Laporan Pendahuluan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TUBERCULOSIS PARU

1. DEFINISI
Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB ( Mycobacterium Tuberculosis) yang termasuk dalam family Mycobacteriaceace dan
termasuk dalam ordo Actinomycetales. Micobacteria Tuberculosis masih keluarga besar
genus Mycobacterium. Berdasarkan beberapa kompleks tersebut, Mycobacteria
tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai (Kemenkes,
2011)
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru. Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan
bagian bawah (Wijaya, 2013, Hal. 137).
Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya, namun yang palig sering terkenan adalah organ paru (90%) (Suarni. 2009)

2. ETIOLOGI
Penyebab TB paru yaitu kuman Mycobacteria Tuberculosis yang berbentuk batang
berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3 -0,6 mikron dan mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu, disebut pula sebagi Basil Tahan
Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan
beberapa jam ditempat gelam dan lembab, sehingga dalam jaringan tubuh kuman ini dapat
dorman (tertidur), tertidur lama selama bertahun tahun (Kemenkes.2011)
Apabila seseorang telah terinfeksi TB Paru namun belum sakit maka tidak dapat
menyebarkan infeksi ke orang lain. Masa inkubasinya yaitu waktu yang diperlukan mulai
terinfeksi sampai terjadinya sakit, diperkirakan selama 4 sampai 6 minggu (Depkes.2008).
Kuman ditularkan oleh penderita TB Paru BTA positif melalui batuk, bersin atau saat
berbicara lewat percikan droplet yang keluar. Risiko penularan setiap tahunnya
ditunjukkan dengan Annual Risk of TB Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang
beresiko terinfeksi TB Par selama satu tahun (Suarni. 2009)

3. KLASIFIKASI
1) Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
b) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologik menunjukkan gambaran tuberculosis aktif
c) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
a) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan
kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan
pemberian antibiotic spektrum luas
b) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M.tuberculosis positif
c) Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa
Berdasarkan Tipe Penderita

2) Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa


tipe penderita yaitu :
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT (Obat Anti Tuberculosis) kurang dari satu bulan (30 dosis
harian)
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif.
Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga dicurigai
lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
o Infeksi sekunder
o Infeksi jamur
o TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan/pindah
d. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1bulan, dan berhenti 2 minggu
atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal
Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada
akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
Penderita dengan hasil BTA negative gambaran radiologik positif menjadi BTA
positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang
hasilnya perburukan
f. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
g. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif dan
gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran
radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
yang adekuat akan lebih mendukung
Pada kasus dengan gambaran radiologic meragukan lesi TB aktif, namun setelah
mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran
radiologic
3) Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat Pengelompokan pasien
disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari Mycobacterium tuberculosis
terhadap OAT dan dapat berupa :
a. Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja
b. Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain
Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
c. Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R)
secara bersamaan. Multi drug resistant TB (MDR TB) didefinisikan sebagai
resistensi terhadap dua agen anti-TB lini pertama yang paling poten yaitu isoniazide
(INH) dan rifampisin. MDR TB berkembang selama pengobatan TB ketika
mendapatkan pengobatan yang tidak adekuat. Hal ini dapat terjadi karena beberapa
alasan; Pasien mungkin merasa lebih baik dan menghentikan
pengobatan,persediaan obat habis atau langka, atau pasien lupa minum obat.
Awalnya resistensi ini muncul sebagai akibat dari ketidakpatuhan pengobatan.
Selanjutnya transmisi strain MDR TB menyebabkan terjadinya kasus resistensi
primer. Tuberkulosis paru dengan resistensi dicurigai kuat jika kultur basil tahan
asam (BTA) tetap positif setelah terapi 3 bulan atau kultur kembali positif setelah
terjadi konversi negatif.
d. Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga resistan
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT
lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin) 22
e. Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa
resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes
cepat) atau metode fenotip (konvensional).
4. PATOFISIOLOGI
Basil tuberculosis yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai
suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar
cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak menyebabkan penyakit, setelah berada
dalam ruang alveolus (biasanya di bagian bawah lobus atas atau di bagian atas lobus
bawah) basil tuberculosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit polimorfunuklear
tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri tetapi tidak membunuh organisme
tersebut. Sesudah hari – hari pertama maka lekosit diganti oleh magrofat (Wijaya, 2013,
Hal. 138).
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala
pneumonia akut. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Makrofag yang
mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel
tuberkel spiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama
10-20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti
keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa
dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas
menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk
jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelingi tuberkel (Wijaya,
2013, Hal. 138).
Lesi primer paru –paru disebut focus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar limfe
regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami
perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan
radiogram rutin. Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah percairan dimana
bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tubercular yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini
dapat terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring, telinga
tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan parut fibrosa(Wijaya, 2013, Hal. 138).
Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan
parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental
sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu
lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah (limfohematogen).
Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan memcapai aliran darah dalam jumlah yang
lebih kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain
(ekstrapulmaner). Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan tuberculosis milier. Ini terjadi apabila focus nekrotik merusak pembuluh
darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vascular dan tersebar ke dalam
sistem vaskuler ke organ – organ tubuh (Wijaya, 2013, Hal. 138)
5. PATHWAY
6. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Wijaya, (2013, Hal. 140) Gambaran klinik TB paru dapat di bagi menjadi 2
golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik :
1) Gejala respiratorik, meliputi ;
a. Batuk :
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan
bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah :
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak.
c. Sesak napas :
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-
hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia, dan lain – lain.
d. Nyeri dada :
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura rusak.

2) Gejala sistemik, meliputi :


Demam :
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam
hari mirip demam influeza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya
sedang masa bebas serangan makin pendek.
Gejala sistemik lain : Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan
berat badan serta malaise.

Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi


penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbulnya
menyerupai gejala pneumonia\tuberkulosis paru termasuk insidius Wijaya, (2013)
7. Anatomi dan Fisiologi

 Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan.
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernafasan utama, paru-paru mengisi rongga
dada, terletak di sebelah kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung
beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak di dalam
mediastinum.
 Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian.
Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur toraks kecuali
paru-paru terletak diantara kedua lapisan pleura. Bagian terluar paru-paru
dilindungi oleh membran halus dan licin yang disebut pleura yang juga meluas
untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior diafragma,
sedangkan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat
ruang yang disebut spasium pleura yang mengandung sejumlah kecil cairan
yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan
bebas selama ventilasi.
 Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus atas dan
bawah. Sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah. Setiap
lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi segmen yang dipisahkan oleh fisurel yang
merupakan perluasan pleura. Dalam setiap lobus paru terdapat beberapa divisi-
divisi bronkus. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan pada
paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (sepuluh pada
paru kanan dan delapan pada paru kiri). Bronkus segmental kemudian dibagi
lagi menjadi bronkus sub segmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat
yang memiliki arteri, limfotik dan syaraf. Bronkus subsegmental membantu
percabangan menjadi bronkiolus.
 Bronkiolus membantu kelenjar submukosa yang memproduksi lender yang
membentuk selimut tidak terputus untuk laposan bagian dalam jalan nafas.
Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh
silia dan berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru-
paru menuju laring. Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi
bronkiolus terminalis yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia.
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi saluran transisional antara kalan udara
konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Bronkiolus respiratori kemudian
mengarah ke dalam duktus alveolus dan jakus alveolar kemudian alveoli.
Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi di dalam alveoli.
 Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar,
yaitu tipe I adalah sel membentuk dinding alveolar. Sel-sel alveolar tipe II adalah
sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekresi sufraktan, suatu fostolipid yang
melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli
tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagosit besar yang memakan
benda asing, seperti lendir dan bakteri, bekerja sebagai mekanisme pertahanan
yang penting (Smeltzer & Bare, 2002).

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Somantri (2007) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada klien dengan dengan
tuberkulosis paru untuk menunjang dignosis yaitu :
1) Sputum culture: untuk memastikan apakah keberadaan M. Tuberkulosis pada stadium
aktif.
2) Ziehl neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fluid) : positif untuk BTA.
3) Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer patch): reaksi postif (area indurasi 10 mm
atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan
infeksi lama dan adanya antibodi, tetapi tidak mengindikasikan penyakit yang sedang
aktif.
4) Chest X-ray: dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal dibagian paru paru,
deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura. Perubahan yang
mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrosa.
(1) Foto Thorax Normal
(2) Foto thorax dengan TB Paru

5) Histologi atau kultur jaringan ( teramasuk kumbah lambung, urin dan CSF, serta biopsi
kulit) : positif untuk M. Tuberkulosis.
6) Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar yang
mengindikasikan nekrosis.
7) Elektrolit: mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi misalnya
hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapat ditemukan pada TB paru-paru lanjut
kronis.
8) ABGs: mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru paru.
9) Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkhus atau
kerusakan paru-paru karena TB.
10) Pemeriksaan Hematologi : leukositosis, LED meningkat.
11) Tes fungsi paru- paru : VC menurun, dead space meningkat, TLC meningkat, dan
menurunnya saturasi O2 yang merupakan gejala sekunder dari fibrosis/infiltrasi
parenkim paru-paru dan penyakit pleura.
9. KOMPLIKASI
Komplikasi yang serius dan meluas Tuberkulosis Paru adalah berkembangnya basil
tuberculosis yang resisten terhadap berbagai kombinasi obat. Resistensi terjadi jika
individu tidak menyelesaikan program pengobatannya hingga tuntas, dan mutasi basil
mengakibatkan basil tidak lagi responsive terhadap antibiotic yang digunakan dalam waktu
jangka pendek. Basil tuberculosis bermutasi dengan cepat dan sering.
Tuberculosis yang resisten terhadap obat obatan juga dapat terjadi jika individu tidak
dapat menghasilkan respons imun yang efektif sebagai contoh, yang terlihat pada pasien
AIDS atau gizi buruk. Pada kasus ini, terapi antibiotik hanya efektif sebagian. Tenaga
kesehatan atau pekerja lain yang terpajan dengan jalur basil ini, juga dapat menderita
tuberculosis resistens multi obat, yang dalam beberapa tahun dapat mengakibatkan
morbiditas dan bahkan kematian. Mereka yang mengidap tuberkulosis resisten multiobat
memerlukan terapi yang lebih toksit dan mahal dengan kecendrungan mengalami
kegagalan.( Corwin.2009 )
Adapun komplikasi lain menurut (Mayo.2012) yang terjadi pada TB Paru yaitu
1) Kerusakan tulang dan sendi
Nyeri tulang punggung dan kerusakan sendi bisa terjadi ketika infeksi kuman TB
menyebar dari paru-paru ke jaringan tulang. Dalam banyak kasus, tulang iga juga bisa
terinfeksi dan memicu nyeri di bagian tersebut.
2) Kerusakan otak
Kuman TB yang menyebar hingga ke otak bisa menyebabkan meningitis atau
peradangan pada selaput otak. Radang tersebut memicu pembengkakan pada membran
yang menyelimuti otak dan seringkali berakibat fatal atau mematikan.
3) Kerusakan hati dan ginjal
Hati dan ginjal membantu menyaring pengotor yang ada adi aliran darah. Fungsi ini
akan mengalami kegagalan apabila kedua organ tersebut terinfeksi oleh kuman TB.
4) Kerusakan jantung
Jaringan di sekitar jantung juga bisa terinfeksi oleh kuman TB. Akibatnya bisa terjadi
cardiac tamponade, atau peradangan dan penumpukan cairan yang membuat jantung
jadi tidak efektif dalam memompa darah dan akibatnya bisa sangat fatal.
5) Gangguan mata
Ciri-ciri mata yang sudah terinfeksi TB adalah berwarna kemerahan, mengalami iritasi
dan membengkak di retina atau bagian lain.
6) Resistensi kuman
Pengobatan dalam jangka panjang seringkali membuat pasien tidak disiplin, bahkan ada
yang putus obat karena merasa bosan. Pengobatan yang tidak tuntas atau tidak disiplin
membuat kuman menjadi resisten atau kebal, sehingga harus diganti dengan obat lain
yang lebih kuat dengan efek samping yang tentunya lebih berat.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
PADA PASIEN DENGAN TUBERCULOSIS PARU

1. PENGKAJIAN
1) Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya. Sering terjadi pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, angka
kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan. Pada masa
puber dan remaja dimana masa pertumbuhan yang cepat,kemungkinan infeksi
cukup tingggi karena diit yang tidak adekuat
2) Keluhan Utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta pertolongan
dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
a. Keluhan respiratoris, meliputi:
- Batuk, nonproduktif/ produktif atau sputum bercampur darah
- Batuk darah, seberapa banyak darah yang keluar atau hanya berupa blood
streak, berupa garis, atau bercak-bercak darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
b. Keluhan sistematis, meliputi:
- Demam, timbul pada sore atau malam hari mirip demam influenza, hilang
timbul, dan semakin lama semakin panjang serangannya, sedangkan masa
bebas serangan semakin pendek
- Keluhan sistemis lain: keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan
dan malaise.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam
melengkapi pengkajian.
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak
napas, apakah sesak napas berkurang apabila beristirahat?
b. Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan
klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan
inspirasi atau kesulitan dalam mencari posisi yang enak dalam melakukan
pernapasan?
c. Region: di mana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
d. Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien?
e. Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari, apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan
atau seketika itu juga, apakah timbul gejala secara terus-menerus atau hilang
timbul (intermitten), apa yang sedang dilakukan klien saat gejala timbul, lama
timbulnya (durasi), kapan gejala tersebut pertama kali timbul (onset).
4) Riwayat penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien
pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis dari
organ lain, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB paru
seperti diabetes mellitus.
Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu
yang relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan antitusif. Catat adanya efek
samping yang terjai di masa lalu. Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan
berat badan (BB) dalam enam bulan terakhir.
Penurunan BB pada klien dengan TB paru berhubungan erat dengan proses
penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual yang sering disebabkan
karena meminum OAT.
5) Riwayat penyakit Keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan
apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor
predisposisi di dalam rumah
6) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum dan Tanda Vital
Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan secara selintas
pandang dengan menilai keadaaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu di
nilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas compos mentis,
apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma.
TTV :
Suhu : Terjadi peningkatan suhu tubuh
Nadi : Denyut nadi meningkat seirama dengan frekuensi napas dan suhu
tubuh
RR : frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak napas
TD : tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyulit seperti
hipertensi.
b. B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan fokus
yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
a) Inspeksi
Bentuk dada dan pergerakan pernapasan. Sekilas pandang klien dengan TB
paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi
diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter
lateral. Apabila ada penyulit dari TB paru seperti adanya efusi pleura yang
masif, maka terlihat adanya ketidaksimetrian rongga dada, pelebar
intercostals space (ICS) pada sisi yang sakit. TB paru yang disertai
atelektasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak simetris, yang
membuat penderitanya mengalami penyempitan intercostals space (ICS)
pada sisi yang sakit. Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa
komplikasi, biasanya gerakan pernapasan tidak mengalami perubahan.
Meskipun demikian, jika terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan
luas pada parenkim paru biasanya klien akan terlihat mengalami sesak
napas, peningkatan frekuensi napas, dan menggunakan otot bantu napas.

Batuk dan sputum.


Saat melakukan pengkajian batuk pada klien dengan TB paru, biasanya
didapatkan batuk produktif yang disertai adanya peningkatan produksi
secret dan sekresi sputum yang purulen. Periksa jumlah produksi sputum,
terutama apabila TB paru disertai adanya brokhiektasis yang membuat klien
akan mengalami peningkatan produksi sputum yang sangat banyak. Perawat
perlu mengukur jumlah produksi sputum per hari sebagai penunjang
evaluasi terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan.
b) Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa
komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas
biasanya normal seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan
gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan pada klien TB paru dengan
kerusakan parenkim paru yang luas. Getaran suara (fremitus vokal). Getaran
yang terasa ketika perawat meletakkan tangannya di dada klien saat klien
berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah
distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat dinding dada dalam
gerakan resonan, teerutama pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk
merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan
didapatkan resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan
TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi
redup sampai pekak pada sisi yang sesuai banyaknya akumulasi cairan di
rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks, maka didapatkan bunyi
hiperresonan terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisi
paru ke sisi yang sehat.
d) Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada
sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan
hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang
terdengar melalui stetoskop ketika klien berbica disebut sebagai resonan
vokal. Klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura
dan pneumopthoraks akan didapatkan penurunan resonan vocal pada sisi
yang sakit.
c. B2 (Blood)
Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:
a) Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan
fisik.
b) Palpasi : Denyut nadi perifer melemah.
c) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru
dengan efusi pleura masif mendorong ke sisi sehat.
d) Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung
tambahan biasanya tidak didapatkan.
d. B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis dengan GCS (4-5-6), ditemukan adanya
sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat.
Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan meringis, menangis, merintih,
meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya
didapatkan adanya kengjungtiva anemis pada TB paru dengan gangguan fungsi
hati
e. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan
urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal
masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama rifampisin.
f. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat
badan.
g. B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala
yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap,
jadwal olahraga menjadi tak teratur.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme
2) Gangguan pertukaan gas berhubungan dengan kongesti paru, hipertensi pulmonal,
penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah
jantung
3) Ketidakseimbangan nutrisis kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakadekuatan intake nutrisi
4) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan reflek batuk
5) Ketidakefektifan regime terapeutik keluarga berhubungan dengan
ketidakteraturan minum obat
(NANDA,NIC-NOC.2015)

3. INTERVENSI
1) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan 1 x 24 jam bersihan jalan napas efektif
Kriteria Hasil :
1. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal (18-20 x/menit), tidak ada suara
nafas tambahan (abnormal))
2. Mampu mengeluarkan sputum, bernafas dengan mudah

Intervensi :
Intervensi Rasionalisasi

1. Kaji ulang fungsi pernapasan: 1. Rasional : Penurunan bunyi napas


bunyi napas, kecepatan, irama, indikasi atelektasis, ronki indikasi
kedalaman dan penggunaan otot akumulasi secret/ketidakmampuan
aksesori. membersihkan jalan napas sehingga
otot aksesori digunakan dan kerja
2. Observasi kemampuan untuk pernapasan meningkat
mengeluarkan secret atau batuk 2. Rasional: Pengeluaran sulit bila
efektif, catat karakter, jumlah sekret tebal, sputum berdarah akibat
sputum, adanya hemoptisis. kerusakan paru atau luka bronchial
yang memerlukan
3. Berikan pasien posisi semi fowler evaluasi/intervensi lanjut
(senyaman pasien), Bantu/ajarkan 3. Rasional: Meningkatkan ekspansi
batuk efektif dan latihan napas paru, ventilasi maksimal membuka
dalam. area atelektasis dan peningkatan
4. Bersihkan sekret dari mulut dan gerakan sekret agar mudah
trakea, suction bila perlu. dikeluarkan.
4. Rasional: Mencegah
5. Pertahankan intake cairan minimal obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan
2500 ml/hari kecuali bila pasien tidak mampu
kontraindikasi. mengeluarkan sekret.
6. Lembabkan udara/oksigen 5. Rasional: Membantu mengencerkan
inspirasi. secret sehingga mudah dikeluarkan
7. Kolaborasi pemberian obat: agen 6. Rasional: Mencegah pengeringan
mukolitik, bronkodilator, membran mukosa
kortikosteroid sesuai indikasi. 7. Rasional: Menurunkan kekentalan
sekret, lingkaran ukuran lumen
trakeabronkial, berguna jika terjadi
hipoksemia pada kavitas yang luas

2) Gangguan pertukaan gas berhubungan dengan kongesti paru, hipertensi pulmonal,


penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah
jantung
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan 1 x 24 jam pertukaran gas efektif
Kriteria Hasil :
1. Tidak terjadi dispnea.
2. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan
BGA dalam rentang normal.
3. Bebas dari gejala distress pernapasan.

Intervensi :
Intervensi Rasionalisasi

1. Kaji dispnea, takipnea, bunyi 1.Rasional: Tuberkulosis paru dapat


pernapasan abnormal. Peningkatan rnenyebabkan meluasnya jangkauan
upaya respirasi, keterbatasan dalam paru-pani yang berasal dari
ekspansi dada dan kelemahan. bronkopneumonia yang meluas
menjadi inflamasi, nekrosis, pleural
effusion dan meluasnya fibrosis
dengan gejala-gejala respirasi
2. Evaluasi perubahan-tingkat distress.
kesadaran, catat tanda-tanda
sianosis dan perubahan warna
kulit, membran mukosa, dan warna 2.Rasional: Akumulasi secret dapat
kuku menggangp oksigenasi di organ vital
dan jaringan
3. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan
bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
4. Kolaborasi dengan tim medis 3.Rasional: Mengurangi konsumsi
untuk pemeriksaan analisa gas oksigen pada periode respirasi.
darah 4.Rasional : Mengetahui kadar
Oksigen ke jaringan

3) Ketidakseimbangan nutrisis kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakadekuatan intake nutrisi, batuk yang sering, adanya produksi sputum,
dispnea
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan
nutrisiterpenuhi dan adekuat

Kriteria Hasil :
1. Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai
laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.
2. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan
berat badan yang tepat.

Intervensi :
Intervensi Rasionalisasi

1. Catat status nutrisi paasien: turgor 1.Rasional: Berguna dalam


kulit, timbang berat badan, mendefinisikan derajat masalah dan
integritas mukosa mulut, intervensi yang tepat.
kemampuan menelan, adanya
bising usus, riwayat mual/rnuntah
atau diare. 2.Rasional: Membantu intervensi
2. Kaji ulang pola diet pasien yang kebutuhan yang spesifik,
disukai/tidak disukai. meningkatkan intake diet pasien.
3.Rasional: Mengukur keefektifan
3. Monitor intake dan output secara nutrisi dan cairan.
periodik. 4.Dapat menentukan jenis diet dan
4. Catat adanya anoreksia, mual, mengidentifikasi pemecahan
muntah, dan tetapkan jika ada
hubungannya dengan medikasi. masalah untuk meningkatkan intake
Awasi frekuensi, volume, nutrisi.
konsistensi Buang Air Besar
(BAB). Rasional:
5. Lakukan perawatan mulut sebelum 5.Rasional: Mengurangi rasa tidak
dan sesudah tindakan pernapasan. enak dari sputum atau obat-obat yang
digunakan yang dapat merangsang
6. Anjurkan makan sedikit dan sering muntah.
dengan makanan tinggi protein 6.Rasional: Memaksimalkan intake
dan karbohidrat. nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.

4) IMPLEMENTASI
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan. Setiadi (2012)

5) EVALUASI
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencaan tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya. Setiadi (2012)
DAFTAR PUSTAKA

Andra Saferi ,Wijaya. 2013. KMB1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep.Yogyakarta:Nuha Medika.
Ardiansyah, M. 2012 .Medikal Bedah Untuk mahasiswa. Yogyakarta : Diva Press
Kemenkes. 2011. Pedomasn nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia
Nurarif, Amin Hadi.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA NIC –
NOC. Mediaction : Jogjakarta
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. 2012 . Jakarta
Setiadi (2012), Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suarni, Helda. 2009. Faktor Lingkungan yang berhubungan dengan Kejadian penyakit Tb
BTA Positif di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok Bulan Oktober 2008 – April
2009. Universitas Indonesia
Somantri I. 2007. Keperawatan medikal bedah : Asuhan Keperawatan pada pasien
gangguan sistem pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
http://www.rajawana.com/artikel/kesehatan/264-tuberculosis-paru-tb-paru.html diakses
pada tanggal 28 Oktober 2017 pkl 15.00 wib

Anda mungkin juga menyukai