Anda di halaman 1dari 6

KASUS LAPORAN KEUANGAN GARUDA INDONESIA DINILAI RUGIKAN

PEMEGANG SAHAM

Garuda Indonesia per hari ini dikenakan sanksi oleh lembaga keuangan pemerintah dan
non pemerintah. Pasalnya, dalam laporan keuangan Garuda ditemukan kejanggalan. Kasus
Garuda Indonesia ini tidak hanya memukul si burung baja. Auditor laporan keuangan, yakni
Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata Sutanto
Fahmi Bambang & Rekan (Member of BDO Internasional), juga dikenakan sanksi oleh
Kementerian Keuangan.
Semua berawal dari hasil laporan keuangan Garuda Indonesia untuk tahun buku 2018.
Dalam laporan keuangan tersebut, Garuda Indonesia Group membukukan laba bersih sebesar
USD809,85 ribu atau setara Rp11,33 miliar (asumsi kurs Rp14.000 per dolar AS). Angka ini
melonjak tajam dibanding 2017 yang menderita rugi USD216,5 juta.
Namun laporan keuangan tersebut menimbulkan polemik, lantaran dua komisaris Garuda
Indonesia yakni Chairal Tanjung dan Dony Oskaria (saat ini sudah tidak menjabat), menganggap
laporan keuangan 2018 Garuda Indonesia tidak sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK). Pasalnya, Garuda Indonesia memasukan keuntungan dari PT Mahata Aero
Teknologi yang memiliki utang kepada maskapai berpelat merah tersebut. PT Mahata Aero
Teknologi sendiri memiliki utang terkait pemasangan wifi yang belum dibayarkan.
Bursa Efek Indonesia (BEI) memanggil jajaran direksi Garuda Indonesia terkait kisruh
laporan keuangan tersebut. Pertemuan juga dilakukan bersama auditor yang memeriksa
keuangan GIAA, yakni KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (Member of BDO
Internasional).
Di saat yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku belum bisa
menetapkan sanksi kepada Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang &
Rekan (Member of BDO Internasional). KAP merupakan auditor untuk laporan keuangan tahun
2018 PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang menuai polemik. Kendati sudah melakukan
pertemuan dengan auditor perusahaan berkode saham GIAA itu, namun Kemenkeu masih
melakukan analisis terkait laporan dari pihak auditor.
Pada 2 Mei 2019 OJK meminta kepada BEI untuk melakukan verifikasi terhadap
kebenaran atau perbedaan pendapat mengenai pengakuan pendapatan dalam laporan keuangan
Garuda 2018. Selain OJK, masalah terkait laporan keuangan maskapai Garuda ini juga
mengundang tanggapan dari Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi.
Pada 3 Mei 2019 Garuda Indonesia akhirnya mengeluarkan pernyataan resmi setelah
laporan keuangannya ditolak oleh dua Komisarisnya. Maskapai berlogo burung Garuda ini
mengaku tidak akan melakukan audit ulang terkait laporan keuangan 2018 yang dinilai tidak
sesuai karena memasukan keuntungan dari PT Mahata Aero Teknologi
Pada 8 Mei 2019 Kisruh laporan keuangan Garuda Indonesia ini juga menyeret nama
Mahata Aero Teknologi. Pasalnya, Mahata sebuah perusahaan yang baru didirikan pada tanggal
3 November 2017 dengan modal tidak lebih dari Rp10 miliar dinilai berani menandatangani
kerja sama dengan Garuda Indonesia. Dengan menandatangani kerja sama dengan Garuda,
Mahata mencatatkan utang sebesar USD239 juta kepada Garuda, dan oleh Garuda dicatatkan
dalam Laporan Keuangan 2018 pada kolom pendapatan.
Sebulan kemudian, Garuda Indonesia dipanggil oleh Komisi VI Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI). Jajaran Direksi ini dimintai keterangan oleh komisi VI
DPR mengenai kisruh laporan keuangan tersebut. Dalam penjelasannya, Direktur Utama Garuda
Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra mengatakan, latar belakang mengenai laporan
keuangan yang menjadi sangat menarik adalah soal kerjasama dengan PT Mahata Aero
Teknologi, terkait penyediaan layanan WiFi on-board yang dapat dinikmati secara gratis. Kerja
sama yang diteken pada 31 Oktober 2018 ini mencatatkan pendapatan yang masih berbentuk
piutang sebesar USD239.940.000 dari Mahata. Dari jumlah itu, USD28 juta di antaranya
merupakan bagi hasil yang seharusnya dibayarkan Mahata.
Pada 14 juni 2019 Kemenkeu telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap KAP Tanubrata
Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (Member of BDO Internasional) terkait laporan keuangan
tahun 2018 milik Garuda. KAP ini merupakan auditor untuk laporan keuangan emiten berkode
saham GIIA yang menuai polemik.
Sekertaris Jenderal Kemenkeu Hadiyanto menyatakan, berdasarkan hasil pertemuan
dengan pihak KAP disimpulkan adanya dugaan audit yang tidak sesuai dengan standar
akuntansi. Kementerian Keuangan juga masih menunggu koordinasi dengan OJK terkait
penetapan sanksi yang bakal dijatuhkan pada KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan
(Member of BDO Internasional), yang menjadi auditor pada laporan keuangan Garuda Indonesia
tahun 2018.
Pada 18 Juni 2019 BEI selaku otoritas pasar modal kala itu masih menunggu keputusan
final dari OJK terkait sanksi yang akan diberikan kepada Garuda. Manajemen bursa saat itu telah
berkoordinasi intens dengan OJK. Namun BEI belum membeberkan lebih lanjut langkah ke
depan itu dari manajemen bursa.
Pada 28 juni 2019 , Setelah perjalanan panjang, akhirnya Garuda Indonesia dikenakan
sanksi dari berbagai pihak. Selain Garuda, sanksi juga diterima oleh auditor laporan keuangan
Garuda Indonesia, yakni Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik
(KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan, auditor laporan keuangan PT Garuda
Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) dan Entitas Anak Tahun Buku 2018.
Untuk Auditor, Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan sanski pembekuan izin
selama 12 bulan. Selain itu, OJK juga akan mengenakan sanksi kepada jajaran Direksi dan
Komisaris dari Garuda Indonesia. Mereka diharuskan patungan untuk membayar denda Rp100
juta. Selain itu ada dua poin sanksi lagi yang diberikan OJK. Yakni, Garuda Indonesia harus
membayar Rp100 Juta. Selain itu, masing-masing Direksi juga diharuskan membayar Rp100
juta.
Selain sanksi dari Kementerian Keuangan dan juga Otoritas Jasa Keuangan, Garuda
Indonesia juga kembali diberikan sanksi oleh Bursa Efek Indonesia. Adapun sanki tersebut salah
satunya memberikan sanksi sebesar Rp250 juta kepada maskapai berlambang burung Garuda itu.
Penyelesaian Kasus Laporan Keuangan Garuda Indonesia Dinilai Rugikan Pemegang
Saham

Penyelesaian kasus laporan keuangan Garuda Indonesia dinilai rugikan pemegang saham,
di sorot melalui , Buku hitam (Teori Akuntansi-Suwardjono): Rerangka Konseptual dan Konsep
Dasar, serta PSAK.
Kasus Garuda Indonesia merupakan kasus yang belakangan ini menjadi viral, Karena,
hasil laporan keuangan Garuda Indonesia untuk tahun buku 2018. Garuda Indonesia Group
membukukan laba bersih sebesar USD 809,85 ribu atau setara Rp11,33 miliar (asumsi kurs
Rp14.000 per dolar AS). Angka ini melonjak tajam dibanding 2017 yang menderita rugi
USD216,5 juta. menganggap laporan keuangan 2018 Garuda Indonesia tidak sesuai dengan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Pasalnya, Garuda Indonesia memasukan
keuntungan dari PT Mahata Aero Teknologi yang memiliki utang kepada maskapai berpelat
merah tersebut. PT Mahata Aero Teknologi sendiri memiliki utang terkait pemasangan wifi yang
belum dibayarkan.
Dalam kasus ini, seharusnya Garuda Indonesia menyajikan sesuai dengan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) sebagaimana yang telah di atur dalam :
PSAK 23 Paragraf 6 “Pendapatan didefinisikan sebagai arus masuk bruto dari manfaat
ekonomi yang timbul dari aktivitas normal entitas selama suatu periode jika arus masuk tersebut
mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal”.
PSAK 1 Paragraf 25 “Dalam menyusun laporan keuangan, manajemen membuat
penilaian tentang kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan usaha. Entitas
menyusun laporan keuangan berdasarkan asumsu kelangsungan usaha, kecuali manajemen
memiliki intensi untuk melikuidasi entitas atau mengehentikan perdagangan, atau tidak memiliki
alternative lain yang realistis selain melakukannya”.
PSAK 25 Paragraf 3 “Pernyataan ini mengatur antara lain tentang pengungkapan unsur
laba atau rugi bersih tertentu sebagai pelengkap pengungkapan yang diatur pada standar
akuntansi keuangan lainnya, dimana Garuda Indonesia ini mengungkapkan laporan keuangan
nya tidak berdasarkan SAK”.
Menurut Paton dan Litleton, Hal ini menunjukkan bahwa laporan keuangan tidak
terandalkan, sebagaimana dalam Suwardjono (2005: 171) keterandalan adalah kemampuan
informasi untuk memberi keyakinan bahwa informasi tersebut benar atau valid. Keterandalan
bertumpu pada ketepatan penyimbolan fenomena yang dimaksudkan untuk disimbolkan dan
jaminan bagi pemakai akan kualitas penyimbolan melalui pengujian atau verifikasi data. Dangan
bukti terverifikasi dan objektif (Suwardjono, 2005:239) tentu akan memberikan tingkat
kebermanfaatan dan tingkat keterandalan yang cukup tinggi bagi informasi keuangan.
Pengendalian internal juga merupakan salah satu bentuk bukti yang mendukung keterandalan,
objektifitas, dan keterverifikasian angka-angka akuntansi. Hal ini sesuai dengan konsep dasar
yang diajukan oleh Paul Grady terkait pengendalian internal menjamin keterandalan data
(Suwardjono, 2005:245)
Dalam kasus Garuda Indonesia diperlukan manajemen yang kuat terkait dalam penyajian
laporan keuangan yang dimana laba bersih dari pendapatan Garuda Indonesia melonjak tinggi
dari tahun sebelumnya sehingga kejanggalan inilah yang menjadi masalah bagi pihak Garuda
Indonesia. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan laporan keuangan yang seharusnya memberikan
manfaat bagi para investor dan kreditor, dan pengguna lain (Suwardjono, 2005:157),
Sebagaimana yang telah diatur berdasarkan :
PSAK 1 (Penyajian Laporan Keuangan) Paragraf 9 “Laporan Keuangan adalah suatu
penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan sauatu entitas. Tujuan laporan
keuangan adalan untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan
arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar pengguna laporan keuangan dalam
pembuatan laporan keuangan ekonomik. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil
pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada
mereka”. Oleh karena itu, pihak manajemen harus bertanggung jawab atas penyajian laporan
keuangan yang tidak benar, hal ini sesuai dengan:
PSAK 1 Paragraf 14a “Manajemen entitas harus bertanggung jawab atas penyusunan
dan penyajian laporan keuangan entitas”. Selain itu, Garuda Indonesia harus menyajikan secara
wajar laporan keuangannya dan mengakui adanya keungtungan besar yang didapatkan sesuai
dengan:
PSAK 1 Paragraf 15 “laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan,
kinerja perusahaan, dan arus kas entitas. Penyajian yang wajar mensyaratkan penyajian secara
jujur dampak dari transaksi, peristiwa lain dan kondisi sesuai dengan defenisi dan kriteria
pengakuan aset, liabilitas, penghasilan dan beban yang diatur dalam Kerangka Dasar Penyusunan
Dan Penyajian Laporan Keuangan”.
PSAK 25 (Kebijakan Akuntansi) Paragraf 8 “SAK menentukan kebijakan akuntansi
untuk menghasilkan laporan keuangan yang berisi informasi yang relevan dan andal atas
transaksi, peristiwa dan kondisi lain. Kebijakan akuntansi tersebut tidak perlu diterapkan ketika
dampak penerapannya tidak material. Akan tetapi, adalah tidak tetap untuk membuat, atau
mebiarkan ketidaktepatan, penyimpangan dari SAK untuk mencapai suatu penyajian tertentu atas
posisi keuangan, kinerja keuangan atau arus kas”.

Berdasarkan Rerangka konseptual dalam buku hitam (Suwardjono,2005) bahwa


terkait kasus Garuda Indonesia ini termasuk dalam salah satunya Keterujian (Verifiable) dimana
keterujian adalah kemampuan informasi untuk memberi keyakinan yang tinggi kepada para
pemakai karena tersedianya sarana bagi para pemakai untuk menguji secara independen
ketepatan penyimbolan(kebenaran/validitas informasi). Terkait dengan kasus Garuda Indonesia
ini dibutuhkan keterujian data yang dihasilkan oleh informasi keuangannya bahwa telah
menyediakan informasi yang betul valid atau hasil dari rakyasa atau manipulasi untuk
kepentingan perusaahaanya sendiri. Selain itu hubungan dari kasus Garuda Indonesia dengan
materi yang ada di buku hitam (Suwardjono,2005) itu terkait pendapatan dimana di dalam materi
pendapatan terdapat bagian-bagian salah satu yang terkait yaitu pengakuan pendapatan, yaitu
pengakuan pendapatan terbentuk jika kedua aspek terpenuhi antara lain: Pada saat kontrak
penjualan dan selama proses produksi secara bertahap, akan tetapi pada kasus Garuda Indonesia
ini menyalahi atas pemnuhan aspek pengakuan pendapatan dimana utang yang dilakukan oleh
PT. Mahata Aero Teknologi itu sudah diakui sebagai pendapatan sehingga laba bersih nya
melonjak tinggi.

Anda mungkin juga menyukai