Anda di halaman 1dari 3

Bersabarlah, Tanah Airku

oleh: Salwa Nabilah Cholfa

Gempa bumi yang melanda Lombok beberapa waktu yang lalu belum lekang
dari ingatan kita, sesaat setelah itu kita kembali terperanjat mendengar kabar
tentang musibah yang menimpa saudara-saudara kita di Sulawesi Tengah. Gempa
berkekuatan 7,4 SR mengguncang Palu, Mamuju, Donggala dan sekitarnya. Tidak
tanggung-tanggung, kali ini juga diikuti tsunami yang menerjang kota-kota tersebut
setinggi sekitar 1,5 sampai 2 meter. Indonesia berduka, seolah dibasahi darah dan
air mata. Dalam sekejap saja, banyak rumah-rumah yang runtuh dan rusak hingga
tak ada lagi tempat mereka untuk berteduh dan berlindung. Dalam sekejap saja,
sekolah-sekolah rusak, hingga menghentikan langkah para pencari ilmu untuk
sementara. Dalam sekejap saja, banyak anak yang menjadi yatim dan istri yang
menjadi janda karena kehilangan orang-orang yang mereka cintai.
Bagi orang-orang yang beriman, gempa bukan hanya sekedar bencana alam
melainkan juga tanda peringatan dari Allah Subhanahu wa ta’ala yang menjadikan
pergerakan lempeng tektonik bumi dan terjadilah gempa dengan izin-Nya. Allah
Subhanahu wa ta’ala mengirim gempa dan bencana alam lainnya sebagai
peringatan kepada manusia agar kembali kepada agamanya dan menjauhi maksiat.
Kemaksiatan bisa membuat sebuah kaum yang sebelumnya makmur dan sejahtera
menjadi binasa dikarenakan kekufuran mereka terhadap Allah Subhanahu wa
ta’ala, mereka tidak bersyukur kepada-Nya dan mereka telah mengubah apa yang
ada pada diri mereka sendiri. Namun, sebagian orang tidak mau menerima
pernyataan gempa ini sebagai peringatan dari Allah Subhanahu wa ta’ala dan
beranggapan bahwa gempa itu murni hanya karena fenomena alam, sama sekali
tidak ada hubungannya dengan perbuatan dan maksiat manusia. Sesungguhnya
Allah Subhanahu wa ta’ala menjelaskan bahwa gempa bumi statusnya sama
dengan fenomena alam lain yang Dia ciptakan untuk memperingati hamba-Nya
agar mereka bertaubat. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
“Tidaklah kami mengirim tanda-tanda kekuasaan itu (berupa musibah dan
sejenisnya), selain dalam rangka menakut-nakuti mereka.” (QS. Al-Isra’: 59)
Bencana alam yang terjadi ini seharusnya menjadi peringatan yang
sepatutnya kita sikapi dengan introspeksi atau muhasabah diri. Boleh jadi apa yang
menimpa sebagian saudara-saudara kita itu bukan sekedar peringatan untuk
mereka, namun juga peringatan bagi kita yang ada di lokasi lain agar kita segera
berbenah diri meninggalkan kemaksiatan-kemaksiatan yang merupakan penyebab
turunnya musibah, sebagaimana Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan azab-Nya
kepada umat-umat terdahulu akibat perbuatan maksiat yang mereka lakukan. Allah
Subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Kebajikan apa pun yang kamu peroleh adalah dari sisi Allah dan keburukan
apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu
(Muhammad) menjadi Rasul kepada (seluruh) manusia. Dan cukuplah Allah yang
menjadi saksi.” (QS. An-Nisa' : 79)

Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah berkata, “Kadang-kadang Allah mengizinkan


bumi bernafas sehingga mengakibatkan gempa dan tsunami yang dahsyat, dan hal
itu akan menjadikan ketakutan kepada Allah, kesedihan, taubat dan berserah diri
kepada-Nya.”

Allah Subhanahu wa ta’ala tidak akan menciptakan peristiwa atau kejadian


yang sia-sia, disinilah peran manusia untuk merenungi dan mengambil pelajaran
dari peristiwa yang terjadi. Begitu pula dengan musibah dan bencana alam yang
terjadi. Allah tidak akan membuatnya menjadi sia-sia, manusia harus bisa
menempatkan diri untuk merenunginya. Ketika manusia dapat mengambil
pelajaran darinya, maka musibah itulah yang akan melahirkan sikap kembali taat
dan merendahkan diri di hadapan Allah Subhanahu wa ta’ala serta memalingkan
ketergantungan hatinya dari sesama makhluk. Musibah itu juga akan dijadikan
sebagai sebab penghapus dosa dan kesalahan apabila kesabaran hadir menyertai
tiap-tiap musibah yang menimpa. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala,

“Tidaklah ada sebuah musibah yang menimpa kecuali dengan izin Allah. Dan
barang siapa yang beriman kepada Allah (bersabar) niscaya Allah akan
memberikan hidayah kepada hatinya. Allah-lah yang Maha Mengetahui segala
sesuatu.” (QS. At-Taghaabun: 11)

Keterkaitan antara musibah dan bencana dengan sabar adalah sangat


berkaitan dan semestinya harus berjalan beriringan. Sabar memiliki posisi yang
mendasar agar pengharapan hanya ditujukan semata-mata kepada Allah
Subhanahu wa ta’ala. Secara bahasa, sabar artinya tahammul yaitu daya tahan
atau daya pikul. Syaikh Salim ibn ‘id al-Hilali dalam kitabnya mendefinisikan sabar
dalam tiga perkara. Pertama, sabar adalah memelihara (menetapkan) jiwa pada
ketaatan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan selalu menjaganya, dan
memeliharanya dengan keikhlasan serta memperbaikinya atau memperbagusnya
dengan ilmu. Kedua, sabar adalah menahan jiwa dari maksiat dan keteguhannya
dalam menghadapi syahwat dan perlawanannya terhadap hawa nafsu. Ketiga,
sabar adalah keridhaan kepada qada’ dan qadar yang telah ditetapkan oleh Allah
Subhanahu wa ta’ala tanpa keputusasaan dan tanpa mengeluh di dalamnya.
Salah satu ciri (bagian) dari keimanan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala
adalah bersabar tatkala menghadapi takdir-takdir Nya. Sabar tergolong perkara
yang menempati kedudukan agung dalam agama, ia menempati relung-relung hati,
gerak-gerik lisan dan tindakan anggota badan. Musibah dan bencana alam
merupakan salah satu takdir-takdir Allah Subhanahu wa ta’ala. Karena tidak ada
satu gerakan pun di alam raya ini, begitu pula tidak ada suatu kejadian atau urusan
melainkan Allah-lah yang mentakdirkannya. Maka bersabar itu harus, sebab sabar
adalah pedang yang tidak akan tumpul, tunggangan yang tidak akan tergelincir dan
cahaya yang tidak akan padam.
Akan tetapi, sabar tidaklah semudah ketika kita mengucapkannya. Jika sabar
itu mudah, maka Allah Subhanahu wa ta’ala tidak akan memberikan pahala yang
besar untuk orang-orang yang bersabar, seperti dalam firman-Nya,
“Katakanlah, ‘Wahai hamba-hambaKu yang beriman, bertakwalah kepada
Rabb-mu’. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Bumi
Allah itu luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar : 10)
Bersabarlah tanah airku, semoga Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan
taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua untuk bisa bersabar dalam menghadapi
musibah dan bencana alam yang akhir-akhir ini sering menimpa Tanah Air kita,
Indonesia. Allahu a’lam.

Anda mungkin juga menyukai