Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KONSEP KOMUNIKASI PADA ANAK


Dosen Pengampu : Zurriyatun thoyibah., Nesr., M.Kep

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat tuhan yang maha kuasa atas segala limpahan
rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul Konsep Komunikasi Pada Anak.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah kontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karema itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Mataram, 30 September 2019

Penulis

ii
iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii


DAFTAR ISI ..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 1

C. Tujuan ........................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Komunikasi Pada Anak berdasarkan usia tumbuh kembang........................... 3


B. Cara komunikasi dengan anak. ............................................................................ 5
C. Dampak komunikasi dengan kekerasan. ............................................................ 7
D. Menjelaskan tata cara berkomunikasi dan komunikasi keluarga……...........9
E. Program dan kebijakan pemerintah tentang Kesehatan Ibu dan Anak di
Indonesia. ……..…………….....…………......................................……...14
BAB III PENUTUP
F. Kesimpilan .............................………………………………………..…...18
G. Saran ............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu yang penting dalam
menjaga hubungan dengan anak,melalui komunikasi ini pula perawat dapat
memudahkan mengambil berbagai data yang terdapat pada diri anak yang
selanjutnya digunakan dalam penentuan masalah keperawatan atau tindakan
keperawatan. Beberapa cara yang dapat digunakan dalam berkomunikasi
dengan anak, antara lain :
1. Melalui orang lain atau pihak ketiga.
2. Bercerita
3. Memfasilitasi
4. Biblioterapi
5. Meminta untuk menyebutkan keinginan
6. Pilihan pro dan kontra
7. Penggunaan skala
8. Menulis
9. Menggambar
10. Bermain

Dampak dari komunikasi dengan kekerasan terhadap anak-anak adalah


hilangnya fitrah kelembutan. Berdasarkan pengalamannya, anak yang terbiasa
dengan kekerasan, sejak kecil sudah terlihat. Karena terbiasa dengan
kekerasan, ia pun akan membutuhkannya setiap kali akan melakukan sesuatu.
Hal itu terjadi karena fitrah kelembutannya sudah melemah.
Komunikasi dengan kekerasan juga akan membuat anak tidak memiliki
keberanian untuk mengungkapkan pendapatnya.

B. Rumusan masalah
1. Menjelaskan tentang komunikasi pada anak dan tumbuh kembang anak.
2. Cara komunikasi dengan anak.
3. Dampak komunikasi dengan kekerasan.

1
4. Menjelaskan tata cara berkomunikasi dan komunikasi keluarga
5. Mengatahui Program dan kebijakan pemerintah tentang Kesehatan Ibu dan
anak di Indonesia
C. Tujuan
1. Mengatahui tentang komunikasi pada anak dan tumbuh kembang anak
2. Mengatahui Cara komunikasi dengan anak.
3. Mengatahui Dampak komunikasi dengan kekerasan.
4. Mengatahui tata cara berkomunikasi dan komunikasi keluarga
5. Mengatahui Program dan kebijakan pemerintah tentang Kesehatan Ibu dan
anak di Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Komunikasi Pada Anak berdasarkan usia tumbuh kembang.


Dalam melakukan komunikasi pada anak perawat perlu memperhatikan
berbagai aspek diantaranya adalah usia tumbuh kembang anak, cara
berkomunikasi dengan anak, metode dalam berkomunikasi dengan anak
tahapan atau langkah-langkah dalam melakukan komunikasi dengan anak serta
peran orang tua dalam membantu proses komunikasi dengan anak sehingga
bisa didapatkan informasi yang benar dan akurat.

1. Usia Bayi (0-1 tahun)


Komunikasi pada bayi yang umumnya dapat dilakukan adalah dengan
melalui gerakan-gerakan bayi, gerakan tersebut sebagai alat komunikasi
yang efektif, di samping itu komunikasi pada bayi dapat dilakukan secara
non verbal. Perkembangan komunikasipada bayi dapat dimulai dengan
kemampuan bayi untuk melihat sesuatu yang menarik, ketika bayi
digerakkan maka bayi akan berespons untuk mengeluarkan suara-suara
bayi. Perkembangan komunikasi pada bayi tersebut dapat dimulai pada
usia minggu ke delapan dimana bayi sudah mampu untuk melihat objek
atau cahaya, kemudian pada minggu kedua belas sudah mulai melakukan
tersenyum. Pada usia ke enam belas bayi sudah mulai menolehkan kepala
pada suara yang asing bagi dirinya. Pada pertengahan tahun pertama bayi
sudah mulai mengucapkan kata-kata awal seperti ba-ba, da-da, dan lain-
lain. Pada bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap panggilan
terhadap namanya, mampu melihat beberapa gambar yang terdapat dalam
buku. Pada akhir tahun pertama bayi sudah mampu mengucapkan kata-
kata yang spesifik antara dua atau tiga kata.
Selain melakukan komunikasi seperti di atas terdapat cara komunikasi
yang efektif pada bayi yakni dengan cara menggunakan komunikasi non
verbal dengan tehnik sentuhan seperti mengusap, menggendong,
memangku, dan lain-lain.

3
2. Usia Todler dan Pra Sekolah (1-2,5 tahun, 2,5-5 tahun)
Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan
perkembangan bahasa anak dengan kemampuan anak sudah mampu
memahami kurang lebih sepuluh kata, pada tahun ke dua sudah mampu
200-300 kata dan masih terdengan kata-kata ulangan.
Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai
sembilan ratus kata dan banyak kata-kata yang digunakan seperti
mengapa, apa, kapan dan sebagainya. Komunikasi pada usia tersebut
sifatnya sangat egosentris, rasa ingin tahunya sangat tinggi, inisiatifnya
tinggi, kemampuan bahasanya mulai meningkat, mudah merasa kecewa
dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap komunikasi harus berpusat
pada dirinya, takut terhadap ketidaktahuan dan perlu diingat bahwa pada
usia ini anak masih belum fasih dalam berbicara (Behrman, 1996). Pada
usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan memberi
tahu apa yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan pada mereka
untuk menyentuh alat pemeriksaan yang akan digunakan, menggunakan
nada suara, bicara lambat, jika tidak dijawab harus diulang lebih jelas
dengan pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap mendesak untuk
dijawab seperti kata-kata “jawab dong”, mengalihkan aktivitas saat
komunikasi, memberikan mainan saat komunikasi dengan maksud anak
mudah diajak komunikasi dimana kita dalam berkomunikasi dengan anak
sebaiknya mengatur jarak, adanya kesadaran diri dimana kita harus
menghindari konfrontasi langsung, duduk yang terlalu dekat dan
berhadapan. Secara non verbal kita selalu memberi dorongan penerimaan
dan persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh anak tanpa disetujui dari
anak, bersalaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan
perasaan cemas, menggambar, menulis atau bercerita dalam menggali
perasaan dan fikiran anak si saat melakukan komunikasi.
3. Usia Sekolah (5-11 tahun)
Perkembangan komunikasi pada anak usia ini dapat dimulai dengan
kemampuan anak mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan

4
yang besar dan apa yang dilaksanakan oleh anak mencerminkan pikiran
anak dan kemampuan anak membaca disini sudah muncul, pada usia ke
delapan anak sudah mampu membaca dan sudah mulai berfikir tentang
kehidupan.
Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini adalah tetap masih
memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu menggunakan kata-
kata sederhana yang spesifik, menjelaskan sesuatu yang membuat
ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak diketahui, pada usia ini
keingintahuan pada aspek fungsional dan prosedural dari objek tertentu
sangat tinggi. Maka jelaskan arti, fungsi dan prosedurnya, maksud dan
tujuan dari sesuatu yang ditanyakn secara jelas dan jangan menyakiti atau
mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu berkomunikasi
secara efektif.
4. Usia Remaja (11-18 tahun)
Perkembangan komunikasi pada usia remaja ini ditunjukkan dengan
kemampuan berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai berpikir secara
konseptual, sudah mulai menunjukkan perasaan malu, pada anak usia
sering kali merenung kehidupan tentang masa depan yang direfleksikan
dalam komunikasi. Pada usia ini pola pikir sudah mulai menunjukkan ke
arah yang lebih positif, terjadi konseptualisasi mengingat masa ini adalah
masa peralihan anak menjadi dewasa. Komunikasi yang dapat dilakukan
pada usia ini adalah berdiskusi atau curah pendapat pada teman sebaya,
hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu dan jaga
kerahasiaan dalam komunikasi mengingat awal terwujudnya kepercayaan
anak dan merupakan masa transisi dalam bersikap dewasa.
B. Cara komunikasi dengan anak.
Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu yang penting dalam menjaga
hubungan dengan anak,melalui komunikasi ini pula perawat dapat
memudahkan mengambil berbagai data yang terdapat pada diri anak yang
selanjutnya digunakan dalam penentuan masalah keperawatan atau tindakan

5
keperawatan. Beberapa cara yang dapat digunakan dalam berkomunikasi
dengan anak, antara lain :
1. Melalui orang lain atau pihak ketiga.
Cara berkomunikasi ini pertama dilakukan oleh anak dalam
menumbuhkan kepercayaan diri anak, dengan menghindari secara
langsung berkomunikasi dengan melibatkan orang tua secara langsung
yang sedang berada di samping anak. Selain itu dapat digunakan cara
dengan memberikan komentar tentang mainan, baju yang sedang
dipakainya serta hal lainnya, dengan catatan tidak langsung pada pokok
pembicaraan.
2. Bercerita.
Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak dapat mudah
diterima, mengingat anak sangat suka sekali dengan cerita, tetapi cerita
yang disampaikan hendaknya sesuai dengan pesan yang akan
disampaikan, yang dapat diekspresikan melalui tulisan maupun gambar
3. Memfasilitasi.
Memfasilitasi anak adalah bagian cara berkomunikasi, melalui ini ekspresi
anak atau respon anak terhadap pesan dapat diterima. Dalam memfasilitasi
kita harus mampu mengekspresikan perasaan dan tidak boleh dominan,
tetapi anak harus diberikan respons terhadap pesan yang disampaikan
melalui mendengarkan dengan penuh perhatian dan jangan merefleksikan
ungkapan negatif yang menunjukkan kesan yang jelek pada anak.
4. Biblioterapi.
Melalui pemberian buku atau majalah dapat digunakan untuk
mengekspresikan perasaan, dengan menceritakan isi buku atau majalah
yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan kepada anak.
5. Meminta untuk menyebutkan keinginan.
Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak, dengan meminta
anak untuk menyebutkan keinginan dapat diketahui berbagai keluhan yang
dirasakan anak dan keinginan tersebut dapat menunjukkan perasaan dan
pikiran anak pada saat itu.

6
6. Pilihan pro dan kontra.
Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam menentukan atau
mengetahui perasaan dan pikiran anak, dengan mengajukan pasa situasi
yang menunjukkan pilihan yang positif dan negatif sesuai dengan
pendapat anak.
7. Penggunaan skala.
Penggunaan skala atau peringkat ini digunakan dalam mengungkapkan
perasaan sakit pada anak seperti penggunaan perasaan nyeri, cemas, sedih
dan lain-lain, dengan menganjurkan anak untuk mengekspresikan perasaan
sakitnya.
8. Menulis.
Melalui cara ini anak akan dapat mengekspresikan dirinya baik pada
keadaan sedih, marah atau lainnya dan biasanya banyak dilakukan pada
anak yang jengkel, marah dan diam. Cara ini dapat dilakukan apabila anak
sudah memiliki kemampuan untuk menulis.
9. Menggambar.
Seperti halnya menulis menggambar pun dapat digunakan untuk
mengungkapkan ekspresinya, perasaan jengkel, marah yang biasanya
dapat diungkapkan melalui gambar dan anak akan mengungkapkan
perasaannya apabila perawat menanyakan maksud dari gambar yang
ditulisnya.
10. Bermain.
Bermain alat efektif pada anak dalam membantu berkomunikasi, melalui
ini hubungan interpersonal antara anak, perawat dan orang di sekitarnya
dapat terjalin, dan pesan-pesan dapat disampaikan.
C. Dampak komunikasi dengan kekerasan.
Dampak dari komunikasi dengan kekerasan terhadap anak-anak adalah
hilangnya fitrah kelembutan. Berdasarkan pengalamannya, anak yang terbiasa
dengan kekerasan, sejak kecil sudah terlihat. Karena terbiasa dengan
kekerasan, ia pun akan membutuhkannya setiap kali akan melakukan sesuatu.
Hal itu terjadi karena fitrah kelembutannya sudah melemah.

7
Komunikasi dengan kekerasan juga akan membuat anak tidak memiliki
keberanian untuk mengungkapkan pendapatnya. Ery mencontohkan adegan
yang terjadi pada sebuah keluarga saat mereka menanti datangnya waktu
maghrib untuk berbuka puasa. Di hari pertama, ibu menyediakan menu
lengkap, ada kue, es kelapa, gorengan, disamping menu utama hari itu. Di hari
kedua, sang ibu tidak menyediakan gorengan dalam deretan menu berbuka.
Namun, ia menggantikannya dengan makanan kesukaan anak-anak yang lain,
yaitu puding karamel. Anaknya yang berusia 5 tahun berkomentar, "Mi, kok
hari ini nggak ada gorengan?" Sang Ibu, yang kebetulan masih sibuk dengan
urusan dapur langsung bereaksi dengan melakukan interpretasi dan evaluasi. "
Kamu ini kok nggak bersyukur banget sih?" Anak yang semula hanya sekedar
berkomentar tentu menjadi takut untuk menyampaikan komentar pada
kesepatan lain. Apalagi bila hal seperti itu terjadi berulang kali.
Lebih berbahaya lagi, menurut Ery, bila anak menjadi terbiasa melakukan
pekerjaan secara sembunyi-sembunyi. Bila orangtua tidak segera mengubah
cara berkomunikasinya, maka dampak itu akan terpelihara sampai anak
tumbuh dewasa.
Dampak lainnya adalah menjadi terbiasa berpikir negatif. Artinya, ketika ada
orang bermaksud baik terhadap anak, dia tidak menganggap itu sebagai
sesuatu yang baik. Sebaliknya, anak akan berpikir, "Apa sih maksudnya kamu
berbuat baik sama aku?" Menurut Ery, hal itu terjadi karena orangtua terbiasa
berpikir negatif terhadap dirinya yang terwujud dengan komunikasi yang
negatif. Akhirnya, yang terbangun dalam benakanak adalah apa pun yang
dilakukannya tidak ada yang benar.
Misalnya, saat seorang anak sedang duduk-duduk di dalam rumah sementara
ibunya sedang menyapu lantai. Sang Ibu mengatakan "Aduh Kakak, tidur-
tiduran aja, enggak mau membantu ibu nyapu," Sebaliknya, saat sang anak
sedang menyapu lantai, Ibu berkomentar, "Wah tumben nih anak ibu nyapu."
Komentar seperti itu akan membuatanak menjadi tidak tahu apa yang
seharusnya dilakukan karena menjadi serba salah.

8
Komunikasi yang baik saat ibu sedang menyapu sementara anaknya sedang
tidur-tiduran adalah "Ibu seneng deh kalau kakak mau membantu Ibu nyapu.
Kalau kakak membantu Ibu pekerjaan rumah ibu cepat selesai. Habis itu kita
bisa bermain dan cerita-cerita". Pesan akan sampai tanpa perlu menyakiti
perasaan anak. Anak pun menjadi lebih mudah diajak bekerjasama. Saat anak
sedang menyapu, seharusnya Ibu menyampaikan penghargaannya dengan
pesan yang positif, tanpa perlu menyindir anak.
Menurut Ery, faktor pembentuk utama dan pertama adalah keluarga. Bila
rumah sudah berfungsi sebagai tempat yang memberikan kesejukan untuk
anak-anak, maka ke mana pun anak pergi, rumah tetap menjadi referensi utama
bagi anak. Kesejukan itulah yang perlu dibangun oleh orangtua melalui
komunikasi tanpa kekerasan. Saat anak memiliki masalah, mereka tahu
kemana harus berbicara. Saat yang paling berpengaruh bagi anak adalah
sebelum anak mencapai usia balighnya karena pada masa itu anak masih
mudah untuk berubah. Namun, perubahan yang paling utama dan pertama
harus berawal dari para orangtua.
D. Menjelaskan tata cara berkomunikasi dan komunikasi keluarga
1. Tips Dasar Komunikasi pada Anak
Nilai altruistik perlu diwujudkan dengan kata-kata, seperti ucapan "terima
kasih" atau "tolong" saat meminta bantuan dan ini perlu ditanamkan pada
anak. Menurut pakar perkembangan ini, kata-kata tersebut lebih dari
sekadar ungkapan sopan santun, namun merupakan awal pemahaman
tentang komunikasi.
Setiap orang tua pasti pernah mengalami kesulitan komunikasi dengan
anak. Ada masanya ketika anak anda tampak seperti mendengar perintah
anda dengan penuh perhatian, tetapi kemudian tidak ingat apa-apa
mengenai percakapan itu. Ada masanya anak anda berbicara terus menerus
kemudian menuduh anda tidak mendengarkannya. Pada tahapan yang
berbeda, anak-anak berkomunikasi dengan cara yang berbeda.
Anak anda yang berusia lima tahun, dapat berubah seolah menjadi anak
yang berusia empat belas tahun yang menjawab pertanyaan anda dengan

9
hanya satu kata saja: anda bertanya ; bagaimana kabarmu sayang? ‘Baik’
jawabnya singkat. “apa yang kamu kerjakan di rumah teman kamu tadi?”
‘macam-macam’ jawabnya lagi.
Anak-anak mengalami masa-masa dimana mereka sangat terbuka mengenai
perasaan mereka. Dan ada kalanya, mereka lebih pendiam dan menyimpan
sendiri pikiran-pikiran dan emosi mereka sendiri. Akan tetapi
berkomunikasi setiap waktu dengan anak-anak adalah penting. Mempunyai
hubungan baik yang terpelihara baik, tergantung pada komunikasi yang
baik.
Anak-anak merupakan komunikator yang baik. Mereka akan berbicara,
mendengarkan sehingga mereka akan mendapatkan teman-
teman,pendidikan,pekerjaan dan lain-lain. Cara anda berbicara dan
mendengarkan anak-anak anda sangat mempengaruhi bagaimana mereka
berkomunikasi dengan orang lain. Karena anak ini mengetahui hampir
setiap naluri, bahwa komunikasi bukan hanya sekedar kata-kata yang keluar
dari mulut anda.
Komunikasi adalah juga bahasa tubuh yang menyertai kata-kata ini.
Komunikasi yang baik adalah mengetahui kapan berbicara dan kapan untuk
diam. Sebagaimana ketrampilan interpersonal, kemampuan untuk
berkomunikasi dibentuk pertama kali oleh hubungan seorang anak dengan
orang tuanya. Ketrampilan komunikasi dipelajari dirumah yaitu di masa
bayi
a. Verbal dan non verbal.
Ada dua bentuk komunikasi, yaitu verbal (bahasa) dan non-verbal
(bahasa tubuh). Artinya, saat orangtua berbicara kepada anak, bukan
hanya kata-katanya saja yang ditangkap oleh anak. Menurut Ery, di
bawah usia satu tahun, mungkin mereka hanya menangkap 10% kata
yang diucapkan ibu. Sisanya lebih kepada bahasa non-verbal.
Ery mencontohkan, saat bayi berbicara dengan mengeluarkan kata-kata
yang tidak jelas. Misalnya bah, bah, bah. Kebetulan ibu ini
membahasakan bapaknya itu abah. Ibu memberikan respon sambil

10
menunjuk pada suaminya atau menunjukkan fotonya, "Oh Abah ya,
Abah. Ya, itu Abah."Artinya, anak itu memahami sebuah kata itu kan
dari bahasa non verbal karena setiap kali dia ngomong bah, bah, bah
kok yang ditunjuk orang itu. Akhirnya kata itu memiliki arti bagi
dirinya. Meskipun saat itu anak belum mengerti betul tentang siapa
sebenarnya Abah.
Menurut Ery, orangtua perlu terus menyadari bahwa bahasa non-verbal
yang dipakainya sangat penting bagi anak. Meski bahasa yang
digunakan orangtua positif, namun bilakomunikasi non-verbalnya
negatif, maka pesan yang diterima anak adalah seperti yang ia lihat.
Misalnya, seorang ibu mengatakan pada anaknya, "Ibu tuh sebenarnya
sayang sama kamu,” tapi intonasinya yang tinggi atau dilakukan sambil
mencubit anak. Tak salah bila anak akan berpikir, "Oh sayang itu
artinya sama dengan mencubit ya." Akhirnya, saat bertemu dengan
sepupu, adik atau temannya atau dia dengan adiknya dia
menyampaikan sayangnya dengan mencubit. "Padahal seharusnya
menyampaikan rasa sayang harus diiringi dengan pelukan dan suara
yang lembut agar anak mampu menangkap pesan yang disampaikan
dengan benar," jelas istri dari Irwan Rinaldi ini.
2. Komunikasi dengan keluarga
Komunikasi dengan keluarga merupakan proses segi tiga antara perawat
orang tua dan anak. Walaupun orang tua merupakan fokus penting dalam
berkomunikasi segi tiga. Saudara kandung, sanak keluraga lainnya dan
pengasuhnya juga merupakan bagian dari proses komunikasi.
Melaksanakan penjajakan terhadap anak memerlukan input dari anak itu
sendiri ( verbal dan non verbal ), informasi dari orang tua dan observasi
perawat sendiri. Untuk itu lakukanlah langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mendorong orang tua untuk berbicara.
Informasi tentang faktor kehidupan anak. Berhati-hatilah dan gunakan
pertanyaan-pertanyaan terbuka untuk menggali data sebanyak mungkin.

11
b. Mengarahkan pada pokok permasalahan.
Kemampuan untuk mengarahkan pada pokok permasalahan selama
berwawancara adalah salah satu kesulitan dalam mencapai tujuan
komunikasi efektif. Salah satu pendekatan adalah menggunakan
pertanyaan terbuka dan luas.
c. Mendengarkan.
Mendengarkan adalah unsur yang paling penting dalam komunikasi yang
efektif. Dalam proses mendengarkan perawat harus mengarahkan
perhatiannya dengan sungguh-sungguh pada klien. Ini merupakan proses
aktif karena konsetrasi dan perhatian ditujukan pada semua aspek
percakapan yaitu : verbal, non verbal dan yang bersifat abstrak.
d. Diam sejenak.
Diam sebagai satu respon, sering kali merupakan tehnik wawancara yang
sulit untuk dipelajari. Diam bertujuan untuk mengalihkan pikiran,
perasaan dan untuk saling memehami emosinya kadang-kadang perlu
menghentikan taktik diam ini dan kembali berkomunikasi.
e. Bersikap empati.
Empati berarti ikut merasakan perasaan orang lain secara obyektif.
Perawat yang empati berusaha sebanyak mungkin melihat keadaan dari
sudut pandang klien / keluarga. Empati berbeda dengan simpati, simpati
tidak selalu ada unsur hubungan “ membantu “ dengan klien.
f. Menyakinkan
Hampir semua orang tua ingin menjadi orang tua yang baik dan ingin
menunjukkan kemampuannya dalam perannya. Orang tua
membutuhkan perawat yang menghargai dan
memperhatikan perannya sebagai orang tua dan ingin agar perawat
memperhatikan anaknya. Hindarkan pembicaraan yang menyinggung
harga diri sebagai orang tua.

12
g. Menentukan Masalah.
Perawat dan orang tua harus sepakat bahwa masalah itu ada.
Perawat akan bersama ibu menetapkan apakah masalahnya ini benar atau
tidak.
h. Memecahkan Masalah.
Pemahaman dan pengenalan masalah harus disepakati oleh orang tua
kemudian mulai merencanakan pemecahannya. Perawat harus
mendiskusikan resikonya terhadap keluarga dan mencoba mencari
pemecahan masalah yang lebih efektif.
i. Mengadaptasi Bimbingan.
Segera setelah masalah diidentifikasi & disetujui oleh perawat dan orang
tua, maka dapat mulai merencanakan pemecahannya. Orang tua yang
dilibatkan dalam memecahkan masalah berfartisipasi penuh selama
perawatan berlangsung. Bila situasi memungkinkan, keputusan yang
diambil adalah berasal dari orang tua dan perawat berperan sebagai
fasilitator dalam pemecahan masalah.
j. Menghindari hambatan-hambatan komunikasi
Hambatan yang mempengaruhi proses hubungan dalam berkomunikasi :
Sosialisasi
Memberi nasehat-nasehat yang tidak ada kaitannya dan yang tidak
diperlukan
1) Memberikan dorongan sepintas
2) Melindungi suatu situasi/opini
3) Menawarkan keyakinan yang kurang sesuai
4) Memberikan pujian secara stereotipi
5) Menahan ekspresi emosi dengan pertanyaan tertutup
6) Menginterupsi & menyelesaikan kalimat seseorang
7) Lebih banyak bicara dari pada orang yang diintervien
8) Membuat konklusi yang menghakimi
9) Mengubah fokus pembicaraan dengan sengaja

13
E. Program dan kebijakan pemerintah tentang Kesehatan Ibu dan Anak di
Indonesia.
Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, Departemen
Kesehatan pada periode 2005-2009 memprioritaskan pelayanan kesehatan ibu
dan anak sebagai urutan pertama dalam pembangunan kesehatan. Prioritas
berikutnya adalah pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin,
pendayagunaan tenaga kesehatn, penanggulangan penyakit menular, gizi buruk
dan krisis kesehatan akibat bencana serta peningkatan pelayanan kesehatan
daerah terpencil, tertinggal, daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar.
Visi dan Misi Departemen Kesehatan yaitu meningkatnya akses masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, maka untuk mencapai upaya
tersebut adalah :
1. Pelayanan Kesehatan Dasar yang terdiri dari:
a. Pelayanan Kesehatan ibu dan anak :
Kebijakan tentang KIA secara khusus berhubungan dengan pelayanan
antenatal, persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir yang
diberikan di semua fasilitas kesehatan, dari posyandu sampai rumah
sakit pemerintah maupun fasilitas kesehatan swasta.
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan profesional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan,
dokter umum, bidan dan perawat) seperti pengukuran berat badan dan
tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi Tetanus
Toxoid (TT) serta pemberian tablet besi kepada ibu hamil selama
masa kehamilannya sesuai pedoman pelayanan antenatal yang ada
dengan titik berat pada kegiatan promotif dan preventif. Hasil
pelayanan antenatal dapat dilihat dari cakupan pelayanan ibu hamil
K1 dan K4.
b. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi
kebidanan.
Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian
besar terjadi pada masa di sekitar persalinan. Hal ini antara lain

14
disebabkan pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai kompetensi kebidanan (profesional). Cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 70,62% -
77,21%.
c. Deteksi Resiko, Rujukan Kasus Resti dan Penanganan Komplikasi.
Kegiatan deteksi dini dan penanganan ibu hamil berisiko/komplikasi
kebidanan perlu lebih ditingkatkan baik di fasilitas pelayanan KIA
maupun di masyarakat. Deteksi risiko oleh tenaga kesehatan pada
tahun 2007 sebesar 46,17% sedangkan deteksi risiko oleh masyarakat
(kader, tokoh masyarakat,dll) sebesar 22,08%. Resti komplikasi
adalah keadaan penyimpangan dari normal yang secara langsung
menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi.
Resti/komplikasi kebidanan meliputi Hb <> 140 mmHg, diastole > 90
mmHg). Oedeme nyata, ekslampsia, perdarahan pervaginam, ketuban
pecah dini, letak lintang pada usia kehamilan > 32 minggu, letak
sungsang pada primigravida, infeksi berat/sepsis, persalinan prematur.
d. Kunjungan Neonatus (KN1 dan KN2).
Bayi hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang
memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi. Upaya kesehatan
yang dilakukan untuk mengurangi risiko tersebut antara lain dengan
melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan
pelayanan kesehatan pada neonatus (0-28hari) minimal dua kali, satu
kali pada umur 0-7 hari (KN1) dan satu lagi pada umur 8-28 hari
(KN2).
Dalam melaksanakan pelayanan neonatus, petugas kesehatan
disamping melakukan pemeriksaan kesehatan bayi juga melakukan
konseling perawatan bayi pada ibu. Pelayanan tersebut meliputi
pelayanan kesehatan neonatal dasar (tindakan resusitasi, pencegahan
hipotermia, pemberian ASI dini dan eksklusif, pencegahan infeksi
berupa perawatan mata, tali pusat, kulit dan pemberian
imunisasi);pemberian vitamin K; manajemen terpadu balita muda

15
(MTBM); penyuluhan perawatan neonatus di rumah menggunakan
buku KIA. Cakupan kunjungan neonatal (KN2) pada tahun 2007
sebesar 77,16%.
2. Pelayanan Keluarga Berencana (KB).
Masa subur seorang wanita memiliki peranan penting bagi terjadinya
kehamilan sehingga peluang wanita melahirkan menjadi cukup tinggi.
Menurut hasil penelitian, usia subur seorang wanita terjadi antara usia 15-
49 tahun. Oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau
menjarangkan kelahiran, wanita/ pasangan lebih diprioritaskan untuk
menggunakan alat/cara KB.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2007, persentase
wanita berumur 10 tahun keatas yang pernah kawin dengan jumlah anak
yang dilahirkan hidup terbesar adalah 2 orang (23,02%), 1orang (19,52%)
dan 3 orang (17,11%). Sedangkan rata-rata jumlah anak lahir hidup per
wanita usia 15-19 tahun adalah 1,79 untuk daerah perkotaan dan 1,98 di
pedesaan.
3. Pelayanan Imunisasi.
Kegiatan imunisasi rutin meliputi pemberian imunisasi untuk bayi 0-1
tahun (BCG,DPT, Campak, Polio, HB), imunisasi untuk wanita usia
subur/ibu hamil TT dan imunisasi untuk anak SD (kelas 1; DT dan kelas
2-3; TT), sedangkan kegiatan imunisasi tambahan dilakukan atas dasar
ditemukannya masalah seperti desa non UCI, potensial/resti KLB,
ditemukan/diduga adanya virus polio liar atau kegiatan lainnya
berdasarkan kebijakan teknis.
Pencapaian UCI pada dasarnya merupakan proksi terhadap cakupan atas
imunisasi secara lengkap pada kelompok bayi. Bila cakupan UCI
dikaitkan dengan batasan suatu wilayah tertentu, berarti eilayah tersebut
tergambarkan besarnya tingkat kekebalan masyarakat atau bayi (herd
immunity) terhadap penularan penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD31). Dalam hal ini pemerintah menargetkan pencapaian UCI

16
pada wilayah administrasi desa dan kelurahan. Pencapaian UCI pada tahun
2007 sebesar 71,18 % dengan target nasional UCI 80%.
Program-program kebijakan pemerintah terhadap kesehatan ibu dan anak
di Indonesia yang sedang berlangsung diantara meliputi :
a. Perawatan Penyakit Anak yang Terpadu (IMCI).
b. Rencana Kesehatan Remaja Nasional.
c. kebijakan dan rencana untuk mencegah malaria dalam kehamilan dan
malaria bawaan, penularan vertikal HIV dan syphilis dalam
kehamilan.
d. Making Pregnancy Safer.
e. Peningkatan kesadaran akan HIV/AIDS.

17
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dalam berkomunikasi secara nob –verbal , secara serentak menggunakan
semua pancaindra kita dalam proses menerima dan mengirim berita.
Bagaimana kita memakai panca indra tadi dan bagaimana penginterpretasi
berita yang diterima sangat menentukan observasi kita.
Orang tua merupakan fokus penting dalam komunikasi segi tiga walaupun
tidak mengabaikan saudara kandung, sanak saudara atau pembantunya. Dalam
proses komunikasi dalam keluarga kita dapat menggunakan langkah-langkah
seperti : mendorong orang tua untuk berbicara, mengarahkan pada pokok
permasalahan, mendengar, diam sejenak, meyakinkan, menentukan masalah ,
memecahkan masalah, mengantisipasi bimbingan, dan menghindari hambatan-
hambatan komunikasi.
B. Saran.
Makalah ini kami angkat berdasarkan dari sumber penerbit dan
pengatahuan dan diskusi kelompok kami.somoga pembaca dapat menambah
wawasan dan pengatahuan tentang makala ini. Serta membawa manfaat bagi
lingkungan,Dengan cara berkomunikasi seperti ini.Perawat dapat lebih
merencanakan bantuan dan bimbingan bagi pasien dan juga perawat akan
mengembangkan kepercayaan pada diri sendiri.Kami menerima saran anda
agar makalah ini lebih sempurna

18
DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Keperawatan anak dan dalam kontek keluarga,usdiknakes Depkes RI


Jakarta (1993)

Hubungan teraputik perawat – klien Budiana Keliat S.Kp

Elyshabet d.k.k , Asuhan Keperawatan anak.university Indonesia

http://kuliah iskandar. blogspot. com/2012/05/ makalah komunikasi pada anak


.html?m=1

19

Anda mungkin juga menyukai