Gempa bumi yang melanda Lombok beberapa waktu yang lalu belum lekang
dari ingatan kita, sesaat setelah itu kita kembali terperanjat mendengar kabar
tentang musibah yang menimpa saudara-saudara kita di Sulawesi Tengah. Gempa
berkekuatan 7,4 SR mengguncang Palu, Mamuju, Donggala dan sekitarnya. Tidak
tanggung-tanggung, kali ini juga diikuti tsunami yang menerjang kota-kota tersebut
setinggi sekitar 1,5 sampai 2 meter. Indonesia berduka, seolah dibasahi darah dan
air mata. Dalam sekejap saja, banyak rumah-rumah yang runtuh dan rusak hingga
tak ada lagi tempat mereka untuk berteduh dan berlindung. Dalam sekejap saja,
sekolah-sekolah rusak, hingga menghentikan langkah para pencari ilmu untuk
sementara. Dalam sekejap saja, banyak anak yang menjadi yatim dan istri yang
menjadi janda karena kehilangan orang-orang yang mereka cintai.
Bagi orang-orang yang beriman, gempa bukan hanya sekedar bencana alam
melainkan juga tanda peringatan dari Allah Subhanahu wa ta’ala yang menjadikan
pergerakan lempeng tektonik bumi dan terjadilah gempa dengan izin-Nya. Allah
Subhanahu wa ta’ala mengirim gempa dan bencana alam lainnya sebagai
peringatan kepada manusia agar kembali kepada agamanya dan menjauhi maksiat.
Kemaksiatan bisa membuat sebuah kaum yang sebelumnya makmur dan sejahtera
menjadi binasa dikarenakan kekufuran mereka terhadap Allah Subhanahu wa
ta’ala, mereka tidak bersyukur kepada-Nya dan mereka telah mengubah apa yang
ada pada diri mereka sendiri. Namun, sebagian orang tidak mau menerima
pernyataan gempa ini sebagai peringatan dari Allah Subhanahu wa ta’ala dan
beranggapan bahwa gempa itu murni hanya karena fenomena alam, sama sekali
tidak ada hubungannya dengan perbuatan dan maksiat manusia. Sesungguhnya
Allah Subhanahu wa ta’ala menjelaskan bahwa gempa bumi statusnya sama
dengan fenomena alam lain yang Dia ciptakan untuk memperingati hamba-Nya
agar mereka bertaubat. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
“Tidaklah kami mengirim tanda-tanda kekuasaan itu (berupa musibah dan
sejenisnya), selain dalam rangka menakut-nakuti mereka.” (QS. Al-Isra’: 59)
Bencana alam yang terjadi ini seharusnya menjadi peringatan yang
sepatutnya kita sikapi dengan introspeksi atau muhasabah diri. Boleh jadi apa yang
menimpa sebagian saudara-saudara kita itu bukan sekedar peringatan untuk
mereka, namun juga peringatan bagi kita yang ada di lokasi lain agar kita segera
berbenah diri meninggalkan kemaksiatan-kemaksiatan yang merupakan penyebab
turunnya musibah, sebagaimana Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan azab-Nya
kepada umat-umat terdahulu akibat perbuatan maksiat yang mereka lakukan. Allah
Subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Kebajikan apa pun yang kamu peroleh adalah dari sisi Allah dan keburukan
apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu
(Muhammad) menjadi Rasul kepada (seluruh) manusia. Dan cukuplah Allah yang
menjadi saksi.” (QS. An-Nisa' : 79)
“Tidaklah ada sebuah musibah yang menimpa kecuali dengan izin Allah. Dan
barang siapa yang beriman kepada Allah (bersabar) niscaya Allah akan
memberikan hidayah kepada hatinya. Allah-lah yang Maha Mengetahui segala
sesuatu.” (QS. At-Taghaabun: 11)