Anda di halaman 1dari 34

TUGAS KONSEP REKAYASA

KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBTAN

Dibuat oleh:
Yoki Fikri Hambali
KELAS D
(D100190188)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA


2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmatnya sehingga kami dapat beraktivitas untuk menyelesaikan
makalah yang berjudul “Konstruksi Jembatan dan Jalan” ini.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Konsep Rekayasa oleh Bapak Jaji Abdurrosyid, ST. MT. selaku Dosen Konsep
Rekayasa
Makalah ini berisi informasi tentang “Konstruksi Jembatan dan Jalan”
yang kami harapkan dapat menambah wawasan pembaca tentang pengetahuan
ilmu Jembatan dan Jalan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha kita. Aamiin.

Surakarta, 10 Oktober 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul…………………………………….……………………………. i
Kata Pengantar …………………………………………………………………. ii
Daftar Isi………………………………………………………………………... iii
Bab I Pendahuluan …..…………………………………………………………. 1
Bab II Jembatan………………………………………………………………… 3
Bab III Jalan……………………………………………………………………. 19
Bab IV Penutup………………………………………………………………… 29
Kesimpulan…………………………………………………………………….. 29
Saran…………………………………………………………………………… 30
Daftar Pustaka…………………………………………………………………. 31

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jembatan merupakan suatu konstruksi yang gunanya untuk


meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah, dimana
rintangan ini biasanya jalan berupa lain yaitu jalan air atau jalan lalu lintas
biasa (Struyk, 1995).
Jembatan memiliki arti penting bagi setiap orang, dengan tingkat
kepentingan yang berbeda-beda tiap orangnya (Supriyadi, 2000). Menurut
Dr. Ir. Bambang Supriyadi, jembatan bukan hanya kontruksi yang berfungsi
menghubungkan suatu tempat ke tempat lain akibat terhalangnya suatu
rintangan, namun jembatan merupakan suatu sistem transportasi, jika
jembatan runtuh maka sistem akan
lumpuh.
Tipe jembatan mengalami perkembangan yang sejalan dengan
sejarah peradaban manusia, dari tipe yang sederhana sampai dengan tipe
yang kompleks, dengan material yang sederhana sampai dengan material
yang modern. Jenis jembatan yang terus berkembang dan beraneka ragam
mengakibatkan seorang perencana harus tepat memilih jenis jembatan yang
sesuai dengan tempat tertentu.
Perencanaan sebuah jembatan menjadi hal yang penting, terutama
dalam menentukan jenis jembatan apa yang tepat untuk dibangun di tempat
tertentu dan metode pelaksanaan apa yang akan digunakan. Penggunaan
metode yang tepat, praktis, cepat dan aman, sangat membantu dalam
penyelesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi. Sehingga, target 3T
yaitu tepat mutu/kualitas, tepat biaya/kuantitas dan tepat waktu
sebagaimana ditetapkan, dapat tercapai.
Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan bertujuan untuk
mendukung distribusi lalu lintas barang maupun manusia dan membentuk
struktur ruang wilayah (Renstra Kementerian PU 2010-2014,2010),
sehingga pembangunan infrastruktur memiliki 2 (dua) sisi yaitu : tujuan

1
pembangunan dan dampak pembangunan. Setiap kegiatan pembangunan
yang dilaksanakan pasti menimbulkan dampak terhadap lingkungan baik
dampak positif maupun dampak negatif, yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana melaksanakan pembangunan untuk mendapatkan hasil dan
manfaat yang maksimum dengan dampak negatif terhadap lingkungan yang
minimum.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana metode pelaksanaan yang digunakan dalam suatu proyek
konstruksi Jembatan.
2. Bagaimana metode pelaksanaan Jembatan Beton
3. Bagaimana metode pelaksanaan Jembatan Rangka

1.3. Tujuan dan Manfaat


2. Untuk mengetahui metode pelaksanaan yang digunakan dalam suatu
proyek konstruksi Jembatan.
2. Untuk mengetahui metode pelaksanaan yang digunakan pada Jembatan
Beton.
3. Untuk mengetahui metode pelaksanaan yang digunakan pada Jembatan
Rangka

2
BAB 2

JEMBATAN

2.1. Pengertian Jembatan

Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya meneruskan jalan


melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya
jalan lain berupa jalan air atau lalu lintas biasa. Jembatan yang berada diatas
jalan lalu lintas biasanya disebut viaduct.

Jembatan dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Jembatan – jembatan tetap.

2. Jembatan – jembatan dapat digerakkan.

Kedua golongan jembatan tersebut dipergunakan untuk lalu lintas


kereta api dan lalu lintas biasa ( Struyk dan Veen, 1984). Jembatan adalah
suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan menyilang sungai/saluran
air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak sama tinggi permukaannya.

Dalam perencanaan dan perancangan jembatan sebaiknya


mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis dan
estetika-arsitektural yang meliputi: Aspek lalu lintas, Aspek teknis, Aspek
estetika (Supriyadi dan Muntohar, 2007).

Menurut (Asiyanto 2008) jembatan rangka baja adalah struktur


jembatan yang terdiri dari rangkaian batang – batang baja yang
dihubungkan satu dengan yang lain. Beban atau muatan yang dipikul oleh
struktur ini akan diuraikan dan disalurkan kepada batang – batang baja
struktur tersebut, sebagai gaya – gaya tekan dan tarik, melalui titik – titik
pertemuan batang (titik buhul).

Garis netral tiap – tiap batang yang bertemu pada titik buhul harus
saling berpotongan pada satu titik saja, untuk menghindari timbulnya
momen sekunder.

2.2. Peranan Tembatan Terhadap Transportasi

Jalan merupakan alat penghubung antara daerah yang penting sekali


bagi penyelenggaraan pemerintah, ekonomi kebutuhan sosial, perniagaan,
kebudayaan, pertahanan. Trasportasi sangat penting bagi ekonomi dan
pembangunan Negara dan bangsa. Maju – mundurnya suatu negara,
terutama dalam bidang ekonomi sangat tergantung pada baik dan tidaknya
sistem transportasi yang ada. Baik tidaknya atau lancar tidaknya transportasi

3
sangat tergantung pada alat – alatnya, antara lain yang terpenting kendaraan
– kendaraannya, sistem transportasi, tranportation policy dan pada keadaan
jalannya.

Jembatan adalah bagian dari jalan itu. Jembatan sangat menentukan


pula kelancaran transportasi. Peranan jembatan yang sangat penting dalam
menopang sistem transportasi darat yang ada, maka jembatan harus kita buat
cukup kuat dan tahan, tidak mudah rusak. Kerusakan pada jembatan dapat
menimbulkan gangguan terhadap kelancaran lalu lintas jalan, terlebih –
lebih di jalan yang lalu lintasnya padat seperti di jalan utama, di kota, dan
di daerah ramai lainnya.

Kemacetan lalu lintas dalam kota bias terjadi karena adanya suatu
perbaikan jembatan. Berpuluh – puluh bahkan ratusan kendaraan berhenti
berderet – deret menunggu giliran untuk lewat jembatan. Berapakah
kerugian yang diderita sebagai akibat dari waktu yang hilang itu?.

Beberapa kerugian yang nyata itu dapatlah kita sebut, diantaranya


penghambatan kecepatan angkut dari kendaraan – kendaraan. Kecepatan
angkut sangat penting pengaruhnya dalam bidang ekonomi, kestabilan
harga – harga, kelancaran distribusi dan lain sebagainya (Subarkah, 1979).

2.3. Jembatan Rangka (truss bridge)

Menurut (Satyarno, 2003) jembatan rangka dibuat dari struktur


rangka yang biasanya terbuat dari bahan baja dan dibuat dengan
menyambung beberapa batang dengan las atau baut yang membentuk pola-
pola segitiga. Jembatan rangka biasanya digunakan untuk bentang 20 m
sampai 375 m. Ada banyak tipe jembatan rangka yang dapat digunakan
diantaranya sebagai berikut, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1.

4
Gambar 2.1. Tipe - Tipe Jembatan Rangka

2.4. Baja Konstruksi

Menurut (Spiegel dan Limbrunner, 1991) baja konstruksi adalah


alloy steels (baja paduan), yang pada umumnya mengandung lebih dari 98
% besi dan biasanya kurang dari 1 % karbon. Komposisi aktual kimiawi
sangat bervariasi untuk sifat – sifat yang diinginkan, seperti kekuatannya
dan ketahanannya terhadap korosi, baja dapat juga mengandung elemen
paduan lainnya, seperti silicon, magnesium, sulfur, fosfor, tembaga, krom,
dan nikel, dalam berbagai jumlah.

Baja tidak merupakan sumber yang dapat diperbaharui (renewable),


tetapidapat mempunyai daur ulang (recycled), dan komponen utamanya,
besi, sangat banyak. Baja tidak mudah terbakar, tetapi harus anti api. Hal ini
tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa baja merupakan jawaban
untuk semua masalah struktur. Bahan bangunan lainnya, seperti beton, bata,
dan kayu, mempunyai peran sendiri – sendiri.

Penggunaan struktur baja, apabila dilihat pada bangunan dan


perbandingan (ratio) antara kekuatan berat (atau kekuatan per satuan berat)
harus dipertahankan tinggi, maka bajalah yang dapat memenuhinya.

5
Baja konstruksi juga memiliki keuntungan dan kelemahan
diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Keuntungan baja adalah keseragaman bahan dan sifat – sifatnya yang


dapat diduga secara cukup tepat. Kestabilan dimension, kemudahan
pembuatan, dan cepatnya pelaksanaan juga merupakan hal – hal yang
menguntungkan dari baja struktur ini.

2. Kelemahan baja adalah mudahnya bahan ini mengalami korosi (tidak


semua jenis baja) dan berkurangnya kekuatan pada temperatu tinggi.

2.5. Proses Perencanaan Jembatan

2.5.1 Bangunan Struktur Bawah (Substructure)

Bangunan struktur bawah berfungsi untuk menerima atau


menaha bebanbeban yang disalurkan dari beban struktur atas, dan
kemudian beban – beban tersebut disalurkan ke pondasi. Struktur
bawah ini terdiri dari :
1. Pondasi
Pondasi pada jembatan memiliki fungsi yang sama dengan
pondasi yang ada pada struktur bangunan gedung, dimana
fungsi dari pondasi itu sendiri adalah menyalurkan beban-
beban yang di tahan ke tanah. Pondasi memiliki 2 bagian yaitu:

a. Tiang Pancang / Bore Pile / Sumuran

b. Pile Cap

Gambar 2.1 Tiang Pancang dan Pile Cap

6
2. Kolom Pier

a. Pier

b. Pier Head

Gambar 2.2 Struktur Bawah (Sub Structure) pada Pier

3. Abutment

Abutment merupakan bagian dari bangunan pada ujung-


ujung jembatan, yang memiliki fungsi sebagai pendukung
untuk bangunan struktur atas dan juga berfungsi untuk penahan
tanah. Abutment mempunyai bagian sebagai berikut :

a. Abutment
b. Wing Wall
c. Pelat Injak
d. Back Wall

7
Gambar 2.3 Struktur Bawah (Sub Structure) pada Abutment

4. Oprit

Oprit adalah akses penghubung antara jembatan dengan


jalan yang ada. perencanaan konstruksi oprit ini sangat perlu
diperhatikan agar design oprit yang dihasilkan nantinya dapat
aman dan awet sesuai dengan umur rencana yang telah
ditentukan

Gambar 2.4 Struktur Bawah (Sub Structure) pada Oprit

Gambar 2.5 Tampak Atas Oprit

8
Gambar 2.6 Melintang Oprit

2.5.2. Bangunan Struktur Atas (Upper Structure)

Bangunan struktur atas berfungsi untuk menampung beban-


beban yang ditimbulkan oleh lalu lintas orang, kendaraan, dan lain
sebagainya. Bangunan atas biasanya terdiri dari pelat, lapisan
permukaan jalan, dan gelagar dari jembatan.

Gambar 2.7 Struktur Atas (Upper Structure) pada Deck

9
Struktur Atas (Upper Structure) terdiri dari :
1. Komponen
a. Deck Jembatan

Deck Jembatan ini bisah berupa I Girder, U Girder , Box


Girder , Truss, dll.

a. Bearing

Bearing adalah bantalan yang bertujuan untuk


mengurangi gesekan untuk benda/poros yang bergerak secara
rotasi ataupun linier.

10
b. Expansion Joint

Expansion Joint adalah suatu sabungan yang


bersifat flexible, sehingga saluran yang disambungkan
memiliki tolerasi gerak.

2. Pembagian Span (Bentang)

Dalam pembagian bentang dibedakan menjadi 2 bagian


yaitu :
a. Approach Span
b. Main Span

11
2.5.3. Tahapan Perencanaan

Menurut (Supriyadi dan Muntohar, 2007) perbedaan antara


ahli satu dengan yang lainnya sangat dimungkinkan terjadi, dalam
perencanaan jembatan, tergantung latar belakang kemampuan dan
pengalamannya.

Belajar dari perbedaan pandangan inilah seharusnya para


ahli dapat menyimpulkan suatu permasalahan yang ada pada
perencanaan jembatan, dan dapat menemukan suatu penyelesaian
dalam sebuah perencanaan.

Perbedaan tersebut harus tidak boleh menyebabkan gagalnya


proses perencanaan. Seorang ahli atau perancang paling tidak harus
telah mempunyai data baik sekunder maupun primer yang
berkaitan dengan pembangunan jembatan, sebelum sampai pada
tahap pelaksanaan konstruksi. Hal ini sangat diperlukan untuk
kelangsungan para ahli dalam merencanakan pembangunan sebuah
jembatan.

Data sekunder maupun primer yang telah didapat tersebut,


merupakan bahan pemikiran dan pertimbangan sebelum kita

12
mengambil suatu keputusan akhir. Pada Gambar 2.2 akan
ditunjukkan tentang suatu proses perencanaan yang perlu
dilaksanakan. Data yang diperlukan berupa:

1. Lokasi:

a. Topografi

b. Lingkungan

c. Tanah Dasar

2. Keperluan: melintasi sungai, melintasi jalan lain

3. Bahan Struktur:

a. Karakteristiknya

b. Ketersediaannya

4. Peraturan

Gambar 2.2. Skema Proses Perencanaan

Sumber: Supriyadi dan Muntohar, 2007

2.5.4. Pemilihan Lokasi Jembatan

Penentuan lokasi dan layout jembatan tergantung pada


kondisi lalu lintas. Umumnya, suatu jembatan berfungsi untuk
melayani arus lalu lintas dengan baik, kecuali bila terdapat kondisi-
kondisi khusus. Prinsip dasar dalam pembangunan jembatan

13
menurut (Troitsky, 1994) dalam (Supriyadi dan Muntohar, 2007)
adalah jembatan untuk jalan raya, tetapi bukan jalan raya untuk
jembatan. Kondisi lalu lintas yang berbeda-beda dapat
mempengaruhi lokasi jembatan. Panjang - pendeknya bentang
jembatan akan disesuaikan dengan lokasi jalan setempat.

Penentuan bentangnya dipilih yang sangat layak dari


beberapa alternatif bentang pada beberapa lokasi yang telah
diusulkan. Pertimbangan terhadap lokasi akan sangat didasarkan
pada kebutuhan masyarakat yang menggunakan jembatan.

Pada penentuan lokasi jembatan akan dijumpai suatu


permasalahan apakah akan dibangun di daerah perkotaan ataukah
pinggiran kota bahkan di pedesaan. Perencanaan dan perancangan
jembatan di daerah perkotaan terkadang tidak diperhatikan dengan
cermat dan tepat.

Kehadiran jembatan di tengah kota sangat mempengaruhi


landscape atau tata kota tersebut. Perencanaan dan perancangan tipe
jembatan modern di daerah perkotaan, seorang ahli sebaiknya
mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan
teknis dan estetika-arsitektural (Supriyadi dan Muntohar, 2007).

1. Aspek lalu lintas

Persyaratan transportasi meliputi kelancaran arus lalu


lintas kendaraan dan pejalan kaki yang melintasi jembatan
tersebut. Perencanaan yang kurang tepat terhadap kapasitas lalu
lintas perlu dihindarkan, karena akan sangat mempengaruhi lebar
jembatan.

Pentingnya diperoleh hasil yang optimum dalam


perencanaan lebar optimumnya agar didapatkan tingkat
pelayanan lalu lintas yang maksimum. Mengingat jembatan akan
melayani arus lalu lintas dari segala arah, maka muncul
kompleksitas terhadap existing dan rencana, volume lalu lintas,
oleh karenanya sangat diperlukan ketepatan dalam penentuan tipe
jembatan yang akan digunakan.

Pendekatan ekonomi selayaknya juga sebagai bahan


pertimbangan biaya jembatan perlu dibuat seminimum mungkin.
Melihat beberapa kasus biaya investasi jembatan di daerah
perkotaan adalah sangat tinggi. Hal ini akan sangat terkait dengan
kesesuaian lokasi yang akan direncanakan (Supriyadi dan
Muntohar, 2007).

14
2. Aspek teknis

Persyaratan teknis yang perlu dipertimbangkan antara lain:

a. Penentuan geometri struktur, alinemen horizontal dan vertical,


sesuai dengan lingkungan sekitarnya.

b. Pemilihan sistem utama jembatan dan posisi dek.

c. Penentuan panjang bentang optimum sesuai dengan syarat


hidraulika, arsitektural, dan biaya konstruksi.

d. Pemilihan elemen-elemen utama struktur atas dan struktur


bawah, terutama tipe pilar dan abutment.

e. Pendetailan struktur atas seperti: sandaran, parapet,


penerangan, dan tipe perkerasan.

f. Pemilihan bahan yang paling tepat untuk struktur jembatan


berdasarkan pertimbangan struktural dan estetika.

3. Aspek estetika

Dewasa ini jembatan modern di daerah perkotaan didesain


tidak hanya didasarkan pada struktural dan pemenuhan
transportasi saja, tetapi juga untuk ekonomi dan artistik. Aspek
estetika jembatan di perkotaan merupakan factor yang penting
pula dipertimbangkan dalam perencanaan.

Kesesuaian estetika dan arsitektural akan memberikan nilai


lebih kepada jembatan yang dibangun di tengah-tengah kota.
Jembatan pada kota-kota besar di dunia banyak yang mempunyai
nilai estetika yang tinggi disamping kekuatan strukturalnya
(Supriyadi dan Muntohar, 2007).

2.5.5. Layout jembatan

Variabel yang penting, setelah lokasi jembatan ditentukan


adalah mempertimbangkan layout jembatan terhadap topografi
setempat. Perkembangan sistem jalan raya, pada awalnya
mempunyai standar yaitu jalan raya lebih rendah dari jembatan.
Biaya investasi jembatan merupakan proporsi terbesar dari total
biaya jalan raya.

Konsekuensinya, struktur tersebut hampir selalu dibangun


pada tempat yang idela untuk memungkinkan bentang jembatan
sangat pendek, fondasi dapat dibuat sehematnya, dan melintasi

15
sungai dengan layout berbentuk squre layout (Supriyadi dan
Muntohar, 2007).

Proses perencanaan jembatan akan dihadapkan pada dua


sudut pandang yang berbeda antara seorang ahli jalan dan ahli
jembatan menurut (Troitsky, 1994) dalam (Supriyadi dan Muntohar,
2007). Ilustrasi perbedaan \ kepentingan antara seorang ahli jalan
dan ahli jembatan adalah sebagai berikut:

1. Pandangan ahli jembatan

Perlintasan tegak lurus sungai, jurang atau jalan rel lebih


sering dipilih, dari pada perlintasan yang membentuk alinemen
yang miring. Penentuan ini didasarkan pada aspek teknis dan
ekonomi. Menurut (Waddel, 1916) dalam (Supriyadi dan
Muntohar, 2007) menyatakan bahwa struktur yang dibuat pada
alinemen miring adalah abominasi dalam lingkup rekayasa
jembatan.

2. Struktur jembatan sederhana

Kenyataan untuk struktur jembatan yang relatif sederhana


sering diabaikan terhadap alinemen jalan. Para ahli jalan raya
yang sering menempatkan alinemen sedemikian sehingga
struktur jembatan merupakan bagian penuh dari alinemen
rencana jalan tersebutm, sehingga apabila melalui sungai
seringkali kurang memperhatikan layout secara cermat.

3. Layout jembatan bentang panjang

Struktur bertambahnya tingkat kegunaan jalan dan panjang


bentang merupakan hal yang cukup penting untuk menentukan
layout. Kasus seperti ini, dalam menentukan bagaimana layout
jembatan yang sesuai perlu diselaraskan oleh kedua ahli tersebut
guna menekan biaya konstruksi.

Banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah


sudut yang dibentuk terhadap bidang alinemen.

2.6. Peraturan – Peraturan Perancangan Jembatan

Struktur baja yang ada saat ini, telah berkembang pesat dengan
berbagai aturan yang berbeda pada tiap negara. Konsep pemikiran dalam
perhitungannya adalah sama tetapi aturan yang terjadi adalah lain, dan itu
tergantung dari Negara yang memakainya.

16
Menurut Tim Peneliti dan Pengembangan Wahana Komputer, 2003,
struktrur baja yang saat ini, telah berkembang pesat dengan berbagai aturan
yang berbeda pada tiap negara. Diantara peraturan perhitungan struktur baja
yang dipakai pada SAP 2000 adalah sebagai berikut:

1. American institute of Steel Construction’s ”Allowable Stress Design and


Plastis Design Spesification for Structural Steel Buildings”, AISC –
ASD (AISC, 1989).

2. American institute of Steel Construction’s “Load and Resistance


FactorDesign Spesification for Structural Steel Buildings”, AISC –
LRFD (AISC,1994).

3. American Assotiation of State Highway ang Transportation Officiall


“AASHTO – LRFD Bridge Design Spesification”, AASHTO – LRFD
(AASHTO, 1997).

4. Canada Institute of Steel Construction’s “Limit State Design of Steel


Structures”, CANICSA – s16. 1 – 94 (CISC, 1995).

5. British Standart Institution’s “Structural Use of Steelwork in Building”,


BS5950 (BSI, 1990).

6. European Committee for Standarditation’s “Eurocode 3 : Design of Steel


Structures Part 1.1 : General Rules and Rules for Buildings”, ENV 1993
– 1 – 1 (CEN, 1992). (Tim Penelitian dan Pengembangan Wahana
Komputer, 2003)

Badan Standarisasi Nasional (2005) mempunyai peraturan –


peraturan yang digunakan di Indonesia, untuk merancang struktur jembatan.
Peraturan yang digunakan Badan Standarisasi Nasional (2005) dalam
perancangan jembatan adalah sebagai berikut :

1. Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR, 1987)

2. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI)

3. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan (Bridge Management System,

1992)

4. Revisi SNI 03-2833-1992, tentang Perencanaan Ketahanan Gempa untuk

Jembatan

5. RSNI T-03-2005, tentang Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan.

17
2.7. Perencanaan Pembebanan

Perencanaaan pembebanan jembatan jalan raya didasarkan pada


pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJR, 1987)
dan Brigde Management System 1992.

1. Beban primer

Beben primer merupakan beban utama dalam perhitungan


tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Beban primer meliputi beban
mati, beban hidup, beban kejut dan gaya akibat tekanan tanah.

2. Beban sekunder

Beban sekunder merupakan beban sementara yang selalu


diperhitungkan dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan
jembatan. Beban sekunder meliputi beban angin, gaya akibat perbedaan
selip, gaya akibat rangka susut, gaya rem, gaya akibat gempa bumi, gaya
gesekan pada tumpuan yang bergerak.

3. Beban khusus

Beban khusus merupakan beban-beban khusus untuk perhitungan


tegangan pada perencanaan jembatan. Beban khusus meliputi gaya
sentrifugal, gaya tumbuk pada jembatan layang, gaya dan beban selama
pelaksanaan, dan gaya akibat air.

18
BAB 3

JALAN

3.1 Pengertian Jalan

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala


bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas
permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel;
 Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum;
 Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha,
perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri;
 Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan
jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan
membayar tol;

Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan
sistem jaringan jalan sekunder.
 Sistem jaringan jalan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi
barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat
nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang
berwujud pusat-pusat kegiatan.
 Sistem jaringan jalan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi
barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan


arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan.
 Jalan arteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum
yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak
jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
berdaya guna.
 Jalan kolektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan
umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi
dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan
jumlah jalan masuk dibatasi.

19
 Jalan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum
yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak
dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
 Jalan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan
umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri
perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
 Jalan Arteri primer melayani angkutan utama yang merupakan tulang
punggung tranasportasi nasional yang menghubungkan pintu gerbang
utama (Pelabuhan Utama dan atau bandar Udara Kelas Utama).
 Jalan Kolektor I adalah jalan kolektor primer yang menghubungkan
antar ibukota propinsi.
 Jalan Kolektor II adalah jalan kolektor primer yang menghubungkan
ibukota propinsi dengan ibukota kabupaten/kota.
 Jalan Kolektor III adalah jalan kolektor primer yang menghubungkan
antar ibukota kabupaten/kota.

3.2 Teknik Pembangunan Jalan

1. Penjelasan Umum
Pelaksanaan pekerjaan dilapangan dilakukan sepenuhnya oleh
kontraktor pelaksana yang telah ditunjuk dan diawasi langsung
konsultan pengawas dan Departemen Pekerjaan Umum. Pelaksanaan
pekerjaan dilakukan berdasarkan atas gambar-gambar kerja dan
spesifikasi tekhnik umum dan khusus yang telah tercantum dalam
dokumen kontrak, rencana kerja & syarat-syarat (RKS) dan mengikuti
perintah atau petunjuk dari konsultan, sehingga hasil yang dicapai akan
sempurna dan sesuai dengan keinginan pemilik proyek

20
2. Pekerjaan Persiapan

Pekerjaan persiapan dilaksanakan sebelum pekerjaan fisik dimulai.


Adapun pekerjaan-pekerjaan yang dilaksanakan dalam pekerjaan
persiapan tersebut, yaitu :
a. Pekerjaan pematokan dan pengukuran ulang
Pekerjaan pematokan dan pengukuran ulang dilaksanakan
oleh kontraktor pelaksana dengan tujuan pengecekan ulang
pengukuran. Pemasangan patok pengukuran untuk profil
memanjang dipasang pada setiap jarak 25 meter.

b. Survey kelayakan struktural konstruksi perkerasan.


Kelayakan struktural konstruksi perkerasan dilaksanakan
dengan pemeriksaan destruktif yaitu suatu cara pemeriksaan dengan
menggunakan alat Benkelman.

c. Pengadan direksi keet


Untuk pengadaan direksi keet ini pihak kontraktor
pelaksana membuatnya disekitar lokasi proyek. Direksi keet ini
berfungsi untuk tempat beristirahat para pekerja dan penyimpanan
material serta peralatan pekerjaan.

d. Penyiapan badan jalan


Pekerjaan ini meliputi pembersihan lokasi, penutupan jalan
dan lainnya. Sehingga pelaksanaan proyek ini berjalan dengan
lancar.

3. Pekerjaan Galian dan Timbunan

21
Gambar Struktur Pekerjaan Tanah

 Pekerjaan Galian

1. Pekerjaan galian adalah pekerjaan pemotongan tanah dengan


tujuan untuk memperoleh bentuk serta elevasi permukaan
sesuai dengan gambar yang telah direncanakan.
2. Lokasi yang akan dipotong (cutting) haruslah terlebih dahulu
dilakukan pekerjaan clearing dan grubbing yang bertujuan
untuk membersihkan lokasi dari akar-akar pohon dan batu-
batuan.
3. Untuk mengetahui elevasi jalan rencana, surveyor harus
melakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur
(theodolit). Apabila elevasi tanah tidak sesuai maka tanah
dipotong kembali dengan menggunakan alat berat (motor
grader), sampai elevasi yang diinginkan.
4. Memadatkan tanah yang telah dipotong dengan menggunakan
Vibrator Roller.
5. Melakukan pengujian kepadatan tanah dengan tes kepadatan
(ujiDdensity Sand Cone test) di lapangan.

Pekerjaan galian dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian :

a. Galian Biasa Commond Excavation)


Dalam pekerjaan ini dilakukan penggalian untuk
menghilangkan atau membuang material yang tidak dapat
dipakai sebagai struktur jalan, yang dilakukan menggunakan
excavator untuk memotong bagian ruas jalan sesuai dengan
gambar rencana, sedangkan pengangkutan dilakukan dengan
menggunakan dump truck.

22
b. Galian Batuan / Padas
Pekerjaan galian batu (padas) mencakup galian
bongkahan batu dengan volume 1 meter kubik atau lebih. Pada
pekerjaan galian batu ini biasa dilakukan dengan menggunakan
alat bertekanan udara (pemboran) dan peledekan.
c. Galian Struktur
Pada pekerjaan galian struktur ini mencakup galian pada
segala jenis tanah dalam batas pekerjaan yang disebut atau
ditunjukkan dalam gambar untuk struktur. Pekerjaan galian ini
hanya terbatas untuk galian lantai pondasi jembatan.

 Pekerjaan Timbunan dan Pemadatan

Perlu diingat sebelum pekerjaan galian maupun timbunan


harus didahului dengan pekerjaan clearing dan grubbing,
maksudnya adalah agar lokasi yang akan dilakerjakan tidak
mengandung bahan organik dan benda-benda yang mengganggu
proses pemadatan. Timbunan dilaksanakan lapis demi lapis dengan
ketebalan tertentu dan dilakukan proses pemadatan.

Proses penimbunan dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :

1. Timbunan Biasa
Pada timbunan biasa ini material atau tanah yang biasa
digunakan berasal dari hasil galian badan jalan yang telah
memenuhi syarat.
2. Timbunan Pilihan
Pada pekerjaan timbunan ini tanah yang digunakan
berasal dari luar yang biasa disebut borrowpitt. Tanah ini
digunakan apabila nilai CBR tanah dari timbunan kurang dari
6%.

23
Proses pemadata tanah dimaksudkan untuk memadatkan
tanah dasar sebelum melakukan proses penghamparan material
untuk memenuhi kepadatan 95%, dengan menggunakan alat
berat seperti Vibrator Roller, Dump Truck, Motor Grader.

Adapun langkah kerja dari proses pemadatan tanah, yaitu


:

1. Mengangkut material dari quary menuju lokasi dengan


menggunakan Dump Truck.
2. Menumpahkan material pada lokasi tempat dimana akan
dilaksanakan pekerjaan penimbunan.
3. Meratakan material menggunakan Motor Grader sampai
ketebalan yang direncanakan. Sebagai panduan operator
Grader dan vibro maka dipasang patok tiap jarak 25 m yang
ditandai sesuai dengan tinggi hamparan.
4. Memadatkan tanah denga menggunakan Vibrator Roller
yang dimulai sepanjang tepi dan bergerak sedikit demi
sedikit ke arah sumbu jalan dalm keadaan memanjang,
sedangkan pada tikungan (alinyemen horizontal) harus
dimulai pada bagian yang rendah dan bergerak sedikit demi
sedikit ke arah yang tinggi, pemadatan tersebut dipadatkan
dengan 6 pasing (12 x lintasan) hingga didapatkan tebal
padat 20 cm hingga didapat elevasi top subgrade yang sesuai
dengan rencana.

 Pengujian Kepadatan Tanah


Pengujian Sand Cone

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui nilai


kepadatan dan kadar air dilapangan. Juga bisa sebagai
perbandingan pekerjaan yang akan dilaksanakan dilapangan
dengan perencanaan pekerjaan.

24
Gambar Titik Pengambilan Sampel

 Pekerjaan Lapis Pondasi Bawah

Lapisan perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas


dan tanah dasar dinamakan lapis pondasi bawah yang berfungsi
sebagai :

1. Bagian dari konstruksi perkerasan yang menyebarkan beban


roda ke tanah dasar. Dengan nilai CBR 20% dan Plastisitas
indeks (PI) ≤ 10%.
2. Material pondasi bawah relatip murah dibandingkan dengan
lapisan perkerasan diatasnya.
3. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal.
4. Lapisan perkerasan, agar air tanah tidak berkumpul
dipondasi.
5. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar.
6. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah
dasar naik kelapis atas. Tebal rencana lapisan pondasi bawah
ini adalah 20 cm.

Lapisan pondasi agregat kelas B yang digunakan dalam


proyek ini memiliki komposisi sebagai berikut :

1. Split 5/7
2. Split 3/5
3. Split 2/3
4. Abu Batu

Teknik pelaksanaan pekerjaan penghamparan dan


pemadatan dari Base B adalah :

 Pengangkutan material base B ke lokasi proyek dengan


menggunakan Dump Truck.
 Setelah sampai di lokasi, campuran ditumpuk menjadi lima
sampai enam tumpukan disepanjang lokasi yang telah siap
untuk dihampar base B.
 Penghamparan material base B dilakukan dengan
menggunakan alat motor grader dengan kapasitas 3,6 m.
Setelah badan jalan terbentuk, kemudian dipadatkan dengan
alat vibrator roller dengan kapasitas 16 ton.

25
 Jika disuatu lokasi ada campuran material yang kurang baik
ikatannya maka dapat ditambahkan abu batu dengan bantuan
tenaga manusia untuk mengikat material tersebut ketika
dipadatkan kebali dengan vibrator roller.

Untuk mengetahui apakah tebal penghamparan base B


dan % kemiringan telah sesuai dengan yang direncanakan maka
digunakan waterpass agar dapat menemukan elevasinya.

 Peralatan

Dalam pelaksanaan pekerjaan lapis pondasi atas


digunakan alat alat sebagai berikut :

 Wheel Loader berfungsi untuk mengambil tumpukan agregat


dari tempat pengambilan material, selanjutnya dimasukkan
kedalam dunp truck.
 Dump truck berfungsi untuk mengangkut material agregat
base B ke lokasi pekerjaan.
 Motor grader berfungsi untuk memadatkan material base B.
 Water tank truck berfungsi untuk menyiram agregat base B
setelah penghamparan.

 Bahan dan Material

Agregat baru pecah kelas B yang sesuai dengan


persyaratan (table agregat base B)

26
 Pengawasan Pekerjaan

Pengawasan pekerjaan dilaksanakan olek konsultan


pengawas. Hal ini dilakukan untuk menjamin pekerjaan yang
dilakukan oleh kontraktor sebagai pelaksana proyek, apakah
sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam spesifikasi.
Ketentuan ketentuan pelaksanaan pekerjaan yang sesuai
dengan spesifikasi adalah sebagai berikut :

 Penghamparan lapis pondasi agregat, baik kelas A maupun


kelas B tidak boleh mempunyai ketebalan kurang dari dua
kali ukuran maksimum bahan.
 Penghamparan lapis pondasi kelas A maupun kelas B tidak
boleh lebih dari 20 cm dalam keadaan loose, hal ini dapat
mempengaruhi proses pemadatan sehingga pemadatan yang
dilakukan tidak mencapai keadaan optimal.
 Permukaan lapis pondasi agregat harus rata sehingga air
tidak dapat menggenang akibat permukaan yang tidak rata.
Deviasi maksimum untuk kerataan permukaan adalah 1 cm.
 Toleransi terhadap tebal total lapis pondasi agregat adalah 1
cm dari tebal rencana.
 Lapis pondasi yang terlalu kering atau terlalu basah untuk
pemadatan yaitu kurang dari 1% atau lebih dari 3% pada

27
kadar air optimum, diperbaiki dengan cara menggali dan
mengganti dengan bahan yang memenuhi syarat kadar air
tersebut.

28
BAB 4

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas mengenai metode pelaksanaan


konstruksi Jembatan didapat kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan struktur metode pelaksanaan jembatan terdiri dari metode
pelaksanaan Jembatan Beton dan metode pelaksanaan Jembatan
Rangka.

2. Metode pelaksanaan Jembatan Beton dibedakan menjadi 2 yaitu Cast


insitu dan Precast segmental.
Metode Cast insitu terdiri dari :
a. MSS (Movable Scaffolding System)
b. ILM (Increamental Launching Method)
c. Balanced Cantilever dengan FormTraveller
d. Cable Stayed dengan FormTraveller Metode Precast Segmental
terdiri dari :
a. Balanced Cantilever Erection With Launching Gantry
b. Balanced Cantilever Erection With Lifting Frames
c. Span by Span Erection With Launching Gantry
d. Balanced Cantilever Erection With Cranes
e. Precast Beam

3. Metode pelaksanaan Jembatan Rangka ada 2 yaitu metode Temporary


support
dan metode Cantilever.
4. Metode Temporary support terdiri dari Full temporary support dan
Semi temporary support. Sedangkan metode Cantilever terdiri dari Full
cantilever dan Semi cantilever.

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala


bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas
permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel;
 Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum;
 Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha,
perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri;

29
 Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan
jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan
membayar tol;

Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan
sistem jaringan jalan sekunder.
 Sistem jaringan jalan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi
barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat
nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang
berwujud pusat-pusat kegiatan.
 Sistem jaringan jalan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi
barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

4.2. Saran

1. Setiap pembangunan Jembatan harus menggunakan metode pelaksanaan


yang tepat dan sesuai dengan standar yang berlaku.

2. Setiap pemilihan metode pelaksanaan harus disesuikan dengan kondisi


alam dilokasi pembangunan.

3. Keselaman kerja menjadi hal penting dalam pemilihan metode


konstruksi.

30
DAFTAR PUSTAKA

Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga
Departemen Pekerjaan Umum, Desember 2005;

Panduan Pengawasan Pelaksanaan Jembatan Bridge Management System,


Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, Tahun 1993;

Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi, Kazuto Nakazawa dkk, PT Pradnya


Paramita, Th 2000;

Foundation Design and Construction, MJ Tomlinson, Fourth Edition, the Pitman


Press London, 1983;

Principles of Foundation Engineering, Braja M.Das, PWS Publishing Company


Boston, Second Edition, 1990;

Bahan Publikasi, PC Pile, PT. Wijaya Karya Beton;

Ground Anchors and Anchored Systems, Geotechnical Engineering Circular


No.4, Publication FHWA, June 1999;

Load Cell Test Pada Pondasi Bored Pile Jembatan Suramadu, SKS Pembinaan
Teknik Pembangunan Jembatan Suramadu Core Team-Manajemen Konstruksi
Tahap II;

Test Daya Dukung Tiang Pancang Dengan Metode Beban Dinamis (DLT), Pile
Foundation Diagnostic Services;

Modul Pelatihan Supervisi Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan, Pembinaan


Manajemen Kebinamargaan , Direktorat Jenderal Bina Marga, May 2006;

Modul Pelaksanaan Konstruksi Jembatan, Jafung Teknik Jalan dan Jembatan


Pusat Pendidikan dan Latihan Departemen Pekerjaan Umum, Tahun 2006.

31

Anda mungkin juga menyukai