Anda di halaman 1dari 27

INDUSTRI PEMBUATAN SEMEN PORTLAND

SECARA PROSES KERING

Oleh :
Hadi Sulaiman (1141425018)
Intan Permatasari (1141425020)
Yulius Tandi Limbong (1141405021)

TEKNIK KIMIA
INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA
SERPONG
2014

PENDAHULUAN

Semakin meningkatnya pembangunan infrastruktur umum dan swasta, banyak program


pemerintah yang memprioritaskan pada pembangunan fisik seperti gedung, jembatan dan
lain-lain. Dengan adanya prioritas pada pembangunan fisik tersebut, maka diperlukan suatu
bahan yang sangat vital, yaitu semen. Mengingat begitu banyak permintaan konsumen
terhadap semen, maka keberadaan industri semen sangat penting.
Perkembangan perusahaan semen di Indonesia sangat pesat dan mempunyai peranan
yang sangat penting dalam pembangunan. Banyaknya perusahaan semen yang ada di
Indonesia membuat persaingan pasar semakin ketat. Apalagi saat ini banyaknya bencana alam
yang terjadi di Indonesia seperti gempa bumi, tanah longsor, tsunami, banjir, angin puting
beliung, dan bencana-bencana lainnya menyebabkan ribuan rumah rusak dan hancur,
ditambah adanya program pemerintah tentang Rumah Sehat Sederhana, maka dengan
sendirinya kebutuhan akan semen sebagai bahan pokok dalam pembangunan akan semakin
meningkat. Hal ini menyebabkan perkembangan industri semen semakin menarik untuk
dicermati.

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Semen


Semen berasal dari bahasa latin Caementum yang berarti bahan perekat. Lebih
luasnya semen adalah senyawa yang terdiri dari kalsium silika yang mempunyai sifat
adhesif maupun kohesif yang digunakan sebagai bahan pengikat (bonding material)
bahan-bahan bangunan seperti batu, pasir dan bahan lain menjadi bahan padat dan
kompak yang digunakan pada pekerjaan konstruksi.
Semen bila dicampur air akan menjadi senyawa hidrat yang memiliki sifat plastis
dan kemampuan untuk merekat yang disebut dengan semen hidrolis atau sering disebut
dengan istilah semen Portland. Semen Portland dihasilkan dengan cara menggiling terak
atau clinker yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis yang digiling bersamasama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa gypsum dan
boleh ditambah dengan bahan tambahan lain (SNI No. 15-2049-1994).
1.2 Komposisi Semen Portland
Komposisi semen terdiri atas senyawa-senyawa utama (mineralmineral potensial)
sebagai penyusun semen yang terbentuk dari empat oksida utama, yaitu: oksida kapur
(CaO), oksida silika (SiO2), oksida alumina (Al2O3), oksida besi (Fe2O3). Jumlah
kandungan dari keempat oksida kurang lebih 95 % dari berat semen, sedangkan sisanya
sebanyak 5% terdiri dari oksida magnesium (MgO) dan oksida lain. Komposisi spesifik
semen Portland tergantung pada jenis semen dan komposisi bahan baku yang
dipergunakan.

1.3 Jenis-Jenis Semen Portland

Menurut ASTM C 150-1998 dan atau SII 0013, semen Portland diklasifikasikan
dalam lima jenis, yaitu :
1. Semen Portland tipe I
Dikenal pula sebagai Ordinary Portland Cement (OPC), merupakan semen
hidrolisis yang dipergunakan secara luas untuk konstruksi umum yaitu bangunan yang
tidak memerlukan persyaratan khusus, antara lain bangunan perumahan, gedunggedung bertingkat, jembatan, landasan pacu, dan jalan raya.
2. Semen Portland tipe II
Semen Portland tipe II adalah semen yang mempunyai ketahanan terhadap
sulfat dan panas hidrasi sedang. Misalnya untuk bangunan di pinggir laut, tanah rawa,
dermaga, saluran irigasi, beton massa dan bendungan.
3. Semen Portland tipe III
Semen jenis ini merupakan semen yang dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan bangunan yang memerlukan kekuatan tekan awal yang tinggi setelah
proses pengecoran dilakukan dan memerlukan penyelesaian secepat mungkin.
Misalnya digunakan untuk pembuatan jalan beton, bangunan tingkat tinggi, dan
bandar udara.
4. Semen Portland tipe IV
Semen Portland tipe IV digunakan untuk konstruksi dan hidraulic engineering
karena ketahanan sulfatnya rendah dan pengerutannya juga rendah. Kandungan
mineralnya mempunyai komposisi 26% C3S, 50% C3S, 5% C3A dan 12% C4AF.
Digunakan untuk pengecoran dan penyemprotan.
5. Semen Portland tipe V
Semen Portland tipe V dipakai untuk konstruksi bangunanbangunan pada
tanah/air yang mengandung sulfat tinggi dan sangat cocok untuk instalasi pengolahan
limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan, pelabuhan dan
pembangkit tenaga nuklir.
Pembahasan sifat kimia semen di sini meliputi pembahasan komposisi zat yang ada
di dalam semen, reaksi-reaksi yang terjadi dan perubahan yang terjadi saat penambahan
air pada semen. Hal ini perlu dilakukan karena komposisi dan sifat komponen tersebut

sangat mempengaruhi sifat semen secara keseluruhan. Berikut sifat kimia dan fisika
semen Portland beserta syaratnya berdasarkan ASTM C 150-94:
Tabel 1.1 Syarat Kimia Semen Portland
No

Uraian

Jenis
I

II

III

IV

MgO maks (%)

SO3 maks untuk C3A < 8% (%)

3,5

2,3

2,3

SO3 maks untuk C3A > 8% (%)

3,5

4,5

Hilang pijar maks (%)

2,5

Bagian tak terlarut maks (%)

0,75

0,75

0,75

0,75

0,75

C3S maks (%)

35

C2S maks (%)

40

C3A maks (%)

15

25

C3AF I 2C3A atau C4AF I C2AF maks


(%)

10

SiO2 min (%)

20

11

Al2O3 maks (%)

12

Fe2O3 maks (%)

6,5

13

Kandungan air dalam camp (% volume)

12

12

12

12

12

Sumber : Leas Chemistry of Cement and Concrete, edisi ke-4, Arnold, 1998, hlm.
181

Tabel 1.2 Sifat Fisika Semen Portland


No.
1
2
3

Uraian

Jenis (dalam %)
I

II

Kehalusan dengan alat blaine (cm2/g) 2800 2800


Waktu pengikatan awal dengan alat
vicat (minimum) (menit)
Waktu pengikatan akhir dengan alat

III
-

IV

2800 2800

45

45

45

45

45

375

375

375

375

375

vicat (maksimum)
Kekekalan pemuaian dalam

0,8

0,8

0,8

0,8

0,8

1 hari minimum

120

3 hari minimum

84

70

211

7 hari minimum

148

127

56

105

28 hari minimum

246

246

141

211

70

80

autoclave (maksimum)

Kuat tekan
(kg/cm2)

Panas
6

hidrasi
(kal/g)

7 hari
28 hari

Sumber : Cement Standarts of The World, Portland cement and its derivatives,
Cemberau, Paris, 1998.

BAB II
DESKRIPSI PROSES

2.1 Konsep Proses


Proses pembuatan semen secara garis besar dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
a. Persiapan bahan (penambangan dan penyediaan bahan baku/Mining Unit)
b. Tahapan proses, dibagi menjadi tiga unit, yaitu:
1. Pengeringan dan penggilingan bahan baku (Raw Mill Unit)
2. Pembakaran tepung baku dan pendinginan clinker (Burning Unit)
3. Penggilingan akhir (Cement Mill Unit/Finish Mill Unit)

c. Pengantongan semen (Packing Unit)


2.1.1 Dasar Reaksi
Proses pembuatan semen ada dua macam, yaitu proses basah dan proses
kering. Namun sekarang proses yang biasanya digunakan oleh industri adalah
proses kering. Alasan dihentikannya proses basah adalah penggunaan bahan bakar
yang terlalu banyak dan biaya operasional yang terlalu tinggi. Proses kering
dilakukan dengan menggunakan prinsip preblending dengan sistem terhomogenasi
dan raw mix, dimana pada proses ini tahap penggilingan dan pencampuran
dilakukan secara kering. Proses ini menggunakan umpan kering untuk tahap
pembakaran dalam suspension preheater dan rotary kiln, tahap-tahap prosesnya:
a. Drying terjadi di dalam suspension preheater
b. Calcination terjadi di dalam suspension preheater dan rotary kiln
c. Sintering dan Reaction terjadi di dalam rotary kiln

2.1.2 Mekanisme Reaksi


Proses yang terjadi di dalam rotary kiln adalah sebagai berikut:
a. Penguapan air bebas yang dikandung oleh tepung baku pada suhu 100 C
(reaksi endotermis)
b. Penguapan air hidrat yang dikandung oleh tanah liat pada suhu 500 C (reaksi
endotermis)
Al2SiO7.x H2O
Al2O3 + SiO3 + x H2O
c. Proses kalsinasi pada suhu 600-900 C (reaksi endotermis)
CaCO3
CaO + CO2
d. Penguapan air hidrat yang dikandung oleh batu kapur pada suhu 800 C (reaksi
e.
f.
g.
h.

endotermis)
Proses pembentukan C2S pada suhu 800-900 C (reaksi endotermis)
2 CaO + SiO2
2 CaO.SiO2 atau C2S
Proses pembentukan C3A dan C4AF pada suhu 900-1200 C (reaksi eksotermis)
3 CaO + Al2O3
3 CaO.Al2O3 atau C3A
3 CaO + Al2O3 + Fe2O3
3 CaO.Al2O3.Fe2O3 atau C4AF
Proses pembentukan fasa cair pada suhu 1250-1280 C (reaksi endotermis)
Proses pembentukan C3S pada suhu 1200-1460 C (reaksi eksotermis)
2CaO.SiO2 + CaO
3CaO.SiO2 atau C3S

2.2 Penambangan dan Penyediaan Bahan Baku (Mining Unit)


Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan semen adalah batu kapur, tanah liat,
silika, dan pasir besi, dan gypsum. Bahan baku yang ditambang adalah batu kapur (lime
stone) dan tanah liat (clay) yang merupakan bahan baku utama, sedangkan silika dan
pasir besi merupakan bahan baku korektif serta gypsum merupakan bahan aditif.

2.2.1 Penambangan Bahan Kapur


Penambangan batu kapur dilakukan dengan sistem side hile type dan open pit
type. Deposit batu kapur yang terdapat di lokasi penambangan merupakan suatu
perbukitan sehingga cara open pit lebih sering digunakan. Penambangan terbuka
dimaksudkan sebagai penambangan yang dilakukan dalam ruang terbuka di
permukaan tanah. Penambangan ini dilakukan dengan sistem berteras (benching
system). Bench dibuat menyusuri bukit dan berjarak sekitar 50 m dari titik puncak
acuan. Tinggi bench sekitar 6 m dengan lebar 2 m. Adapun persyaratan batu kapur
(CaCO3) sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.

Kemurnian CaCO3
Rasio Silika
Rasio Alumina: 2,57
CaO
Ukuran material

: 88 98%
: 2, 60
: 50,80%
: 0 80 mm

Kegiatan penambangan batu kapur melalui beberapa tahap sebagai berikut:


Pembersihan

Pengeboran

Peledakan

Pemuatan

(Cleaning)

(Drilling)

(Blasting)

(Loading)

Pengiriman ke
Plant
(Conveying)

Penghancuran
Batu Kapur
(Crushing)

Pengangkutan
(Hauling)

2.2.2 Penambangan Tanah Liat


Cara penambangan tanah liat hampir sama dengan batu kapur, hanya saja
tidak menggunakan drilling dan blasting. Penambangan akan terus dilakukan
sampai ketinggian tanah tidak kurang dari 0 meter dari permukaan air laut.
Adapun persyaratan untuk tanah liat adalah sebagai berikut:

a.
b.
c.
d.

CaO minimal
: 2,5%
SiO2 minimal
: 15%
Kadar air maksimal : 25%
Ukuran material
: 0 80 mm
Tahap-tahap penambangannya adalah sebagai berikut:

Pembersihan

Penggerukan

Pemuatan

Pengangkutan

(Cleaning)

(Drigging)

(Loading)

(Hauling)

Pengecilan
Pengiriman ke
Ukuran (Size
Plant
Reduction)
(Conveying)
2.2.3 Pengadaan Pasir Besi, Pasir Silika, dan Gypsum
(Hauling)
Pasir besi dengan Fe2O3 sebagai komposisi tertinggi (7080 %) terdapat di
sepanjang pantai laut selatan Pulau Jawa. Kebutuhan pasir besi dapat dipenuhi oleh
PT. Aneka Tambang Cilacap. Pasir silika disebut juga silica sand mempunyai
kandungan SiO2 yang tinggi (9095%). Kebutuhan pasir silika sendiri dapat
dijumpai di daerah Cibadak, Sukabumi. Gypsum yang berwarna putih berbentuk
kristal mempunyai rumus CaSO4.2H2O dapat diperoleh dari alam atau secara
sintetis. Gypsum di alam terdapat dalam batuan sedimen kalsium sulfat yang
banyak terdapat di danau atau kawah gunung.
2.3 Tahapan Proses

Proses pembuatan semen terdiri dari beberapa tahapan yang diproses di unit yang
berbeda.

2.3.1 Raw Mill Unit


Sebelum bahan baku dimasukkan ke dalam kiln, bahan baku tersebut harus
melalui tahapan proses pengeringan dan penggilingan. Hal ini dimaksudkan untuk:
a. Kadar air bahan baku menjadi 0,5-1%. Hal ini bertujuan untuk mengurangi
energi yang dibutuhkan pada tahap pembakaran.
b. Mereduksi bahan baku hingga ukurannya 90-200 mikron sehingga diperoleh
material yang lebih halus dengan luas permukaan yang besar dan dapat
meningkatkan kecepatan reaksi dan kecepatan pembakaran pada unit kiln
c. Memperoleh campuran bahan baku yang lebih homogen
d. Mencampur bahan baku dengan perbandingan tertentu
Batu kapur (lime stone) hasil penambangan memiliki komposisi yang
berbeda-beda untuk setiap kali penambangan sehingga perlu diratakan proses
prehomogenisasi untuk mendapatkan komposisi yang merata. Lime stone dari
penambangan dikirim dengan belt conveyor menuju storage melalui tripper untuk
mengatur susunan lime stone berupa tumpukan sehingga menjadi lebih homogen.
Pengambilan batu kapur dilakukan secara melintang memotong pile dengan
bantuan reclaimer yang dibawahnya terdapat scrapper untuk membawa batu kapur.
Sedangkan bahan lain (pasir koreksi, sandy clay, dan dust EAF) diangkut dengan
menggunakan belt conveyor yang dilengkapi dengan weighing feeder untuk
pengukuran berat material yang akan dibawa. Sistem penggilingan yang digunakan
adalah air swept mill (material keluar dari mill karena hisapan mill fan).
Setelah itu, batu kapur akan masuk ke impack dryer, sedangkan sandy clay
akan masuk ke rotary dryer. Hal ini dilakukan untuk mengurangi beban dari mix
dryer. Selanjutnya, material akan bercampur di belt conveyor. Suhu masuk rotary

dryer dan impack dryer adalah sebesar 290-340 C, material yang sangat halus dan
debu terhisap ke electrostatic prespitator (EP), terjadi pemisahan antara material
dengan debu. Debu yang telah melewati EP akan dibuang ke lingkungan dengan
kadar maksimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah 80 mg/Nm 3 dan material
yang halus akan bergabung dengan produk raw mill dengan bantuan air slide dan
air lift. Selanjutnya material dari kedua dryer bersama-sama masuk ke double
roller crusher, pada tahapan ini terjadi size reduction material.
Dari crusher material dibawa ke hopper mix dengan mengggunakan belt
conveyor dan bucket elevator. Dari hopper mix material akan masuk ke raw
grinding mill. Grinding mill dialiri panas dari SP dengan aliran searah aliran
material. Pada tahapan ini terjadi proses pengeringan dan penggilingan.
Material yang keluar dari grinding mill masuk ke separator dengan hisapan
mill fan. Di separator material yang masih kasar dipisahkan dari material yang
halus. Material yang masih kasar dikembalikan lagi ke dalam grinding mill sebagai
tailing. Material yang halus masuk ke cyclone untuk dipisahkan antara gas dan
materialnya. Material yang sangat halus ikut terbawa ke EP bersama dengan gas
dan material halus yang telah terpisah dari gas menjadi produk untuk masuk ke
sistem air slide untuk masuk ke raw mill silo. Di silo, terdapat dua dust collector
yang berfungsi untuk menangkap debu dan udara yang akan terhisap oleh fan yang
kemudian dibuang ke lingkungan.
Raw mill silo masing-masing dibagi menjadi dua bagian, bagian atas disebut
blending silo dan bagian bawah disebut storage silo. Di blending silo, terjadi
proses homogenisasi, yaitu dengan dihembuskannya udara dari bawah. Produk
yang sudah homogen kemudian masuk ke storage silo melalui air slide.
Material yang masuk EP ditangkap oleh elektroda-elektroda. Untuk
melepaskan debu yang menempel pada elektroda maka plat-plat elektroda tersebut
dipukul dengan cara diketuk-ketuk secara periodik dengan hammer sehingga debu
tersebut jatuh ke bagian penampung yang disebut dust hopper, kemudian diangkut
melalui screw cyclone dan air slide, dan bergabung dengan produk dari cyclone
separator dan cyclone (dari dryer) menuju air lift atau bucket elevator dan masuk
ke raw mill silo. Debu yang tidak tertangkap elektroda EP diteruskan ke cerobong
sebagai emisi.

Gas panas yang merupakan sisa pembakaran suspension preheater fan


menuju grinding mill dan coal mill. Sebagian gas panas dengan temperatur 320
C masuk ke grinding mill melalui inlet. Temperatur gas keluar separator 210 C
dan dari separator gas panas masuk ke EP dan kemudian dibuang ke lingkungan.
Sedangkan gas panas yang masuk ke dalam dryer searah dengan material basah
sehingga karena perbedaan suhu yang tinggi dan perbedaan kandungan air yang
tinggi maka penguapan air akan lebih banyak. Untuk mengeringkan batu kapur
atau tanah liat, perlu diperhatikan agar tidak terjadi perubahan kimiawinya. Batu
kapur tidak boleh lebih dari 700-800 C, dan tanah liat tidak boleh lebih dari 400
C.
2.3.2 Burning Unit
Proses pembakaran dan pendinginan clinker dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
a. Tahap Homogenisasi
Tepung baku mengalami proses homogenisasi dengan menggunakan udara
bertekanan tinggi yang dihembuskan oleh kompresor yang berada di bawah silo.
Kemudian udara tersebut mengangkat partikel-partikel tercampur secara vertikal
sehingga partikel naik dan jatuh demikian seterusnya. Sedangkan di atas raw
mill terdapat dust collector yang berfungsi untuk membantu menarik udara kelar
dari blending silo agar di dalamnya terjadi pergantian udara secara kontinyu.
Selain itu dust collector juga berfungsi untuk menangkap debu yang terbawa
oleh udara dan debunya dikembalikan ke dalam raw mill silo.
Proses homogenisasi menggunakan sistem yang bekerja secara kontinyu,
material masuk melalui air slide yang kemudian disebar dalam 8 buah saluran
yang berada di atas silo.

b. Tahap Pembentukan Clinker


Proses pembuatan terjadi dalam beberapa tahap, yaitu:
1. Proses pemanasan awal dan penguapan air yang terjadi di suspension
2.
3.
4.
5.

preheater
Proses kalsinasi awal yang terjadi di suspension preheater
Proses kalsinasi lanjutan yang terjadi di rotary kiln
Proses transisi dan proses sintering yang terjadi di rotary kiln
Proses pendinginan yang terjadi di air quenching cooler
Proses pembentukan clinker terjadi pada supsension heater dan kiln. Di

dalam suspension preheater, raw mill mengalami pemanasan awal dan proses
kalsinasi awal. Panas yang dibutuhkan untuk pemanasan dan kalsinasi diperoleh
dari gas buang kiln dan dari pembakaran yang terjadi pada suspension
preheater. Kalsinasi awal bertujuan untuk menaikkan derajat kalsinasi raw mill
sebelum masuk ke kiln karena kalsinasi membutuhkan energi yang besar
sehingga dapat mengurangi beban kiln. Di dalam suspension preheater telah
terjadi kalsinasi awal sebesar 85%.
Suspension preheater terdiri dari dua bagian. Masing-masing terdiri dari
empat tingkat dan masing-masing tingkat mempunyai suhu yang berbeda-beda.
1.
2.
3.
4.

Stage 1 terdiri dari dua cyclone dengan suhu 300-360 C


Stage 2 terdiri dari dua cyclone dengan suhu 480-550 C
Stage 3 terdiri dari dua cyclone dengan suhu 650-700 C
Stage 4 terdiri dari dua cyclone dengan suhu 800-850 C
Umpan raw mill dari storage silo oleh air slide conveyor ke feed tank

(tempat penampungan sementara). Dari feed tank, raw mill dikeluarkan melalui
weighing feeder, setelah itu aliran material menuju SP melalui connection dust
(saluran penghubung) antara stage 1 dan 2. Gas panas keluar dari ujung atas
cyclone stage 1 karena tarikan suspension preheater fan, sedangkan raw mill

turun melalui saluran penghubung stage 2 dan 3. Pada tahap ini raw mill
terbawa oleh aliran gas dari stage 3 dan masuk ke stage 2. Dari stage 2 raw mill
turun ke saluran penghubung antara stage 3 dan 4.
Demikian seterusnya, sampai stage akhir. Dengan demikian tepung baku
akan mengalami pemanasan secara berulang disepanjang tingkat cyclone dan
material akan turun terpisah dari gas panas dengan bantuan gaya sentrifugal.
Gas panas akan keluar karena hisapan dari SP. Gas panas ini digunakan kembali
untuk proses pengeringan dan penggilingan di grinding mill dan rotary dryer di
unit raw mill.
Dalam unit SP material akan mengalami prekalsinasi yaitu CaCO3 yang
terdapat dalam amterial akan menjadi CaO dan CO2 dengan reaksi :
CaCO3
CaO + CO2
Panas pada reaksi dihasilkan oleh gas panas yang dihasilkan dari kiln.
Proses pembakaran di rotary kiln menggunakan batubara yang telah di preparasi
berupa pengecilan ukuran, pengeringan dan penimbangan oleh weighing feeder
agar sesuai dengan kebutuhan burner. Selanjutnya batubara masuk ke burner
melalui blower. Rotary kiln sebagai ruang pembakaran utama dibagi menjadi
beberapa zona, yaitu :
1. Zona Kalsinasi
Pada zona ini digunakan bata tahan api jenis fire clay alumina 50%,
CaCO3 hampir terkonversi seluruhnya menjadi CaO, dan dalam zona ini
pula mulai terbentuk C2S pada temperatur berkisar antara 800 900C.
Reaksi:
CaCO3
CaO + CO2
CaO + SiO2
CaO.SiO2
CaO.SiO2 + CaO
2CaO.SiO2
2. Zona Transisi
Pada zona ini digunakan bata tahan api jenis magnesit chrom 65%.
Zona transisi merupakan daerah perubahan antara zona kalsinasi dan
sintering.
Reaksi:
CaO + Al2O3
CaO.Al2O3
CaO.Al2O3 + 2CaO
3CaO.Al2O3
3 CaO.Al2O3 + CaO + Fe2O3
4CaO.Al2O3..Fe2O3
3. Zona Sintering
Pada zona ini digunakan bata tahan api jenis magnesit chrom brick 8085% karena memiliki ketahanan terhadap beban panas tinggi, perubahan

temperatur mendadak, dan ketahanan terhadap zat kimia. Pembentukan


komponen clinker yaitu C3S, C4AF, C3A, dan C2S terjadi secara maksimum.
Temperatur berkisar antara 1200 1450 C.
Reaksi :
CaO.SiO2 + CaO
3CaO.SiO2
4. Zona Pendinginan
Pada zona ini digunakan bata tahan api jenis high alumina brick 9095% akrena memiliki ketahanan yang baik terhadap perubahan temperatur
dan terhadap zat kimia. Zona ini merupakan daerah pendinginan clinker yang
pertama dilakukan didalam rotary kiln sampai temperatur sekitar 1300-1240
C.
a. Tahap Pendinginan Clinker
Clinker yang terbentuk pada proses pembakaran mengalami pendinginan
pada Air Quenching Cooler (AQC), tujuan pendinginan yaitu :
1. Menghindari terurainya C3S menjadi C2S
2. Menjaga keawetan mesin dari temperatur panas
3. Clinker panas dapat menyebabkan penguraian gypsum pada pengolahan
terakhir
4. Proses pendinginan clinker yang tepat dapat meningkatkan kualitas semen
Laju pendinginan clinker mempengaruhi perbandingan antara kristal dan
fase cair dalam clinker, sehingga pendinginan harus dilakukan secara tiba-tiba
dari suhu 1400 C hingga 100-120 C agar komposisi kristal semen tidak
berubah. Udara yang dipakai sebagai media pendinginan clinker diperoleh dari
udara bebas melalui cooling fan. Udara dihembuskan kedalam chamber untuk
mendinginkan clinker guna menghindari penguraian C3S menjadi C2S.

Clinker yang telah didinginkan terlebih dahulu di crusher sebelum


diangkut ke clinker silo dengan menggunakan belt conveyor. Perpindahan ini
mengakibatkan udara menjadi panas yang nantinya akan digunakan sebagai
udara sekunder untuk pembakaran di klin dan digunakan sebagai udara tersier
untuk pembakaran di suspension preheater, sisanya dibuang melalui cerobong.
Gas buang dilewatkan terlebih dahulu ke dalam electrostatic precipitator untuk
memisahkan debu yang terbawa oleh gas.

2.3.3.

Finish Mill Unit


Unit penggilingan akhir dilakukan untuk mendapatkan semen dengan
kehalusan yang diinginkan. Partikel yang keluar dari unit penggilingan (finish
mill) kemudian melewati separator untuk menghasilkan produk dengan ukuran
45 mikron yang akan menghasilkan semen dengan kekuatan yang baik.
Dari clinker silo, clinker keluar melalui apron conveyor menuju hopper
clinker setelah itu dibawa ke finish mill dengan jumlah yang telah ditetapkan
oleh weighing feeder. Clinker ditambahkan bahan aditif Cemen Grinding Aids
(CGA) yang merupakan etilen glikol yang berfungsi untuk mencegah terjadinya
ball coating yaitu menempelnya clinker pada bola-bola baja dalam grinding mill.
Pada finish mill, clinker dan gypsum digiling oleh steel ball dengan ukuran
tertentu. Dinding finish mill dilapisi dengan liner yang berfungsi mengarahkan
gerakan steel ball. Finish mill bergerak dengan kecepatan putaran tertentu agar
terbentuk kehalusan yang diinginkan. Pada proses ini suhu dijaga maksimal 120
C agar tidak terjadi dehidrasi gypsum yang menyebabkan gypsum tidak
berfungsi lagi sebagai bahan untuk mempelambat pengerasan awal.
Produk keluaran finish mill terbagi menjadi dua bagian yaitu produk
semen yang dialirkan ke air separator agar dipisahkan sesuai standar semen
yang diinginkan. Semen yang terbawa oleh udara akan dialirkan ke electrostatic
precipitator agar bisa diendapkan sehingga dipisahkan dari udara. Untuk produk
semen yang kasar akan kembali ke cement mill sedangkan yang memenuhi
standar akan dibawa menuju cement silo.

2.3.4.

Packing Unit
Produk keluaran dari cement silo diangkut menggunakan air slide menuju
vibrator screen untuk memisahkan material yang halus dan yang kasar, serta
pengotor yang masih terbawa dalam produk semen. Material kasar dan pengotor
dibuang dengan menggunakan corong vibrating screen dibagian atas, sedangkan
material yang halus masuk kedalam bin cement,dan dialirkan kedalam in-liner
packer. Jika bin tersebut telah penuh maka semen akan bersirkulasi dijatuhkan

kembali kedalam bucket elevator lalu kembali menuju vibrating screen dan
seterusnya.
Aliran massa semen terbagi menjadi dua, yaitu massa semen yang
setelah ditimbang di weigh bridge menuju truck loader untuk pembelian dalam
bentuk semen curah (bulk cement) dan massa semen yang menuju rotary packer
untuk pengemasan semen dalam bentuk kantong (sack). Semen yang terbuang
pada saat pengantongan ditangkap dengan dust collector jenis bag filter untuk
mencegah polusi udara.

BAB III
PERALATAN dan MESIN

3.1

Unit Penyediaan Bahan Baku (Mining)


Unit penyediaan bahan baku memiliki beberapa perlengkapan alat dengan
spesifikasi yang berbeda-beda sesuai dengan kegunaannya masing-masing.
3.1.1 Double Shaft Hammer Crusher

Alat ini berfungsi untuk menghancurkan material keras batu kapur hasil
penambangan menjadi produk umpan raw material yang memenuhi spesifikasi
tertentu.
Cara kerja :
Batu kapur diumpan lewat hopper masuk melalui bagian atas dan diangkut oleh
belt conveyor untuk masuk ke antara dua pemukul yang berputar ke arah satu
sama lain yang digerakkan oleh rotor. Batu kapur ini selanjutnya dipukul atau
dipecah oleh hammer. Material yang sudah tergiling akan terjatuh dan diangkut.
1.1.1 Double Roll Crusher
Alat ini berfungsi untuk menghancurkan material (sand dan clay) hasil
penambangan menjadi produk umpan raw mill, sebagai secondary crusher.
Cara kerja :
Pasir silika atau tanah liat yang ditampung dalam hopper masuk ke dalam
melalui bagian atas, dan kemudian material terjepit di kedua roll itu dan
kemudian pecah karena kompresi dan jatuh ke bawah. Kedua roll itu berputar ke
arah satu sama lain dengan kecepatan yang sama. Permukaan roll agak sempit,
sedangkan diameternya agak besar.

1.2

Unit Raw Mill


1.2.1 Rotary Dryer
Alat ini berfungsi untuk mengeringkan atau mengurangi kadar air material
berupa sandy clay (perlakuan awal clay).
Cara kerja:
Raw material masuk melalui cone feed ke dalam dryer. Pengeringan
berlangsung akibat kontak antara material dan gas panas yang masuk searah
dengan material basah, sehingga terjadi penguapan air dari material tersebut.
Sebagai media pengeringan digunakan aliran panas dari suspension preheater
yang dialirkan ke dalam pengering. Material yang masuk akan berputar
mengikuti putaran dryer sehingga material tersebut akan jatuh ke bawah pada
saat dibagian atas di dalam rotary dryer. Akibat panas yang terjadi dalam dryer,
maka gas panas yang keluar masih mengandung debu. Oleh karena itu, sebelum
keluar dialirkan terlebih dahulu ke dalam electrostatic precipitator untuk
ditangkap debunya.

1.2.2 Impact Dryer


Alat ini berfungsi untuk menghancurkan dan mengeringkan limestone.
Cara kerja :
Raw material masuk melalui cone feed ke dalam dryer, lalu material
dihancurkan dengan menggunakan alat hammer yang berputar. Proses
pengeringan terjadi akibat kontak gas yang dialirkan berlawanan arah dengan
material basah, sehingga terjadi penguapan. Gas panas adalah gas buang dari
suspension preheater yang dialirkan ke impact dryer.
1.2.3 Raw Grinding Mill
Alat ini berfungsi untuk mencampur, mengeringkan dan menggiling raw
material menjadi tepung baku yang akan masuk ke clinker.
Cara kerja :
Material berupa campuran material masuk inlet di chamber pertama, lalu
material dihancurkan oleh steel ball ukuran besar dan kemudian masuk ke
chamber kedua untuk dihancurkan oleh steel ball yang berukuran lebih kecil.

1.2.4

Air Separator
Alat ini berfungsi untuk memisahkan antara material kasar dan material
halus yang telah digiling oleh raw material.
Cara kerja:
Material hasil penggilingan dari raw mill dimasukkan ke dalam air separator
jatuh di atas piringan pembagi yang berputar dan ditebarkan, kemudian
disirkulasikan oleh baling-baling fan, akibat dari sirkulasi ruang yang berbentuk
cone, material kasar akan mengalami gaya sentrifugal dan menghantam dinding
sehingga akan kehilangan kecepatan. Pada saat itu, material kasar juga akan
mengalami gaya gravitasi sehingga akan jatuh dalam hopper tabung yang
berbentuk kerucut.

1.2.5

Air Blending Silo


Alat ini berfungsi untuk menghomogenkan sekaligus menampung tepung
baku (raw mill) dari air slide yang akan diumpankan ke kiln.
Cara kerja :

Produk raw grinding mill masuk dari atas bagian blending silo melalui bucket
elevator dan keluar secara bergantian sehingga akan terbentuk layer-layer atau
lapisan-lapisan. Pengeluaran material dilakukan bersama melalui dua dari
delapan flow gate setiap silo. Material yang keluar selanjutnya akan ditampung
dalam sentral hopper melalui air slide yang diatur oleh bukaan valve.
1.2.6 Raw Mill Silo
Alat ini berfungsi untuk menampung raw mill yang telah homogen yang
akan diumpamakan ke kiln.
Cara kerja :
Raw mill dari air blending silo akan masuk ke dalam raw mill silo akan
disimpan sampai dikeluarkan untuk diumpan ke clin. Alat ini dilengkapi dengan
aerator untuk menjaga homogenitas raw mill.

1.3

Unit Kiln
1.3.1 Suspension Preheater
Alat ini berfungsi untuk pemanasan dan prekalsinasi raw mill sebelum
masuk kiln.
Cara kerja:
Di dalam cyclone terjadi pemusingan material, hal ini disebabkan karena adanya
gaya centrifugal, gaya gravitasi, dan gaya angkat gas. Adanya gaya centrifugal
menyebabkan terjadinya pemisahan antara material dengan gas panas. Gaya
gravitasi akan berpengaruh pada material sehingga material akan jatuh, gaya
angkat gas menyebabkan gas panas terangkat keluar pada cyclone.
1.3.2 Rotary Kiln
Alat ini berfungsi sebagai tempat proses kalsinasi lanjutan dari sinterisasi
tepung baku menjadi clinker.
Cara kerja :
Umpan kiln dari suspension preheater dengan suhu 800 oC masuk melalui ujung
rotary kiln (inlet hood). Tenaga gerak dari motor dan gear menyebabkan kiln
berputar dan karena pengaruh kemiringan dan gaya putar kiln maka umpan
kilnakan bergerak perlahan di sepanjang kiln dari arah yang berlawanan gas

panas hasil pembakaran batu bara dihembuskan burner sehingga terjadi kontak
panas dan perpindahan panas antara umpan kiln dengan gas panas. Kontak
panas tersebut mengakibatkan terjadinya reaksi kimia untuk membentuk
komponen semen.
1.3.3

Air Quencing Cooler


Alat ini berfungsi untuk menurunkan suhu clinker secara tiba-tiba (dari
1400 oC menuju 100 oC) dengan udara yang dihembuskan oleh fan cooler untuk
menghasilkan udara pembakaran sekunder (untuk proses pembakaran kiln) dan
udara pembakaran tersier (untuk proses kalsinasi awal di SP).

Cara kerja :
Cara kerja alat ini dimulai dengan masuknya clinker pada suhu 1240oC dari clin
ke dalam air quenching cooling. Clinker dan air quenching cooling akan
mengalami pendinginan secara mendadak sampai suhu 100 oC oleh hembusan
udara pendingin yang berasal dari 5 cooling fan. Clinker yang agak halus akan
jatuh menembus lubang-lubang kecil pada grate kemudian dibawa oleh apron
conveyor. Clinker yang kasar akan tertinggal di atas grate cooler dan terdorong
maju oleh maju mundur grate menuju outlet cooler dan dipecah oleh hammer
crusher, kemudian dibawa oleh apron conveyor.
1.3.4

Clinker Silo
Alat ini berfungsi sebagai tempat penampungan clinker setelah melewati
cooler sebelum digiling di unit finish mill.
Cara kerja :
Setelah didinginkan oleh air quenching cooler dan mengalami pengecilan
ukuran, lalu dibawa oleh apron conveyor ke dalam clinker silo untuk disimpan
sementara. Pada saluran pengeluaran terdapat apron conveyor untuk membaca
clinker dari clinker silo ke finish grinding mill (cement mill).

1.4

Unit Finish Mill


1.4.1 Cement Mill (Finish Grinding Mill)
Alat ini berfungsi untuk menggilas campuran clinker
Cara kerja :
Material berupa campuran antara clinker dan gypsum melalui inlet di chamber
material dihancurkan oleh steelball ukuran besar dan kemudian masuk ke
chamber untuk dihaluskan oleh steel ball yang berukuran lebih kecil. Suhu di

dalam mill juga dijaga supaya selalu di bawah 120

C dengan cara

menyemprotkan air. Hal ini bertujuan agar hidrat yang terdapat di dalam
gypsum tidak ikut teruapkan. Apabila air hidrat gypsum teruapkan hal ini dapat
mengakibatkan hilangnya fungsi gypsum sebagai retarder (penghambat) waktu
pengerasan semen.

1.5

Unit Packing
1.5.1 Vibrating Screen
Alat ini berfungsi untuk menyaring/memisahkan semen dari pengotor.
1.5.2

1.6

Rotary Packer
Alat ini berfungsi untuk memasukkan semen ke dalam kemasan.

AlatAlat Pendukung
1.6.1 Alat Transportasi Bahan
1.6.1.1 Bucket Elevator
Alat ini berfunsi untuk mengangkut bahan yang berupa serbuk,
butiran atau bongkahan kecil dengan posisi vertikal dari bawah keatas.
Cara Kerja :
Dari chute bawah material diangkut keatas oleh chain elevator melalui
bucket dan dihitung chute yang telah disediakan pada posisi akan turun
kebawah.
1.6.1.2 Apron Conveyor
Alat ini berfungsi untuk mengangkut material berat dalam jarak
pendek.
Cara Kerja :
Apron conveyor terdiri dari bucket dengan posisi miring keatas
membawa material naik ketempat yang lebih tinggi dan jarak yang
dekat. Alat ini digunakan untuk mengangkut material yang kasar,
tajam, keras dan panas.
1.6.1.3 Belt Conveyor
Alat ini berfungsi untuk mengangkut material yang berupa
tepung, butiran atau bongkahan kecil dengan posisi mendatar atau
dengan maksimal kemiringan 30.
Cara Kerja :

Material yang akan diangkut diletakkan diatas ban berjalan yang


terbuat dari bahan fleksibel, kuat dan tahan gesek.
1.6.1.4 Screw Conveyor
Alat ini berfungsi untuk mengangkut material yang berupa
tepung dengan arah horizontal dalam ruangan tertutup, dari
electrostatic precipitator ke air slide.
Cara Kerja :
Screw conveyor terdiri dari shaft yang dipasang seperti screw blade
dan digerakan dengan motor.
1.6.1.5 Air Slide
Alat ini berfungsi sebagai alat transportasi media material yang
telah halus dengan cara fluidisasi, dari electrostatic precipitate ke
blending silo.
Cara Kerja :
Pada jarak tertentu dari air slide dipasang blower dibagian atas.
Blower berfungsi sebagai penghembus udara sedangkan dust collector
akan menarik udara yang dihembuskan blower. Aliran udara terjadi
karena fluidisasi material oleh hembusan blower dan hisapan dust
collector, desakan material kasar serta kemiringan air slide.
1.7

Alat Penangkap Debu


1.7.1 Dust Collector
Alat ini berfungsi untuk mengumpulkan material halus yang dihasilkan
dari mill.
Cara Kerja :
Material halus yang dihisap oleh mill akan ditahan oleh bag filter bagian luar
untuk melepaskannya digunakan sistem penembakan angin kejut. Tekanan udara
yang diinginkan sebesar 6 atm diatur oleh kompresor.
1.7.2

Tetra Cyclone
Alat ini berfungsi untuk memisahkan material halus yang dihasilkan oleh
grinding mill serta mengurangi kandungan dust pada gas yang akan kedalam
electrostatic precipitator untuk mengurangi beban kerja EP.
Cara Kerja :

Didalam tetra cyclone terdapat guide blade down dan diping pipe yang dapat
diatur membelokan gas yang mengandung material. Akibatnya kekuatan hisap
akan berkurang sehingga material kasar akan jatuh kebawah secara gravitasi dan
keluar sebagai produk, sedangkan material halus akan dipisahkan kembali
didalam EP.
1.7.3 Electrostatic Precipitator
Alat ini berfungsi untuk menangkap debu yang ada dalam aliran gas yang
akan dibuang keluar melalui cerobong sehingga tidak menimbulkan polusi debu.
Cara Kerja :
Didalam alat ini terdapat elektroda negatif dan positif yang akan menimbulkan
medan magnet. Elektroda negatif berbentuk plat yang dihubungkan berderet dan
dihubungkan dasar, sedangkan elektroda positif berupa kawat yang diletakan
berderet dengan elektroda negatif sehingga mengakibatkan timbulnya tegangan
tinggi diantara kedua elektroda. Beda potensial listrik ini disebut juga gaya
coloumb menyebabkan perpindahan partikel debu dari elektroda negatif menuju
elektroda positif dan melepaskan muatan listriknya. Partikel debu yang
menempel pada elektroda positif kemudian dinetralkan dan diendapkan. Platplat elektroda positif akan dipukul oleh martil secara teratur agar partikel debu
berjatuhan kebawah plat yaitu menuju dust bin dengan bantuan hisapan angin
kemudian dikumpulkan sebagai produk.
1.8

Alat Timbang
Alat ini berfungsi untuk menimbang material yang keluar dari hopper sebelum
dibawa ke raw mill agar didapatkan laju material konstan.
Cara Kerja :
Material diletakan diatas belt yang berjalan dan pada tempat tertentu dipasang sebuah
timbangan. Dari hasil timbangan tersebut akan diatur kecepatan motor penggerak belt
sehingga setiap saat didapat kecepatan alir material yang konstan.

1.9

Alat Penimbun

Alat ini berfungsi untuk menimbun dan menggaruk material dari storage yang
kemudian diangkut oleh belt conveyor menuju hopper misalnya reclaimer untuk
mengambil clay.
Cara Kerja :
Penggerak merontokan material yang berbentuk seperti gunungan agar jatuh perlahan
kebawah. Kemudian di tangkap scrapper dan diarahkan ke suatu penampung yang
terletak di tengah-tengah reclaimer. Dari tempat tersebut material diangkut oleh belt
conveyor menuju hopper.

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
4.1.1

Proses pembuatan semen ada dua macam, yaitu proses basah dan proses kering.
Namun proses basah mulai ditinggalkan karena biaya produksi yang
dibutuhkan lebih tinggi dari proses kering

4.1.2

Tahapan pembuatan semen meliputi tahapan pembuatan semen dengan proses


kering terdiri dari 3 tahap, yaitu: persiapan bahan, tahapan proses,
pengantongan semen.

4.1.3

Semakin berkembang ilmu pengetahuan dan zaman maka varian produk semen
menjadi bermacam-macam tergantung komposisi bahan baku atau bahan
aditifnya, contohnya semen putih, blended cement, waterproof cement dan lainlain.

DAFTAR PUSTAKA
Austin, George T, 1984, Chemical Process Industries, 5Th edition, Mc. GrawHill
Book Company, Singapore.
Perry, R, H.,D.W, and Maloney, J.O, Perrys Chemical Engineering Handbook. Mc
Graw Hill Book Co, Singapore, 1984.
Austin George T., Industri Proses Kimia, Edisi 5, Erlangga, Jakarta, 1996.
Banerjea, N.H., Technology of Portland Cement and Blended Cement, First Edition,
John Willey & Sons Inc, New York, 1980.
Peray, K.E 1979, Cement Manufactures Hand Book, Chemical Publishing Co. Inc,
New York.

R.H. and Cilton, C.H., 1984, Chemical Engineering Hand Book, 6Th edition, International
Student, Mc. Graw Hill, Kogakhusha.
Lea, F.M., The Chemistry of Cement and Concrete, 3rd, Edward Arnold Ltd, London,
1976.
SNI No. 15-2049-1994
Soroka, I., Portland Cement Paste and Concrete, 1980
Cement Standards of The World, Portland Cement and Its Derivatives, Cemberau,
Paris, 1998.

Anda mungkin juga menyukai