Anda di halaman 1dari 82

TOPIK 1

SEMEN PORTLAND
I.1.Defenisi
Semen merupakan bahan campuran yang secara kimiawi setelah berhubungan
dengan air. Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks dengan campuran
dan susunan yang berbeda-beda.Semen Portland merupakan jenis semen hidrolik
1.2. Pembuatan Semen dan Komponen Utamanya
Dari definisi Semen Portland (PC) dapat dilihat bahwa semen portland dibuat
dari batu kapur (limestone atau chalk) dan bahan silika atau aluminium yang terdapat
pada tanah liat (clay atau shale). Batu kapur mengandung komponen CaO, lempung
mengandung komponen SiO2 dan Al2O3 (oksida alumina) dan FeO3 (oksida besi).
Pada dasarnya proses pembuatan semen portland terdiri dari penggilingan,
pencampuran menurut suatu proses tertentu dan pengawasan harus ketat. Dengan
penggilingan dari klinker bulat yang berputar disertai pemanasan mencapai material
akan menjadi klinker. Klinker ini dipindahkan dan digiling sampai halus (fine
powder), disertai penambahan 3-5% gips (gypsum) untuk mengendalikan setting time
akan menghasilkan semen portland yang siap untuk digunakan sebagai bahan
pengikat dari campuran beton. 1450 C. Semen portland ini dapat langsung
dimasukkan kantong-kantong atau mobil container dan silo tempat penyimpanan dari
semen. Bahan semen yang digiling dalam kondisi basah dan kondisi kering masing-
masing disebut proses basah dan proses kering. Diameter kilen berkisar 5-7 meter dan
panjang kilen dapat mencapai 230 meter.

1
Gambar Sketsa kondisi dan reaksi dalam tipical rotary kilen (proses kering)

Komponen utama dari semen portland adalah :


- Batu kapur yang mengandung komponen CaO (kapur,lime)
- Lempung yang mengandung komponen SiO2 (silika), Al2O3 (oksida alumina),
Fe2O3 (oksida besi)
Bahan-bahan ini dengan pengawasan yang ketat, digiling dan dicampur menurut
suatu proses tertentu. Campuran ini dipanaskan dalam oven pada suhu sampai
menjadi klinker. Klinker ini dipindahkan, digiling sampai halus disertai penambahan
3-5 % gips untuk mengendalikan waktu pengikatan semen supaya tidak berlangsung
terlalu cepat. C1450
Reaksi-reaksi yang terjadi waktu proses pembuatan semen adalah sebagai berikut :

2
Trikalsium silikat (C3S), Trikalsium Aluminat (C3A) dan Tetrakalsium Aluminat dan
Tetrakalsium Aluminoferit (C4AF) merupakan komponen karakteristik dari semen
portland.

3
Dari hasil analisa diatas jelas tampak bahwa kapur merupakan komponen yang
jumlahnya terbanyak, disusul oleh silika, alumina dan oksida besi. Oksida-oksida itu
merupakan ke-4 oksida utama dalam semen portland. Disamping itu terdapat juga
komponen lainnya, jumlah oksida-oksida tersebut berkisar antara :

Kapur (CaO) 60 66 %
Silica (SiO2) 19 25 %
Alumina (Al2O3) 38%
Oksida besi (Fe2O3) 15%
Oksida magnesium (MgO) dibatasi sampai dengan 4 %.

4
Disamping komponen-komponen utama, dalam semen terdapat pula bahan-
bahan lain dalam jumlah kecil, akan tetapi mempengaruhi sifat-sifatnya. Adapun
bahan-bahan tersebut adalah :
1) Magnesia, MgO
Seperti pada saat mencampur kapur (CaO) dengan air, bila oksida Magnesium
tercampur dengan air, maka hal ini akan diikuti oleh penambahan volume. Dengan
sendirinya penambahan volume itu akan dialami oleh beton yang menggunakan
bahan tersebut disertai dengan retak-retak. Kadar MgO dibatasi sampai 5%.
2) Sulphuric Anhydrate (sisa asam sulfit), SO3
SO3 merupakan bahan yang sangat penting dalam semen portland, karena
berfungsi sebagai pengatur waktu pengikatan semen. SO3 terdapat dalam gips Ca
SO4. Apabila kadar gips terlalu tinggi, maka selama berlangsungnya proses
pengerasan akan timbul pengembangan gips. Oleh karena itu kadar SO3 biasanya
dibatasi sampai dengan 2.5 3.0 %.
3) Alkali, Na2O dan K2O
Na2O dan K2O selalu dijumpai dalam bahan-bahan baku untuk semen.
Apabila bahan agregat yang akan digunakan untuk campuran beton mengandung
Silikat reaktif, maka akan timbul reaksi kimia yang merugikan beton. kadar alkali
rendah yaitu kurang atau sama dengan 0.6 % ( < 0.6% ).
4) Kehalusan Butiran
Kehalusan butiran-butiran semen mempengaruhi waktu pengerasan pasta
semen. Lebih luas permukaan yang dapat dihidrasi, lebih banyak gel semen dapat
terbentuk pada umur muda, maka lebih tinggi kekuatan tekan awal yang dapat dicapai
oleh semen. Akan tetapi gel semen yang terbentuk itu memperlambat waktu hidrasi
akibat suatu aksi gel-gel sendiri yang mencegah terbentuknya gel-gel lain lebih cepat,
jika telah terbentuk gel-gel semen dalam jumlah besar.
Oleh karenanya, penggilingan extra halus butiran-butiran semen itu, efisien dalam
penambahan kekuatan tekan hanya sampai pada umur 7 hari.
Sifat-sifat yang berhubungan dengan kehalusan butiran-butiran semen adalah :

5
Kekuatan awal tinggi
Cepat mundurnya mutu semen jika dipengaruhi cuaca
Reaksi kuat dengan bahan agregat reaktif
Retak-retak
Daya penyusutan tinggi
Pengikatan yang cepat
Kebutuhan air yang banyak
Mengurangi bleeding
Semen portland biasa mempunyai luas permukaan minimum 2250 cm2 per gram,
sedangkan semen yang cepat mengeras 3200 cm2 per gram.

1.4. Tipe-Tipe Semen Portland


Mineral-mineral dalam semen portland secara individu masing-masing
mempunyai
sifat-sifat tersendiri mengenai batas waktu hidrasi, perkembangan kekuatan tekan,
perkembangan panas hidrasi dan sebagainya.
Dengan menentapkan batas-batas tertentu pada kombinasi kimianya, terbuka
kemungkinan untuk mengubah sifat-sifat semen portland sedemikian sehingga
menjadi lebih cocok bagi penggunaannya dalam keadaan-keadaan khusus.
Kita mengenal 5 tipe semen portland yaitu tipe I, II, III, IV, V sesuai dengan
klasifikasi yang ditentukan oleh ASTM. Apabila semen bereaksi dengan air maka
timbulah panas hidrasi yang cukup banyak. Komponen C3S dan C3A menghidrasi
cukup cepat, sedangkan C2S dan C3AF menghidrasi lebih lambat serta
mengeluarkan panas hidrasi dengan kecepatan yang lebih rendah.
Banyaknya panas untuk 1 gram bahan dalam kalori per gram pada saat terjadi hidrasi
ialah :
136 (C3S) + 62 (C2S) + 200 (C3A) + 30 (C4AF)

6
Tipe I :
Dipakai untuk keperluan konstruksi yang tidak memerlukan persyaratan
khusus terhadap panas hidrasi dan kekuatan tekan awal. Cocok dipakai pada tanah
dan air yang mengandung sulfat antara 0,0 - 0,10 % dan dapat digunakan untuk
bangunan rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat dan lain-lain.
Tipe II
Dipakai untuk konstruksi bangunan dari beton massa yang memerlukan
ketahanan sulfat (pada lokasi tanah dan air yang mengandung sulfat antara 0,10
0,20 %) dan panas hidrasi sedang, misalnya bangunan dipinggir laut, bangunan
dibekas tanah rawa, saluran irigasi, beton massa untuk dam-dam dan landasan
jembatan .
Dengan memperhatikan rumus untuk menghitung panas hidrasi jelaslah
bahwa C3A dan C3S menghidrasi sangat cepat, sedangkan C2S dan C4AF menghidrasi
lambat, dengan menimbulkan panas hidrasi lebih rendah. Dengan menambah
prosentase C2S dari semen portlad tipe I dan mengurangi prosentase C3A dan C3S
diperoleh semen yang mengeluarkan panas hidrasi lebih rendah; disamping itu semen
jenis II ini lebih tahan terhadap serangan sulfat daripada tipe I. Semen tipe II disebut
juga modified portland cement dan penggunaannya sama seperti untuk tipe I
ditambah dua keuntungan yang disebut diatas.
Tipe III
Dipakai untuk konstruksi bangunan yang memerlukan kekuatan tekan awal
tinggi pada fase pemulaan setelah pengikatan terjadi, misalnya untuk pembuatan jalan
beton, bangunan tingkat tinggi, bangunan dalam air yang tidak memerlukan
ketahanan terhadap serangan sulfat.
Semen tipe III disebut juga semen dengan kekuatan awal tinggi. Jenis ini
digunakan bilamana kekuatan harus dicapai dalam waktu singkat, walaupun harganya
sedikit lebih mahal. Biasanya dipakai pada pembuatan jalan yang harus cepat dibuka
untuk lalu-lintas; juga apabila acuan itu harus bisa dibuka dalam waktu singkat. Panas
hidrasi 50% lebih tinggi dari pada yang ditimbulkan semen tipe I.

7
Tipe IV
Dipakai untuk kebutuhan pengecoran yang tidak menimbulkan panas,
pengecoran dengan penyemprotan (setting time lama) yang dalam penggunaannya
memerlukan panas hidrasi yang rendah.
Semen portland tipe IV ini menimbulkan panas hidrasi rendah dengan prosentase
maksimum untuk C3S sebesar 35 %, untuk C3A sebesar 7 % dan untuk C2S
prosentase minimum sebesar 40 %. Tipe IV ini tidak lagi diproduksi dalam jumlah
besar seperti pada waktu pembuatan Hoover Dam, akan tetapi telah diganti dengan
tipe II yang disebut modified portland cement.
Tipe V
Dipakai untuk konstruksi bangunan pada tanah/air yang mengandung sulfat
melebihi 0,20 % dan sangat cocok untuk instalasi pengolahan limbah pabrik,
konstrksi dalam air, jembatan, terowongan, pelabuhan dan pembangkit tenaga nuklir.

1.5 Cara Pengangkutan dan Penimbunan Semen


1.5.1. Pengangkutan Semen
Di dalam pabrik semen, untuk pengangkutan produk-produk semen dapat
berbentuk kantong empat lapis dengan isi 40 kg - 50 kg. Atau dengan bulk yang
pengisiannya sudah dilengkapi dengan skala timbangan berapa yang diisikan. Baik
kantong maupun bulk ini dapat diangkut dengan truk atau KA khusus untuk semen.
Cara mengatur kantong-kantong semen dalam truk dan KA dapat langsung di bawah
belt conveyor, ditumpuk dengan tenaga manusia sampai sejumlah 200 kantong tipa
truk dan 750 kantong tiap gerbong KA.
Kalau diangkut dengan bulk langsung dibawah silo tergantung kapasitasnya,
pengisiannya biasanya antar 10-12 ton.
Khusus untuk kapal, pengangkutannya harus diketahui :
a) syarat kapal (certificate, trayek)
b) kelas kapal (jenis, tahun, ukuran)
c) kegiatan pemuatan (jumlah pecah, susut, rusak, hilang)

8
d) kegiatan pembongkaran (sistem bongkar muat, canvas sling, kecepatan, hasil
pembongkaran)
Setelah diadakan perjanjian terperinci baru dilaksanakan pemuatannya lewat
pelabuhan semen, dikirim antar-pulau, maupun untuk eksport.

1.5.2 Penimbunan Semen


Disimpan dalam gudang, sedapat mungkin yang tidak lembab udara, dan tidak
dapat kemasukan air baik dari hujan maupun air tanah yang merembes atau tembus
kedalam gudang.
Kalau persyaratan ini sudah dipenuhi cara menimbun adalah sbb. :
a) maximum tinggi tumpukan = 18 kantong
b) dari dinding gudang berjarak 0,5 m
c) dari lantai diberi udara/angin-angin berjarak 10 cm
d) sebagai alasnya sebaiknya dari kayu kering
e) umur semen dalam gudang maksimum 3 bulan
f) selebihnya 3 bulan berakibat mutu semen akan turun

9
TOPIK 2 AGREGAT
Agregat adalah butiran mineral yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam
campuran mortar (aduk) dan beton.
Agregat aduk dan beton dapat juga didefinisikan sebagai bahan yang dipakai
sebagai pengisi, dipakai bersama dengan bahan perekat, dan membentuk suatu masa
yang keras, padat bersatu, yang disebut adukan beton.

2.1. Klasifikasi Agregat


Dalam klasifikasi beton, agregat yang digunakan terdiri dari banyak
klasifikasi.
2.1.1.Ditinjau dari Asalnya
a. Agregat Alam
Agregat alam, pada umumnya menggunakan bahan baku batu alam atau hasil
penghancurannya. Agregat beton yang berasal dari batu alam (agregat alam), dapat
dibedakan atas jenis-jenis batuan :.
Batuan Endapan
Batuan jenis ini terjadi timbunan endapan serta akibat angin. Endapan itu
dapat terdiri dari batuan karang, pecahan-pecahan mineral, butiran-butiran dari
berbagai macam ukuran seperti : konglomerat, batu pasir, batu tulis. Disamping itu
dapat terdiri pula dari sisa-sisa produk yang dihasilkan oleh binatang atau tumbuhan
seperti : batu kapur dan arang batu. Dapat terdiri dari hasil persenyawaan kimia atau
penguapan seperti garam, gips.
Sebagian dari bahan-bahan endapan dapat terdiri dari butiran yang
dimuntahkan gunung berapi, kemudian diendapkan didalam air atau diatas tanah.
Struktur dari batuan endapan mempunyai ciri khas yaitu berlapis-lapis.
Batuan Vulkanik

10
Batu volkanik terjadi akibat pendinginan diikuti oleh pembekuan bahan-bahan
magma yang meleleh. Bahan ini kemudian dimuntahkan dari bawah kerak bumi atau
tersekap didalamnya. Batuan volkanik dapat dibagi dalam :
a. Batuan extrusif, terjadi karena tertuangnya bahan-bahan itu pada
permukaan bumi antara lain akibat meletusnya gunung berapi. Jenis batuan ini
dapat dikenal dengan memperhatikan strukturnya yang menyerupai gelas
seperti rhyolit, andesit, basalt.
b. Batuan intrusif, terjadi akibat pendinginan dan pembekuan bahan didalam
kerak bumi, susunan batuan ini seluhnya berbentuk kristal seperti granit,
diorit, gabro. Walaupun terbentuk dalam kerak bumi, jenis batuan ini
seringkali dijumpai dalam keadaan tersingkap akibat gerakan bumi serta erosi.
Pada umumnya batuan volkanik adalah keras dan padat, serta merupakan
bahan agregat yang sangat baik. Akan tetapi ada jenis batuan volkanik yang berpori
seperti lava dan tuf, bahan jenis ini dapat digunakan sebagai lightweight aggregate,
misalnya pumica, perlit.
Batuan Metamorphik
Batuan metamorfik pada umumnya terbentuk akibat modifikasi dari batuan
endapan dan batuan volkanik yang dihasilkan akibat tekanan-tekanan kuat
disebabkan oleh gerakan bumi disertai panas yang sangat tinggi yang menyebabkan
penghancuran serta pelarutan.
Faktor-faktor yang menyebabkan modifikasi demikian itu sangat komplek, sehingga
bentuk asal batuan yang telah berubah itu seringkali sukar dapat ditentukan. Jenis
jenis batuan metamorfik seperti :
a. Marmer, guartsit, biasanya kuat serta padat dan merupakan bahan agregat
yang baik.
b. Schist, biasanya lunak karena mengandung lempung dan berbentuk pipih
bila dipecah.
c. Gneiss, biasanya awet dan kaku tetapi dapat pula bersifat sama seperti
schist.
d. Slate, berlapis-lapis tipis dan tidak dapat digunakan sebagai agregat

11
Ciri khas dari batuan metamorfik adalah bahan strukturnya terdiri dari bidang-
bidang paralel yang mengandung bahan-bahan mineral, sebagai bahan dasar jenis
batuan ini.

b.Agregat batu pecah


Jika terdapat kesulitan untuk mendapatkan kerikil dan pasir langsung dari alam,
dapat diatasi dengan membuat agregat dari batuan alam yang dipecah. Sebagai bahan
baku yang baik adalah batuan beku yang kompak. Kekerasan batu pecah ini pada
umumnya lebih baik daripada agregat pasir atau kerikil alam. Pada proses pemecahan
sudah merupakan seleksi terhadap bagian yang lunak dan keras. Bentuk agregat batu
pecah pada umumnya tidak bulat, bahkan seringkali pipih. Apabila pada proses
pemecahan hanya dilakukan satu kali pemecahan dengan mesin, banyak didapat
butiran-butiran yang pipih. Untuk mendapatkan butiran yang lebih baik, dapat
dilakukan pemecahan dua kali (ganda).
Di dalam pemakaiannya, batu pecah membutuhkan air lebih banyak karena luas
bidang permukaannya relatif lebih luas. Dengan demikian untuk mendapatkan
kelecakan adukan tertentu dan faktor air semen sama, beton dengan agregat batu
pecah akan menggunakan semen sedikit lebih banyak daripada beton dengan
menggunakan pasir/kerikil alam.
Kekuatan beton dengan batu pecah biasanya juga lebih tinggi, karena daya lekat
perekat pada permukaan batu pecah lebih baik daripada butiran yang halus.

2.1.2.Ditinjau dari Berat Jenisnya


Ditinjau dari berat jenisnya, agregat dibedakan atas tiga macam:
a . Agregat Ringan
Agregat ringan, yaitu agregat yang memiliki berat jenis kurang dari 2,0 dan
biasanya digunakan untuk beton non struktural. Agregat ini dapat juga digunakan
untuk beton struktural atau blok dinding tembok. Agregat ini memiliki kelebihan,
yaitu memiliki berat jenis sendiri yang rendah, sehingga strukturnya ringan dan
fondasinya dapat lebih kecil. Agregat ringan dapat diperoleh secara alami maupun

12
buatan. Beberapa contoh agregat ringan antara lain, agregat batu apung, hydite,
rocklite, lelite, dan lain sebagainya.

b. Agregat Normal
Agregat normal adalah agregat yang memiliki berat jenis antara 2,5 sampai 2,7.
Agregat ini biasanya berasal dari batuan granit, basalt, kuarsa dan sebagainya. Beton
yang menggunakan agregat normal biasanya memilki berat jenis sekitar 2,3 dengan
kuat desak antara 15 Mpa sampai 40 Mpa. Beton yang dihasilkan dinamakan beton
normal.

c. Agregat Berat
Agregat berat memiliki berat jenis lebih dari 2,8. Contoh agregat berat misalnya
Magnetik (Fe3O4) dan Barytes (BaSO4), atau serbuk besi. Beton yang dihasilkan berat
jenis yang tinggi juga (dapat sampai 5,0). Beton jenis ini efektif digunakan sebagai
dinding pelindung sinar radiasi X.

2.1.3.Ditinjau dari Bentuknya


Agregat alam maupun batu pecah dapat mempunyai berbagai bentuk butiran.
Ditinjau dari bentuknya, agregat dapat dibedakan atas agregat yang berbentuk : bulat,
bersudut, pipih dan memanjang.
a. Bulat
Umumnya agregat jenis ini berbentuk bulat atau bulat telur. Pasir/kerikil jenis ini
biasanya berasal dari sungai dan mempunyai rongga udara minimum 33%. Ini berarti
agregat mempunyai risiko luas permukaan yang kecil, sehingga hanya memerlukan
sedikit pasta semen untuk menghasilkan adukan beton yang baik. Tetapi ikatan antar
butir-butir menjadi kurang kuat sehingga ikatannya (lekatannya) lemah. Oleh karena
itu, agregat seperti ini tidak cocok untuk beton mutu tinggi maupun perkerasan jalan
raya.
Agregat berbentuk bulat sebagian mempunyai rongga udara yang lebih besar
daripada agregat bulat, yaitu berkisar antara 35-38 persen. Dengan demikian agregat

13
ini membutuhkan pasta semen yang lebih banyak untuk mendapatkan beton segar
yang baik (dapat dikerjakan). Ikatan antar butir-butir lebih baik daripada agregat
bulat, tetapi belum cukup untuk dibuat beton mutu tinggi.
b. Bersudut
Bentuk ini tidak beraturan, mempunyai sudut-sudut yang tajam dan
permukaannya kasar. Yang termasuk jenis ini adalah batu pecah semua jenis, yaitu
hasil pemecahan dengan mesin dari berbagai jenis batuan.
Agregat bersudut mempunyai rongga udara yang lebih besar, yaitu antara 38%
sampai 40 %. Ikatan antar butir-butirnya baik, sehingga membentuk daya lekat yang
baik pula. Campuran yang menggunakan agregat jenis ini memerlukan pasta semen
yang lebih banyak untuk membuat aduk beton yang baik dibanding kedua jenis
agregat tersebut di atas. Agregat jenis ini baik untuk membuat beton mutu tinggi
maupun lapis perkerasan jalan.
c. Pipih
Agregat pipih ialah agregat yang memiliki perbandingan ukuran terlebar dan
tertebal pada butiran itu lebih dari 3. Agregat jenis ini berasal dari batu-batuan yang
berlapis.
d.Memanjang
Butir agregat dikatakan memanjang (lonjong) jika perbandingan ukuran yang
terpanjang (terbesar) dan terlebar lebih dari 3.
Butir yang terlalu pipih dan yang terlalu panjang tidak boleh melebihi 15 %.

2.1.4.Ditinjau dari Teksturnya


Jika ditinjau dari tekstur permukaannya, agregat dapat dibedakan atas:
a.Agregat dengan permukaan seperti gelas, mengkilap
contoh : flint hitam, obsidian
b.Agregat dengan permukaan kasar
Umumnya berupa pecahan batuan, permukaan tampak kasar, tampak jelas
bentuk kristalnya. Contoh jenis ini, misalnya: basalt, felsite, prophyry, batu kapur.
c.Agregat dengan permukaan licin

14
Biasanya agregat ini ditemukan pada batuan yang butiran-butirannya sangat
kecil (halus). Contoh: kerikil sungai, chart, batu lapis, marmer, dan beberapa
rhyolite.
d.Agregat dengan permukaan berbutir
Pecahan dari batuan ini menunjukkan adanya butir-butir bulat yang merata.
misalnya batuan pasir, colige.
e.Agregat berpori dan berongga, batuan ini mempunyai pori dan rongga-rongga
yang mudah terlihat. Contoh: batu apung, batu klinker, tanah liat yang dikembangkan,
dan batuan dari lahar gunung merapi.
Sehubungan dengan pengaruhnya terhadap kuat ikatan antar butir, maka keadaan
permukaan agregat dibedakan atas beberapa jenis yang telah disebutkan di atas.
Butir-butir dengan tekstur permukaan yang licin, membutuhkan air yang lebih
sedikit dalam adukan, daripada agregat dengan permukaan kasar. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa kekasaran permukaan jenis tertentu dari agregat kasar,
menambah kekuatan tarik maupun kekuatan lentur beton. Hal ini disebabkan karena
adanya tambahan gesekan antara pasta semen dan permukaan butir-butir agregat.
Suatu agregat dengan permukaan berpori-pori dan kasar, lebih disukai daripada
agregat dengan permukaan halus, karena agregat dengan tekstur kasar dapat
meningkatkan rekatan agregat semen sampai 1,75 kali dan kuat desak betonnya dapat
meningkat sampai 20 persen.

2.1.5.Ditinjau dari Besar Butirannya


Pengukuran besar butir agregat didasarkan atas suatu pemeriksaan yang dilakukan
dengan menggunakan alat yang berupa ayakan dengan besar lubang yang telah
ditetapkan. Ukuran butir agregat, tanpa memperhatikan bentuknya, didefinisikan
sebagai butiran yang dapat lolos pada suatu ukuran ayakan tertentu. Degan demikian
jika misalnya suatu butiran lolos pada ayakan dengan ukuran 3 mm, maka ukuran
butiran itu adalah 3 mm. Jika suatu agregat telah lolos ada ayakan 4 mm dan tertahan
(tertinggal ) pada ayakan 3 mm, maka agregat tersebut memiliki butiran yang
besarnya antara 3 mm dan 4 mm.

15
Ditinjau dari besarnya butiran, maka agregat dapat dibedakan menjadi tiga.
a.Agregat Halus
Agregat halus adalah agregat yang semua butirannya menembus ayakan dengan
lubang 4,8 mm (Ayakan No.4)..

b.Agregat Kasar
Agregat kasar adalah agregat dengan butiran-butiran tertinggal di atas ayakan
dengan lubang 4,8 mm (Ayakan No.4).., tetapi lolos ayakan 40 mm.

c.Batu
Batu adalah agregat yang besar butirannya lebih besar dari 40 mm.

Cara yang paling banyak dilakukan untuk membedakan jenis agregat, adalah
dengan didasarkan atas besar butiran-butirannya. Jadi, yang umum digunakan adalah
agregat kasar dan agregat halus. Adapun istilah batu umumnya digunakan pada
batuan yang bukan berbentuk (berfungsi sebagai ) agregat.

2.2. Sifat-Sifat Agregat


Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh kerikil agar dapat digunakan
sebagai agregat beton.

2.2.1.Penyerapan Air dalam Agregat


Karena adanya udara yang terjebak dalam suatu butiran agregat ketika
pembentukannya atau karena dekomposisi mineral pembentuk tertentu oleh
perubahan cuaca, maka terbentuklah lubang-lubang atau rongga-rongga kecil dalam
agregat yang disebut pori-pori. Pori-pori dalam agregat memiliki ukuran yang
bervariasi cukup besar, dari ukuran besar yang dapat dilihat oleh mata telanjang,
sampai pori yang sangat kecil yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Pori-pori
tersebut tersebar merata di seluruh bagian butiran, beberapa merupakan pori tertutup,
dan yang lain berupa pori terbuka terhadap permukaan butiran. Beberapa agregat

16
yang sering dipakai sebagai bahan bangunan, memiliki volume pori-pori tertutup
sekitar 0 sampai 20 persen dari volume butirnya. Pori-pori itu mungkin menjadi
reservoar air bebas di dalam agregat.
Persentase berat air yang mampu diserap oleh agregat, jika agregat direndam
dalam air sampai jenuh, disebut serapan air atau daya serap air pada agregat.
Jika agregat yang di dalamnya jenuh dengan air tadi diambil dari rendaman,
agregat tersebut dalam keadaan basah. Jika air yang berada di luar agregat sudah
menguap atau bersih seluruhnya (permukaan agregat kering), agregat dalam keadaan
jenuh kering muka.
Ada dua macam air dalam agregat yang dikenal, yaitu air yang meresap ke dalam
agregat dan air yang berada pada permukaan butiran. Air yang meresap ke dalam
agregat berada dalam pori-pori antar butir, dan ini tidak tampak dari permukaan;
banyak air ini dipengaruhi banyaknya pori-pori yang ada dalam butir agregat itu.
Pada agregat normal, kemampuan menyerap air pada agregat sekitar 1 sampai 2
persen saja. Harga itu adalah kadar air dalam agregat jenuh kering muka.
Kemampuan menyerap air pada agregat disebut daya serat suatu agregat atau serapan
air.

2.2.2.Kadar Air dalam Agregat


Dari penjelasan di atas, keadaan air dalam agregat dapat dibedakan atas beberapa hal
berikut:
a. Keadaan kering tungku atau kering oven, yaitu agregat yang benar-benar
dalam keadaan kering atau tidak mengandung air. Keadaan ini menyebabkan
agregat dapat secara penuh menyerap air.
b.Kering udara, permukaan butir-butir dalam keadaan kering tetapi dalam butiran
masih mengandung air. Pasir/kerikil dalam keadaan kering udara ini masih
dapat menyerap air sedikit.
c.Jenuh kering muka (saturated and surface-dry, SSD). Pada keadaan ini
permukaan agregat kering (tidak ada air), tetapi butiran-butiran agregat jenuh
dengan air. Dengan demikian butiran-butiran agregat pada keadaan jenuh

17
kering muka (jkm) atau SSD tidak menyerap air dan tidak menambah jumlah
air bila dipakai dalam campuran adukan beton.
d..Basah, pada keadaan ini butir-butir agregat mengandung banyak air, baik
dalam butiran maupun pada permukaan agregat; sehingga jika dipakai untuk
campuran aduk beton penggunaan air harus dikurangi.
Air permukaan atau air yang mengisi seluruh permukaan agregat yang sudah
dalam keadaan jenuh, disebut air bebas. Air bebas ini akan mempengaruhi faktor air
semen dari beton yang dibuat.
Dalam pembuatan beton, air yang diserap oleh agregat akan tetap berada dalam
agregat, sedang air bebas akan bercampur dengan semen dan berfungsi sebagai
pembentuk pasta semen.

Untuk melihat keadaan air dalam butiran agregat, dapat dilukiskan pada gambar
2.1 sbb :

A. Agregat kering tungku B. Agregat kering udara

C. Agregat jenuh kering muka D. Agregat basah


Gambar 2.1. Keadaan air dalam butiran agregat

Dari keempat keadaan tersebut di atas, yang sering digunakan dalam dasar
hitungan ialah agregat dalam keadaan kering oven dan jenuh kering muka SSD.

18
Agregat dalam keadaan jenuh kering muka banyak disukai sebagai standar. Hal
ini disebabkan karena hal-hal berikut:
a. Keadaan agregat yang hampir sama dengan keadaan agregat dalam beton,
sehingga agregat tidak menambah ataupun mengurangi air dari pastanya.
b. Kadar air di lapangan pekerjaan lebih banyak yang mendekatai SSD daripada
keadaan kering oven.
c. Jika digambarkan, keadaan air dalam agregat adalah sebagai berikut:

Basah -------------kadar air c %


Kadar air bebas (c - b) %
Jenuh kering muka
Kadar air b %

Kadar air yang diserap b % kering udara -------- kadar air a %

Keadaan kering -------- kadar air 0 %

2.2.3.Ketahanan terhadap Cuaca

Sifat ketahanan agregat terhadap pengaruh cuaca disebut ketahanan cuaca atau
kekekalan. Sifat ini merupakan petunjuk kemampuan agregat untuk menahan
perubahan volume yang berlebihan, yang diakibatkan oleh adanya perubahan-
perubahan pada kondisi lingkungan, seperti: pembekuan dan pencairan, perubahan
uhu, musim hujan dan musim kering yang berganti-ganti, dan sebagainya. Suatu
agregat dikatakan bersifat kekal, jika dengan adanya perubahan-perubahan cuaca
seperti itu tidak mengakibatkan memburuknya sifat beton yang dibuat agregat itu.
Memburuknya sifat beton yang diakibatkan agregat yang tidak memiliki kekekalan
akan dapat dilihat dengan kemungkinan munculnya perubahan setempat-setempat

19
hingga terjadi retakan-retakan permukaan, atau terjadi disintegrasi pada suatu
kedalaman yang cukup besar. Jadi, kerusakannya bervariasi, dari perubahan yang
nampak, sampai keadaan yang secara struktural membahayakan.
Untuk menguji apakah suatu agregat tahan terhadap pengaruh cuaca, dilakukan
dengan merendam agregat dalam larutan Natrium sulfat (Na 2SO4) atau Magnesium
sulfat (MgSO4), kemudian dikeringkan dalam oven. Berat yang hilang setelah
beberapa kali pengujian dihitung. Jika pengujian dilakukan dengan larutan Natrium
sulfat, kehilangan berat tidak boleh lebih dari 12 persen, dan jika menggunakan
Magnesium sulfat tidak boleh lebih dari 18 persen.

2.2.4.Zat-Zat yang Berpengaruh Buruk pada Beton


Dalam agregat sering terdapat bahan-bahan yang keberadaannya mungkin dapat
memberikan pengaruh yang merugikan terhadap mutu beton, baik terhadap beton
segar maupun terhadap beton keras. Pengaruh terhadap beton segar, misalnya
terhadap kemudahan dikerjakan, terhadap lekatan, terhadap jumlah pemakaian air,
dan sebagainya. Pengarauh terhadap beton keras, terutama berpengaruh terhadap
kekuatan beton. Zat-zat yang dapat berpengaruh jelek tadi, dinamakan zat-zat
pengganggu. Bahan-bahan ini dianggap tidak diperlukan, karena lemah, lunak,
lembut, atau memiliki sifat-sifat fisik dan atau sifat kimiawi yang dapat merusak
sifat-sifat beton. Dilihat dari aksi-aksi bahan-bahan yang berpengaruh buruk tersebut,
maka bahan itu dapat dibedakan menjadi tiga.
Di samping zat organik seperti tersebut di atas, bahan-bahan seperti gula, minyak dan
lemak, juga berpengaruh buruk terhadap sifat-sifat beton. Gula bersifat menghambat
pengikatan semen dan perkembangan kekuatan beton, sedang minyak dan lemak akan
mengurangi daya ikat semen.
a. Tanah liat, lumpur dan debu yang sangat halus
Lempung, lumpur dan debu atau butiran-butiran halus lainnya, misalnya silt atau
debu pecahan batu, yang mungkin terdapat/menempel pada permukaan agregat, dapat
mengganggu ikatan antara agregat dengan pasta semennya. Karena ikatan ini sangat

20
penting dalam aduk beton, akan dapat berpengaruh terhadap kekuatan dan daya tahan
beton. Jika dalam agregat mengandung banyak silt dan debu halus, akan menambah
permukaan agregat sehingga keperluan air untuk membasahi semua permukaan
butiran dalam campuran meningkat. Ini mengakibatkan kekuatan dan ketahanan
beton dapat menurun. Yang dimaksud lumpur atau debu, adalah partikel yang
berukuran antara 0,002 mm dan 0,006 mm (2-6 mikron). Kareena pengaruh buruk
tersebut, jumlahnya dalam agregat dibatasi yaitu tidak boleh lebih dari 5 % untuk
agregat halus dan 1 % untuk agregat kasar.
b. Garam klorida dan sulfat
Pasir yang terdapat di pantai atau di muara sungai yang berhubungan dengan air
laut, kemungkinan mengandung garam-garam klorida dan sulfat, antara lain Na-
klorida, Mg-klorida, Ca-klorida, Na-sulfat dan Mg-Sulfat. Garam-garam ini dapat
dihilangkan dari pasir dengan cara dicuci dengan air tawar.
Bila garam-garam tersebut dihilangkan, dapat merusak konstruksi beton yang dibuat
dengan menggunakan pasir itu. Adanya klorida dalam beton akan memberi resiko
berkaratnya baja tulangan dalam beton, yang selanjutnya dapat memecahkan beton.
Jika hal seperti itu terjadi, tulangan di dalam beton menjadi tidak berfungsi
sebagaimana mestinya.

2.2.5.Partikel-Partikel yang Tidak Kekal


Dalam suatu agregat ada kemungkinan terdapat partikel-partikel yang ringan,
lunak dan dapat berubah komposisinya atau hancur. Partikel yang ringan dapat berupa
arang, kayu dan atau mika. Partikel yanag lunak yaitu lumpur dan atau tanah liat yang
mengeras, yang jika terkena (terendam) air akan mengembang dan kemudian pecah.
Partikel-partikel yang ringan dan lunak tersebut akan menambah kebutuhan air saat
pengadukan beton, sehingga akan dapat mengurangi kekuatan dan ketahan beton
yang menggunakan agregat itu.
Dalam agregat kadang-kadang ada yang mengandung pyrit (besi sulfida). Jika
agregat itu telah digunakan untuk membuat beton, pyrit yang ada dalam lingkungan
air kapur akan bereaksi dengan air dan oksigen membentuk ferro-sulfat yang

21
kemudian berubah menjadi besi hidroksida dan ion sulfat. Besi hidroksi yang berubah
menjadi besi oksida akan menimbulkan bintik-bintik cokelat pada beton, sedangkan
ion sulfat bereaksi dengan trikalsium aluminat pada semen membentuk senyawa yang
dapat membesar volumenya, lalu menimbulkan retak-retak atau pecah-pecah pada
permukaan beton.

2.2.6.Sifat Kekal Bentuk


Sifat kekal bentuk agregat adalah kemampuan agregat untuk menahan terjadinya
perubahan volume yang berlebihan, akibat dari adanya perubahan kondisi fisik.
Kondisi fisik yang dapat menimbulkan perubahan volume butiran agregat adalah
kondisi antara beku dan cair, perubahan panas pada suhu di atas titik beku, dan
kondisi basah dan kering yang berganti-ganti. Atau dapat dikatakan perubahan bentuk
yang terjadi akibat perubahan cuaca.
Suatu agregat disebut tidak kekal, bila perubahan volume/bentuk yang terjadi oleh
perubahan kondisi fisik tersebut dapat mengakibatkan kerusakan pada beton yang
dibuat dari agregat itu. Kerusakan yang terjadi berupa: kerutan-kerutan setempat,
retak-retak pada permukaan, pecah-pecah agak dalam, sampai pada kerusakan yang
berbahaya bagi suatu konstruksi.
Sifat tidak kekal pada agregat dapat ditimbulkan oleh adanya chart yang porous,
lempung, atau mineral sejenisnya yang terdapat antara lapisan-lapisan batuan atau
mengisi sebagian volume butiran agregat.

2.3.Susunan Besar Butir Agregat (Gradasi)


Agregat dalam suatu timbunan, terdiri dari butiran-butiran batuan dengan
beberapa ukuran butir dari ukuran yang besar sampai ukuran kecil. Jika butiran-
butiran ini kita pisahkan ke dalam beberapa ukuran tertentu, akan kita peroleh bagian-
bagian butiran di mana masing-masing bagian memiliki ukuran sama atau antara
batas-batas tertentu. Untuk memisahkan butiran-butiran ini dipergunakan ayakan
dengan berbagai macam ukuran lubang yang telah distandarkan. Setiap bagian
butiran yang memiliki ukuran butiran yang sama tadi, disebut fraksi. Gradasi agregat

22
adalah distribusi ukuran butiran dari agregat. Bila butiran-butiran agregat mempunyai
ukuran yang sama (seragam), volume pori antar butiran akan menjadi besar.
Sebaliknya jika ukuran butiran-butirannya bervariasi, maka pori antar butiran menjadi
kecil karena sebagian pori-pori akan terisi oleh butiran yang lebih kecil, sehingga
pori-porinya menjadi berkurang. Dengan kata lain, agregat dengan besar butiran
bervariasi akan menghasilkan beton yang lebih padat (rapat).
Kecuali berpengaruh terhadap kepadatan beton, gradasi agregat sangat
berpengaruh terhadap beberapa sifat beton yang lain. Sifat-sifat beton yang
dipengaruhi oleh gradasi agregat adalah sebagai berikut:
a. Terhadap Beton Segar
b. Terhadap Beton Keras
Terhadap beton keras, gradasi agregat akan mempengaruhi: (mudah atau
sukarnya) pekerjaan pemadatan beton, kepadatan (porous atau padatnya) beton
karena kemungkinan terjadinya segregasi, kedap air, banyaknya rongga-rongga; dari
semua sifat yang dipengaruhi oleh gradasi itu akan berpengaruh terhadap kekuatan
dan keawetan beton.
Salah satu cara unntuk mengetahui gradasi agregat adalah dengan menggunakan
analisis ayakan.
1. Ukuran Agregat
Ukuran agregat dinyatakan dengan diameter () butiran. Butiran agregat
mempunyai bentuk yang tidak seragam, sebab ukuran masing-masing sisi tidak
seragam. Untuk mendapatkan ukuran batuan yang sama persis dalam jumlah yang
besar sangat mustahil. Untuk menyatakan diameter butiran. Biasanya dinyatakan
dengan lolos pada suatu saringan dengan ukuran tertentu atau tertahan pada
saringan ukuran tertentu. Untuk mendapatkan ukuran agregat dilakukan dengan
analisis saringan.
2. Jenis ayakan/saringan
Ukuran ayakan/saringan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu space dan
mesh. Space adalah ukuran sebenarnya dari ruangan bersih antara kawat-kawat
ayakan, jadi merupakan ukuran lubang ayakan, misalnya ayakan dengan ukuran:

23
22, 1 2, 1 2, 12, 7/82, 2, 2, 3/82, 2, 1/82.
Maka ini berarti bahwa lubang ayakan bersih memiliki ukuran sebesar:
22, 1 2, 1 2, 12, 7/82, 2, 2, 3/82, 2, 1/82.
Mesh, adalah jumlah lubang yang terdapat dalam jarak 1 inci diukur dari sumbu
ke sumbu kawat. Untuk menyatakan mesh, digunakan tanda # (mesh). Contoh # 4,
artinya dalam 1 inci dibagi 4 lubang, sehingga 1 sg (persegi) inci ada 16 lubang.
Ukuran mesh yang biasa digunakan dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1.Ukuran Ayakan dalam ukuran Mesh

Ukuran Mesh Ukuran Sebenarnya (mm)


#4 4.76
#8 2.36
# 30 0.60
# 40 0.42
# 60 0.25
# 80 0.177
# 120 0.12
# 140 0.105
# 200 0.074

Ayakan standar yang banyak dipakai untuk agregat beton di Indonesia antara lain
standar ASTM (Amerika), British Standar (Inggris), DIN (Jerman), AFNOR
(Perancis) dan ISO (Internasional). Setiap standar mempergunakan ukuran lubang
yang berbeda satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian biasanya diambil
ukuran-ukuran lubang yang berdekatan atau ekuivalennya.
Ayakan utama terdiri dari ayakan berurutan yang ukuran lubang ayakan di atasnya
kira-kira sama dengan dua kali ukuran lubang ayakan di bawahnya. Misalnya pada
standar ASTM, Standar British, dan Standar ISO, ukurannya seperti tercantum dalam
tabel 2.2.

24
Tabel 2.2. Ukuran Lubang Ayakan Standar ASTM, British dan ISO
Lubang Ayakan
ASTM E.11-70 British BS.410-1969 ISO
(mm) (mm) (mm)
152 150 128
76 75 64
38 37.5 32
19 20 16
9.5 10 8
4.75 5 4
2.36 2.36 2
1.18 1.18 1
0.60 0.60 0.5
0.30 0.30 0.25
0.15 0.15 0.125
0.075 0.075 0.062

Di samping ukuran-ukuran tersebut di atas, untuk kelengkapan analisa ayak,


dipergunakan juga ayakan tambahan yang ukurannya 100 mm, 90 mm, 63 mm, 50
mm, 30 mm, 25 mm, dan 6,7 mm. Untuk pemeriksaan agregat beton umumnya
digunakan ayakan yang terbuat dari anyaman kawat kuningan dengan rangka bundar
bergaris tengah 200 mm dan tingginya 50 mm dan 100 mm. Khusus untuk agregat
kasar, ayakan dibuat ukuran 300 mm dan 400 mm.
c. Jumlah Contoh Agregat untuk Analisis Ayak
Dalam melakukan analisis ayak, diperlukan sejumlah contoh yang diambil dari
timbunan agregat. Contoh ini harus sesuai dengan keadaan sesungguhnya dari
timbunan agregat tersebut, dan dapat mewakili sifat-sifat dari sejumlah besar agregat.
Karena itu, contoh harus diambil secara cermat sesuai dengan cara dan prosedur yang
ditetapkan oleh standar yang berlaku atau yang digunakan.

25
Tabel 2.3. Jumlah Contoh Minimum Menurut BS. 812: 1967

Ukuran Butir Terbesar Berat Contoh Minimum


(Inci) (mm) (kg)
2 63.5 50
2 50.8 35
1 atau 1 38.1 atau 31.8 15
1 25.4 5
19.0 2
12.7 1
3/8 9.5 0.5
atau 3/16 6.3 atau 4.8 0.2
Menembus ayakan no. 7 Menembus 2,4 0.1

d. Perhitungan Hasil Analisis Ayak


Sebelum dilakukan pengayakan, agregat dikeringkan dalam oven (tungku
pengering) dengan suhu 100o C + 5o C sampai berat tetap, lalu dimasukkan ke dalam
eksikator untuk didinginkan. Setelah agregat dingin baru diayak. Ayakan standar
disusun urut dari atas ke bawah sedemikian rupa hingga ayakan dengan lubang
tertentu berada di paling atas dan lubang terkecil berada di paling bawah. Setelah
selesai diayak, sisa ayakan di setiap ayakan ditimbang dan hasilnya dimasukkan ke
dalam daftar seperti Tabel 2.4. Hasil sisa ayakan pada masing-masing ayakan
kemudian dihitung dalam persen dari jumlah sisa ayakan semua mata ayakan, bukan
dari berat agregat sebelum diayak sebab setelah diayak berat seluruh agregat tadi
dapat berubah karena adanya kemungkinan agregat menyangkut pada lubang ayakan.
Kemudian persen tertinggal kumulatif pada masing-masing ayakan dihitung, yaitu
jumlah semua agregat yang tertinggal di atas ayakan itu di tambah agregat yang
tertinggal di ayakan-ayakan di atasnya.

Tabel 2.4. Formulir Hasil Analisis Ayak Pasir dari Sungai...

26
Lubang Ayakan Berat Tertinggal Persen Tertinggal Persen Tertinggal
(mm) (gram) (%) Kumulatif (%)
9.5
4.75
0.60
2.36
1.18
0.30
0.15

Angka kehalusan adalah jumlah persen tertinggal kumulatif pada tiap-tiap ayakan
dari suatu seri ayakan yang ukuran lubangnya berbanding 2 kali lipat, dimulai dari
ayakan berukuran lubang 0,15 mm, dibagi 100, dinyatakan dalam persen. Perhatikan
contoh (perhitungan) analisis ayak pada tabel 2.5 untuk hasil analisis ayak agregat
halus, dan Tabel 2.6. hasil analisis ayak agregat kasar.
Angka kehalusan ini sebenarnya kurang memberikan gambaran tentang susunan
besar butir, karena angka kehalusan yang sama dapat memiliki variasi besar butiran
yang berbeda. Gradasi agregat akan lebih baik jika digambarkan dengan grafik/kurva
pembagian besar butir.

Tabel 2.5. Contoh Hasil Analisis Ayak Agregat Halus

27
Lubang Berat Persen Persen Persen
Ayakan Tertinggal Tertinggal Tertinggal Tembus
(mm) (mm) (%) Kumulatif (%) Kumulatif (%)
9.5 0 0 0 100
4.75 9.0 1.8 1.8 98.2
2.36 13.2 2.5 4.3 95.7
1.18 140.0 27.2 31.5 68.5
0.60 209.0 40.7 72.2 27.8
0.30 103.9 20.2 92.4 7.6
0.15 32.5 6.4 98.8 1.2
0.15 6.0 1.2 - -
Jumlah 301.0

Angka Kehalusan = 3.01

Tabel 2.6. Contoh Hasil Analisis Ayak Agregat Kasar

Lubang Berat Persen Persen Persen


Ayakan Tertinggal Tertinggal Tertinggal Tembus
(mm) (mm) (%) Kumulatif (%) Kumulatif (%)
75 0 0 0 100
50 530 2.8 - 97.2
37.5 1680 8.8 11.6 88.4
30 2730 14.3 - 74.1
25 4410 23.1 - 51.0
19 6385 33.4 82.4 17.6
12 3152 16.5 - 1.1
9.5 175 0.9 99.8 0.2
7.75 25 0.13 99.9 0.1
2.36 13 0.07 100 0
1.18 0 0 100 0
0.60 0 0 100 0
0.30 0 0 100 0
0.15 0 0 100 0
0.15 0 0 - -
Jumlah 793.7

Angka Kehalusan = 7,937

e. Grafik/Kurva Susunan Besar Butir

28
Hasil analisis ayak akan lebih mudah dan cepat dimengerti/dipahami daripada
berbentuk tabel. Oleh karena itu, cara ini lebih banyak digunakan dan disukai, karena
dengan menggunakan grafik orang dapat langsung menilai apakah agregat kita terlalu
kasar, terlalu halus, atau ada kekurangan/kelebihan pada suatu fraksi, dan sebagainya,
atau sudah cukup baik.
Dalam Gambar 2.1, disajikan contoh grafik dari contoh analisis ayak di atas; pada
ordonat dicantumkan persen tembus atau tertinggal kumulatif dalam skala linier dan
pada absis dicantumkan besarnya lubang ayakan dalam skala logaritma.

Gambar 2.1. Hasil Analisis Ayak Agregat Kasar dan Agregat Halus

2.4. Syarat Mutu Agregat


Jika ingin membuat beton berkekuatan tertentu dan mutunya baik, ini berarti
bahwa beton harus dapat dikerjakan dengan mudah (workable), dapat dipadatkan
dengan sempurna, dan susunan bahan-bahan dapat direncanakan untuk dapat
mencapai kekuatan tertentu dan persyaratan pemakaian yang dikehendaki. Dalam hal
ini susunan besar butir agregat sangat berpengaruh terhadap sifat baik/tidaknya beton
dikerjakan (workability) dan pemadatan beton segar. Jika tidak memenuhi syarat
mutu agregat, dapat dilakukan cara dengan menggabungkan beberapa jenis agregat.

2.4.1. Syarat-Syarat Susunan Butir Agregat

29
Berbagai standar menyarankan dan menetapkan batas-batas susunan besar butir
yang baik untuk agregat beton, guna dapat mencapai mutu beton yang baik dan
ekonomis. Gradasi agregat dan maksimum besar butir erat hubungannya dengan
besarnya luas permukaan agregat, banyaknya air pengaduk yang diperlukan dan
kadar semen dalam beton. Gradasi yang baik akan memberikan tingkat yang optimal
untuk density dan kekuatan beton maksimum.
Menurut British Standart (BS) yang juga dipakai di Indonesia SK SNI -15-1990-
03 , kekasaran pasir dapat dibagi menjadi empat kelompok gradasi (zone), yaitu pasir
yang halus, agak halus, agak kasar, dan kasar. Keempat gradasi tersebut biasanya
disebut sebagai Daerah I (zone 1), Daerah II (zone 2), Daerah III (zone 3), dan Daerah
IV (zone 4). Pasir zone 1 adalah pasir kasar, zone 2 : pasir agak kasar, zone 3 : pasir
agak halus dan zone 4 : pasir halus. Pasir yang termasuk daerah-daerah itu seperti
tercantum dalam tabel 2.7.

Tabel 2.7. Syarat Gradasi Agregat Halus/Pasir

Lubang Persen Berat Tembus Kumulatif


Ayakan (mm) Zone 1 Zone 2 Zone 3 Zone 4
10 100 100 100 100
4.80 90 100 90 100 90 100 95 100
2.40 60 95 75 100 85 100 95 100
1.20 30 75 55 100 75 100 90 100
0.60 15 34 35 59 60 79 80 100
0.30 5 20 8 - 30 12 40 15 50
0.15 0 10 0 10 0 10 0 15

Grafik untuk setiap zone pasir disajikan pada Gambar 2.2: Zone 1, Gambar 2.3:
Zone 2, Gambar 2.4: Zone 3 dan Gambar 2.5: Zone 4.

Gambar 2.2.. Agregat Halus : Zone 1

30
Gambar 2.3. Agregat Halus : Zone 2

Gambar 2.4. Agregat Halus : Zone 3

Gambar 2.5. Agregat Halus : Zone 4

31
ASTM juga memberikan syarat gradasi agregat halus seperti yang tercatum dalam
tabel 2.8., dimana agregat halus tidak boleh mengandung bagian yang lolos pada satu
set ayakan lebih besar dari 45 % dan tertahan pada ayakan berikutnya.

Tabel 2.8 Syarat Mutu Agregat Halus menurut ASTM C-33-95

Ukuran Lubang Ayakan (mm) Persen Lolos Komulatif


9.5 100
4.75 95-100
2.36 80-100
1.18 50-85
0.60 25-60
0.30 10-30
0.15 2-10

Tabel 2.9 Syarat Agregat kasar Menurut BS

Persentase Berat Tembus Kumulatif


Lubang Ayakan
Ukuran butir maksimum (mm)
(mm)
40 mm 20 mm 12.5 mm
40 95-100 100 100
20 30-70 95-100 100
12.5 - - 90-100
9.6 10-35 25-55 40-85
4.75 0-5 0-10 0-10

2.4.2. Penggabungan Agregat

32
Menggabungkan agregat halus dan agregat kasar agar mendapatkan agregat
dengan kurva susunan butir yang sesuai dengan persyaratan, dapat dilakukan dengan
cara grafis dan analitis. Di bawah ini penggabungan dengan cara analitis dengan
menggunakan rumus untuk menggabungkan dua jenis agregat halus (pasir) atau dua
jenis agregat kasar:

Y = a/100 . Ya + b/100 . Yb
a + b = 100 %
Y = koordinat fraksi pada ayakan tertentu agregat gabungan
Ya = koordinat agregat A pada fraksi yang sama dengan Y
Yb = koordinat agregat B pada fraksi yang sama dengan Y
a = persentase agregat A; b = persentase agregat B;

Untuk menggabungkan dua (atau lebih) jenis agregat kasar, dapat menggunakan
rumus yang digunakan untuk menggabungkan dua jenis (atau lebih) agregat halus
Y = a/100 . Ya + b/100 . Yb + c/100.Yc + ....
Dengan : a + b + c + ... = 100 %
Y = koordinat fraksi pada ayakan tertentu agregat gabungan
Ya = koordinat agregat A pada fraksi yang sama dengan Y
Yb = koordinat agregat B pada fraksi yang sama dengan Y
Yc = koordinat agregat C pada fraksi yang sama dengan Y
Dan seterusnya
a = persentase agregat A;
b = persentase agregat B;
c = persentase agregat C;

33
contoh soal :
Dari analisis ayak dua jenis pasir : pasir A dan pasir B, didapat hasil seperti
tercantum dalam tabel 10.

Tabel 2.10. Hasil Analisis Ayak Pasir A dan Pasir B

Ukuran Ayakan Persen Tembus


(mm) Pasir A Pasir B
9.5 100 100
4.75 89 100
2.36 74 99
1.19 46 95
0.60 19 88
0.30 5 49
0.15 1 9

Syarat gradasi agregat halus batas daerah ( zone) 2 dari British Standard.
Tentukan satu atau dua titik persentase terbaik dari kurva pasir zone 2 pada garis
lubang ayakan tertentu.
Jawab :
Misal kita pilih ayakan 0,60 mm. Titik persentase yang disyaratkan adalah antara
35 % - 59 %. Pada ayakan 0,60 mm, koordinat pasir A adalah 19 dan koordinat pasir
B adalah 88. kita pilih titik/ordinat 45 %, sehingga jika angka itu kita masukkan ke
dalam rumus di atas, kita dapatkan persamaan:
45 = a/100 . 19 + b/100 . 88
a + b = 100
Jadi, didapat : 45 = a/100 . 19 + (100-a)/100 . 88
4500 = 19 a + 8800 88a
88a 19 a = 800 4500
69 a = 4300
Didapat a = 64, dan b = 100 64 = 36
Dengan demikian uintuk membuat pasir zone 2, maka pasir gabungan terdiri dari
64 % pasir dan 36 % pasir B.

34
Sesudah didapatkan komposisi campurannya, kemudian masing-masing ayakan
dicari harga Y nya. Untuk pasir zone 2 dengan gabungan 64 % pasir A dan 36 % pasir
B, didapat:
Pada ayakan 9,5 mm : Y = 64/100 . 100 + 36/100 . 100 = 100%
Pada ayakan 4,75 mm ; Y = 64/100 . 89 + 36/100 . 100
57 + 36 = 93
Ayakan 2,36 mm : Y = 64/100 . 74 + 36/100 . 99
47 + 36 = 83
Ayakan 1,19 mm : Y = 64/100 . 46 + 36/100 . 95
29 + 34 = 63 %
Ayakan 0,60 mm : Y = 64/100 . 19 + 36/100 . 88
12 + 32 = 44 %
Ayakan 0,30 mm : Y = 64/100 . 5 + 36/100 . 49
3 + 18 = 21 %
Ayakan 0,15 mm : Y = 64/100 . 1+ 36/100 . 9
0,60 + 3 = 3,6 %
Jika kita pilih ayakan 0,30 mm, koordinat pasir A = 5 dan pasir B = 49. Untuk
pasir zone 2, pada ayakan 0,30 disyaratkan 8 30. kita pilih angka 20, sehingga
persamaan di atas menjadi:
20 = a/100 . 5 + (100 a)/100 . 49
2000 = 5a + 4900 49 a
4900 2000 = 49 a 5 a
2900 = 44 a
A = 66, dan b = 100 66 = 34
Jadi, pasir zone 2 yang kita dapatkan merupakan gabungan antara 66 % pasir A
dan 34 % pasir B.
Dengan cara seperti di atas, maka koordinat setiap fraksi pada pasir gabungan dapat
ditentukan. Tabel 2.10. adalah contoh cara perhitungan koordinat setiap fraksi pada
pasir gabungan, jika komposisi masing-masing jenis pasir sudah diketahui.

35
Tabel 2.11. Cara perhitungan menggabungkan dua macam pasir untuk
memperoleh susunan butir yang lebih baik dan memenuhi syarat

Ukuran % Tembus Kumulatif Gabungan 64 % Pasir A + 34 % Pasir B


Ayakan
YA YB 64/100 YA 36/100 YB Y Gabungan
(mm)
9.50 100 100 64 36 100
4.75 89 100 57 36 93
2.36 74 99 47 36 83
1.19 46 95 29 34 63
0.60 19 88 12 32 44
0.30 5 49 3 18 21
0.15 1 9 0.60 3 3.60

36
TOPIK 3 ADMIXTURE

Dalam praktek pembuatan konstrukdi beton, bahan tambahan (admixture) merupakan


bahan yang dianggap penting, terutama untuk pembuatan beton didaerah yang
beriklim tropis seperti di Indonesia. Penggunaan bahan tersebut dimaksudkan unutk
memperbaiki dan menambah sifat beton sesuai dengan sifat beton yang diingninkan.
Seperti yang tertulis dalam American Society for Testing and Material (ASTM) C125,
bahan tambahan tersebut ditambahakan dalam campuran beton atau mortar, pada
sebelum penncampuran pada batching plant atau sesudah pencampuran.
Walaupun ada aturan pemakaiannya yang ditulis pada brosur admixture, sebaiknya
penggunaan admixture ini didahului dengan percobaan-percobaan yang dilakukan di
laboratorium dan di lapangan.

3.1. Definisi dan Klasifikasi


Istilah additive dan admixture dapat didengar dan dijumpai pada pembicaraan sehari-
hari. Arti additive dan admixture adalah sama yaitu bahan tambahan. Hanya saja
material additive, merupakan bahan tambahan yang ditambahkan pada saat proses
pembuatan semen di pabrik, sedangkan admixture bahan tambahan yang ditambahkan
pada saat pelaksanaan pembuatan beton di lapangan.
Sifat-sifat beton yang dapat diperbaiki antara lain :
1. memperbaiki kelecakan beton segar
2. mengatur faktor air semen pada beton segar
3. mengurangi penggunaan semen
4. mencegah terjadinya segregasi dan bleeding
5. mengatur waktu pengikatan aduk beton
6. meningkatkan kuat desak beton keras
7. meningkatkan sifat kedap air pada beton keras
8. meningkatkan sifat tahan lama pada beton keras (lebih awet); sifat tahan lama ini
dapat berhubungan dengan tahan terhadap pengaruh zat kimia, tahan terhadap
gesekan dan sebagainya.

37
Di pasaran banyak sekali variasi produksi admixture, oleh karena itu penggunaan dari
salah satu admixture sebaiknya didahului dengan percobaan.
1. Tujuan pemakaian Admixture dalam campuran beton adalah untuk meningkatkan :
a. Penampilan ( Performance )
b. Mutu ( Qualty )
c. Keawetan ( Durability )
d. Kemudahan pekerjaan ( Workability )
2. Pemakaian Admixture dalam campuran beton harus mendapat persetujuan terlebih
dahulu dari Sarjana / Pengawas lapangan / Pemilik proyek dan harus sudah pernah
dilakukan percobaan pendahuluan.
3. Bahan Tambahan (Admixture) dibagi dalam beberapa kelompok diantaranya :

a. Air Entraining Agent (ASTM C260)


Yaitu bahan tambahan untuk meningkatkan kadar udara agar beton tahan terhadap
pembekuan dan pencucian terutama untuk daerah salju, juga harus memenuhi SNI 03
2496 1991.
b. Admixture Kimia (Bahan Tambahan Kimia), ASTM C49 dan BS 5075
Yaitu bahan tambahan cairan kimia yang ditambahakan untuk mengendalikan waktu
pengerasan (mempercepat atau memperlambat), mereduksi kebutuhan air,
memudahkan pengerjaan beton (meningkatkan slump) dan sebagainya.
c. Mineral Admixture (Bahan Tambahan Mineral)
Bahan tambahan mineral ini merupakan bahan padat yang dihaluskan yang
ditambahakan untuk memperbaiki sifat beton agar beton mudah dikerjakan dan
kekuatan serta keawetannya meningkat.
Bahan-bahan tambahan mineral seperti :
1. Pozzolan
2. Slag
3. Fly Ash (Abuterbang)
4. Abu sekam
5. Silika Fume

38
d. Bahan Tambahan Lainnya (Miscellanous Admixture)
Yang termasuk kategori bahan tambahan ini ialah semua bahan tambahan yang tidak
termasuk kategori diatas, seperti :
1. Polymer
2. Fiber Mash
3. Bahan pencegah karatan
4. Bahan tambahan yang dapat mengembang
5. Bahan tambahan untuk perekat (bonding admixture)

3.2. Penggunaan Bahan Tambah (Admixture)


Dalam kenyataannya penggunaan bahan tambahan secara luas dipergunakan untuk
membuat sifat beton pada kondisi tertentu . penggunaan admixture harus didasarkan
alasan-alasan yang tepat misalnya untuk memperbaiki kelecehan beton, penampilan
beton bila mengeras, menghemat harga beton, dan memperpanjang waktu pengerasan
dan pengikatan dan lain sebagainya. Tetapi yang penting harus dipahami bahwa
bahan tambahan bukan merupakan obat mujarab untuk memperbaiki beton yang
jelek dan pembuatan beton yang acak-acakan.

3.3. Hal-hal yang harus dihindari dalam penggunaan bahan tambahan


Semua para engineer yang secara rutin bekerja dalam pembuatan beton mempunyai
cerita yang menarik mengenai admixture dalam peranannya menghambat waktu
pengikatan dan pengerasan atau masalah-masalah yang sulit diduga yang tidak
menguntungkan, lagi pula kurangnya pengertian bagaimana interaksi antara
admixture dan beton. Untuk mengurangi dan mencegah sesuatu hal yang tidak
terduga dalam penggunaan admixture, maka perlu pertimbangan mengenai hal-hal
seperti dibawah ini :
a. Gunakan bahan tambahan (admixture) sesuai dengan spesifikasi dan ASTM
(American Society for Testing and Material).

39
Sebuah pabrik yang mempunyai reputasi baik akan memberikan data-data teknik dari
hasil produksinya. Data-data tersebut antara lain :
1) Pengaruh pentingnya bahan tambahan pada penampilan beton
2) Pengaruh sampingan yang diakibatkan oleh admixture baik yang positif maupun
yang negatif
3) Sifat-sifat fisik admixture
4) Konsentrasi dari komposisi bahan yang aktif
5) Adanya bahan kimia yang berpotensi merusak seperti klorida, sulfat, sulfida,
posfat, juga nitrat dan amoniak
6) Nilai pH (derajat keasaman)
7) Bahaya yang terjadi terhadap pemakai admixture
8) Kondisi penyimpanan dan batas umur kelayakan
9) Persiapan bahan tambahan dan prosedur pencampuran pada beton
10) Dosis yang dianjurkan pada kondisi tertentu dan akibatnya bila dosisnya
berlebihan
b. Mengikuti petunjuk yang berhubungan dengan dosis, dan melakukan pengetesan
untuk mengontrol pengaruh yang telah didapat. Khususnya penggunaan bahan yang
akan dipakai di lapangan untuk pengetesan adalah sangat penting. Pastikan pengaruh
admixture terhadap faktor: komposisi semen, sifat agregat, campuran beton dan
lamanya pencampuran, temperature dan kondisi perawatannya.
c. Yakinkan ketelitian prosedur yang ditetapkan untuk ketelitian pencampuran
admixture.

3.4. Bahan Tambah Kimia


3.4.1. Type Bahan Tambahan kimia
Ketentuan dan syarat mutu bahan tambahan kimia sesuai dengan ASTM C 494-81
Standard Specification for Chemical Admixture for Concrete. Definisi type dan
jenis bahan tambahan kimia tersebut dapat diterangkan sebagai berikut :

40
Type A : Water Reducing Admixture, adalah bahan tambahan yang bersifat
mengurangi jumlah air pencampuran beton untuk menghasilkan beton yang
konsistensinya tertentu.
Type B : Retarding Admixture, adalah bahan tambahan yang berfungsi menghambat
pengikatan beton.

Type C : Accelerating Admixture, adalah bahan tambahan berfungsi mempercepat


pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton.

Type D : Water Reducing and Retarding Admixture, adalah bahan tambahan


berfungsi ganda untuk mengurangi jumlah air pencampuran yang diperlukan untuk
menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan menghambat pengikatan beton.

Type E : Water Reducing and Accelerating Admixture, adalah bahan tambahan


berfungsi ganda untuk mengurangi jumlah air pencampuran yang diperlukan untuk
menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan mempercepat pengikatan beton.
Type F : Water Reducing and High Range Admixture, adalah bahan tambahan
yang berfungsi mengurangi jumlah air pencampuran yang diperlukan untuk
menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu sebanyak 12%.

Type G : Water Reducing, High Range and Retarding Admixture, adalah bahan
tambahan yang berfungsi mengurangi jumlah air pencampuran yang diperlukan untuk
menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu sebanyak 12% atau lebih dan juga
menghambat pengikatan beton.

3.5. Pedoman Pemilihan Admixture


Admixture pada beton adalah sekedar zat penolong untuk membuat sifat beton
lebih baik. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka jika kita akan memakai
admixture bahan tersebut harus betul-betul memberikan keuntungan pada adukan

41
betonnya bukan sebaliknya. Pertimbangan-pertimbangan dalam pemakaian admixture
adalah sebagai berikut :
Untuk mencapai atau mendapatkan sifat beton yang lebih baik dan lebih
ekonomis, dibandingkan bila betonnya tidak menggunakan admixture,
Apabila beton yang dibuat sudah sesuai syarat akan lebih baik jika tanpa
menggunakan admixture, karena admixture merupakan bahan tambah yang
memberikan effek samping.
Jangan menggunakan admixture dalam beton jika tidak tahu, tidak yakin
tujuan penambahan bahan tersebut di dalam beton serta cara pemakaiannya.

42
TOPIK 4 AIR
Kita mengetahui bahwa air yang ada di alam ini, dan yang kita jumpai sehari-
hari, dapat bersaal dari air hujan, air danau, sungai, alut atau air sumber dari dalam
tanah.
Air hujan yang sudah turun agak lama boleh dikatakan sebagai air yang terbersih,
meskipun kadang-kadang mengandung oksigen yang berlebihan, terutama bila
selama hujan ada halilintar, dimana air akan bercampur dengan ozon.
Bila hujan baru saja turun, air hujan itu masih mengandung kotoran yang ada diudara,
termasuk debu dan gas-gas CO2, SO2 dan lain-lainnya. Airini bila jatuh ke bumi
kemudian mengalir sebagai air permukaan akan tercampur dengan bahan-bahan yang
larut atau terbawa olehnya, baik berupa benda organik ataupun garam-garam
anorganik yang larut dalam air, serta tidak jarang pula mengandung benda padat
sehingga air tidak jernih lagi.
Bila ia meresap ke dalam tanah kemudian keluar lagi ketempat yang lain sebagai
sumber air atau air sumur dapat mengandung larutan garam yang larut pula, misalnya
garam sulfat besi, kalsium, natrium dan yang lainnya.
Pada umumnya air permukaan atau air sumber ini juga mengandung asam
karbonat, baik yang sifatnya sementara (bikarbonat) atau yang terikat sebagai garam
kalsium atau magnesium.
Dengan demikian air sumber ini tergantung dari daerah yang dilaluinya, dapat
bersifat asam (pH kurang dari 7), netral (pH kurang lebih sama dengan 7 ) dan basa
( pH di atas 7 ).
Air laut umumnya terasa asin karena mengandung bermacam-macam garam
terutama NaCl. Kandungan garam dalam air laut rata-rata kuranglebih 3,5 % di mana
75 % nya adalah garam NaCl dan selebihnya berupa garam CaCl2, MgSo4, MgCl
dan lain-lain.
Karena demikian banyaknya kemungkinan kandungan benda lain yang ada di
dalam air, maka air yang manakah sebenarnya yang baik dipakai untuk adukan atau
beton ?

43
Sampai saat ini ternyata untuk menjawab pertanyaan tersebut belum ada suatu
jawaban yang pasti atau tepat betul.

4.1 Persyaratan Air untuk Campuran Beton


Air yang akan dipakai untuk membuat campuran beton dan juga untuk pemeliharaan
beton yang telah mengeras harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :
a. Air tawar yang dapat diminum.
b. Air harus bersih dan tidak mengandung minyak ; asam alkali, garam-garam ;
bahan-bahan organis atau bahan-bahan yang dapat merusak beton dan atau baja
tulangan.
c. Air yang bereaksi netral terhadap lakmus.
d. Air pencampur yang digunakan pada beton yang didalamnya tertanam logam
aluminium termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh
mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan.
e. Apabila terdapat keragu-raguan terhadap pemakaian air, dianjurkan untuk
mengirim contoh air itu ke lembaga pemeriksaan air untuk diselidiki sampai seberapa
jauh air itu mengandung zat-zat yang dapat merusak beton/baja tulangan.
Tabel 4.1. Kandungan Ion Klorida maksimum untuk perhitungan baja tulangan
terhadap korosi.
Jenis Komponen Struktur Ion Klorida terlarut ( CI ) pada beton,
persen terhadap berat semen

Beton prategang 0,06


Beton bertulang yang terpengaruh 0,15
klorida selama pemakaian

Beton bertulang yang mungkin kering 1,00


atau terlindung air pada masa layan

Konstruksi beton bertulang lainnya 0,30

Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton kecuali
ketentuan berikut terpenuhi :

44
1. Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton yang
menggunakan air dari sumber yang sama untuk melakukan uji percobaan.
2. Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus 15 x 15 x 15 cm2 yang dibuat
dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan
sekurang-kurangnya sama dengan 90 % dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan
air yang dapat diminum atau air suling. Perbandingan uji kekuatan tersebut harus
dilakukan pada adukan serupa, kecuali pada air pencampur yang dibuat dan diuji
sesuai dengan Metode Uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis ( menggunakan
spesimen kubus dengan ukuran sisi 50 mm ASTM C 109 )

Tabel 4.2. Persyaratan pemakaian air untuk campuran beton dalam pengujian.

4.2. Pengaruh Zat-Zat Yang Terkandung Dalam Air Terhadap Beton

45
Dari eberapa persyaratan tersebut di atas hendaknya dapat dipakai sebagai
bandingan, bila terpaksa pada suatu tempat tidak terdapat air yang bersih atau air
yang dapat diminum.
Lepas dari persyaratan khusus untuk suatu jenis beton tertentuperlu diketahui adanya
pengaruh-pegaruh bahan yang larut dalam air, misalnya :
1. Air yang mengandung larutan padat, sehingga airnya keruh, adanya partikel yang
mengeruhkana air itu, akan dapat mempengaruhi sifat pengerasan semennya,
sehingga memungkinkan kekuatan beton turun / rendah.
2. Air yang mengandung minyak, akan berakibat seperti pada no. 1 .
3. Air yang banyak mengandung zat organik, juga akan berakibat samasperti di atas.
4. Air yang mengandung garam Cl ( terutama CaCl2 atau MgCl2 ) karena sifat garam
ini Hygroskopis , betonnya akan selalu basah. Akibat basah ini, dapat terjadi effek
samping yaitu : beton menjadi bercak putih, ( Eflorence ), tumbuh lumut, atau bila
ada tulangan, menjadi Elektrolit sehingga tulangan atau logam yang melekat berkarat.
5. Bila garamnya berupa NaCl selain berakibat tersebut di atas, adanya tambahan Na
danbila agregat nya bersifat alkali reaktif, maka kemungkinan reaksi pengembangan
akibat "alkali agregat reaktion" dapat terjadi.
6. Bila mengandung sulfat (biasanya dari Ferro sulfat, Na Sulfat atau Mg sulfat ), atau
asam su;fat lainnya yang larut dalam air limbah, akan mengganggu karena reaksi
dengan C3A membentuk entringit atau monosulfat, membahayakan ketahanan lama
beton.
7. Air yang mengandung senyawa besi larut, misalnya ferro sulfat, akan berubah
menjadi ferri oksida dan sulfatnya bersenyawa dengan kapur. Ferri oksida ini
menimbulkan warna kuning pada beton, sehingga kurang baik air semacam ini untuk
merendam atau menyiram/ merawat beton. ( terjadi staining ).
Setelah adanya pengalaman lebih lanjut dalam penggunaan air untuk beton,
syarat-syarat yang terdahulu seperti tersebut di atas, sebagian juga masih tetap
dipakai, dan sebagian lagi diperketat.

TOPIK 5 TEKNOLOGI BETON

46
Beton merupakan salah satu bahan bangunan yang pada saat ini banyak dipakai di
Indonesia dalam pembangunan fisik. Karena sifatnya yang unik maka diperlukan
pengetahuan yang cukup luas, antara lain mengenai sifat bahan dasarnya, cara
pembuatannya, cara evaluasinya, dan variasi bahan tambahnya.
Proses awal terjadinya beton adalah pasta semen yaitu proses hidrasi antara air dan
semen , selanjutnya jika ditambahkan dengan agregat halus menjadi mortar dan jika
ditambahkan dengan agregat kasar menjadi beton. Penambahan material lain akan
membedakan jenis beton, misalnya yang ditambahkan adalah baja tulangan akan
terbentuk beton bertulang.

5.1. Membuat Beton Yang Baik


Di lapangan masih banyak dijumpai cara-cara membuat beton yang belum benar,
sehingga menghasilkan beton yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
Hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab dari petugas-petugas yang ada di
lapangan pekerjaan, baik mereka yang berfungsi sebagai pengawas maupun sebagai
pelaksana. Untuk membuat beton yang baik sebenarnya menuntut banyak hal, jika
mereka yang bertugas itu betul-betul tahu apa beton itu. Jika para petugas di lapangan
atau para pelaksana mau mematuhi cara permainan dalam pembuatan beton, maka
tentu akan dihasilkan beton yang baik, dan sebaliknya. Kecuali itu, bahan-bahan
dasar yang digunakan untuk beton juga sangat menentukan dalam pembuatan beton
yang baik. Semua bahan dasar yang digunakan harus memenuhi syarat sebagai bahan
beton.
Untuk menjamin agar beton yang dihasilkan memenuhi persyaratan yang diminta,
dianjurkan agar pertama-tama menguji terlebih dahulu agregat yang akan digunakan,
kemudian membuat uji coba beton atau campuran uji beton setelah rancangan
campuran (mix design) dilakukan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu beton adalah
1. mutu bahan bangunan
2. jenis/mutu semen

47
3. faktor air semen
4. gradasi/susunan butir bahan batuan
5. curing (pematangan) beton, yaitu perawatan beton untuk dapat mencapai
kekuatan yang diinginkan.

5.2. Sifat-Sifat Umum Beton


Pada umumnya beton terdiri dari kurang lebih 15% semen, 8% air, 3 % udara,
selebihnya pasir dan kerikil.
Campuran tersebut setelah mengeras mempunyai sifat yang berbeda-beda,
tergantung pada cara pembuatannya. Perbandingan campuran, cara mencampur, cara
mengangkut, cara mencetak, cara memadatkan, cara merawat, dan sebagainya akan
mempengaruhi sifat-sifat beton.
Sifat-sifat beton yang akan diuraikan tidak selalu semua harus dimiliki oleh setiap
konstruksi beton. Dan sifat-sifat tersebut juga relatif ditinjau dari sudut pemakaian
beton itu sendiri. Yang penting beton harus memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan
tujuan pemakaian beton itu. Misalnya suatu kolom bangunan, yang terpenting harus
memiliki kuat tekan yang tinggi yang cukup kuat untuk menahan beban bangunan itu,
sedangkan sifat kerapatan air tidak penting untuk diperhatikan, sebaliknya lantai
suatu bak air harus memiliki sifat rapat air. Dengan kata lain. Sifat-sifat penting dari
beton yang harus ada dalam suatu konstruksi harus disesuaikan dengan kebutuhan,
sehingga konstruksi lebih ekonomis.

5.2.1.Sifat Umum yang Ada Pada Adukan Beton


Sifat umum yang ada pada beton adalah sebagai berikut:
a. Kemampuan Dikerjakan/Workability
Sifat mampu dikerjakan /workability dari beton sangat tergantung pada sifat
bahan, perbandingan campuran, dan cara pengadukan serta jumlah seluruh air bebas.
Dengan kata lain, sifat dapat/mudah dikerjakan suatu adukan beton dipengaruhi oleh:
1. konsistensi normal PC;

48
2. mobilitas, setelah aliran dimulai (sebaliknya adalah sifat kekasaran atau
perlawanan terhadap gerak);
3. kohesi atau perlawanan terhadap pemisahan bahan-bahan;
4. sifat saling lekat (ada hubungannya dengan kohesi), berarti bahan penyusunannya
tidak akan terpisah-pisah sehingga memudahkan pengerjaan-pengerjaan yang
perlu dilakukan.
Jadi, sifat dapat dikerjakan pada beton ini merupakan ukuran dari tingkat
kemudahan adukan untuk diaduk, diangkut, dituang/dicetak, dan dipadatkan.
Perbandingan bahan-bahan ataupun sifat bahan-bahan itu secara bersama-sama
mempengaruhi sifat dapat dikerjakan beton segar. Unsur-unsur yang mempengaruhi
sifat mudah dikerjakan antara lain sebagai berikut:
1) Banyaknya air yang dipakai dalam campuran aduk beton
Makin banayk air yang digunakan, makin mudah beton itu dikerjakan
2) Penambahan semen ke dalam adukan beton
Hal ini juga menambah kemudahan dikerjakan pada beton, karena biasanya
penambahan semen diikuti dengan penambahan air untuk memperoleh harga faktor
air semen tetap.
3) Gradasi campuran agregat kasar dan agregat halus
Jika campuran pasir dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh
peraturan yang dipakai, aduk beton akan mudah dikerjakan.
4) Pemakaian butir-butir agregat yang bulat akan mempermudah cara pengerjaan
beton
Pemakaian butir maksimum agregat kasar, akan berpengaruh terhadap kemudahan
dikerjakan pada aduk beton.
5) Cara pemadatan beton dan/atau jenis alat yang digunakan
Jika pemadatan beton dilakukan dengan menggunakan alat getar misalnya,
diperlukan tingkat kelecakan yang berbeda dibanding menggunakan alat yang lain.
Beberapa cara untuk mengukur derajat mampu dikerjakan/workability, antara
lain dengan :

49
a) V.B consistometer (terutama untuk adukan kental), dan compacting factor; kedua
cara pengukuran tersebut dipakai di Inggris;
b) Meja getar (schuid tafel), dipakai di Jerman;
c) Flow table dan Bola Kelly dipakai di A.S;
d) Alat slump, yang berbentuk kerucut terpancung ciptaan Abrams.

Dari jenis-jenis cara mengukur derajat mampu dikerjakan tersebut, cara yang
paling populer adalah mengukur dengan alat slump. Menurut Abrams, alat slumps
merupakan alat yang murah, mudah dibuat dan mudah dipakai untuk pengawasan di
lapangan. Pengukuran dengan menggunakan alat slump ini bertujuan untuk mengukur
tinggi penurunan aduk beton setelah dilepas dari slump yang diukur. Slump yang
tinggi menunjukkan, bahwa aduk beton terlalu cair (terlalu banyak air), dan
sebaliknya.
Untuk mengukur tinggi slump digunakan alat yang dinamakan alat slump, yang
terdiri dari:
a) corong baja yang berbentuk konus berlubang pada kedua ujungnya. Bagian
bawah berdiameter 20 cm, dan bagian atasnya berdiameter 10 cm, sedang tinggi
konus 30 cm;
b) tongkat baja dengan diameter 16 mm dan panjang 60 cm, sedang bagian ujung-
ujungnya dibulatkan

Cara pengukuran tinggi slump dilakukan sebagai berikut:


a) corong baja diletakkan di atas tempat yang rata dan tidak menghisap air, dengan
posisi diameter corong yang besar di bagian bawah dan diameter kecil di bagian
atas;
b) ambil dengan menggunakan cetok, aduk beton yang baru selesai
diaduk/dicampur, dan masukkan ke dalam corong dengan hati-hati sampai
setinggi kira-kira 1/3 tinggi corong;
c) kemudian tusuk-tusuk adukan di dalam corong dengan tongkat baja sebanyak 25
kali;

50
d) isi lagi corong dengan adukan hingga tinggi kira-kira 2/3 tinggi corong;
e) tusuk-tusuk lagi sebanyak 25 kali;
f) isikan lagi adukan beton ke dalam corong hingga corong penuh;
g) tusuk-tusuk lagi sebanyak 25 kali;
h) isi lagi corong hingga penuh;
i) ratakan permukaan aduk beton di dalam corong;
j) bersihkan aduk yang ada di sekeliling/di luar corong;

Gambar 5.1. Cara Mengukur Tinggi Slump

51
k) Angkat corong vertikal ke atas dengan hati-hati jangan sampai tepi corong
menyinggung adukan beton;
l) letakkan corong di samping adukan tadi dengan posisi (berdiri) terbalik, dan
letakkan tongkat baja mendatar di atas corong hingga sebagian tongkat berada di
atas aduk beton tadi;
m) ukur jarak antara bagian bawah tongkat baja dengan adukan beton yang tertinggi;
n) jarak itulah yang disebut tinggi slump;
o) saat mengisikan adukan ke dalam corong, corong harus dipegang agar tidak
bergoncang saat diisi. Saat menusuk-nusuk corong tidak boleh tersingkir oleh
tongkat. Perhatikan Gambar 31 (hlm. 38).
Adukan beton yang enak dikerjakan atau dituang dan dipadatkan dalam cetakan
(acuan), biasanya mempunyai nilai slump antara 7 cm sampai 12 cm.
Untuk beton yang pemadatannya menggunakan alat getar, nilai slump 5 cm.
Masih cukup baik untuk dikerjakan, tetapi tidak lebih tinggi dari 12,5 cm. Pemadatan
beton cair, sebaiknya tidak menggunakan getaran, karena dapat mengakibatkan
terjadinya butir (segregasi) dan bleeding.

b. Sifat Tahan Lama (Durability)


Sifat tahan lama pada beton, merupakan sifat dimana beton tahan terhadap
pengaruh luar selama dalam pemakaian. Sifat tahan lama pada beton dapat dibedakan
dalam beberapa hal, antara lain sebagai berikut:
1) Tahan terhadap pengaruh cuaca; pengaruh cuaca yang dimaksud adalah pengaruh
yang berupa hujan dan pembekuan pada musim dingin, serta pengembangan dan
penyusutan yang diakibatkan oleh basah dan kering silih berganti.
2) Tahan terhadap pengaruh zat kimia; daya perusak kimiawi oleh bahan-bahan
seperti air laut, rawa-rawa dan air limbah, zat-zat kimia hasil industri dan air
limbahnya, buangan air kotor kota yang berisi kotoran manusia, gemuk, susu,
gula dan sebagainya perlu diperhatikan terhadap keawetan beton.

52
3) Tahan terhadap erosi; beton dapat mengalami kikisan yang diakibatkan oleh
adanya orang yang berjalan kaki dan lalu lintas di atasnya, gerakan ombak laut,
atau oleh partikel-partikel yang terbawa oleh angin dan atau air.
Berikut diterangkan lebih lanjut.
1) Ketahanan terhadap pengaruh cuaca
Beton termasuk jenis bahan bangunan yang tahan terhadap pengaruh cuaca,
terutama cuaca pada negara tropis di mana perubahan suhu udara tidak besar. Bagi
negara yang memiliki iklim beku, biasa timbul masalah mengenai sifat pembekuan
dari air yang terdapat dalam pori-pori beton. Akibat dari beku dan cair dari butiran air
tersebut, maka beton akan cepat rusak.

2) Ketahanan terhadap pengaruh zat kimia


Akibat pengaruh zat kimia, baik dari luar maupun dari dalam beton itu sendiri
dapat mengakibatkan kerusakan pada beton, sebagian atau secara keseluruhan.
Adanya kerusakan tersebut terutama diakibatkan oleh terjadinya reaksi antara alkali
dari semen dengan zat penyerangnya, atau dengan benda yang ada di dalam beton itu
sendiri. Karena semen merupakan zat yang alkalis (basa), dengan sendirinya beton
tidak tahan terhadap pengaruh asam. Pasta semen yang bersifat basa tadi, oleh
pengaruh asam akan rusak dan hilang daya rekatnya, sehingga beton menjadi rusak.
Untuk menjaga adanya kerusakan yang diakibatkan oleh sulfat, maka dianjurkan
a) pakailah semen Portland tipe II;
b) pakailah semen tipe V, atau semen Portland Pozzolan yang terbukti tahan
terhadap pengaruh sulfat dalam beton;
c) pakailah semen tipe V ditambah Pozzolan, yang telah dicoba dan ternyata dapat
mencegah terjadinya pengaruh sulfat dalam beton.

3) Ketahanan terhadap erosi


Kerusakan karena erosi, terutama disebabkan oleh terjadinya lubang-lubang,
gugus karena gesekan dengan benda yang terbawa air, gugus karena benturan,
semburan air atau benturan dari es yang berjalan.

53
c. Sifat Kedap Air
Beton mempunyai kecenderungan mengandung rongga-rongga yang diakibatkan
oleh adanya gelembung udara yang terbentuk selama atau sesudah pencetakan
selesai, atau ruangan yang saat mengerjakan (selesai dikerjakan) mengandung air. Air
ini menggunakan ruangan, dan jika air menguap maka akan meninggalkan rongga-
rongga udara. Rongga udara ini merupakan peluang untuk masuknya air dari luar ke
dalam beton. Semakin banyak rongga ini, maka kemungkinan masuknya air makin
besar, dan kemungkinan terbentuknya pipa kapiler makin besar.
Beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi sifat kedap air pada beton, antara
lain:
1) mutu dan porositas agregat;
2) umur beton. Kekedapan air akan berkurang dengan adanya perkembangan umur.
Pada campuran basah penurunan daya kedap air lebih besar daripada campuran
kering;
3) gradasi. Gradasi harus dipilih sedemikian agar beton dapat mudah dikerjakan
dengan baik dengan jumlah air yang minimal;
4) perawatan. Perawatan beton merupakan faktor yang sangat penting untuk
mendapatkan beton kedap air.
d. Kekuatan Beton
Sifat ini merupakan sifat utama yang umumnya harus dimiliki oleh beton, sebab
beton yang tidak cukup kekuatannya menurut kebutuhannya menjadi tidak berguna.
Secara umum kekuatan beton dipengaruhi dua hal, yaitu faktor air semen dan
kepadatan. Beton dengan faktor air semen kecil sampai dengan jumlah air yang
cukup untuk hidrasi semen secara sempurna, dan dapat dipadatkan secara sempurna
pula, akan memiliki kekuatan yang optimal. Hanya saja untuk mencapai tujuan yang
diinginkan memang banyak hal-hal yang perlu dikerjakan dan dipertimbangkan.
Untuk mencapai kepadatan dan hidrasi sempurna ini, ada beberapa hal yang
mempengaruhi, antara lain sebagai berikut:
1) Keadaan selama terjadinya pengerasan

54
Selama semen mengeras, harus selalu cukup air supaya agar-agar tidak mengering
sebelum proses pengerasan selesai.
2) Karena pengerasan semen makan waktu, maka perlu waktu yang cukup.
Biasanya waktu 4 minggu yang dipakai sebagai pedoman umum bagi waktu
pengerasan semen/beton.
faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan beton adalah
a) faktor air semen
Hubungan antara faktor air semen (f.a.s) dan kuat tekan beton . Semakin rendah
faktor air semen akan semakin tinggi kuat tekak beton, dan sebaliknya. Namun rumus
ini berlaku sampai batas terendah nilai faktor air semen, sepanjang aduk semen masih
dapat dipadatkan dengan baik. Jika aduk terlalu kental, aduk beton sulit untuk
dipadatkan. Hal tersebut akan mengakibatkan beton menjadi kurang padat dan
akibatnya kuat desak menjadi kecil. Dengan demikian maka ada suatu nilai faktor air
semen tertentu yang optimum yang dapat menghasilkan kuat desak beton
maksimumnya

55
Tabel 5.1. Jumlah Semen Minimum dan Nilai F.a.s Maksimum

Jumlah Semen
Nilai F.a.s
Jenis Konstruksi min/m3 Beton
Maksimum
(kg)
Beton dalam keadaan ruang bangunan
a. keadaan sekeliling non korosif 275 0.60
b. keadaan sekeliling krosif disebabkan 325 0
oleh kondensasi atau uap-uap korosif
Beton di luar ruang bangunan
a. tidak terlindung dari hujan dan terik 325 0.60
matahari langsung
b. terlindung dari hujan dan terik 275 0.60
matahari langsung
Beton yang masuk ke dalam tanah
a. mengalami keadaan basah dan kering 325 0.55
berganti-ganti
b. mendapat pengaruh sulfat alkali dari 375 0.52
tanah atau air tanah
Beton yang kontinu berhubungan dengan
air
a. air tawar 275 0.57
b. air laut 375 0.52

b) Umur beton
Kuat tekan beton bertambah sesuai dengan bertambahnya umur beton. Kecepatan
bertambahnya kekuatan beton tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
antara lain f.a.s. dan suhu perawatan. Semakin tinggi f.a.s semakin lambat kenaikan
kekuatan betonnya, dan semakin tinggi suhu perawatan makin cepat kenaikan
betonnya. Kekuatan tekan beton naiknya secara cepat sampai umur 28 hari, tapi
setelah itu kenaikannya akan kecil.

Tabel 5.2. Perbandingan Kekuatan Beton pada Berbagai Umur

Umur beton (hari) 3 7 14 21 28 90 365


Semen Portland biasa 0.40 0.65 0.88 0.95 1.00 1.20 1.35
Semen Portland 0.55 0.75 0.90 0.95 1.00 1.15 1.20
dengan kekuatan awal
tinggi

56
c) Jenis semen
5 tipe semen portland yaitu tipe I, II, III, IV, V sesuai dengan klasifikasi yang
ditentukan oleh ASTM yaitu :.
(1) Jenis I : semen untuk penggunaan umum. Semen jenis ini tidak memerlukan
persyaratan khusus.
(2) Jenis II : semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap panas hidrasi sedang.
(3) Jenis III : semen Portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan
kekuatan awal yang tinggi.
(4) Jenis IV : semen Portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan
panas hidrasi rendah.
(5) Jenis V : semen Portland yang dalm penggunaannya menuntut persayaratam
sangat tahan sulfat.
Kekuatan semen yang telah mengeras tergantung pada banyaknya air yang
dipakai waktu proses hidrasi berlangsung. Pada dasarnya banyaknya air yang
diperlukan untuk proses hidrasi kira-kira 32 persen dari berat semennya. Penambahan
jumlah air akan mengurangi kekuatan setelah mengeras. Kelebihan air akan
mengakibatkan jarak butir-butir semen menjadi lebih jauh, sehingga hasilnya kurang
kuat dan lebih poreus (berongga). Kelebihan air dari yang diperlukan untuk proses
hidrasi, pada umumnya memang diperlukan pada pembuatan beton, agar adukan
beton dapat campur dengan baik, diangkut dengan mudah dan dicetak tanpa rongga-
rongga yang besar (tidak keropos). Tetapi perlu selalu diusahakan banyaknya air
pengaduk sesedikit mungkin agar kekuatan beton tidak terlalu rendah.
d) Jumlah semen
Banyaknya kandungan semen dalam beton berpengaruh terhadap kuat desak
beton. Pada f.a.s yang sama (nilai slump berubah), beton dengan banyak kandungan
semen tertentu mempunyai kuat desak tertinggi. Pada jumlah semen yang terlalu
sedikit, berarti banyaknya air juga sedikit. Ini mengakibatkan aduk beton sulit
dipadatkan, sehingga kuat desak beton menjadi rendah. Namun, jika jumlah semen

57
berlebihan, berarti banyaknya air juga berlebihan sehingga beton menjadi banyak
pori, dan akibatnya kuat desak beton menjadi rendah.
Untuk nilai slump yang sama (dengan f.a.s berubah), beton dengan kandungan
semen lebih banyak mempunyai kuat desak lebih tinggi. Hal ini terjadi karena ada
nilai slump yang sama, banyaknya air pengaduk hampir sama sehingga penambahan
semen berarti pengurangan nilai f.a.s, yang akan dapat mengakibatkan penambahan
kuat desak beton itu.
e) Sifat agregat
Pengaruh kekuatan agregat terhadap kekuatan beton sebenarnya tidak begitu
besar, karena pada umumnya kekuatan agregat lebih besar daripada kekuatan
pastanya. Namun demikian, jika dikehendaki kekuatan beton yang tinggi, diperlukan
agregat yang kuat agar agregat tidak lebih rendah daripada kekuatan pastanya.
Permukaan agregat akan berpengaruh terhadap kekuatan beton, sebab agregat yang
memiliki permukaan kasar akan berpengaruh pada tekanan, dan besar tegangan saat
retak-retak beton mulai terbentuk. Oleh karena itu, kekasaran permukaan agregat
berpengaruh terhadap kekuatan betonnya.

5.3. Pelaksanaan Pembuatan Beton


5.3.1. Penakaran (Penimbangan) Bahan-bahan
Penakaran (penimbangan) bahan-bahan adalah pengambilan bahan-bahan untuk
beton menurut takaran yang ditentukan. Takaran bahan data ditentukan menurut
perbandingan berat atau perbandingan volume. Baik penakaran dengan ukuran berat
maupun dengan volume, penakaran harus dilakukan dengan cermat. Takaran yang
tidak tepat dapat mengakibatkan kualitas beton yang dihasilkan mungkin kurang
memenuhi syarat mutu. Terutama takaran yang berkaitan dengan banyaknya air
pengaduk atau banyaknya semen, sebab jika faktor air semen tidak tepat maka akan
mempengaruhi kualiatas betonnya.
Di lapangan, pekerjaan penakaran bahan lebih mudah dilakukan dengan ukuran
volume. Jika jumlah bahan-bahan beton disyaratkan diukur dengan berat, dapat

58
menjadi bentuk volume, dengan membuat takaran yang isinya disesuaikan dengan
perbandingan berat.

5.3.2. Pengadukan Beton


Yang dimaksud dengan pengadukan beton adalah proses pencampuran antara
bahan-bahan dasar beton, yaitu semen, pasir, kerikil dan air dalam perbandingan yang
telah ditentukan. Pengadukan dilakukan sedemikian rupa sampai adukan beton benar-
benar homogen, warnanya tampak rata, kelecakan cukup (tidak terlalau cair dan tidak
terlalu kental), tidak tampak adanya pemisahan butir (segregasi). Aduk beton yang
kurang homogen akan dapat menghasilkan beton yang kurang baik kualitasnya.
Pengadukan dapat dilakukan dengan tangan atau dengan mesin (molen)
Pada hampir semua jenis alat pencampur beton sampai ukuran 1 m3 yang bekerja
dengan kecepatan yang benar, menggambarkan bahwa waktu mencampur 1 menit dan
1 menit dapat dianggap sudah memadai. Pada beberapa alat pencampur beton yang
memiliki kecepatan putar lebih tinggi, waktu 35 detik sudah cukup untuk mencampur
hampir semua jenis beton.

Tabel 5.3. Waktu Campur Minimum Pencampuran Beton Dengan Mesin


Pengaduk
Kapasitas Mesin Pencampur Waktu Mencampur (menit)
(m3)
<2 1.30
2.5 2
3.0 2.30
5.0 3

5.3.3. Pengangkutan Beton


Dengan cara apapun dan dengan menggunakan alat pengangkut apapun,
pengangkutan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
Pengangkutan harus sedemikian cepat, sehinggga sampai di tempat pengecoran beton
tidak kering atau kehilangan sifat workabilitas dan plastisitasnya.

59
Adanya segregasi harus dikurangi seminimal mungkin, agar terhindar dari terjadinya
beton tak seragam. Demikian juga kehilangan pasta semen akibat kebocoran (adukan
tumpah) harus dihindarkan.
Pengangkutan aduk harus diorganisir sedemikian, hingga selama pencetakan pada
bagian tertentu atau pengangkutan tertentu, tidak terjadi keterlambatan pada bidang
cor, sambuang dingin, atau sambuang konstruksi.

5.3.4. Pengecoran/Penuangan Aduk Beton


Agar mendapatkan beton yang baik, usahakan selama pengecoran tidak terjadi
segregasi pada betonnya, sebab pengecoran yang baik akan menghasilkan beton yang
berkualitas baik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengecoran beton agar mendapatkan beton
yang berkualitas adalah sebagai berikut.
a. Adukan beton harus dituang secara terus menerus (tidak terputus), supaya
diperoleh kualitas beton yang seragam dan tidak terjadi garis batas.
b. Permukaan cetakan yang berhadapan dengan adukan beton harus dioles
minyak/oli agar beton setelah kering tidak melekat pada cetakannya.
c. Selama penuangan dan pemadatan harus dijaga agar posisi cetakan maupun
tulangan tidak berubah.
d. Adukan beton jangan dijatuhkan dari ketinggian lebih dari satu meter, agar tidak
terjadi adanya pemisahan bahan-bahan/butir.
e. Untuk dinding atau kolom-kolom yang tinggi, buatlah lubang-lubang samping
untuk pengisian beton tiap 1 m tingginya.
f. Kelecakan beton harus makin ke atas makin kental. Misalnya pada 1 m pertama
(paling bawah), slump 120 mm, maka 1 m kedua kurangi tinggi slump
misalnya menjadi 100 mm, dan seterusnya setiap 1 m slump dikurangi 20 atau
25 mm.
g. Pengecoran pada tempat yang miring, sebaiknya dilakukan dari bagian yang
rendah, sebab jika dilakukan dari tempat yang tinggi akan menyebabkan
terjadinya segregasi.

60
h. Pengecoran dengan menggunakan corong, dilakukan dengan mendekatkan corong
tersebur ke permukaan yang dicor sedekat mungkin
i. Pada pengecoran dinding atau kolom, usahakan agar jatuhnya adukan beton selalu
di tengah, jangan sampai menyentuh cetakan atau terkena tulangan.
j. Pengecoran tidak boleh dilakukan pada waktu turun hujan.
k. Pada beton massa, sebaiknya tebal lapisan beton untuk setiap kali penuangan
tidak lebih dari 45 cm, dan pada beton bertulang 30 cm
l. Haus dijaga agar beton yang masih segar jangan diinjak-injak
m. Untuk mencegah timbulnya rongga-rongga kosong dan sarang-sarang kerikil,
adukan beton harus dipadatkan selama pengecoran.

5.3.4. Pemadatan Beton


Pada pemadatan beton, kita berusaha untuk mendapatkan beton yang betul-betuil
padat, tanpa sarang kerikil, tetap homogen dan semua ruangan terisi. Dengan kata
lain, hubungan antara beton dengan tulangan atau benda lainnya yang dipersatukan
sedemikian erat dan baik. Cara pemadatan beton dapat dilakukan dengan tangan atau
dengan penggetar.
Pemadatan dengan bantuan mesin dilakukan dengan menggunakan alat getar
(vibrator). Alat getar itu mengakibatkan getaran pada beton segar yang baru saja
dituang, sehingga aduk beton mengalir dan menjadi padat. Penggetaran yang terlalu
lama harus dicegah untuk menghindari mengumpulnya kerikil di bagian bawah dan
hanya mortar di bagian atas.
Alat getar yang biasa dipakai ada dua macam.
a. Alat getar intern (internal vibrator) ialah alat getar yang berupa seperti tongkat.
Alat getar ini digetarkan dengan mesin dan dimasukkan ke dalam beton segar
yang baru saja dituang.
b. Alat getar cetakan (form vibrator; external vibrator), ialah alat getar yang
ditempelkan di bagian luar cetakan sehingga cetakan bergetar, sehingga membuat
beton segar ikut bergetar pula hingga menjadi padat.

61
Bila karena lapisan beton terlalu tebal sehingga getaran tidak berlangsung dengan
baik, ketebalan lapisan harus dikurangi (dipertipis).
Pada umumnya untuk beton biasa akan lebih baik jika pemadatannya dilakukan
dengan alat penggetar. Penggunaan alat penggetar tidak terlalu lama, hanya sekadar
memadatkan saja. Waktu penggetaran biasanya sekitar 5 sampai 15 detik.
Pada penggunaan penggetar batang, usahakan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Batang penggetar jangan diletakkan miring atau horizontal, tetapi penggunaannya
tetap tegak/vertikal.
b. Penggetar jangan dimasukkan lebih dalam dari panjang batang penggetarnya.
c. Batang penggetar yang sudah digetarkan jangan sampai menyentuh tulangan,
karena rambatan getaran ini akan mempengaruhi ikatan beton di lain tempat yang
mulai mengeras.
d. Batang penggetar jangan digunakan untuk mendorong beton.
e. Jarak penggetaran antara satu lubang dengan lubang lainnya kira-kira 40 cm
b. Jangan terlalu cepat menarik batang penggetar ini, agar tidak meninggalkan
lubang-lubang, sehingga bekas tempat yang digetar tetap ditutup rapat.
c. Jagalah agar batang penggetar tidak mengenai cetakan atau bagian beton yang
sudah mulai mengeras. Karena itu batang penggetar harus diletakkan tidak boleh
lebih dekat dari 5 cm dari cetakan atau dari beton yang sudah mengeras.

5.3.6. Perawatan Beton (curing)


Perawatan beton (curing) adalah suatu langkah/tindakan untuk memberikan
kesempatan pada semen/beton mengembangkan kekuatannya secara wajar dan
sesempurna mungkin. Untuk tujuan tersebut maka suatu pekerjaan beton perlu dijaga
agar permukaan beton segar selalu lembap, sejak adukan beton dipadatkan sampai
beton dianggap cukup keras. Kelembapan beton itu harus dijaga agar proses hidrasi
semen dapat terjadi dengan wajar dan berlangsung dengan sempurna. Bila hal ini
tidak dilakukan, akan terjadi beton yang kurang kuat, dan juga timbul retak-retak.
Selain itu, kelembapan permukaan beton tadi juga dapat menambah beton menjadi
lebih tahan terhadap pengaruh cuaca dan lebih kedap air.

62
Beberapa cara perawatan beton:
a. Perawatan normal
1) menaruh beton segar di dalam ruangan lembap,
2) menaruh beton segar di atas genangan air
3) menaruh beton segar di dalam genangan air
4) menyelimuti permukaan beton dengan karung basah
5) menggenangi permukaan beton dengan air
6) menyirami permukaan beton dengan air bersih setiap saat secara terus
menerus.

5.4. Rancangan Campuran Beton


Perencanaan aduk beton (concrete mix design) dimaksudkan untuk mendapatkan
beton yang sebaik-baiknya, yang antara lain untuk mendapatkan:
1. kuat tekan yang tinggi sesuai perencanaan
2. mudah dikerjakan
3. tahan lama (awet)
4. murah dan
5. tahan aus
Ada beberapa cara dalam mengerjakan rancangan campuran beton, antara lain
rancangan menurut cara Inggris (British Standard) dan rancangan menurut Amerika
(American Concrete Institute /ACI)
Rancangan Campuran Beton menurut Cara Inggris (BS)
Di Indonesia rancangan dengan cara ini dikenal dengan nama DOE (Department
of Environment). Di Indonesia cara ini dipakai sebagai standar perencanaan oleh
Departemen Pekerjaan Umum, dan dimuat dalam buku standar No. SK. SNI. T-15-
1990-03 dengan judul buku Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton
Normal. Perencanaan dengan cara ini menggunakan tabel-tabeldan grafik.

63
Langkah-langkah pokok rancangan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Penetapan Kuat Tekan Beton
Kuat desak beton yang disyaratkan/yang direncanakan ditentukan dengan kuat
desak pada beton umur 28 hari (fc). Kuat desak beton yang disyaratkan ditetapkan
sesuai dengan persyaratan perencanaan strukturnya dan kondisi setempat. Di
Indonesia, yang dimaksud dengan kuat desak beton yang disyaratkan adalah kuat
desak beton karakteristik dengan kemungkinan lebih rendah dari nilai itu sebesar 5
persen saja (artinya 5 persen dari beton yang akan dibuat boleh mempunyai kuat
desak kurang dari kuat desak karakteristik).
b. Penetapan Nilai Deviasi Standar (S)
Deviasi standar ditetapkan berdasarkan atas tingkat mutu pengendalian
pelaksanaan pencampuran betonnya. Semakin baik mutu pelaksanaannya, semakin
kecil nilai deviasi standarnya. Penetapan ini biasanya didasarkan atas hasil
pengalaman praktek pelaksanaan pada waktu yang lalu, untuk pembuatan beton
dengan mutu yang sama, dan menggunakan bahan-bahan dasar yang sama pula.
1) Jika pelaksana mempunyai catatan data hasil pembuatan beton serupa pada massa
yang lalu, persyaratan jumlah data hasil pengujian minimum adalah 30 buah. Satu
data hasil pengujian kuat desak rata-rata diambil dari pengujian kuat desak dua
silinder yang dibuat dari contoh beton yang sama dan pengujian pada umur 28
hari atau umur lain yang ditetapkan.
2) Jika jumlah data hasil pengujian kurang dari 30 benda uji, dilakukan koreksi
terhadap nilai deviasi standar dengan suatu faktor perkalian, seperti pada tabel
5..4. berikut.

Tabel 5.4. Faktor Perkalian Deviasi Standar

Jumlah Data 30 25 20 15 < 15


Faktor Perkalian 1.0 1.03 1.08 1.16 Tidak boleh

3) Nilai deviasi standar dapat juga ditentukan dengan melihat volume beton yang
dibuat, yang dibedakan atas volume kecil, sedang, dan besar dan atas dasar mutu

64
pelaksanaannya yang dibedakan atas mutu baik sekali, baik, dan cukup, seperti
disajikan pada tabel 5.5 berikut.

Tabel 5. 5. Nilai Deviasi Standar (kg/m2)

Volume Pekerjaan Mutu Pelaksanaan


Ukuran Satuan (m3) Baik Sekali Baik Cukup
Kecil < 1000 45 < S < 55 55 < S < 65 65 < S < 85
Sedang 1000 3000 35 < S < 45 45 < S < 55 55 < S < 75
Besar > 3000 25 < S < 35 35 < S < 45 45 < S < 65

4) Jika pelaksana tidak mempunyai catatan/pengalaman hasil pengujian beton pada


masa lalu yang memenuhi persyaratan tersebut (termasuk data hasil pengujian
kurang dari 15 buah), nilai margin dapat langsung diambil 12 Mpa. Tabel 5.6
menyajikan nilai deviasi standar untuk berbagai tingkat pengendalian mutu
pekerjaan.

Tabel 5.6. Nilai Deviasi Standar untuk Berbagai tingkat Pengendalian Mutu
Pekerjaan
Tingkat Pengendalian Mutu Pekerjaan S (Mpa)
Memuaskan 2.8
Sangat baik 3.5
Baik 4.2
Cukup 5.6
Jelek 7.0
Tanpa kendali 8.4

5) Penetapan nilai tambah (margin): M


Jika nilai tambah dihitung berdasarkan nilai deviasi standar yang dipilih, margin
(M) dapat dihitung dengan rumus
M = k. S
Dengan M = nilai tambah, dalam Mpa
k = konstanta yang esarnya = 1,64
S = deviasi standar dalam Mpa

65
c. Menetapkan Kuat Desak Rata-Rata yang Direncanakan
Kuat desak rata-rata yang hendak dicapai (direncanakan) diperoleh dengan
rumus:
Fcr = Fc + M
Dengan fcr = kuat desak rata-rata dalam Mpa
Fr = kuat desak yang disyaratkan / direncanakan dalam Mpa
M = nilai tambah (margin) Mpa
d. Penetapan jenis semen
Semen Portland dibedakan menjadi 5 jenis, yaitu jenis I, II, III, IV, dan jenis V.
Ditinjau dari kekuatan semennya dibedakan atas semen Portland mutu S-325, S-400,
S-475, S-550, dan mutu S-S. Untuk perencanaan di Indonesia umumnya digunakan
semen Portland mutu S-475 dan mutu S-550.
e. Penetapan jenis agregat
Jenis agregat yang akan digunakan ditetapkan apakah akan menggunakan pasir
alam dan kerikil alam, ataukah pasir alam dan batu pecah (crushed agregate)
f. Penetapan faktor air semen
Untuk menetapkan faktor air semen digunakan tabel 5. 7 dan Grafik 5.1, caranya
adalah sebagai berikut:
1) Dengan mengetahui jenis semen Portland dan agregat yang akan digunakan, maka
dengan melihat tabel 5.7 dapat ditentukan harga kekuatan beton dasar yang
diharapkan dapat dicapai untuk umur beton yang dikehendaki dengan faktor air
semen 0,50.
2) Dengan menggunakan Grafik 5.1: ikutilah garis tegak untuk faktor air semen 0,50
ke atas hingga memotong garis mendatar yang menunjukkan kekuatan (kuat
desak) dasar tadi. Titik potong tersebut merupakan dasar kurva yang dipakai
untuk menentukan faktor air semen beton yang direncanakan.
3) Dengan melalui titik potong tadi buatlah kurva yang sejajar dengan kurva yang di
sebelah kanan dan atau sebelah kiri titik potong tadi.
4) Tarik garis mendatar yang menunjukkan nilai kuat desak rata-rata yang hendak
dicapai.

66
5) Tentukan titik potong antara garis kuat desak rata-rata tadi dengan kurva baru.
6) Tarik garis tegak ke bawah melalui titik potong tersebut pada (5) untuk
mendapatkan faktor air semen yang diperlukan untuk memperoleh kuat desak
rata-rata yang diharapkan tersebut.

Tabel 5.7.Perkiraan Kuat Desak Beton (N/mm 3) dengan Faktor Air Semen 0,50
dan Jenis Semen serta Agregat Kasar yang Biasa Dipakai di Indonesia

Jenis Agregat Kasar Kuat Desak (N/mm3)


Pada umur (hari)
Jenis Semen
3 7 2 91
8
Semen Portland Alami (koral) 20 2 4 48
S-550 Type 1 Batu pecah 23 8 0 54
Semen Portland Alami (koral) 13 3 4 44
S-475 Type 2 Batu pecah (kerikil) 13 2 5 44
1 3
8 2
1 3
8 2

67
Gambar 5.2. Grafik hubungan kandungan air , berat jenis agregat campuran dan beton campuran

g. Faktor Air Semen Maksimum


Faktor air semen maksimum dapat ditetapkan sebelumnya atau tidak ditentukan.
Jika tidak ditetapkan, dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Jika faktor air semen yang diperoleh pada langkah f lebih kecil daripada yang di
dapat dalam tabel 5.8, yang dipakai adalah yang di dapat pada langkah f itu. Tetapi
jika yang didapat pada langkah f lebih besar, yang dipakai adalah faktor air semen
yang dari Tabel 5.8 (harga terkecil)

Tabel 5.8. Jumlah Semen Minimum dan Nilai F.a.s Maksimum

Jumlah Semen
Nilai F.a.s
Jenis Konstruksi min/m3 Beton
Maksimum
(kg)
Beton dalam keadaan ruang bangunan
5.3.1.1.1.1.1.1. keadaan sekeliling non 275 0.60
korosif 325 0
5.3.1.1.1.1.1.2. keadaan sekeliling krosif
disebabkan oleh kondensasi atau uap-
uap korosif 325 0.60
Beton di luar ruang bangunan
a. tidak terlindung dari hujan dan terik 275 0.60
matahari langsung
b. terlindung dari hujan dan terik
matahari langsung 325 0.55
Beton yang masuk ke dalam tanah
a. mengalami keadaan basah dan kering 375 0.52
berganti-ganti
b. mendapat pengaruh sulfat alkali dari
tanah atau air tanah
Beton yang kontinu berhubungan dengan 275 0.57
air 375 0.52
a. air tawar
b. air laut

h. Menentukan slump

68
Harga slump dapat ditentukan sebelumnya atau tidak ditentukan. Penetapan nilai
slump dilakukan dengan mempertimbangkan atas dasar pelaksanaan pembuatan, cara
mengangkut (alat yang digunakan), penuangan (pencetakan), pemadatan, maupun
jenis strukturnya. Cara pengangkutan aduk beton dengan menggunakan pipa yang
dipompa dengan tekanan, membutuhkan nilai slump yang tingggi; sedang pemadatan
yang menggunakan alat getar (triller) dapat dilakukan dengan nilai slump yang agak
kecil.
Nilai slump yang diinginkan dapat diperoleh dari Tabel 5.9 berikut
Tabel 5.9 Penetapan Nilai Slump (cm)

Nilai Slump (cm)


Pemakaian Beton
Maksimum Minimum
Dinding, pelat fondasi, dan telapak bertulang 12.5 5
Fondasi telapak tidak bertulang, dan struktur di
bawah tanah 9.0 2.5
Pelat, balok, kolom, dan dinding 15.0 7.5
Pengerasan jalan 7.5 5
Pembetonan masal 7.5 2.5

i. Menetapkan Ukuran Agregat Maksimum


Untuk menetapkan besar butir agregat maksimum dilakukan berdasarkan nilai
terkecil dari ketentuan-ketentuan berikut:
1) jarak bersih minimum antar baja tulangan atau berkas baja tulangan, atau tendon
pra-tegang dikalikan tiga perempat;
2) Sepertiga kali tebal pelat;
3) Seperlima jarak terkecil antara bidang samping dari cetakan.

j. Menetapkan Kadar Air Bebas atau Banyaknya Air Yang Diperlukan per meter
Kubik Beton
Untuk menetapkan banyaknya air yang diperlukan untuk setiap meter kubik
beton, dapat dicari dengan menggunakan tabel dengan cara sebagai berikut:
1) Jika agregat halus dan kasar yang digunakan dari jenis yang sama, misalnya pasir
alam dan kerikil alam, atau pasir dari batu pecah dan kerikil dari batu pecah,

69
maka dengan melihat besar butir maksimum dan slump yang digunakan, dapat
ditentukan banyaknya air yang diperlukan . Misalnya dengan besar butir
maksimum 40 mm dan slump yang digunakan antara 30 mm 60 mm, jika
agregat semuanya menggunakan agregat alami, air yang diperlukan adalah 160
liter per meter kubik beton.
2) Jika agregat halus dan agregat kasar yang dipakai dari jenis yang berbeda (alami
dan batu pecah), banyaknya air yang diperlukan ditentukan dengan menggunakan
rumus:
A = 0,67 Wr + 0,33 Wc
Dengan A = banyaknya air yang dibutuhkan (liter) permeter kubik beteon
Wr = banayknaynair yang diperlukan menrut agregat halus
Wc = banyaknya air yang dibuthkan meneurut agregat kasar
Misalnya contoh di atas tadi (a) menggunakan agregat halus berupa pasir dan
agregat kasar menggunakan batu pecah, air yang diperlukan untuk satu meter kubik
beton adalah
A = (0,67 x 160) liter + (0,33 x 190) liter
k. Menetapkan Berat Semen yang Diperlukan
Untuk menentukan kadar semen yang diperlukan yaitu dengan membagi kadar air
bebas yang telah ditentukan pada (j) dengan faktor air semen yang dipilih.
l. Kadar Semen Maksimum
Jika kadar semen tidak ditetapkan, dapat diabaikan.
m. Kebutuhan Semen Minimum
Kebutuhan semen minimum ini disyaratkan, untuk menghindarkan beton dari
keruisakan yang diakibatkan oleh adanya pengaruh lingkungan khusus, misalnya
lingkungan korosif, air payau, dan sebagainya.
Kebutuhan semen minimum dapat ditetapkan dengan Tabel 5.10, Tabel 5.11, atau
Tabel 5.12

70
Tabel 5.10. Kebutuhan Semen Minimum untuk Berbagai Pembetonan dan
Lingkungan Khusus

Jumlah Semen
Jenis Konstruksi min/m3 Beton
(kg)
Beton dalam keadaan ruang bangunan
a. keadaan sekeliling non korosif 275
b. keadaan sekeliling krosif disebabkan oleh kondensasi 325
atau uap-uap korosif
Beton di luar ruang bangunan
a. tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung 325
b. terlindung dari hujan dan terik matahari langsung 275
Beton yang masuk ke dalam tanah
a. mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti 325
b. mendapat pengaruh sulfat alkali dari tanah atau air tanah 375
Beton yang kontinu berhubungan dengan air
a. air tawar 275
b. air laut 375

Tabel 5.11.Kandungan Semen Minimum untuk Beton Bertulang dalam Air

Kandungan Semen
Beton
Min.Ukuran Maksimum
Berhubungan Tipe Semen
Agregat (mm)
dengan
40 20
Air tawar Semua Tipe I V 280 300
Air payau Tipe I + Pozolan 280 380
(15%-40%) atau semen
Portland Pozolan
Tipe II atau V 290 330
Air Laut Tipe II atau V 330 370

71
Tabel 5.12. Kandungan Semen Minimum untuk Beton yang Berhubungan
dengan Air Tanah Yang Menggandung Sulfat

Kandungan
Semen Min.
Konsentrasi Sulfat
SO4 (kg/m3)
(SO4) dalam Tanah
dalam Ukuran maks
Air Jenis Semen Agr (mm)
SO4 dalam Tanah
Total Campuran (g/l)
40 20 10
SO4 (%) Air Tanah
(g/l)
< 0.2 < 0.1 < 0.3 Tipe I dengan atau tanpa 280 300 350
Pozolan (15 % - 40 %)
0.2 0.5 1.0 1.9 0.3 1.2 Tipe I tanpa Pozolan 290 330 380
Tipe I dengan Pozolan 250 290 430
(15%-40%) atau Semen
Portland Pozolan
Tipe II atau V
0.5 0.1 1.9 3.1 1.2 2.5 Tipe I dengan Pozolan 340 380 430
(15%-40%) atau Semen
Portland Pozolan
Tipe II atau V 290 330 380
1.0 2.0 3.1 5.6 2.5 5.0 Tipe II atau V 330 370 420
> 2.0 > 5.6 > 5.0 Tipe II atau V 330 370 420
Dan lapisan pelindung

n. Faktor Air Semen yang Disesuaikan


Jika kadar semen berubah karena lebih kecil dari pada kadar semen minimum
yang ditetapkan atau lebih besar daripada kadar semen maksimum yang disyaratkan,
faktor air semen harus diperhitungkan kembali menurut kadar semen yang berlaku.
o. Susunan Besar Butir Agregat Halus
Jika besar butir agregat halus yang akan digunakan sudah dianalisis menurut
standar SI, susunan besar butir pasir dapat dibandingkan dengan syarat-syarat

72
susunan besar butir pasir dalam tabel, termasuk daerah (zone) mana : zone 1, zone 2,
zone 3, atau zone 4.
p. Persentasi Agregat Halus
q. Berat Jenis Relatif Agregat
Berat jenis relatif agregat adalah berat jenis agregat gabungan antara agregat
halus dan agregat kasar. Untuk agregat-agregat yang sudah diketahui berat jenisnya,
maka berat jenis relatif agregat dapaat dihitung dengan menggunakan rumus:

Bjrel.agr = A/100 x BJ.AH + B/100 x BJ.AK


Dengan
Bjrelagr = berat jenis relatif (campuran) agregat
BJ.AH = berat jenis agregat halus
BJ.AK = berat jenis agregat kasar
A = persentase agregat halus terhadap agregat relatif (campuran)
B = persentase agregat kasar terhadap agregat campuran (relatif)
Berat jenis agregat halus dan agregat kasar diperoleh dari hasil pemeriksaan
(pengujian) di laboratorium terhadap agregat yang akan digunakan. Jika belum
diketahui agregat mana yang akan digunakan, dapat ditentukan berat jenis relatif
agregat = 2,50 gr/cm3 untuk agregat alami, dan 2,60 untuk agregat batu pecah. Harga-
harga yang diperoleh kemudian dibetulkan jika agregat yang akan dipakai sudah
ditetapkan dan diuji berat jenisnya
r. Berat Jenis Beton
Berat jenis beton dapat ditentukan berdasarkan data berat jenis agregat relatif
(campuran) dari langkah (q) dan kebutuhan air pengaduk untuk setiap meter kubik
beton yang telah ditetapkan pada langkah (j), dengan menggunakan Grafik 5.3
Cara penggunaan Grafik 5.3 adalah sebagai berikut:
1) Buat garis vertikal melalui titik harga kadar air bebas yang telah ditentukan.
2) Ikuti kurva sesuai dengan harga berat jenis relatif hingga memotong garis vertikal
pada (1)

73
3) Jika dalam grafik belum ada garis kurva harga berat jenis relatif yang ditentukan,
dibuat kurva baru yang sesuai dengan harga berat jenis relatif itu, yang sesuai
dengan garis kurva terdekat. Kurva itu akan memotong garis vertikal harga kadar
air bebas.
4) Tarik garis mendatar melalui titik potong itu. Garis itu menunjukkan nilai berat
jenis beton.
s. Menentukan Kebutuhan Agregat Gabungan
Kebutuhan agregat gabungan ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
BAg = B.Jb BS BA
Dengan
BAg = berat agreagt gabungan
BJb = berat jenis beton
BS = berat semen
BA = berat air

t. Menentukan Kadar Agregat Halus


Agregat halus yang diperlukan untuk setiap meter kubik beton adalah hasil kali
jumlah agregat gabungan yang didapat pada langkah (s) dengan persentase kadar
pasir yang didapat pada langkah (p) setelah dikoreksi dengan fraksi halus yang
terdapat dalam agregat kasar.
u. Kadar Agregat Kasar
Kadar agregat kasar dapat dihitung dengan cara mengurangi kadar agregat
gabungan dengan kebutuhan agregat halus. Jadi, hasil langkah (s) dikurangi hasil
langkah (t)

Dari langkah-langkah tersebut di atas (langkah a s/d u) sudah dapat diketahui susunan
bahan-bahan untuk satu meter kubik beton. Meskipun demikian, masih ada satu
langkah lagi yang perlu dilakukan yaitu koreksi terhadap penggunaan air sehubungan
dengan kondisi agregat. Rancangan campuran beton dihitung berdasarkan atas

74
agregat dalam keadaan jenuh kering muka (SSD). Di musim hujan, biasanya agregat
terlalu basah sehingga jika penggunaan air dilakukan menurut hasil perhitungan tadi,
beton menjadi terlalu cair. Sebaliknya di musim kemarau agregat menjadi terlalu
kering yang mengakibatkan beton yang dihasilkan menjadi terlalu kaku (kental). Oleh
karena itu, perbandingan campuran yang telah didapatkan harus selalu dikoreksi
terhadap kadar air dalam agregat, dan hendaklah dilakukan paling sedikit satu kali
sehari.
Jika agregat dalm keadaan basah, perhitungan koreksi dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
a. kadar semen tetap = A
b. air = B (Cm-Ca) x C/10 (Dm Da) x D/100
c. agregat halus/pasir = C + (Cm-Ca) C/100
d. kerikil/batu pecah = D + (Dm-Da) x D/100
A = kadar semen yang ditentukan (kg/m3)
B = kadar air yang ditentukan (liter/m3)
C = kadar pasir yang ditentukan (kg/m3)
D = kadar kerikil/batu pecah yang ditentukan (%)
Ca = kadar air pada agregat halus jenuh kering muka (penyerapan air) (%)
Cm =kadar air pasir alam saat pengadukan beton (%)
Dm = kadar air kerikil/batu pecah alam saat pengadukan beton (%)

Contoh Rancangan Campuran Beton


Buatlah rancangan campuran beton kekuatan 22,5 Mpa.
Beton di luar bangunan, tetapi terlindung dari hujan dan terik matahari langsung.
Jumlah beton yang akan dibangun antara 1000 m 3 3000 m3. Jenis semen yang
digunakan S-550. Agregat halus alami, agregat kasar berupa batu pecah
Faktor air semen maksimum ditetapakan 0,60.
Slump ditetapkan setinggi antara 30 mm 60 mm. Ukuran agregat maksimum
ditetapkan 40 mm. Susunan besar butir agregat halus masuk dalam zona 2.

75
Agregat halus yang digunakan merupakan gabungan antara agregat A dengan berat
jenis SSD = 2,50, penyerapan air 3,10 %, kadar air 6,50 %. Sedang agregat B dengan
berat jenis SSD = 2,44, penyerapan air 4,20 %, kadar air 8,80 %. Perbandingan antara
agregat A dan agregat B adalah 36 : 64.
Agregat kasar berat jenis SSD 2,66, penyerapan air 1,63 % dan kadar air 1,06 %.
Jawab :
Cara Perhitungan
Isian pada formulir sesuai dengan nomor urut penyelesaian
Kuat Tekan Karakteristik
Kuat desak karakteristik sudah ditetapkan 22,5 Mpa untuk umur 28 hari
Deviasi Standar
Deviasi standar ditentukan dari besarnya volume beton yang akan dibuat, yaitu
antara 1000 m3 3000 m3, dari tabel nilai S dapat diambil 7 Mpa (dapat diterima).
Nilai Tambah (Margin)
Nilai tambah (margin) dengan bagian cacat 5 %, k =1,64 jadi
M = 1,64 x S
= 1,64 x & Mpa
= 11,5 MPa
Kekuatan Rata-Rata Yang Hendak Dicapai
Kekuatan rata-rata yang hendak dicapai sebesar = (22,5 + 11,5) Mpa = 34 MPa
Jenis Semen Ditetapkan S-550
Jenis Agregat Halus Dan Kasar
Jenis agregat halus alami, agregat kasar batu pecah
Faktor Air Semen
Faktor Air Semen Maksimum
Untuk beton yang terlindung dari hujan dan terik matahari, ditentukan f.a.s
maksimum 0,60
Slump
Tinggi slump ditentukan antara 30 mm 60 mm
Ukuran Agregat Maksimum

76
Ukuran agregat maksimum ditentukan 40 mm
Kadar Air Bebas
Untuk menentukan nilai kadar air bebas, untuk agregat gabungan, alami, atau batu
pecah. Untuk agregat gabungan antara pasir alami dan kerikil (batu pecah), maka
kadar air bebas harus diperhitungkan antara 160 190 kg/m3. nilai slump 30 mm 60
mm dan baris maksimum agregat 40 mm dipakai sebagai dasar perhitungan.
Rumus yang digunakan A = 2/3 Wf + 1/3 Wc
Dengan A = jumlah air yang diperlukan/m3 beton
Wf -= perkiraan jumlah air untuk agregat halus
Wc = perkiraan jumlah air untuk agregat kasar
Jadi, A = (2/3 x 60 + 1/3 x 190) kg/m3 = 170 kg/m3
Kadar Semen
Kadar semen = 170 : 0,60 = 283 kg/m3
Kadar Semen Maksimum
Kadar semen maksimum tidak ditentukan, jadi dapat diabaikan.
Kadar Semen Minimum
Konstruksi yang dimaksud harus menggunakan semen minimum 275 kg/m3.
Karena kadar semen yang diperoleh sebanyak 283 kg/m3, maka yang dipergunakan
adalah 283 kg/m3 tersebut.
Faktor Air Semen Yang Disesuaikan
Karena kadar semen minimum sudah terpenuhi, maka faktor air semen tidak
berubah.
Susunan Besar Butir Agregat Halus
Dengan mencampur 36 % pasir A dan 64 % pasir B didapat pasir gabungan yang
termasuk zone 2
Persen Bahan Lebih Halus Dari 4,8 mm
Harga persen agregat lebih halus dari 4,78 mm untuk kelompok butir agregat
maksimum 40 mm pada nilai slump 30 mm 60 mm, dan nilai faktor air semen 0,60.
untuk agregat halus zona 2, diperoleh harga antara 30 % - 37,50 %. Harga yang
dipakai dapat diambil antara 30 % - 37,50 %. Dalam hal ini ditentukan harga 35 %.

77
Berat Jenis Relatif Agregat
Berat jenis relatif agregat adalah berat jenis agregat gabungan antara agregat
halus dan agregat kasar. Karena agregat halus sendiri sudah merupakan gabungan dari
dua jenis agregat halus, maka terlebih dahulu dicari berat jenis relatif agregat halus
yang merupakan gabungan tersebut. Sesudah itu baru dicari berat jenis agregat
gabungan antara agregat halus dan agregat kasar.
Dengan demikian perhitungannya menjadi sebagai berikut
Berat jenis agregat halus gabungan = (0,36 x 2,5) + (0,64 x 2,44) = 2,46
Berat jenis agregat kasar = 2,66
Jadi, berat jenis relatif agregat = (0,35 x 2,46) + (0,65x 2,66) = 2,59
Berat Jenis Beton
Berat jenis beton diperoleh dengan cara membuat grafik baru yang sesuai dengan
nilai berat jenis agregat gabungan, yaitu 2,59. Titik potong grafik baru tadi dengan
garis tegak yang menunjukkan kadar air bebas 170 kg/m 3 menunjukkan nilai berat
jenis 2.830 kg/m3
Kadar Agregat Gabungan
Kadar agregat gabungan = berat jenis beton kadar semen kadar air
= 2.380 283 170 = 1.927 kg/m3
Kadar Agregat Halus
Kadar agregat halus = 0,35 x 1.927 kg/m3 = 674 kg/m3
Kadar Agregat Kasar
Kadar agregat kasar = (1.927 674) kg/m3 = 1.253 kg/m3

Dari langkah 1 sampai langkah 22, kita dapatkan susunan campuran beton teoritis
untuk setiap 1 m3, sebagai berikut:
semen Portland (S-550) = 283 kg
air seluruhnya = 170 kg
agregat halus
pasir A = 0,36 x 674 = 242,6 kg

78
pasir B = 0,64 x 674 = 431,4 kg
agregat kasar = 1253 kg
Untuk mendapatkan campuran sebenarnya, yaitu yang akan kita pakai sebagai
campuran uji (untuk membuat benda uji), angka-angka teoritis tersebut perlu
dikoreksi dengan memperhitungkan banyaknya air bebas yang terdapat dalam
agregat, atau air yang masih dibutuhkan oleh masing-masing agregat yang dipakai.
Dalam contoh tersebut, air yang terdapat dalam:
pasir A = (6,50 3,10) x 242,6/100 = 8,25 kg
pasir B = (8,80 4,20) x 431,4/100 = 19,8 kg
kerikil = (1,06 1,63) x 1.253/100 = - 7,125 kg
Jadi banyaknya air yang diperlukan setiap 1 m3 adalah sebesar
170 8,25 19,8 + 7,125 = 149,075 ( 150 kg)
Pemakaian pasir A = 242,6 + 8,25 = 250,85 kg (251 kg)
Pasir B = 431,4 + 19,8 = 451 kg
Kerikil = 1.253 7.125 = 1.245,875 kg (1.246 kg)
Jadi, dalam pelaksanaan pembuatan benda uji diperlukan bahan-bahan untuk setiap 1
m3 beton sebagai berikut:
air = 150 kg
semen portlanbd = 283 kg
pasir A = 251 kg
pasir B = 451 kg
kerikil = 1.245 kg

79
TOPIK 6 BAJA TULANGAN

Baja tulangan beton adalah baia yang berbentuk batang yang digunakan untuk
penulangan beton. Dalam perdagangan disebut juga besi beton.
Seperti diketahui bahwa kekuatan tarik beton kira-kira berkisar 10 - 15 % dari
kekuatan tekannya, karena itu diperlukan baja tulangan untuk memikul beban tarik
yang terjadi.
Baja tulangan perlu dilindungi terhadap serangan karat dengan membuat beton
penutup atau selimut beton dengan ketebalan tertentu. Atau dengan memberikan
lapisan anti karat pada baja tulangan sebelum dipasang.

6.1. Klasifikasi Baja Tulangan


6.1.1. Berdasarkan Mutu
Pada umumnya setiap pabrik baja mempunyai standard mutu dan jenis baja sesuai
dengan yang berlaku di Negara yang bersangkutan.
Namun demikian pada umumnya baja tulangan yang terdapat dipasaran Indonesia
dapt dibagi dalam mutu-mutu sebagai berikut.

Tabel 6.1. Mutu baja tulangan


Mutu Sebutan Tegangan leleh karakteristik atau
tegangan yang memberikan regangan
tetap 0.2 % (kg/cm2)
U-22 Baja Lunak 2200
U-24 Baja Lunak 2400
U-32 Baja Sedang 3200
U039 Baja Keras 3900

80
U-48 Baja Keras 4800

Keterangan :
Yang dimaksud dengan tengangan leleh karakteristik dan tegangan karakteristik yang
memberikan regangan tetap 0,2 % adalah tengangan yang bersangkutan , dimana dari
sejumlah besar hasil-hasil pemeriksaan kemungkinan adanya tegangan yang kurang
dari tegangan tersebutterbatas sampai 5 % saja. Tegangan leleh minimum dan
tegangan minimum yang memberikan regangan tetap 2 % yang dijamin oleh pabrik
pembuatnya dengan sertifikat, dapat dianggap sebagai tegangan karakteristik
bersangkutan.

6.1.2.. Berdasarkan Bentuk


Baja tulangan menurut bentuknya diagi dalam baja tulangan polos dan baja
tulangan di profilkan (deform) .
Yang dimaksud dengan baja tulangan polos adalah batang prismatis berpenampangan
bulat , persegi, laonjong dan lain lain, dengan permukaan licin.
Sedangakan yang dimaksud dengan baja tulangan yang diprofilkan adalah batang
prismatis yang bersirip/ berulir teratur untuk mendapatkan pelekatan (bonding) pada
beton yang lebih baik dari pada tulangan polos dengan luas penampangan yang sama.

6.2. Sifat Sifat Makanis

Tabel 6.2.Jenis dan kelas baja tulangan


Batas Ulur Kuat Tarik
Minimum Minimum
Jenis Kelas Simbol
N / mm2 N / mm2
(Kgf / mm2) (Kgf / mm2)
Polos 1 BJTP24 235 382
( 24 ) ( 39 )
2 BJTP30 294 480

81
( 30 ) ( 49 )
Deformasia 1 BJTD24 235 382
n ( 24 ) ( 39 )
294 480
2 BJTD30 ( 30 ) ( 49 )
343 490
3 BJTD35 ( 30 ) ( 50 )
392 559
4 BJTD40 ( 40 ) ( 57 )
61 61
5 BJTD50 ( 50 ) ( 63 )

82

Anda mungkin juga menyukai