipun demikian
pengobatan konvenional dengan antiseptic yang dapat merusak jaringan dan dapat
merusak jaringan dan menghambat penyembuhan luka. Meskipun secara umum
digunakan adalah mungkin tidak sebagai benchmark terlihat relefan dengan prosedur
efektif dari madu. Studi dari pengobatan pasien luka bakar dengan madu
membandingkan hal-hal pengobatan dengan silver sulva diazine, meskipun demikian
menunjukkan bahwa model efektif atau lebih efektif dengan perawatan luka bakar topical
yang digunakan secara luas di waktu modern. Meskipun studi restrospektif tidak
memberikan detail pada kasus untuk diijinkan hal ini ditepiskan jika pengobatan kasus
dengan silver sulfadialin, the prospective randomized controlled trails adalah suatu desain
yang dapat menjelaskan secara adekuatif dan menunjukan hasil statistis yang signifikan
dari subjek yang luas dan menyediakaqn bakteri yang terpercaya dressing dengan madu
adalah pengobatan yang terbaik untuk luka bakar supervisual.