Oleh :
Hadi Sulaiman (1141425018)
Intan Permatasari (1141425020)
Yulius Tandi Limbong (1141405021)
TEKNIK KIMIA
INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA
SERPONG
2014
PENDAHULUAN
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut ASTM C 150-1998 dan atau SII 0013, semen Portland diklasifikasikan
dalam lima jenis, yaitu :
1. Semen Portland tipe I
Dikenal pula sebagai Ordinary Portland Cement (OPC), merupakan semen
hidrolisis yang dipergunakan secara luas untuk konstruksi umum yaitu bangunan yang
tidak memerlukan persyaratan khusus, antara lain bangunan perumahan, gedunggedung bertingkat, jembatan, landasan pacu, dan jalan raya.
2. Semen Portland tipe II
Semen Portland tipe II adalah semen yang mempunyai ketahanan terhadap
sulfat dan panas hidrasi sedang. Misalnya untuk bangunan di pinggir laut, tanah rawa,
dermaga, saluran irigasi, beton massa dan bendungan.
3. Semen Portland tipe III
Semen jenis ini merupakan semen yang dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan bangunan yang memerlukan kekuatan tekan awal yang tinggi setelah
proses pengecoran dilakukan dan memerlukan penyelesaian secepat mungkin.
Misalnya digunakan untuk pembuatan jalan beton, bangunan tingkat tinggi, dan
bandar udara.
4. Semen Portland tipe IV
Semen Portland tipe IV digunakan untuk konstruksi dan hidraulic engineering
karena ketahanan sulfatnya rendah dan pengerutannya juga rendah. Kandungan
mineralnya mempunyai komposisi 26% C3S, 50% C3S, 5% C3A dan 12% C4AF.
Digunakan untuk pengecoran dan penyemprotan.
5. Semen Portland tipe V
Semen Portland tipe V dipakai untuk konstruksi bangunanbangunan pada
tanah/air yang mengandung sulfat tinggi dan sangat cocok untuk instalasi pengolahan
limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan, pelabuhan dan
pembangkit tenaga nuklir.
Pembahasan sifat kimia semen di sini meliputi pembahasan komposisi zat yang ada
di dalam semen, reaksi-reaksi yang terjadi dan perubahan yang terjadi saat penambahan
air pada semen. Hal ini perlu dilakukan karena komposisi dan sifat komponen tersebut
sangat mempengaruhi sifat semen secara keseluruhan. Berikut sifat kimia dan fisika
semen Portland beserta syaratnya berdasarkan ASTM C 150-94:
Tabel 1.1 Syarat Kimia Semen Portland
No
Uraian
Jenis
I
II
III
IV
3,5
2,3
2,3
3,5
4,5
2,5
0,75
0,75
0,75
0,75
0,75
35
40
15
25
10
20
11
12
6,5
13
12
12
12
12
12
Sumber : Leas Chemistry of Cement and Concrete, edisi ke-4, Arnold, 1998, hlm.
181
Uraian
Jenis (dalam %)
I
II
III
-
IV
2800 2800
45
45
45
45
45
375
375
375
375
375
vicat (maksimum)
Kekekalan pemuaian dalam
0,8
0,8
0,8
0,8
0,8
1 hari minimum
120
3 hari minimum
84
70
211
7 hari minimum
148
127
56
105
28 hari minimum
246
246
141
211
70
80
autoclave (maksimum)
Kuat tekan
(kg/cm2)
Panas
6
hidrasi
(kal/g)
7 hari
28 hari
Sumber : Cement Standarts of The World, Portland cement and its derivatives,
Cemberau, Paris, 1998.
BAB II
DESKRIPSI PROSES
endotermis)
Proses pembentukan C2S pada suhu 800-900 C (reaksi endotermis)
2 CaO + SiO2
2 CaO.SiO2 atau C2S
Proses pembentukan C3A dan C4AF pada suhu 900-1200 C (reaksi eksotermis)
3 CaO + Al2O3
3 CaO.Al2O3 atau C3A
3 CaO + Al2O3 + Fe2O3
3 CaO.Al2O3.Fe2O3 atau C4AF
Proses pembentukan fasa cair pada suhu 1250-1280 C (reaksi endotermis)
Proses pembentukan C3S pada suhu 1200-1460 C (reaksi eksotermis)
2CaO.SiO2 + CaO
3CaO.SiO2 atau C3S
Kemurnian CaCO3
Rasio Silika
Rasio Alumina: 2,57
CaO
Ukuran material
: 88 98%
: 2, 60
: 50,80%
: 0 80 mm
Pengeboran
Peledakan
Pemuatan
(Cleaning)
(Drilling)
(Blasting)
(Loading)
Pengiriman ke
Plant
(Conveying)
Penghancuran
Batu Kapur
(Crushing)
Pengangkutan
(Hauling)
a.
b.
c.
d.
CaO minimal
: 2,5%
SiO2 minimal
: 15%
Kadar air maksimal : 25%
Ukuran material
: 0 80 mm
Tahap-tahap penambangannya adalah sebagai berikut:
Pembersihan
Penggerukan
Pemuatan
Pengangkutan
(Cleaning)
(Drigging)
(Loading)
(Hauling)
Pengecilan
Pengiriman ke
Ukuran (Size
Plant
Reduction)
(Conveying)
2.2.3 Pengadaan Pasir Besi, Pasir Silika, dan Gypsum
(Hauling)
Pasir besi dengan Fe2O3 sebagai komposisi tertinggi (7080 %) terdapat di
sepanjang pantai laut selatan Pulau Jawa. Kebutuhan pasir besi dapat dipenuhi oleh
PT. Aneka Tambang Cilacap. Pasir silika disebut juga silica sand mempunyai
kandungan SiO2 yang tinggi (9095%). Kebutuhan pasir silika sendiri dapat
dijumpai di daerah Cibadak, Sukabumi. Gypsum yang berwarna putih berbentuk
kristal mempunyai rumus CaSO4.2H2O dapat diperoleh dari alam atau secara
sintetis. Gypsum di alam terdapat dalam batuan sedimen kalsium sulfat yang
banyak terdapat di danau atau kawah gunung.
2.3 Tahapan Proses
Proses pembuatan semen terdiri dari beberapa tahapan yang diproses di unit yang
berbeda.
dryer dan impack dryer adalah sebesar 290-340 C, material yang sangat halus dan
debu terhisap ke electrostatic prespitator (EP), terjadi pemisahan antara material
dengan debu. Debu yang telah melewati EP akan dibuang ke lingkungan dengan
kadar maksimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah 80 mg/Nm 3 dan material
yang halus akan bergabung dengan produk raw mill dengan bantuan air slide dan
air lift. Selanjutnya material dari kedua dryer bersama-sama masuk ke double
roller crusher, pada tahapan ini terjadi size reduction material.
Dari crusher material dibawa ke hopper mix dengan mengggunakan belt
conveyor dan bucket elevator. Dari hopper mix material akan masuk ke raw
grinding mill. Grinding mill dialiri panas dari SP dengan aliran searah aliran
material. Pada tahapan ini terjadi proses pengeringan dan penggilingan.
Material yang keluar dari grinding mill masuk ke separator dengan hisapan
mill fan. Di separator material yang masih kasar dipisahkan dari material yang
halus. Material yang masih kasar dikembalikan lagi ke dalam grinding mill sebagai
tailing. Material yang halus masuk ke cyclone untuk dipisahkan antara gas dan
materialnya. Material yang sangat halus ikut terbawa ke EP bersama dengan gas
dan material halus yang telah terpisah dari gas menjadi produk untuk masuk ke
sistem air slide untuk masuk ke raw mill silo. Di silo, terdapat dua dust collector
yang berfungsi untuk menangkap debu dan udara yang akan terhisap oleh fan yang
kemudian dibuang ke lingkungan.
Raw mill silo masing-masing dibagi menjadi dua bagian, bagian atas disebut
blending silo dan bagian bawah disebut storage silo. Di blending silo, terjadi
proses homogenisasi, yaitu dengan dihembuskannya udara dari bawah. Produk
yang sudah homogen kemudian masuk ke storage silo melalui air slide.
Material yang masuk EP ditangkap oleh elektroda-elektroda. Untuk
melepaskan debu yang menempel pada elektroda maka plat-plat elektroda tersebut
dipukul dengan cara diketuk-ketuk secara periodik dengan hammer sehingga debu
tersebut jatuh ke bagian penampung yang disebut dust hopper, kemudian diangkut
melalui screw cyclone dan air slide, dan bergabung dengan produk dari cyclone
separator dan cyclone (dari dryer) menuju air lift atau bucket elevator dan masuk
ke raw mill silo. Debu yang tidak tertangkap elektroda EP diteruskan ke cerobong
sebagai emisi.
preheater
Proses kalsinasi awal yang terjadi di suspension preheater
Proses kalsinasi lanjutan yang terjadi di rotary kiln
Proses transisi dan proses sintering yang terjadi di rotary kiln
Proses pendinginan yang terjadi di air quenching cooler
Proses pembentukan clinker terjadi pada supsension heater dan kiln. Di
dalam suspension preheater, raw mill mengalami pemanasan awal dan proses
kalsinasi awal. Panas yang dibutuhkan untuk pemanasan dan kalsinasi diperoleh
dari gas buang kiln dan dari pembakaran yang terjadi pada suspension
preheater. Kalsinasi awal bertujuan untuk menaikkan derajat kalsinasi raw mill
sebelum masuk ke kiln karena kalsinasi membutuhkan energi yang besar
sehingga dapat mengurangi beban kiln. Di dalam suspension preheater telah
terjadi kalsinasi awal sebesar 85%.
Suspension preheater terdiri dari dua bagian. Masing-masing terdiri dari
empat tingkat dan masing-masing tingkat mempunyai suhu yang berbeda-beda.
1.
2.
3.
4.
(tempat penampungan sementara). Dari feed tank, raw mill dikeluarkan melalui
weighing feeder, setelah itu aliran material menuju SP melalui connection dust
(saluran penghubung) antara stage 1 dan 2. Gas panas keluar dari ujung atas
cyclone stage 1 karena tarikan suspension preheater fan, sedangkan raw mill
turun melalui saluran penghubung stage 2 dan 3. Pada tahap ini raw mill
terbawa oleh aliran gas dari stage 3 dan masuk ke stage 2. Dari stage 2 raw mill
turun ke saluran penghubung antara stage 3 dan 4.
Demikian seterusnya, sampai stage akhir. Dengan demikian tepung baku
akan mengalami pemanasan secara berulang disepanjang tingkat cyclone dan
material akan turun terpisah dari gas panas dengan bantuan gaya sentrifugal.
Gas panas akan keluar karena hisapan dari SP. Gas panas ini digunakan kembali
untuk proses pengeringan dan penggilingan di grinding mill dan rotary dryer di
unit raw mill.
Dalam unit SP material akan mengalami prekalsinasi yaitu CaCO3 yang
terdapat dalam amterial akan menjadi CaO dan CO2 dengan reaksi :
CaCO3
CaO + CO2
Panas pada reaksi dihasilkan oleh gas panas yang dihasilkan dari kiln.
Proses pembakaran di rotary kiln menggunakan batubara yang telah di preparasi
berupa pengecilan ukuran, pengeringan dan penimbangan oleh weighing feeder
agar sesuai dengan kebutuhan burner. Selanjutnya batubara masuk ke burner
melalui blower. Rotary kiln sebagai ruang pembakaran utama dibagi menjadi
beberapa zona, yaitu :
1. Zona Kalsinasi
Pada zona ini digunakan bata tahan api jenis fire clay alumina 50%,
CaCO3 hampir terkonversi seluruhnya menjadi CaO, dan dalam zona ini
pula mulai terbentuk C2S pada temperatur berkisar antara 800 900C.
Reaksi:
CaCO3
CaO + CO2
CaO + SiO2
CaO.SiO2
CaO.SiO2 + CaO
2CaO.SiO2
2. Zona Transisi
Pada zona ini digunakan bata tahan api jenis magnesit chrom 65%.
Zona transisi merupakan daerah perubahan antara zona kalsinasi dan
sintering.
Reaksi:
CaO + Al2O3
CaO.Al2O3
CaO.Al2O3 + 2CaO
3CaO.Al2O3
3 CaO.Al2O3 + CaO + Fe2O3
4CaO.Al2O3..Fe2O3
3. Zona Sintering
Pada zona ini digunakan bata tahan api jenis magnesit chrom brick 8085% karena memiliki ketahanan terhadap beban panas tinggi, perubahan
2.3.3.
2.3.4.
Packing Unit
Produk keluaran dari cement silo diangkut menggunakan air slide menuju
vibrator screen untuk memisahkan material yang halus dan yang kasar, serta
pengotor yang masih terbawa dalam produk semen. Material kasar dan pengotor
dibuang dengan menggunakan corong vibrating screen dibagian atas, sedangkan
material yang halus masuk kedalam bin cement,dan dialirkan kedalam in-liner
packer. Jika bin tersebut telah penuh maka semen akan bersirkulasi dijatuhkan
kembali kedalam bucket elevator lalu kembali menuju vibrating screen dan
seterusnya.
Aliran massa semen terbagi menjadi dua, yaitu massa semen yang
setelah ditimbang di weigh bridge menuju truck loader untuk pembelian dalam
bentuk semen curah (bulk cement) dan massa semen yang menuju rotary packer
untuk pengemasan semen dalam bentuk kantong (sack). Semen yang terbuang
pada saat pengantongan ditangkap dengan dust collector jenis bag filter untuk
mencegah polusi udara.
BAB III
PERALATAN dan MESIN
3.1
Alat ini berfungsi untuk menghancurkan material keras batu kapur hasil
penambangan menjadi produk umpan raw material yang memenuhi spesifikasi
tertentu.
Cara kerja :
Batu kapur diumpan lewat hopper masuk melalui bagian atas dan diangkut oleh
belt conveyor untuk masuk ke antara dua pemukul yang berputar ke arah satu
sama lain yang digerakkan oleh rotor. Batu kapur ini selanjutnya dipukul atau
dipecah oleh hammer. Material yang sudah tergiling akan terjatuh dan diangkut.
1.1.1 Double Roll Crusher
Alat ini berfungsi untuk menghancurkan material (sand dan clay) hasil
penambangan menjadi produk umpan raw mill, sebagai secondary crusher.
Cara kerja :
Pasir silika atau tanah liat yang ditampung dalam hopper masuk ke dalam
melalui bagian atas, dan kemudian material terjepit di kedua roll itu dan
kemudian pecah karena kompresi dan jatuh ke bawah. Kedua roll itu berputar ke
arah satu sama lain dengan kecepatan yang sama. Permukaan roll agak sempit,
sedangkan diameternya agak besar.
1.2
1.2.4
Air Separator
Alat ini berfungsi untuk memisahkan antara material kasar dan material
halus yang telah digiling oleh raw material.
Cara kerja:
Material hasil penggilingan dari raw mill dimasukkan ke dalam air separator
jatuh di atas piringan pembagi yang berputar dan ditebarkan, kemudian
disirkulasikan oleh baling-baling fan, akibat dari sirkulasi ruang yang berbentuk
cone, material kasar akan mengalami gaya sentrifugal dan menghantam dinding
sehingga akan kehilangan kecepatan. Pada saat itu, material kasar juga akan
mengalami gaya gravitasi sehingga akan jatuh dalam hopper tabung yang
berbentuk kerucut.
1.2.5
Produk raw grinding mill masuk dari atas bagian blending silo melalui bucket
elevator dan keluar secara bergantian sehingga akan terbentuk layer-layer atau
lapisan-lapisan. Pengeluaran material dilakukan bersama melalui dua dari
delapan flow gate setiap silo. Material yang keluar selanjutnya akan ditampung
dalam sentral hopper melalui air slide yang diatur oleh bukaan valve.
1.2.6 Raw Mill Silo
Alat ini berfungsi untuk menampung raw mill yang telah homogen yang
akan diumpamakan ke kiln.
Cara kerja :
Raw mill dari air blending silo akan masuk ke dalam raw mill silo akan
disimpan sampai dikeluarkan untuk diumpan ke clin. Alat ini dilengkapi dengan
aerator untuk menjaga homogenitas raw mill.
1.3
Unit Kiln
1.3.1 Suspension Preheater
Alat ini berfungsi untuk pemanasan dan prekalsinasi raw mill sebelum
masuk kiln.
Cara kerja:
Di dalam cyclone terjadi pemusingan material, hal ini disebabkan karena adanya
gaya centrifugal, gaya gravitasi, dan gaya angkat gas. Adanya gaya centrifugal
menyebabkan terjadinya pemisahan antara material dengan gas panas. Gaya
gravitasi akan berpengaruh pada material sehingga material akan jatuh, gaya
angkat gas menyebabkan gas panas terangkat keluar pada cyclone.
1.3.2 Rotary Kiln
Alat ini berfungsi sebagai tempat proses kalsinasi lanjutan dari sinterisasi
tepung baku menjadi clinker.
Cara kerja :
Umpan kiln dari suspension preheater dengan suhu 800 oC masuk melalui ujung
rotary kiln (inlet hood). Tenaga gerak dari motor dan gear menyebabkan kiln
berputar dan karena pengaruh kemiringan dan gaya putar kiln maka umpan
kilnakan bergerak perlahan di sepanjang kiln dari arah yang berlawanan gas
panas hasil pembakaran batu bara dihembuskan burner sehingga terjadi kontak
panas dan perpindahan panas antara umpan kiln dengan gas panas. Kontak
panas tersebut mengakibatkan terjadinya reaksi kimia untuk membentuk
komponen semen.
1.3.3
Cara kerja :
Cara kerja alat ini dimulai dengan masuknya clinker pada suhu 1240oC dari clin
ke dalam air quenching cooling. Clinker dan air quenching cooling akan
mengalami pendinginan secara mendadak sampai suhu 100 oC oleh hembusan
udara pendingin yang berasal dari 5 cooling fan. Clinker yang agak halus akan
jatuh menembus lubang-lubang kecil pada grate kemudian dibawa oleh apron
conveyor. Clinker yang kasar akan tertinggal di atas grate cooler dan terdorong
maju oleh maju mundur grate menuju outlet cooler dan dipecah oleh hammer
crusher, kemudian dibawa oleh apron conveyor.
1.3.4
Clinker Silo
Alat ini berfungsi sebagai tempat penampungan clinker setelah melewati
cooler sebelum digiling di unit finish mill.
Cara kerja :
Setelah didinginkan oleh air quenching cooler dan mengalami pengecilan
ukuran, lalu dibawa oleh apron conveyor ke dalam clinker silo untuk disimpan
sementara. Pada saluran pengeluaran terdapat apron conveyor untuk membaca
clinker dari clinker silo ke finish grinding mill (cement mill).
1.4
C dengan cara
menyemprotkan air. Hal ini bertujuan agar hidrat yang terdapat di dalam
gypsum tidak ikut teruapkan. Apabila air hidrat gypsum teruapkan hal ini dapat
mengakibatkan hilangnya fungsi gypsum sebagai retarder (penghambat) waktu
pengerasan semen.
1.5
Unit Packing
1.5.1 Vibrating Screen
Alat ini berfungsi untuk menyaring/memisahkan semen dari pengotor.
1.5.2
1.6
Rotary Packer
Alat ini berfungsi untuk memasukkan semen ke dalam kemasan.
AlatAlat Pendukung
1.6.1 Alat Transportasi Bahan
1.6.1.1 Bucket Elevator
Alat ini berfunsi untuk mengangkut bahan yang berupa serbuk,
butiran atau bongkahan kecil dengan posisi vertikal dari bawah keatas.
Cara Kerja :
Dari chute bawah material diangkut keatas oleh chain elevator melalui
bucket dan dihitung chute yang telah disediakan pada posisi akan turun
kebawah.
1.6.1.2 Apron Conveyor
Alat ini berfungsi untuk mengangkut material berat dalam jarak
pendek.
Cara Kerja :
Apron conveyor terdiri dari bucket dengan posisi miring keatas
membawa material naik ketempat yang lebih tinggi dan jarak yang
dekat. Alat ini digunakan untuk mengangkut material yang kasar,
tajam, keras dan panas.
1.6.1.3 Belt Conveyor
Alat ini berfungsi untuk mengangkut material yang berupa
tepung, butiran atau bongkahan kecil dengan posisi mendatar atau
dengan maksimal kemiringan 30.
Cara Kerja :
Tetra Cyclone
Alat ini berfungsi untuk memisahkan material halus yang dihasilkan oleh
grinding mill serta mengurangi kandungan dust pada gas yang akan kedalam
electrostatic precipitator untuk mengurangi beban kerja EP.
Cara Kerja :
Didalam tetra cyclone terdapat guide blade down dan diping pipe yang dapat
diatur membelokan gas yang mengandung material. Akibatnya kekuatan hisap
akan berkurang sehingga material kasar akan jatuh kebawah secara gravitasi dan
keluar sebagai produk, sedangkan material halus akan dipisahkan kembali
didalam EP.
1.7.3 Electrostatic Precipitator
Alat ini berfungsi untuk menangkap debu yang ada dalam aliran gas yang
akan dibuang keluar melalui cerobong sehingga tidak menimbulkan polusi debu.
Cara Kerja :
Didalam alat ini terdapat elektroda negatif dan positif yang akan menimbulkan
medan magnet. Elektroda negatif berbentuk plat yang dihubungkan berderet dan
dihubungkan dasar, sedangkan elektroda positif berupa kawat yang diletakan
berderet dengan elektroda negatif sehingga mengakibatkan timbulnya tegangan
tinggi diantara kedua elektroda. Beda potensial listrik ini disebut juga gaya
coloumb menyebabkan perpindahan partikel debu dari elektroda negatif menuju
elektroda positif dan melepaskan muatan listriknya. Partikel debu yang
menempel pada elektroda positif kemudian dinetralkan dan diendapkan. Platplat elektroda positif akan dipukul oleh martil secara teratur agar partikel debu
berjatuhan kebawah plat yaitu menuju dust bin dengan bantuan hisapan angin
kemudian dikumpulkan sebagai produk.
1.8
Alat Timbang
Alat ini berfungsi untuk menimbang material yang keluar dari hopper sebelum
dibawa ke raw mill agar didapatkan laju material konstan.
Cara Kerja :
Material diletakan diatas belt yang berjalan dan pada tempat tertentu dipasang sebuah
timbangan. Dari hasil timbangan tersebut akan diatur kecepatan motor penggerak belt
sehingga setiap saat didapat kecepatan alir material yang konstan.
1.9
Alat Penimbun
Alat ini berfungsi untuk menimbun dan menggaruk material dari storage yang
kemudian diangkut oleh belt conveyor menuju hopper misalnya reclaimer untuk
mengambil clay.
Cara Kerja :
Penggerak merontokan material yang berbentuk seperti gunungan agar jatuh perlahan
kebawah. Kemudian di tangkap scrapper dan diarahkan ke suatu penampung yang
terletak di tengah-tengah reclaimer. Dari tempat tersebut material diangkut oleh belt
conveyor menuju hopper.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
4.1.1
Proses pembuatan semen ada dua macam, yaitu proses basah dan proses kering.
Namun proses basah mulai ditinggalkan karena biaya produksi yang
dibutuhkan lebih tinggi dari proses kering
4.1.2
4.1.3
Semakin berkembang ilmu pengetahuan dan zaman maka varian produk semen
menjadi bermacam-macam tergantung komposisi bahan baku atau bahan
aditifnya, contohnya semen putih, blended cement, waterproof cement dan lainlain.
DAFTAR PUSTAKA
Austin, George T, 1984, Chemical Process Industries, 5Th edition, Mc. GrawHill
Book Company, Singapore.
Perry, R, H.,D.W, and Maloney, J.O, Perrys Chemical Engineering Handbook. Mc
Graw Hill Book Co, Singapore, 1984.
Austin George T., Industri Proses Kimia, Edisi 5, Erlangga, Jakarta, 1996.
Banerjea, N.H., Technology of Portland Cement and Blended Cement, First Edition,
John Willey & Sons Inc, New York, 1980.
Peray, K.E 1979, Cement Manufactures Hand Book, Chemical Publishing Co. Inc,
New York.
R.H. and Cilton, C.H., 1984, Chemical Engineering Hand Book, 6Th edition, International
Student, Mc. Graw Hill, Kogakhusha.
Lea, F.M., The Chemistry of Cement and Concrete, 3rd, Edward Arnold Ltd, London,
1976.
SNI No. 15-2049-1994
Soroka, I., Portland Cement Paste and Concrete, 1980
Cement Standards of The World, Portland Cement and Its Derivatives, Cemberau,
Paris, 1998.