Anda di halaman 1dari 18

Semen

Semen adalah zat yang digunakan untuk merekat batu,


bata, batako, maupun bahan bangunan lainnya.
Sedangkan kata semen sendiri berasal dari caementum
(bahasa Latin), yang artinya "memotong menjadi
bagian-bagian kecil tak beraturan". Meski sempat
populer pada zamannya, nenek moyang semen made
in Napoli ini tak berumur panjang. Menyusul runtuhnya
Kerajaan Romawi, sekitar abad pertengahan (tahun
1100-1500 M) resep ramuan pozzuolana sempat
menghilang dari peredaran.

Komposisi pemakaian semen adalah:


1. Sejarah semen

Borobudur 750 M Mahenjo Daro 2600 SM

Dalam perkembangan peradaban manusia khususnya


dalam hal bangunan, tentu kerap mendengar cerita
tentang kemampuan nenek moyang merekatkan batu-
batu raksasa hanya dengan mengandalkan zat putih
telur, ketan atau lainnya. Alhasil, berdirilah bangunan
fenomenal, seperti Candi Borobudur atau Candi
Prambanan di Indonesia ataupun jembatan di Cina
yang menurut legenda menggunakan ketan sebagai
perekat. Ataupun menggunakan aspal alam
sebagaimana peradaban di Mahenjo Daro dan Harappa
di India ataupun bangunan kuno yang dijumpai di
Pulau Buton

Benar atau tidak, cerita, legenda tadi menunjukkan


dikenalnya fungsi semen sejak zaman dahulu. Sebelum
mencapai bentuk seperti sekarang, perekat dan
penguat bangunan ini awalnya merupakan hasil
percampuran batu kapur dan abu vulkanis. Pertama
kali ditemukan pada zaman Kerajaan Romawi, tepatnya
di Pozzuoli, dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu lantas
dinamai pozzuolana.

Baru pada abad ke-18 (ada juga sumber yang


menyebut sekitar tahun 1700-an M), John Smeaton -
insinyur asal Inggris - menemukan kembali ramuan
kuno berkhasiat luar biasa ini. Dia membuat adonan
dengan memanfaatkan campuran batu kapur dan
tanah liat saat membangun menara suar Eddystone di
lepas pantai Cornwall, Inggris.
Ironisnya, bukan Smeaton yang akhirnya mematenkan
proses pembuatan cikal bakal semen ini. Adalah Joseph
Aspdin, juga insinyur berkebangsaan Inggris, pada
1824 mengurus hak paten ramuan yang kemudian dia
sebut semen portland. Dinamai begitu karena warna
hasil akhir olahannya mirip tanah liat Pulau Portland,
Inggris. Hasil rekayasa Aspdin inilah yang sekarang
banyak dipajang di toko-toko bangunan.
Pabrik semen yang pertama kali berdiri di kota Coplay,
Pensylvania, Amerika Serikat pada tahun 1875 yang
didirikan oleh David Saylor
Sebenarnya, adonan Aspdin tak beda jauh dengan
Smeaton. Dia tetap mengandalkan dua bahan utama,
batu kapur (kaya akan kalsium karbonat) dan tanah
lempung yang banyak mengandung silika (sejenis
mineral berbentuk pasir), aluminium oksida (alumina)
serta oksida besi. Bahan-bahan itu kemudian
dihaluskan dan dipanaskan pada suhu tinggi sampai
terbentuk campuran baru.

Selama proses pemanasan, terbentuklah campuran


padat yang mengandung zat besi. Nah, agar tak
mengeras seperti batu, ramuan diberi bubuk gips dan
dihaluskan hingga berbentuk partikel-partikel kecil
mirip bedak.
Lazimnya, untuk mencapai kekuatan tertentu, semen
portland berkolaborasi dengan bahan lain. Jika
bertemu air (minus bahan-bahan lain), misalnya,
memunculkan reaksi kimia yang sanggup mengubah
ramuan jadi sekeras batu. Jika ditambah pasir,
terciptalah perekat tembok nan kokoh. Namun untuk
membuat pondasi bangunan, campuran tadi biasanya
masih ditambah dengan bongkahan batu atau kerikil,
biasa disebut concrete atau beton.

Beton bisa disebut sebagai mahakarya semen yang


tiada duanya di dunia. Nama asingnya, concrete -
dicomot dari gabungan prefiks bahasa Latin com, yang
artinya bersama-sama, dan crescere (tumbuh).
Maksudnya kira-kira, kekuatan yang tumbuh karena
adanya campuran zat tertentu. Dewasa ini, nyaris tak
ada gedung pencakar langit berdiri tanpa bantuan
beton.

Meski bahan bakunya sama, "dosis" semen sebenarnya


bisa disesuaikan dengan beragam kebutuhan.
Misalnya, jika kadar aluminanya diperbanyak,
kolaborasi dengan bahan bangunan lainnya bisa
menghasilkan bahan tahan api. Ini karena sifat alumina
yang tahan terhadap suhu tinggi. Ada juga semen yang
cocok buat mengecor karena campurannya bisa
mengisi pori-pori bagian yang hendak diperkuat

2. Cara pembuatan Semen


1. Penggalian/Quarrying:Terdapat dua jenis material
yang penting bagi produksi semen: yang pertama
adalah yang kaya akan kapur atau material yang
mengandung kapur (calcareous materials) seperti batu
gamping, kapur, dll., dan yang kedua adalah yang kaya
akan silika atau material mengandung tanah liat
(argillaceous materials) seperti tanah liat. Batu
gamping dan tanah liat dikeruk atau diledakkan dari
penggalian dan kemudian diangkut ke alat penghancur.
2. Penghancuran: Penghancur bertanggung jawab
terhadap pengecilan ukuran primer bagi material yang
digali.

3. Pencampuran Awal: Material yang dihancurkan


melewati alat analisis on-line untuk menentukan
komposisi tumpukan bahan.

4. Penghalusan dan Pencampuran Bahan Baku:


Sebuah belt conveyor mengangkut tumpukan yang
sudah dicampur pada tahap awal ke penampung,
dimana perbandingan berat umpan disesuaikan
dengan jenis klinker yang diproduksi. Material
kemudian digiling sampai kehalusan yang diinginkan.

5. Pembakaran dan Pendinginan Klinker: Campuran


bahan baku yang sudah tercampur rata diumpankan ke
pre-heater, yang merupakan alat penukar panas yang
terdiri dari serangkaian siklon ketika terjadi
perpindahan panas antara umpan campuran bahan
baku dengan gas panas dari kiln yang berlawanan arah.
Kalsinasi parsial terjadi pada pre‐heater ini dan
berlanjut dalam kiln, ketika bahan baku berubah
menjadi agak cair dengan sifat seperti semen. Pada kiln
yang bersuhu 1350-1400 °C, bahan berubah menjadi
bongkahan padat berukuran kecil yang dikenal dengan
sebutan klinker, kemudian dialirkan ke pendingin
klinker, tempat udara pendingin akan menurunkan
suhu klinker hingga mencapai 100 °C.

6. Penghalusan Akhir: Dari silo klinker, klinker


dipindahkan ke penampung klinker dengan dilewatkan
timbangan pengumpan, yang akan mengatur
perbandingan aliran bahan terhadap bahan-bahan
aditif. Pada tahap ini, ditambahkan gipsum ke klinker
dan diumpankan ke mesin penggiling akhir. Campuran
klinker dan gipsum untuk semen jenis 1 dan campuran
klinker, gipsum dan posolan untuk semen jenis P
dihancurkan dalam sistem tertutup dalam penggiling
akhir untuk mendapatkan kehalusan yang dikehendaki.
Semen kemudian dialirkan dengan pipa menuju silo
semen.
3. Komposisi/kandungan semen,

Jenis Pengujian SNI Hasil Uji


15-2049-94
Silikon Dioksida SiO2 % 20,75
Aluminium Oksida Al2O3 % 5,57
Ferri Oksida Fe2O3 % 3,58
Kalsium Oksida CaO % 65,55
Magnesium Oksida MgO % Max 6,0 0,87
Sulfur Trioksida SO3 % Max 3,5 2,16
Hilang pijar LOI % Max 5,0 2,57
Kapur bebas % 0,70
Bagian tidak larut % Max 3,0 0,54
Alkali (Na2O + 0,658 K2O) % Max 0,6 0,17
Chlorida % 0,06
Tricalcium Silicate C3S % 60,37
Dicalcium Silicate C2S % 13,96
Tricalcium Aluminate C3A % 8,72
Tetracalcium Aluminate Ferrite C4AF % 10,89

Senyawa utama penyusun semen terdiri dari 4 (empat)


jenis yaitu :

1. C4AF = 4 Ca O Al2O3 Fe2O3 = Tetra Calcium Alumina


(kandungan = 10 – 12%)
: memiliki fungsi menurunkan suhu lebur pada proses
sintering (pelelehan sebagian) pada pembakaran bahan
mentah dalam tungku.
2. C3S = 3 Ca O Si O2 = Tri Calcium Silikat (kandungan = 37 –
60%)
: memiliki fungsi memberikan kekuatan pokok untuk
waktu lama dan memberikan kekuatan penyokong
(awal) pada umur kurang dari 28 hari.
3. C2S = 2 Ca O Si O2 = Di Calcium Silikat (kandungan = 7 – 15%)
: memiliki fungsi memberikan kekuatan yang besar untuk
umur beton lebih dari 1 tahun.
4. C3A = 3 Ca O Al2O3 = Tri Calcium aluminat (kandungan = 7 –
15%)
: memiliki fungsi memberikan kekuatan awal untuk
periode waktu 1 – 3 hari

4. jenis semen
1) semen Portland tipe I untuk penggunaan umum
2) semen Portland tipe II memiliki ketahan terhadap
sulfat dan kalor hidrasi sedang;
3) semen Portland tipe III dengan kekuatan tinggi
pada permulaan setelah pengikatan terjadi;
4) Semen Portland tipe IV, panas hidrasi rendah
5) Semen Portland tipe V memiliki ketahan yang
tinggi terhadap sulfat
5. Sifat semen dan penyimpanan semen
a. Berat jenis
Berat jenis semen portland pada umumnya berkisar
antara 3,10 sampai 3,20 dengan angka rata-rata 3,15
untuk semen tipe I sampai V. Untuk menguji berat
jenis pada semen digunakan tabung Le Chatelier.
Berat jenis dapat dihitung dengan rumus.

W
Berat Jenis = V 2 − V1

Keterangan :
W = berat benda uji (gram)
V1 = Volume awal (ml)
V2 = Volume akhir (ml)

Test Method for Density of Hydraulic Cement. ASTM C188-14.mp4

b. Kehalusan butir
Faktor terpenting yang mempengaruhi sifat-sifat
semen adalah komposisi kimiawi dan kehalusan
penggilingan semen. Kecepatan reaksi antara semen
dengan air sangat dipengaruhi oleh kehalusan butiran
semennya. Makin halus butiran semen, maka makin
cepat semen tersebut bereaksi. Untuk menguji
kehalusan pada semen menurut SNI 15-2045-1994
menggunakan alat Bline. Dengan alat Bline yang
didapat adalah luas permukaan spesifik butirannya.
Makin halus butiran semen, maka luas permukaan
butirannya lebih besar, sehingga butiran tersebut
makin cepat bereaksi dengan air, dan mengikat agregat
lebih luas. Semen dinyatakan halus apabila dari hasil uji
dengan alat Bline memberikan nilai luas permukaan
spesifiknya lebih dari 280 m2/kg.

SNI 15-2530-1991 Metode pengujian kehalusan


semen Portland
Ruang lingkup metode ini meliputi persyaratan-
persyaratan, ketentuan-ketentuan, cara pengujian
serta laporan uji kehalusan untuk semen Portland
dengan menggunakan saringan no.100 dan no.200.

c. Waktu ikatan semen


Semen setelah bercampur dengan air akan mengalami
pengikatan, dan setelah mengikat lalu mengeras.
Lamanya pengikatan sangat tergantung dari komposisi
senyawa dalam semen dan suhu udara sekitarnya.
Waktu pengikatan pada pasta semen ada 2 (dua)
macam, yaitu waktu ikat awal (setting time) dan waktu
ikat akhir (final setting). Waktu ikat awal adalah waktu
yang dibutuhkan sejak semen bercampur dengan air
dari kondisi plastis menjadi tidak plastis, sedangkan
waktu ikat akhir adalah waktu yang dibutuhkan sejak
semen bercampur dengan air dari kondisi plastis
menjadi “keras”. Yang dimaksud dengan keras pada
waktu ikat akhir adalah hanya bentuknya saja yang
sudah kaku, tetapi pasta semen tersebut belum boleh
dibebani, baik oleh berat sendiri maupun beban dari
luar. Waktu ikat awal menurut standar SII minimum 45
menit, sedangkan waktu ikat akhir maksimum 360
menit. Waktu ikat awal tercapai apabila masuknya
jarum vicat ke dalam sampel dalam waktu 30 detik
sedalam 25 mm. Waktu ikat akhir tercapai apabila pada
saat jarum vicat diletakkan diatas sampel selama 30
detik, pada permukaan sampel tidak berbekas atau
tidak tercetak.
WAKTU PENGIKATAN SEMEN PORTLAND KOMPOSIT.
(SNI 03 6827 2002)

d. Panas hidrasi semen


Secara teknis beton massa didefinisikan sebagai
struktur yang memiliki dimensi besar seperti mat-
foundation, beton untuk bendungan, dan lain-lain.
Secara umum panas dalam beton dihasilkan oleh
proses hidrasi dan secara bertahap suhu akan naik
hingga dapat melebihi 70o C.
Pada dasarnya, panas di permukaan beton massa lebih
mudah dilepaskan ke udara sekitar, sedangkan pada
inti beton suhu tetap tinggi. Hal ini menyebabkan
perbedaan suhu pada beton massa dan kemudian
menyebabkan terjadinya tegangan internal pada beton
yang selanjutnya dapat menimbulkan “retak termal”.
Untuk mengatasi permasalahan ini, terdapat 3 (tiga)
metode konvensional diantaranya pengendalian suhu
beton segar (precooling), menanam pipa pendingin
(pipecooling) dan pengecoran bersegmen (sectional-
placement), dimana ketiga metode tersebut
memerlukan biaya yang mahal dan waktu pengerjaan
lebih lama.
Oleh karena itu, “Low Heat Concrete” merupakan
sebuah inovasi yang hadir untuk
mengatasi retak termal dan menjadi solusi yang lebih
baik untuk pengecoran struktur beton
massa. Low Heat Concrete telah diteliti dan
dikembangkan berdasarkan perilaku
hidrasisemen. Low Heat Concreteakan membatasi
panas dengan cara pengendalian
kandungan unsur CaO.Pada jumlah kandungan CaO
tertentu, kenaikan suhu akan jauh
berkurang. Sehingga secara efektif akan meningkatkan
pencegahan keretakan dan
mengendalikan risiko retak termal.

6. Paten semen (9, 0)


Semen hidrolik dan semen non hidrolik
a. Semen non-hidrolik
Semen non hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam
air,akan tetapi dapat mengeras di udara.Contoh utama dari semen non
hidrolik adalah kapur. Kapur dihasilkan oleh proses kimia dan
mekanis di alam. Jenis kapur yang baik adalah putih yaitu yang
mengandung kalsium oksida yang tinggi ketika masih berbentuk
kapur tohor belum berhubungan dengan air dan akan mengandung
banyak kalsium hidroksida ketika telah berhubungan dengan air.
Kapur tersebut dihasilkan dengan membakar batu kapur atau kalsium
karbonat bersama beserta bahan-bahan pengotornya, yaitu
magnesium, silikat, besi, alkali, alumina dan belerang.
b. Semen hidrolik
Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan
mengeras di dalam air. contoh dari semen hidrolik yaitu:
1. Kapur hidrolik Kapur hidrolik dibuat dengan cara membakar batu
kapur yang mengandung silika dan lempung sampai menjadi kliker
dan mengandung cukup kapur dan silikat untuk menghasilkan kapur
hidrolik.
2.Semen Pozollan Pozollan adalah sejenis bahan yang mengandung
silisium atau aluminium, yang tidak mempunyai sifat penyemenan.
Butirannya halus dan dapat bereaksi dengan kalsium hidrosikda pada
suhu ruang serta membentuk senyawa-senyawa yang mempunyai
sifat-sifat semen. Semen pozollan adalah bahan ikat yang
mengandung silikat amorf, yang apabila dicampur dengan kapur akan
membentuk benda padat yang keras. Bahan yang mengandung
pozollan adalah teras, semen merah, abu terbang, dan buukan terak
tanur tinggi.

% Semen
CaO 65,55
SiO2 20,75
Al2O3 5,57
Fe2O3 3,58
Na2O, K2O, MgO, -, -, 0,87,
SO3 2,16
LOI 2,57

Anda mungkin juga menyukai