Anda di halaman 1dari 65

TUTORIAL

APN, RESUSITASI NEONATUS, ANATOMI JALAN LAHIR

Disusun oleh :
Dzaki Murtadho 20147300
Amiru Zachra 2014730007
Khaerunnisa Muflihatul Mahmudah 2014730046
Mentari Nur Farida S 2014730052
Noer M. Riansyah 20147300
Vanya Ihda Ayesha 20147300

Pembimbing :
dr. M Adriansyah

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS II


PUSKESMAS KAMPUNG SAWAH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
Laporan Kasus

I. Identitas pasien
Tanggal masuk PKM : 22 Desember 2019
Waktu : 02.30 WIB
Nama : Ny.NK
Umur : 33 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jln. Rusa, ciputat
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah

II. Anamnesis
Keluhan Utama :
Pasien mengeluhkan nyeri pinggang menjalar ke perut.

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :


Pasien hamil 39 minggu, hamil ke tiga, anak ke tiga datang dengan keluhan nyeri
pinggang menjalar ke perut sejak 3 jam yang lalu disertai mulas. Pasien mengaku
sebelumnya pasien selepas berjalan jalan lalu pasien merasa mulas. Pasien merasakan
mulas semakin lama semakin sering dan terasa semakin kuat. Pasien mengaku tidak ada
keluar air-air, lendir maupun darah dari jalan lahir.

Riwayat Haid
Menarche : usia 14 tahun
Silkus haid : 28 Ha ri
Lama Haid : 7 hari
Hari Pertama Haid Terakhir : 20 Maret 2019
Taksiran Persalinan : 27 desember 2019

Riwayat Perkawinan
Pasien menikah sebanyak 1 kali selama 9 tahun
Riwayat Obstetri
- Anak pertama : laki-laki lahir pada taggal 12 Juni 2011 dengan berat 3500 gr,
panjang 49 cm di tolong oleh dokter dengan bantuan induksi, selama hamil rutin
control sebanyak 5x dan tidak ada penyulit selama kehamilan
- Anak kedua : perempuan lahir pada tanggal 12 mei 2014 dengan berat 3300 gr,
panjang 47 cm, di tolong oleh bidan, selama hamil control sebanyak 3x dan tidak
ada penyulit pada saat hamil maupun melahirkan.

Riwayat Imunisasi Anak Sebelumnya


Pasien mengatakan kedua anak pasien sebelumnya mendapatkan imunisasi dasar
lengkap

Riwayat ANC
Selama hamil pasien mengaku rutin control sebanyak 10xbaik di puskesmas maupun di
rumah sakit. Pasien mengaku sempat mengeluhkan keputihan disertai gatal pada bulan
ke 4, lalu setelah berobat ke dr. Sp.OG diberikan betadine bilas vagina keluhan
menghilang

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :


Riwayat penyakit gula, riwayat hipertensi, penyakit jantung, asma, alergi obat
disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :


Riwayat penyakit hipertensi, penyakit gula, asma disangkal pasien.

Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi (RSE) :


Pasien sehari-hari makan nasi dengan lauk dan sayur secukupnya. Konsumsi buah
setiap selesai makan. Makan 2 kali sehari dengan porsi sedang. Pasien tidak merokok,
tidak minum alkohol, dan tidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu.

III. Pemeriksaan Fisik


Keadan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : Tekanan Darah : 120/80mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,7°C
Status general :
Kepala
 Normochepali
 Tidak tampak adanya deformitas
Mata
 Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem
 Conjunctiva anemis
 Sklera tidak tampak ikterik
 Pupil: isokor
Hidung
 Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas
 Septum : terletak ditengah dan simetris
 Mukosa hidung : tidak hiperemis
 Cavum nasi : tidak ada tanda perdarahan
Telinga
 Daun telinga : normal
 Lieng telinga : lapang
 Membrana timpani : intake
 Nyeri tekan mastoid : tidak ada
 Sekret : tidak ada
Mulut dan tenggorokan
 Bibir : pucat
 Palatum : tidak ditemukan torus
 Lidah : normoglosia
 Tonsil : T1/T1 tenang
 Faring : tidak hiperemis
Leher
 JVP : (5+2) cm H2O
 Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar
 Trakea : letak di tengah
Thorax
 Paru-Paru
Inspeksi : pergerakan nafas statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus sama pada kedua paru
Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
 Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari linea midclavicularis sinistra,
ICS 5
Perkusi : Batas atas : ICS 2 linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS 3-4 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5, 1 cm lateral linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : striae gravidarum
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, nyeri ketok (-), shifting dullnes (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar teraba (-), lien teraba (-)
Ekstremitas atas : gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-), pigmentasi
normal, telapak tangan pucat (+), turgor kembali lambat
(-).
Ekstremitas Bawah : gerakan bebas, jaringan parut (-), pigmentasi normal,
telapak kaki pucat (+), jari tabuh (-), turgor kembali
lambat (-), edema pretibia dan pergelangan kaki (-),
parestesia (-).
IV. Status Obstetri
Abdomen
- Leopold I : TFU pertengahan pusat dan proc.xyphoideus
- Leopold II : puka (punggung kanan)
- Leopold III : persentasi kepala
- Leopold IV : divergen
- TFU : 29 cm di atas simphisis
- TBJ : (TFU-11) x 155 = (29-11) x 155 = 2.790 gram
- DJJ : 136x/menit
- HIS :+

V. Pemeriksaan dalam vagina (VT)


Pembukaan 8 cm, portio tipis lunak, Hodge 2 floating, selaput ketuban (+)

VI. Pemeriksaan Penunjang


VII. Darah rutin
Hb : 12 g/dL
HIV : Non Reaktif
HBSAG : negative
Sypilis : negative
Hepatitis B : Non Reaktif

VIII. Diagnosis kerja


G3P2A0 Gr 39-40 minggu dengan kala I fase aktif.

IX. Penatalaksanaan
- Observasi ruang VK
 jam 02.10 : pembukaan lengkap, Os dipimpin mengedan, dilakukan
amniotomi.
 jam 02.15 : BBL jenis kelamin : perempuan dengan BB : 3400 gr, PB :
49 cm, APGAR SCORE : 9/10, plasenta lahir spontan, kesan lengkap.
 Jam 02.30 : observasi kala IV.
- Bayi diberikan Vit. K dan salep mata.
- Medikamentosa ibu :
 Paracematmol 3x1tab
 Amoxicillin 3x1 tab
 Vit. B compleks 2x1
 Tablet FE 1x1
 Domperidone 3x1
TINJAUAN PUSTAKA

ASUHAN PERSALINAN NORMAL

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin+uteri), yang dapat
hidup kedunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain.
Pembagian Partus Berdasarkan Cara Persalinan :
 Partus biasa (Normal) disebut juga partus spontan, adalah proses lahirnya bayi pada
LBK dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan
bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam.
 Partus Luar Biasa (Abnormal) adalah persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat
atau melalui dinding perut dengan operasi caesarea.

Kala 1 Persalinan
Tanda dan gejala impartu
 Penipisan dan pembukaan serviks
 Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2 kali
dalam 10 menit)
 Cairan lendir bercampur darah (“slow”) melalui vagina

Fase-fase pada kala 1 Persalinan


 Fase laten pada kala satu persalinan
Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan
serviks secara bertahap
 Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm
 Pada umumnya,fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam

Fase Aktif pada Kala Satu Persalinan


 Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi
dianggap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan
berlangsung selama 40 detik atau lebih)
 Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi
dengan kecepatan rata-rata 1 cm perjam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1
cm hingga 2 cm (multipara)
 Terjadi penurunan bagian terbawa janin
 Pada fase ini berlangsung selama 6 jam dan dibagi atas 3 subfase, yaitu :
o Periode akselerasi, berlangsung 2 jam pembukaan menjadi 4 cm
o Periode dilatasi maksimal (steady) : selama 2 jam pembukaan berlangsung
cepat menjadi 9 cm
o Periode deselerasi : berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan jadi
10 cm atau lengkap
Manajemen Aktif Kala 1
 Memantau Kontraksi Uterus
Untuk memantau kontraksi uterus dengan cara letakan tangan penolong diatas uterus
dan palpasi jumlah kontraksi yang terjadi dalam kurun waktu 10 menit, gunakan
jarum detik pada jam. Memantau tiap ½ jam sekali pada fase aktif.
 Menentukan Tinggi fundus Uteri
Lakukan pengukuran pada saat uterus tidak berkontraksi menggunakan pita pengukur
atau meteran pengukur. Ibu dengan posisi setengah duduk dan tempelkan ujung pita
(posisi melebar) mulai dari tepi atas simpisis pubis, kemudian rentangkan pita
mengikuti aksis/linea mediana dinding depan abdomen hingga ke puncak fundus.
Jarak tepi atas simfisis pubis dan puncak fundus uteri adalah tinggi fundus.
 Memantau Denyut Jantung Janin
 Menentukan Presentasi
 Menentukan Penurunan Bagian Terbawah Janin
 Periksa Dalam
 Partograf pada kala 1 fase aktif (untuk menilai kemajuan persalinan)
 Control tanda-tanda vital ibu tiap 4 jam
 Pemberian obat bila ada indikasi dan bila diperlukan

Kala II Persalinan
 Gejala dan tanda pada kala II persalinan adalah :
1. Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
2. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum dan/atau vagina
3. Perineum menonjol
4. Vulva vagina dan sfingter ani membuka
5. Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah
Tanda pasti kala dua ditentukan melalui periksa dalam yang hasilnya :
 Pembukaan serviks telah lengkap, atau
 Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina

Pemantauan Selama Kala II


 Nadi Ibu setiap 30 menit
 Frekuensi dan lama kontraksi setiap 30 menit
 DJJ setiap selesai meneran atau setiap 5-10 menit sekali
 Penurunan Kepala Bayi setiap 30 menit melalui pemeriksaan (pemeriksaan luar) dan
pemeriksaan dalam setiap 60 menit atau jika ada indikasi, hal ini dilakukan lebih
cepat
 Warna cairan ketuban jika selaputnya sudah pecah (jernih atau bercampur meconium
atau darah)
 Apakah ada presentasi majemuk atau tali pusat di samping atau terkemuka
 Putaran pakai luar segera setelah kepala bayi lahir.

Kala III Persalinan


Kala III merupakan waktu untuk pelepasan dan pengeluaran uri,dimulai setelah
lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban
Tanda-tanda terlepasnya plasenta
 Perubahan bentuk dan tinggi fundus
 Semburan darah yang mendadak dan singkat
 Tali pusat memanjang
Memanjang aktif kala III
 Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
 Melakukan penanganan tali pusat terkendali
 Massase fundus
Kala IV Persalinan
Pemantauan Pada Kala IV
 Massase uterus
 Evaluasi tinggi fundus dengan meltakkan jari tangan anda secara melintang dengan
pusat sebagai patokan
 Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan
 Dengan cara melihat volume darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa
banyak botol 500 mL dapat menampung semua darah itu.Bisa juga dengan cara tidak
langsung dengan cara melalui penampakan gejala dan tekanan darah
 Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi atau epistotomi).

Terdapat lima aspek dasar yang penting dan saling terkait dalam asuhan persalinan
yang bersih dan aman. Aspek-aspek tersebut melekat pada setiap persalinan, baik normal
maupun patologis. Aspek tersebut adalah sebagai berikut :
 Membuat Keputusan Klinik
Membuat keputusan klinik adalah proses pemecahan masalah yang akan digunakan
untuk merencanakan asuhan bagi ibu dan bayi baru lahir. Hal ini merupakan suatu
proses sistematik dalam mengumpulkan dan menganalisis informasi, membuat
diagnosis kerja, membuat rencana tindakan yang sesuai dengan diagnosis,
melaksanakan rencana tindakan dan akhirnya mengevaluasi hasil asuhan atau
tindakan yang telah diberikan kepada ibu dan/atau bayi baru lahir
 Asuhan Sayang Ibu dan Sayang Bayi
Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya,
kepercayaan dan keinginan san ibu. Salah satu prinsip dasar asuhan sayang ibu
adalah dengan mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan
kelahiran bayi. Banyak hasil penelitian menunjukan bahwa jika para ibu
diperhatikan dan diberi dukungan selama persalinan dan asuhan yang akan mereka
terima, mereka akan mendapatkan rasa aman dan keluaran lebih baik. Atara lain,
juga disebutkan bahwa asuhan tersebut dapat mengurangi jumlah persalinan dengan
tindakan, seperti ektravasasi vakum, forceps, dan seksio sesarea.
 Pencegahan Infeksi
Pencegahan infeksi adalah bagian esensial dari asuhan lengkap yang diberikan pada
ibu dan bayi baru lahir dan harus dilaksanakan secara rutin pada saat menolong
persalinan dan kelahiran, saat memberikan asuhan dasar selama kunjungan antenatal
atau pasca persalinan/bayi baru lahir atau saat menatalaksana penyulit.
 Pencataan (Dokumentasi)
Catat semua asuhan yang telah diberikan kepada ibu dan/atau bayinya. Jika asuhan
tidak dicatat dapat dianggap bahwa tidak pernah dilakukan asuhan yang dimaksud.
Pencatatan adalah bagian penting dari proses dan kelahiran bayi. Mengkaji ulang
catatan memungkinkan untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan dan dapat
lebih efektif dalam merumuskan suatu diagnosis serta membuat rencana asuhan atau
perawatan bagi ibu atau bayinya.
 Rujukan
Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas kesehatan rujukan atau
yang memiliki saran lebih lengkap diharapkan mampu menyelamatkan jiwa para ibu
dan bayi baru lahir. Meskipun sebagian besar ibu menjalani persalinan normal,
sekitar 10-15% di antaranya akan mengalami masalah selama proses persalinan dan
kelahiran sehingga perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan. Setiap tenaga
penolong harus mengetahui lokasi fasilitas rujukan terdekat yang mampu untuk
melayani kegawatdaruratan obsetrik dan bayi baru lahir, seperti :
- Pembedahaan
- Transfusi darah
- Persalinan menggunakan ekstraksi vakum atau forceps
- Antibiotic
- Resusitasi bayi baru lahir dan asuhan lanjutan bayi baru lahir

60 Langkah Asuhan Persalinan Normal


I. Melihat Tanda dan Gejala Kala Dua
1. Mengamati tanda dan gejala persalinan kala dua.
 Ibu mempunyai keinginan untuk meneran
 Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rectum dan/atau
vaginanya
 Perineum menonjol
 Vulva-vagina dan sfingter anal membuka
II. Menyiapkan Pertolongan Persalinan
2. Memastikan perlengkapan, bahan, dan obat-obatan esensial siap digunakan.
Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan tabung suntik steril
sekali pakai di dalam partus set.
3. Mengenakan baju penutup atau celemek plastic yang bersih
4. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai dibawah siku, mencuci kedua
tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan tangan
dengan handuk satu kali pakai/pribadi yang bersih.
5. Memakai sarung dengan DTT atau steril untuk semua pemeriksaan dalam
6. Mengisap oksitosin 10 unit kedalam tabung suntik (dengan memakai sarung
tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan meletakan kembali di partus
set/wadah desinfeksi tingkat tinggi atau steril tanpa mengkontaminasi tabung
suntik.
III. Memastikan Pembukaan Lengkap dengan Janin Baik
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari
belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang sudah dibasahi air
desinfeksi tingkat tinggi . Jika mulut vagina, perineum atau anus
terkontaminasi oleh kotoran ibu, membersihkannya dengan seksama dengan
cara menyeka dari depan ke belakang. Membuang kapas atau kasa yang
terkontaminasi dalam wadah yang benar. Mengganti sarung tangan jika
terkontminasi (meletakan kedua sarung tangan tersebut dengan benar di dalam
larutan dekontaminasi)
8. Dengan menggunakan teknik aseptic, melakukan pemeriksaan dalam untuk
memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap.
Bila selaput ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap,
lakukan amniotomi.
9. Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang
masih memakai sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit. Mencuci kedua tangan (seperti diatas)
10. Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (100-180 kali/menit)
Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.
Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil
penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.
IV. Menyiapkan Ibu dan Keluarga untuk Membantu Proses Pimpinan Meneran
11. Memberitahu Ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik,
membantu Ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai keinginannya.
Menunggu hingga Ibu mempunyai keinginan untuk meneran. Melanjutkan
pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan pedoman
persalinan aktif dan mendokumentasikan temuan-temuan.
Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat mendukung
dan memberi semangat keapda ibu saat mulai meneran.
12. Meminta bantuan kepada keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk
meneran (pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan
pastikan ia merasa nyaman)
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk
meneran :
 Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinginan untuk
meneran
 Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk meneran
 Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (tidak
meminta ibu berbaring terlentang)
 Menganjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi
 Menganjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi
 Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu
 Menganjurkan asupan cairan per oral
 Menilai DJJ setiap lima menit
 Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera dalam
waktu 120 menit (2jam) meneran untuk ibu primipara atau 60/menit (1 jam)
untuk ibu multipara, merujuk segera jika ibu tidak mempunyai keinginan
untuk meneran.
 Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang
aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 60 menit, menganjurkan ibu untuk
mulai menera pada puncak kontraksi-kontraksi tersebut dan bersifat diantara
kontraksi.
 Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi setelah 60 menit
meneran, merujuk ibu dengan segera

V. Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi


14. Jika bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, meletakan handuk
bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi
15. Meletakan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, dibawah bokong ibu.
16. Membuka partus set
17. Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan

VI. Menolong Kelahiran Bayi


Lahirnya kepala
18. Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum
dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan yang lain di kepala
bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak menghambat pada kepala
bayi, memberikan kepala keluar perlahan-lahan. Menganjurkan ibu untuk
meneran perlahan-lahan atau bernapas cepat saat kepala lahir.
Jika ada meconium dalam cairan ketuban, segera hisap mulut dan hidung
setelah kepala lahir menggunakan penghisap lendir DeLee disinfeksi tingkat
tinggi atau steril atau bola karet penghisap yang baru dan bersih
19. Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi dengan kain atau kasa
yang bersih
20. Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal itu
terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi :
 Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat bagian
atas kepala bayi.
 Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua tempat
dan memotongnya.
21. Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
Lahir bahu
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan di
masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu meneran saat kontraksi
berikutnya. Dengan lembut menariknya kea rah bawah dan kearah keluar
hingga bahu anterior muncul di bawah arkus pubis dan kemudian dengan
lembut menarik kea rah atas dan kearah luar untuk melahirkan bahu posterior.
23. Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala bayi yang
berada di bagian bawah kea rah perineum tangan, membiarkan bahu dan
lengan posterior lahir ke tangan tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan
tangan bayi saat melewati perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk
menyangga tubuh bayi saat dilahirkan. Menggunakan tangan anterior (bagian
atas) untuk mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat keduanya lahir.
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas
(anterior) dari panggung kea rah kaki bayi untuk menyangganya saat
punggung dari kaki lahir. Memegang kedua mata kaki bayi dengan hati-hati
membantu kelahiran kaki.

VII. Penanganan Bayi Baru Lahir


25. Menilai bayi dengan cepat, kemudian meletakan bayi di atas perut ibu dengan
posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dan tubuhnya (bila tali pusat terlalu
pendek, meletakkan bayi di tempat yang memungkinkan).
26. Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi kecuali
bagian pusat.
27. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi.
Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem kearah ibu dan memasang
klem kedua 2 cm dari klem pertama (kearah ibu).
28. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan
memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.
29. Mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atau selimut
yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat
terbuka. Jika bayi mengalami kesulitan bernapas, mengambil tindakan yang
sesuai
30. Memberikan bayi kepada ibunya dan mengajukan ibu untuk memeluk bayinya
dan memulai pemberian ASI jika ibu menghendakinya
Oksitosin
31. Meletakan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen untuk
menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.
32. Memberi tahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik.
33. Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, memberikan suntikan oksitosin
10 unit IM di 1/3 paha kanan atas ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya
terlebih dahulu.

Penanganan tali Pusat Terkendali


34. Memindahkan klem pada tali pusat
35. Meletakan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas tulang
pubis dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan
menstabilkan uterus.
Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
36. Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penangan kea rah
bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang berlawanan arah
pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus ke arah atas dan
belakang (dorso kranial) dengan hait-hati untuk membantu mencegah
terjadinya retensio uteri, jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik,
menghentikaan penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut
mulai.
 Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota keluarga
untuk melakukan rangsangan putting susu.
Mengeluarkan plasenta
37. Setalah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik tali
pusat kea rah bawah dan kemudian kea rah atas, mengikuti kurve jalan lahir
sambil meneruskan tekanan berlawanan arah pada uterus.
 Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak 5-10
cm dari vulva.
 Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama
15 menit :
o Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM
o Menilai kandung kemih dan mengkaterisasi kandung kemih dengan
menggunakan teknik aseptic jika perlu
o Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan
o Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya
o Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam 39 menit sejak kelahiran
bayi.
38. Jika plasenta terlihat introitus vagina, melanjutkan kelahiran plasenta dengan
menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta dengan dua tangan dan
dengan hati-hati memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan
lembut perlahan melhirkan selaput ketuban tersebut.
 Jika selaput ketuban tidak robek, memakai sarung tangan desinfeksi
tingkat tinggi atau steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan
seksama. Menggunakan jari-jari tangan atau klem atau forceps disinfeksi
tingkat tinggi atau steril untuk melepaskan bagian selaput yang tertinggal.
Pemijatan uterus
39. Segera setelah kedua plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan masase
uterus, melekatkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan
gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus menjadi
keras).

VIII. Menilai Perdarahan


40. Memeriksa kedua sisi plasneta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan
selaput ketuban untuk memastikan bahwa selaput ketuban lengkap untuh.
Melekatkan plasenta di dalam kantung plastik atau tempat khusus.
41. Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit
laserasi yang mengalami perdarahan aktif.

IX. Melakukan Prosedur Pasca Persalinan


42. Menilai ulang uterus dan memastikaannya berkontraksi dengan baik.
Mengevaluasi pendarahan persalinan vagina.
43. Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam larutan
klorin 0,5% Membilas kedua tangan yang masih bersarung tangan tersebut
dengan air disinfeksi tingkat tinggi dan mengeringkannya dengan kain yang
bersih dan kering.
44. Menempelkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau mengikat
tali disinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati sekeliling tali pusat sekitar
1cm dari pusat.
45. Mengikat satu lagi simpul mati dibagian pusat yang bersebrangan dengan
simpul mati yang pertama.
46. Melepaskan klem bedah dan meletakannya kedalam larutan klorin 0,5%
47. Menyelmuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya. Memastikan
handuk atau kainnya bersih dan kering.
48. Menganjurkan ibu untuk melakukan pemberian ASI
49. Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam.
 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
 Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
 Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan
 Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melaksnakan perawatan yang
sesuai untuk menatalaksanakan atonia uteri. Jika di temukan laserasi yang
memerlukan penjahitan, lakukan penjahitan dengan anastesia local dan
menggunakan teknik yang sesuai.
50. Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase uterus dan
memeriksa kontraksi uterus.
51. Mengevaluasi kehilangan darah
52. Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam
kedua pasca persalinan.
 Memeriksa temperature tubuh ibu sekali setiap selama 2 jam pertama
pasca persalinan
 Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
Kebersihan dan keamanan
53. Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Menuci dan membilas peralatan setelah
dekontaminasi.
54. Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi kedalam tempat sampah yang
sesuai
55. Membersihkan ibu dengan menggunakan air desinfektan tingkat tinggi.
Membersihkan cairan ketuban, lendir dan darah. Membantu ibu memakai
pakaian yang bersih dan kering
56. Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI.
Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makan yang
diinginkan
57. Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan larutan
klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.
58. Mencelupkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5% membalikan
bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit
59. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.

Dokumentasi
60. Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang)
RESUSITASI NEONATUS

A. PERIODE TRANSISI DAN ALUR RESUSITASI


Transisi Sistem Pernapasan dan Sirkulasi pada Bayi Baru Lahir
Setiap bayi baru lahir senantiasa mengalami proses transisi dari kehidupan intrauterin
menuju ekstrauterin yang melibatkan hampir semua sistem organ tubuh.1
Perubahan fisologis yang terjadi:1
 Alveolus paru janin belum berfungsi dan masih terisi cairan yang disekresi oleh sel
epitel paru. Cairan tersebut diperlukan untuk memertahankan volume paru mendekati
kapasitas residu fungsional (KRF) yaitu sekitar 30 mL/kgBB guna mencapai
pertumbuhan paru yang normal pada saat bayi dilahirkan.
 Sirkulasi janin bersifat paralel dan shunt- dependent yaitu terdapat kombinasi kerja
kedua ventrikel jantung untuk memompa darah ke dalam sirkulasi sistemik. Pirau
terjadi di intrakardiak (foramen ovale) maupun ekstrakardiak (duktus venosus dan
duktus arteriosus).
 Pada awal persalinan kala 1 sekresi cairan paru akan berhenti karena stimulasi
katekolamin yang beredar dalam sirkulasi janin sedangkan kontraksi uterus akan
meningkatkan tekanan rongga dada janin dan mendorong cairan paru keluar sehingga
membantu pengosongan cairan paru. Sebelum memasuki persalinan kala 2 sebagian
besar cairan paru sudah diabsorpsi (penyerapan cairan paru dipengaruhi oleh sistem
transport aktif).

Gambar 1. Transisi sistem pernapasan: cairan dalam alveolus digantikan oleh udara.1

 Pemutusan tali pusar akan merangsang bayi melakukan tarikan napas pertamanya, dan
berhubungan dengan penurunan penurunan pO2, pH, dan peningkatan pCO2 akibat
pemutusan hubungan dengan sirkulasi umbilikal, perubahan suhu, serta adanya
rangsang taktil, audiovisual, dan proprioseptif. Tarikan napas pertama menghasilakna
tekanan neagits inspiratori yang tinggi, mencapai 70-110 cmH2O, untuk
mengambangkan paru serta mendorang sebagian besar cairan paru kedalam ruang
perivascular.
 Pemutusan tali pusar akan memutuskan hubungan sirkulasi bayi dari sirkulasi
plasenta, yang mengakibatkan peningkatan tahanan pembuluh darah sistemik bayi
serta penurunan aliran darah yang melewati ductus venosus dan ductus arteiosus.
Duktus venosus akan menutup secara pasif dalam waktu 3-7 hari diikuti penurunan
aliran darah ke vena kava inferior. Serta peningkatan pO2 dalam darah disertai

penurunan kadar prostaglandin yang beredar segera setelah lahir menyebabkan


konstriksi duktus arteriosus, yang kan menutup secara fungsional pada 60 jam dan
menutup permanen pada 4-6 hari setelah lahir.

Gambar 1.2. Perbedaan sirkulasi sebelum lahir (fetal) dan setelah lahir (neonatal).1
Gambar 2. Alur Resusitasi.1
B. PERSIAPAN RESUSITASI
Informasi yang perlu diketahui oleh tim resusitasi karena dapat memengaruhi manajemen
1
resusitasi adalah sebagai berikut:
1. Informasi mengenai ibu:
 Riwayat kehamilan (kondisi kesehatan maupun pemakaian obat-obatan).
 Riwayat kesehatan dan medikasi ibu.
 Hasil pemeriksaan ultrasonografi antenatal.
 Riwayat pemeriksaan kesehatan janin dalam kandungan.
 Risiko infeksi ibu (misal: Streptococcus grup B).
2. Informasi mengenai janin yang akan dilahirkan.
 Usia gestasi.
 Perkiraan jumlah janin (tunggal, kembar).
 Janin risiko tinggi dan kemungkinan memerlukan resusitasi.
 Mekoneum pada cairan ketuban.
 Variasi denyut jantung janin.
 Kelainan kongenital janin.

Anggota tim resusitasi


a Penolong pertama = kapten/pemimpin jalannya resusitasi.
o Posisi: di atas kepala bayi
o Memiliki pengetahuan dan kompetensi resusitasi yang paling tinggi dan
lengkap serta dapat menginstruksikan tugas kepada anggota tim lainnya.
o Tanggung jawab utama: ventilasi (airway dan breathing).
b Penolong Kedua = asisten sirkulasi.
o Posisi: sisi kiri bayi (posisi ini tidak terlalu mengikat, dibolehkan bertukar
posisi antara penolong kedua dan ketiga, dengan catatan fungsi tidak tumpang
tindih).
o Tanggung jawab: sirkulasi bayi
o Meliputi: mendengarkan laju denyut jantung bayi, mengatur kebutuhan
tekanan inspirasi positif (positive inspiratory pressure/PIP) dan fraksi oksigen
(FiO2), memberikan kompresi jantung, memasang kateter umbilikal untuk

resusitasi cairan
c Penolong Ketiga = asisten peralatan dan obat
o - Posisi: sisi kanan bayi (posisi ini tidak terlalu mengikat, dibolehkan bertukar
posisi antara penolong kedua dan ketiga, dengan catatan fungsi tidak tumpang
tindih)
o - Tanggung jawab: menyalakan tombol pencatat waktu, memasang monitor
saturasi, monitor suhu, menyiapkan peralatan suction, persiapan obat-obatan
dan alat-alat lainnya.

Gambar 3. Tim Resusitasi (1)Pimpinan, (2)Asisten Sirkulasi, (3)Asisten obat dan peralatan.
*=boleh bertukar posisi perlu. .1
C. PERSIAPAN RESUSITASI
1
Komponen utama yang wajib dinilai saat awal:
 Pernapasan
 Tonus otot
 Laju denyut jantung.
Sedangkan komponen yang dinilai pada evaluasi lanjutan sepanjang resusitasi
berlangsung adalah laju denyut jantung bayi, pernapasan, tonus otot dan oksigenasi.
Evaluasi dan intervensi dalam resusitasi merupakan suatu proses yang dilakukan secara
serentak, hal ini lebih mudah diterapkan bila terdapat lebih dari satu penolong.1

a Pernapasan.
Pada bayi yang bernapas spontan, perlu dinilai ada atau tidaknya tanda distres
pernapasan. Retraksi atau tarikan ke dalam pada tulang iga dan sternum, merintih saat
ekspirasi merupakan tanda-tanda yang harus diwaspadai pada semua bayi. Hal di atas
menunjukkan kemungkinan bayi mengalami kesulitan mengembangkan paru- paru.
Bila terdapat gangguan pernapasan, bayi perlu diberikan tekanan positif berkelanjutan
pada jalan napas (continuous positive airway pressure/CPAP) atau ventilasi tekanan
positif. 1
Bayi dengan kondisi apnu atau dengan napas megap-megap perlu diberikan
ventilasi tekanan positif. Demikian juga pada bayi dengan napas spontan, sianosis
sentral, dan laju denyut jantung di atas 100 kali per menit yang telah mendapat terapi
oksigen aliran bebas namun tidak membaik. 1
Bayi prematur seringkali memiliki napas yang tidak teratur atau mengalami
periode apnu singkat berulang. Pada kondisi ini bila denyut jantung bayi di atas 100
kali per menit, bayi umumnya. membutuhkan stimulasi singkat untuk merangsang
pernapasannya. Bila setelah mendapat stimulasi bayi mengalami penurunan laju
denyut jantung (di bawah 100 kali per menit), tonus yang buruk, dan pola napasnya
menjadi semakin iregular/tidak adekuat, maka pada keadaan tersebut diperlukan
VTP.1
Bayi yang mengalami distres pernapasan dapat segera diberikan CPAP dini.
Apabila saat pemantauan bayi tersebut mengalami sesak yang memberat atau
pernapasan yang dangkal disertai penurunan laju denyut jantung, maka bayi
membutuhkan ventilasi tekanan positif. 1
b Tonus dan Responsterhadap stimulasi.
Tonus otot merupakan penilaian yang subyektif dan bergantung pada usia
gestasi bayi, namun cukup akurat dalam memerediksi kebutuhan resusitasi pada bayi.
Seorang bayi dengan tonus otot yang baik (menggerak-gerakkan tungkai dengan
postur sesuai usia gestasinya) umumnya tidak memerlukan resusitasi. Sebaliknya,
bayi dengan tonus otot lemah (tidak bergerak-gerak dan postur tubuh ekstensi)
seringkali membutuhkan resusitasi aktif. Sebagian besar bayi baru lahir akan langsung
menggerakkan keempat tungkainya, memulai upaya untuk bernapas dan denyut. 1
Jantungnya akan meningkat di atas 100 kali per menit segera setelah lahir.
Bayi dengan kondisi ini tidak membutuhkan bantuan resusitasi dan sebaiknya tidak
dipisahkan dari ibunya. Bila respons bayi tidak ada atau lemah, maka penolong dapat
melakukan stimulasi dengan cara mengeringkan bayi dengan handuk secara cepat
namun lembut. Menepuk pipi, memukul pantat,menggoyang, atau menggantung bayi
secara terbalik berpotensi bahaya dan tidak boleh dilakukan. Sepanjang resusitasi,
posisi bayi harus dijaga agar kepala dan leher tetap dalam posisi netral, terutama bila
tonus otot bayi lemah. 1

c Laju Denyut Jantung


Bayi baru lahir normal memiliki laju denyut jantung sekitar 130 kali per menit
segera setelah lahir, bervariasi antara 110 hingga 160 kali per menit. Laju denyut
jantung diharapkan selalu di atas 100 kali per menit selama menit pertama kehidupan
pada bayi yang sehat. Laju denyut jantung merupakan kunci utama dalam penilaian
resusitasi. Tanda pertama dari perbaikan kondisi bayi adalah peningkatan laju denyut
jantung. 1
Laju denyut jantung dapat ditentukan dengan mendengarkan jantung
menggunakan stetoskop; pada menit-menit awal setelah lahir, dengan meraba pulsasi
pada dasar tali pusat; atau dengan menggunakan pulse oximetry. 1
Lokasi paling baik untuk pulsasi pada tali pusat adalah bagian dasar, namun
tidak adanya nadi di lokasi tersebut bukanlah pertanda pasti untuk tidak adanya
denyut jantung. Denyut nadi perifer dan sentral sebaiknya tidak digunakan untuk
menilai laju denyut jantung karena sulit diraba dan hasilnya kurang dapat dipercaya. 1
Di antara berbagai cara di atas, pulse oximetry memberikan hasil laju denyut

jantung yang paling baik.8-10 Sensor pulse oximetry sebaiknya dipasang terlebih
dahulu pada tangan atau pergelangan tangan kanan (preduktal) sebelum
disambungkan pada oximeter untuk memperoleh hasil yang lebih akurat. 1
Bila laju denyut jantung bayi terus menerus kurang dari 100 kali per menit,
maka ventilasi bantuan harus dilakukan. Apabila laju denyut jantung bayi tetap
kurang dari 60 kali per menit bahkan setelah diberikan ventilasi tekanan positif yang
adekuat, kompresi dada perlu diberikan. 1

d Oksigenasi
o Pulse Oximetry
Pulse oximetry dapat menampilkan laju denyut jantung janin secara
audiovisual sepanjang resusitasi sehingga para anggota tim dapat melakukan
tugasnya masing-masing dan memonitor kondisi bayi pada saat yang
bersamaan dan tidak perlu menghentikan tindakan resusitas.1
o Nilai Apgar
Metode objektif untuk menilai kondisi bayi baru lahir dan mudah diterapkan
pada berbagai kondisi fasilitas kesehatan, namun sebaiknya nilai Apgar
tidak digunakan untuk menentukan kebutuhan dan intervensi resusitasi
pada bayi baru lahir.1

Tabel 1. Apgar Score.1

e Memberikan Kehangatan
Kondisi hipotermia dapat meningkatkan konsumsi oksigen yang pada akhirnya
dapat mengganggu resusitasi yang efektif. Pastikan area resusitasi terjaga hangat

dengan suhu ruangan sekitar 25 hingga 26oC, meletakkan bayi di bawah radiant
warmer dalam beberapa menit pertama setelah lahir, dan menggunakan alas/ matras

penghangat tambahan bila perlu, terutama pada bayi-bayi kecil.15 Pasang probe suhu
pada bayi dan setel infant warmer pada mode operasional otomatis atau sistem Servo,
sehingga infant warmer akan menyesuaikan suhunya berdasarkan temperatur bayi
yang dinilai dari probe. sementara bagian tubuh sisanya terbungkus plastik dan tidak
dikeringkan sebelumnya. Pada bayi dengan berat di bawah 1000 gram disarankan
untuk membungkus bayi dengan matras penghanghat.1
Penelitian oleh Carroll dkk. pada tahun 2010 menunjukkan bahwa penggunaan
plastik polietilen pada resusitasi neonatus dengan berat lahir sangat rendah (BBLSR)
berhasil meningkatkan suhu tubuh pada satu jam pertama kehidupan, dan menurunkan
kemungkinan periventrikular leukomalasia dibandingkan bayi yang diresusitasi
dengan metode penghangatan tradisional.1

f Membuka jalan napas.


Menghisapan trakea hanya dilakukan pada bayi tidak bugar (depresi napas,
tonus otot lemah, denyut jantung di bawah 100 kali per menit) dengan kecurigaan
obstruksi jalan napas.

Gambar 4. Beberapa contoh posisi bayi. Posisi ini menunjukan posisi yang baik untuk
membuka jalan secara optimal, yaitu setengah ekstensi.

g Mengeringkan dan merangsa taktil bayi


Bayi dikeringkan dengan kain linen bersih yang telah dihangatkan mulai dari
kepala hingga seluruh tubuh bayi. Sambil mengeringkan, berikan rangsang taktil pada
bayi berupa gosokan lembut pada punggung bayi atau menyentil/menepuk telapak
kaki bayi secara tidak berlebihan. Pada bayi bugar, hindari mengeringkan telapak
tangan sebelum melakukan Inisiasi Menyusui Dini.

Gambar 5. Proses
Bagan 1. Langkah – Langkag Resusitasi.1
Resusitasi pada kondisi khusus

A. bayi prematur
1. Proteksi Kulit dan Cara Memegang
Bayi baru lahir yang sangat prematur khususnya < 28 minggu mempunyai risiko
cedera kulit dan organ dalam yang cukup besar, sehingga perlu ditangani dengan lemah
lembut dan hatihati. Bila penolong hendak memasang jalur vaskular, gunakan larutan
antiseptik seperlunya. Larutan yang mengandung alkohol dapat merusak kulit bayi yang
sangat prematur. Bila diperlukan pemasangan kateter umbilikal emergensi, oleskan antiseptik
pada tali pusat dan sedikit kulit di sekitarnya. Penggunaan cairan antiseptik yang berlebihan
akan mengalir ke daerah selangkangan dan paha, sehingga setelah prosedur selesai jangan
lupa membilas dengan aquabidest atau larutan NaCl 0,9% untuk mencegah terjadinya luka
bakar di kulit.

2. bantuan pernafasan
Bayi sangat prematur rentan mengalami displasia bronkopulmonar atau penyakit paru
kronis sebagai dampak/komplikasi dari tindakan intubasi dan penggunaan ventilasi mekanik
> 72 jam. Berbagai tindakan non invasif dalam upaya mencegah displasia bronkopulmonar
yaitu: ventilasi tekanan positif menggunakan balon mengembang sendiri yang dilengkapi
dengan katup PEEP; sustained inflation (ventilasi tekanan positif menggunakan T-piece
resuscitator, waktu inspirasi diperpanjang antara 10-30 detik); dan penggunaan CPAP dini di
ruang bersalin. Ketiga cara tersebut di atas telah terbukti lebih baik dalam mencegah displasia
bronkopulmonar dibandingkan dengan ventilasi tekanan positif dengan balon mengembang
sendiri tanpa PEEP melalui sungkup wajah.
Apabila bayi prematur gagal mempertahankan saturasi oksigen 88-92% walaupun
sudah mendapat terapi CPAP dini hingga mencapai PEEP 8 cm H2 O dan fraksi oksigen
40%, maka surfaktan dianjurkan untuk diberikan di kamar bersalin (surfaktan rescue).
Intubasi endotrakeal masih merupakan standar baku dalam pemberian surfaktan. Terapi
surfaktan profilaksis diberikan pada bayi prematur dengan usia gestasi di bawah 28 minggu
tanpa gejala distres napas dengan mempertimbangkan tersedianya penolong resusitasi yang
kompeten, alat monitor, dan surfaktan.
3. Oksigen
Bayi prematur memiliki risiko lebih besar untuk mengalami cedera hiperoksia
dibandingkan bayi cukup bulan. Pada saat melakukan resusitasi bayi sangat prematur,
dianjurkan untuk tidak menggunakan oksigen 100%, melainkan campuran udara dan oksigen
lalu melakukan titrasi fraksi oksigen. Bayi prematur membutuhkan waktu lebih lama untuk
mencapai saturasi oksigen 90% dibanding bayi cukup bulan, sehingga pemberian fraksi
oksigen saat resusitasi perlu dimonitor dengan pulse oxymetry.

4. Tatalaksana Suhu
Bayi prematur berisiko mengalami hipotermia, oleh karena itu semua bayi dengan
usia gestasi di bawah 28 minggu atau berat badan di bawah 1500 gram harus dibungkus
dengan plastik polietilen segera setelah lahir. Bayi tidak boleh dikeringkan sebelum
dibungkus dengan plastik.

B. obstruksi jalan nafas kongenital


Bayi yang tampak merah muda saat menangis namun sianotik saat diam dengan/atau
tanpa gangguan bernapas, harus dicurigai mengalami atresia koana atau obstruksi jalan napas
atas lainnya. Pada bayi dengan faring pendek, posisi tengkurap dan/atau pemasangan pipa
endotrakea melalui lubang hidung kedalam faring dapat mencegah lidah menutupi jalan
napas. Bayi dengan malformasi kraniofasial kemungkinan membutuhkan intubasi trakea.
Pada kasus demikian, konsultasikan dengan dokter anak konsultan neonatologi.

C. Hernia diafragmatika kongenital (HDK)


Terjadi apabila salah satu dari keempat struktur terpisah yang menyusun diafragma
(septum transversum, membran pleuroperitoneal, mesenterium dorsal dari esofagus, dan
dinding tubuh) gagal menyatu pada minggu kedelapan setelah konsepsi. Sebagai akibatnya,
organ-organ abdomen mengalami herniasi ke dalam rongga toraks

D. Pneumothoraks Tension
Pneumotoraks adalah akumulasi udara di rongga pleura hingga menyebabkan kolaps
paru sebagian atau total pada sisi yang terkena. Retraksi dada, takipnu, penurunan suara
napas unilateral, penurunan gerakan salah satu sisi dinding dada,dan penonjolan dinding dada
pada satu sisi, yang terjadi setelah resusitasi merupakan petunjuk adanya pneumotoraks.
Standar baku dalam mendiagnosis pneumotoraks adalah radiografi dada, namun
pneumotoraks tension memerlukan tatalaksana darurat sehingga tidak cukup waktu untuk
melakukan pemeriksaan ini. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah transiluminasi
yang cukup sensitif pada bayi kecil, namun pada bayi cukup bulan dapat menjadi negatif
palsu.
Drainase pneumotoraks atau aspirasi jarum pneumotoraks adalah tindakan
memasukkan jarum ke dalam rongga pleura yang dihubungkan dengan three-way, kateter
intravena/wing needle dan spuit untuk mengeluarkan udara yang terjebak di dalam rongga
pleura.
Alat-alat yang harus dipersiapkan adalah:
- Kateter intravena ukuran 18-21 atau wing needle ukuran 21, disesuaikan dengan besar
kecilnya bayi
- Spuit 10 dan 50 cc
- Three-way
- Cairan antiseptik
- Sarung tangan steril

Prosedur aspirasi jarum


E. kelahiran Gemeli
Bayi gemelli seringkali membutuhkan resusitasi karena prematuritas, abnormalitas
plasenta, gangguan aliran darah tali pusat, dan/atau komplikasi mekanis selama persalinan.

F. perdarahan pervaginam
Bayi baru lahir dengan perdarahan umumnya tampak sangat pucat walaupun laju
denyut jantung sudah kembali normal. Kondisi ini dapat menyebabkan kesulitan dalam
resusitasi. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian Drugs, cairan kristaloid isotonik (NaCl
0,9%) dapat digunakan sebagai pilihan pertama resusitasi cairan. Pada kondisi hipovolemia
yang diakibatkan perdarahan, transfusi darah merupakan pilihan berikutnya dalam resusitasi
cairan.

G. ketuban bercampur mekonium


Sampai saat ini praktek pengisapan orofaring dan nasofaring intrapartum masih
merupakan hal rutin untuk bayi lahir dengan ketuban jernih maupun bercampur mekonium.
Rekomendasi saat ini adalah pengisapan tidak dilakukan bila bayi bugar dan bernapas
spontan atau menangis, walaupun ketuban bercampur mekoneum. Pada bayi lahir tidak bugar
dan ketuban bercampur mekoneum, tidak didapatkan cukup bukti untuk melarang pengisapan
orofaring dan nasofaring. Karena itu, pengisapan hanya direkomendasikan untuk dilakukan:
- Segera setelah lahir
- Jika dokter berpengalaman dan semua peralatan bisa segera tersedia
- Sebelum awitan bernapas atau menangis dan pada bayi dengan tonus otot menurun.
Apabila bayi bernapas spontan adekuat, jangan lakukan intubasi untuk mengisap mekoneum.
Bila bayi mengalami distres napas, apnu, atau tonus buruk, lakukan laringoskopi direk dan
isap mekoneum di faring. Bila perlu, lakukan intubasi untuk mengisap mekoneum dari trakea.
Pengisapan dengan intubasi dilakukan dari trakea ke arah mulut dengan
menyambungkan ETT dengan aspirator mekoneum atau menggunakan kateter isap ukuran 10
atau 12 F untuk sekret kental. Pengisapan hanya dilakukan sekali kemudian tahapan resusitasi
selanjutnya harus dimulai sesegera mungkin.
Semua bayi lahir dengan ketuban bercampur mekoneum sebaiknya diobservasi
selama satu hingga dua hari.
5. Sungkup Laring (Laryngeal Mask Airway/LMA)
Sungkup laring harus dipertimbangkan digunakan pada bayi cukup bulan yang tidak
berhasil diresusitasi dengan sungkup wajah atau intubasi. Sungkup laring terdiri atas dua
ukuran, yaitu nomor 0 dan 1. Nomor 1 sesuai digunakan untuk bayi dengan berat minimal 1,8
kg dan maksimal 5 kg, sementara nomor 0 tidak tersedia di Indonesia. Sungkup laring dapat
dipertimbangkan sebagai alternatif untuk ventilasi tekanan positif pada bayi baru lahir dengan
berat di atas 2000 gram atau usia gestasi di atas atau sama dengan 34 minggu.
Berikut merupakan pertimbangan menggunakan sungkup laring:
- Terdapat kelainan kongenital pada mulut, bibir dan langit-langit mulut sehingga
pelaku prosedur mengalami kesulitan melihat laring
- Sindrom Pierre-Robin dan sindrom Down (trisomi 21)
- Ventilasi dengan sungkup tidak memberikan respon baik sedangkan tenaga ahli untuk
melakukan prosedur intubasi tidak tersedia (atau tenaga ahli tersedia namun intubasi
gagal).
Tekhnik pemasangan sungkup laring
- Kempiskan cuff tetapi jaga agar jangan sampai terlipat.
- Berikan pelumas pada bagian belakang cuffdan sisi samping LMA dengan pelumas
berbasis air atau air liur bayi. Hindari pemberian pelumas pada bagian anterior cuff
atau sampai ke bagian dalam sungkup
- Peganglah LMA seperti memegang pulpen, masukkan dengan bagian terbuka dari
sungkupnya menghadap ke bawah (menyisihkan lidah, menyusuri palatum). LMA
harus dimasukkan di tengah mulut agar LMA terpasang dengan tepat dan
pengembangan paru simetris. Dorong sungkup dengan punggung jari telunjuk
menyusuri palatum keras ke arah faring sampai terasa adanya tahanan. Pegang pipa
LMA agar posisi tidak bergeser, kemudian tangan sebelahnya sedikit menekan ke
bawah sementara jari telunjuk yang digunakan untuk memandu dikeluarkan dari
mulut bayi.
- Kembangkan cuff dengan spuit berisi 4 mL udara. Pipa dapat sedikit terangkat dari
hipofaring ketika cuff dikembangkan.Rasakan adanya sensasi memantul kembali
ketika mendorong spuit.
- Hubungkan dengan alat ventilasi (T-piece atau balon ventilasi). Bila LMA berada di
tempat yang benar maka dada akan mengembang secara simetris.

Setelah pemasangan sungkup laring, cek ketepatan posisi dengan melihat tanda-tanda berikut
ini:
- Pergerakan dinding dada seiring inflasi
- Laju denyut jantung meningkat di atas 100 kali per menit
- Meningkatnya oksigenasi (oksimetri lebih akurat dibandingkan penilaian visual)
Beberapa tanda lainnya untuk mengkonfirmasi letak sungkup laring yang tepat adalah:
- Perubahan warna yang tampak dengan detektor end-tidal CO2 (metode paling reliabel
pada bayi baru lahir yang memiliki sirkulasi spontan) Negatif palsu dapat terjadi pada
bayi dengan aliran darah pulmoner yang sangat rendah atau tidak ada
- Mendengar suara napas yang simetris di dada bagian atas dengan menggunakankan
stetoskop. Pada beberapa kondisi (contoh: pneumotoraks, hernia diafragmatika) dapat
terdengar asimetris meskipun posisi pipa sudah optimal.

PENOLAKAN RESUSITASI
Beberapa literatur menyebutkan bahwa pada kondisi tertentu tenaga medis dan/atau keluarga
dapat menolak tindakan resusitasi. Kondisi tersebut antara lain:
- Anensefali
- Bayi prematur ekstrim dengan kemungkinan hidup kecil
- Pada bayi dengan kelainan kongenital mayor
- Pada bayi sakit berat dengan prognosis jangka panjang sangat buruk
Perlu diperhatikan bahwa perintah penolakan tindakan seperti Do Not Resuscitate (DNR)
harus didokumentasikan secara tertulis dalam rekam medis dan ditandatangani oleh keluarga
pasien di dalam rekam medis

MENGHENTIKAN USAHA RESUSITASI


Pedoman untuk menghentikan resusitasi mengacu pada denyut jantung bayi yang terdeteksi
dalam 10 menit:
- Bila dalam 10 menit denyut jantung bayi tidak terdeteksi, maka usaha resusitasi dapat
dipertimbangkan untuk dihentikan.
- Bila dalam 10 menit denyut jantung bayi sulit ditentukan atau sangat lemah, maka
resusitasi dapat terus dilanjutkan. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh:
o Diagnosis yang belum pasti
o Usia gestasi neonatus
o Ada atau tidaknya komplikasi
o Harapan orangtua terhadap kehidupan bayinya
American Medical Association Code of Medical Ethics menyatakan bahwa untuk
menentukan keputusan medis resusitasi untuk bayi kritis meliputi banyak pertimbangan sulit
antara lain:
- Kemungkinan keberhasilan resusitasi
- Risiko yang mungkin timbul dengan atau tanpa resusitasi
- Kemungkinan tindakan medis akan memperpanjang kehidupan atau tidak
- Rasa sakit dan ketidaknyamanan yang timbul
- Kemungkinan peningkatan derajat kualitas hidup bayi
Setiap intervensi medis memiliki risiko terjadinya komplikasi atau bahkan kematian,
namun tenaga medis tidak boleh meremehkan kekuatan bertahan hidup dari seorang bayi.
Oleh karena itu, usaha untuk memertahankan hidup dengan meresusitasi bayi harus terus
dilakukan secara optimal.
ANATOMI REPRODUKSI

Anatomi Alat Reproduksi Wanita


Organ Genitalia Eksterna
Vulva (pukas) arau pudenda, meliputi seluruh struktur eksternal yang dapat dilihat
mulai &ri pubis sampai perineum, yairu mons veneris, labia mayora dan labia minora,
klitoris, selaput dara (rymen), vestibulum, muara uretra berbagai kelenjar, dan struktur
vaskular.
Mons veneris atau mons pubis adalah bagian yang menonjol di atas simfisis dan pada
perempuan setelah pubenas ditutup oleh rambut kemaluan. Pada perempuan umumnya batas
atas rambut melintang sampai pinggir atas simfisis, sedangkan ke bawah sampai ke sekitar
anus dan paha.
Labia mayora (bibir-bibir besar) terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil ke
bawah, terisi oleh jaringan lemak yang sempa dengan yangada di mons veneris. Ke bawah
dan ke belakang kedua labia mayora bertemu dan membentuk kommisura posterior. Labia
mayora analog dengan skrotum pada pria. Ligamentum rotundum berakhir di batas aus labia
mayora. Setelah perempuan melahirkan beberapa kali, labia mayora menjadi kurang
menonjol dan pada usia lanjut mulai mengeriput. Di bawah kulit terdapat massa lemak dan
mendapat pasokan pleksus vena yang pada cedera dapat pecah dan menimbulkan hematoma.
Labia minora (bibir-bibir kecii atau nympbae) adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah
dalam bibir besar. Ke depan kedua bibir kecil bertemu yang di atas klitoris membentuk
preputium klitoridis dan yang di bawah klitoris membentuk frenulum klitoridis. Ke belakang
kedua bibir kecil juga bersatu dan membentuk fossa navikulare. Fossa navikulare ini pada
perempuan yang belum pernah bersalin tampak utuh, cekung seperti perahu; pada perempuan
yang pernah melahirkan kelihatan tebal dan tidak rata. Kulit yang meliputi bibir kecil
mengandung banyak glandula sebasea (kelenjar-kelenjar lemak) dan juga ujung-ujung saraf
yang menyebabkan bibir kecil sangat sensitif. Jaringan ikatnya mengandung banyak
pembuluh darah dan beberapa otot polos yang menyebabkan bibir kecil ini dapat
mengembang.
Klitoris kira-kira sebesar kacang ijo, tertutup oleh preputium klitoridis dan terdiri atas
glans klitoridis, korpus klitoridis, dan dua krura yang menggantungkan klitoris ke os pubis.
Glans klitoridis terdiri atas jaringan yang dapat mengembang, penuh dengan urat saraf,
sehingga sangat sensitif.
Vestibulum berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari depan ke belakang dan
dibatasi di depan oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan di belakang oleh
perineum (fowrchette). Embriologik sesuai dengan sinus urogenitalisl. Kurang lebih 1 - 1,5
cm di bawah klitoris ditemukan orifisium uretra eksternum (lubang kemih) berbentuk
membujur 4 - 5 mm dan tidak jarang sukar ditemukan oleh karena tertutup oleh lipatan-
lipatan selaput vagina. Tidak jauh dari lubang kemih, di kiri dan di kanan bawahnya, dapat
dilihat dua ostia Skene. Saluran Skene (duktus parauretral) analog dengan kelenjar prostat
pada laki-laki. Di kiri dan kanan bawah di dekat fossa navikulare, terdapat kelenjar Bartolin.
Kelenjar ini berukuran diameter lebih kurang 1 cm, terletak di bawah otot konstriktor kunni
dan mempunyai saluran kecil panjang 1.,5 - 2 cm yang bermuara di vestibulum, tidak jauh
dari fossa navikulare. Pada koitus kelenjar Bartholin mengeluarkan getah.
Bulbus Vestibuli sinistra et dekstra merupakan pengumpulan vena terletak di bawah
selaput lendir vestibulum, dekat ramus ossis pubis. Panjangnya 3 - 4 cm, lebarnya 1 - 2 cm
dan tebalnya 0,5 - 1 cm. Bulbus vestibuli mengandung banyak pembuluh darah, sebagian
tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus konstriktor vagina.
Embriologik sesuai dengan korpus kavernosum penis. Pada waktu persalinan biasanya
kedua bulbus tertarik ke arah atas ke bawah arkus pubis, akan tetapi bagian bawahnya yang
melingkari vagina sering mengalami cedera dan sekali-sekali timbul hematoma vulva atau
perdarahan.
Introitus Vagina mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Pada seorang virgo
selalu dilindungi oleh labia minora yang baru dapat dilihat jika bibir kecii ini dibuka.
Introitus vagina ditutupi oleh selaput dara (himen). Himen ini mempunyai bentuk berbeda-
beda, dariyang semilunar (bulan sabit) sampai yang berlubang-lubang atau yang bersekat
(septum). Konsistensinya pun berbeda-beda, dari yang kaku sampai yang lunak sekali. Hiatus
himenalis (lubang selaput dara) berukuran dari yang seujung jari sampai yang mudah dilalui
oleh dua jari. Umumnya himen robek pada koitus dan robekan ini terjadi pada tempat jam 5
atau jam 7 dan robekan sampai mencapai dasar selaput dara itu. Pada beberapa kasus himen
tidak mengalami laserasi walaupun sanggama berulang telah dilakukan. Sesudah persalinan
himen robek di beberapa tempat dan yang dapat dilihat adalah sisa-sisanya (karunkula
himenalis)3,4.
Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan yang
mendukung perineum terutama ialah diafragma pelvis dan diafragma urogenitalis. Diafragma
pelvis terdiri atas otot levator ani dan otot koksigis posterior serta fasia yang menutupi kedua
otot ini. Diafragma urogenitalis terletak eksternal dari diafragma pelvis, yaitu di daerah
segitiga antara tuber isiadika dan simfisis pubis. Diafragma urogenitalis meliputi muskulus
transversus perinei profunda, otot konstriktor uretra dan fasia internal maupun eksternal yang
menutupinya. Perineum mendapat pasokan darah terutama dari arteriapudenda interna dan
cabang-cabangnya. Persarafan perineum terutama oleh nemrs pudendus dan cabang-
cabangnya. Oleh sebab itu, dalam menjahit robekan perineum dapat dilakukan anestesi blok
pudendus. Otot levator ani kiri dan kanan bertemu di tengah-tengah di antara anus dan vagina
yang diperkuat oleh tendon sentral perineum. Di tempat ini bertemu otot-otot
bulbokavernosus, muskulus transversus perinei superfisialis, dan sfingter ani eksternal.
Struktur ini membenttk perineal body yang memberikan dukungan bagi perineum. Dalam
persalinan sering mengalami laserasi, kecuali dilakukan episiotomi yang adekuat.
Organ Genitalia Interna Vagina (Liang Kemalwan/Liang Sanggama) Setelah melewati
introitus vagina, terdapat liang kemaluan (vagina) yang merupakan suatu penghubung antara
introitus vagina dan uterus. Arahnya sejajar dengan arah dari pinggir atas simfisis ke
promontorium. Arah ini penting diketahui pada waktu memasukkan jari ke dalam vagina saat
melakukan pemeriksaan ginekologik. Dinding depan dan belakang vagina berdekatan satu
sama lain, masing-masing panjangnya berkisar antara 6 - 8 cm dan 7 - 10 cm. Bentuk vagina
sebelah dalam yang berlipatJipat disebut rugae. Di tengah-tengahnya ada bagian yang lebih
keras, disebut kolumna rugarum.

Lipatan-lipatan ini memungkinkan vagina dalam persalinan melebar sesuai dengan


fungsinya sebagai bagian lunak jalan-iahir2,r,5-8. Di vagina tidak didapatkan kelenjar-
kelenjar bersekresi. Pada perempuan yang pernah melahirkan, kepingan epitel vagina
kadang-kadang tertanam dalam jaringan ikat vagina pada saat penjahitan robekan vagina
dan membentuk kista, disebut kista inklusi vagina (oaginal inclussion cyst), Wng
sebenarnya bukan kelenjarl. Epitel vagina terdiri atas epitel gepeng tidak bertanduk, di
bawahnya terdapat jaringan ikat yang mengandung banyak pembuluh darah. Pada
kehamilan terdapat hipervaskularisasi lapisan jaringan tersebut, sehingga dinding vagina
kelihatan kebiru-biruan, yang disebut lbide. Di bawah jaringan ikat terdapat otot-otot
dengan susunan yang sesuai dengan susunan otot-otot usus. Bagian dalamnya terdiri atas
muskuius sirkularis dan bagian luarnya muskulus longi tudinalis. Di sebelah luar otot-otot
ini terdapat fasia (jaringan ikat) yang akan berkurang elastisitasnya pada perempuan yang
lanjut usianya. Bagian atas vagina berasal dari Dukrus Mulleri, sedangkan bagian
bawahnya dibentuk oleh sinus urogenitalis.
Di sebelah depan, dinding vagina berhubungan dengan uretra dan kandung kemih
yang dipisahkan oleh jaringan ikat biasa disebut septum vesikovaginalis. Di sebelah
belakang, di antara dinding vagina bagian bawah dan rektum terdapat jaringan ikat
disebut septum rektovaginalis. Seperempat bagian atas dinding vagina belakang teqpisah
dari rektum oleh kantong rektouterina yang biasa disebut kamm Douglasi. Dinding kanan
dan kiri vagina berhubungan dengan muskulus levator ani. Di puncak vagina dipisahkan
oleh serviks, terbentuk fomiks anterior, posterior dan lateralis kiri dan kanan. Oleh karena
puncak vagina belakang terletak lebih tinggi daripada bagian depan, maka fomiks
posterior lebih dalam daripada anterior. Forniks mempunyai ani klinik karena organ
internal pelvis dapat dipalpasi melalui dinding forniks yang tipis. Selain itu, forniks
posterior dapat digunakan sebagai akses bedah untuk masuk ke dalam rongga
peritoneuml. Kurang lebih t,S cm di atas forniks lateralis terletak ureter yang terdapat di
dalam parametrium. Di tempat itu ureter melintasi arteria uterina tepat di bawahnya. Hal
ini penting diketahui jika harus menjahit robekan serviks uteri yang lebar dan dekat
dengan tempat arteria uterina dan ureter agar kedua pembuluh itu tidak terjahit.
Dalam kehamilan, spesies Laaobacillus lebih sering terdapat dalam vagina dalam
konsentrasi tinggi. Demikian pula dengan mikro-organisme anaerobik. Malahan dalam
masa nifas, jumlah bakteri anaerobik meningkat dengan dramatis dan yang paling sering
menimbulkan infeksi nifasl. Oleh sebab itu, pilihan pertama antibiotika untuk infeksi
nifas adalah antibiotika untuk bakteri anaerobik.
Vagina mendapat darah dari (1) arteria uterina, yang melalui cabangnya ke serviks
dan vagina memberikan darah ke vagina bagian 1/3 atas: (2) arteria vesikalis inferior,
yang melalui cabangnya memberikan darah ke vagina bagian 1/3 tengah; (3) arteria
hemoroidalis mediana dan arteria pudendus interna, yang memberikan darah ke vagina
bagian l/3 bawah. Darah kembali melalui pleksus vena yang ada, antara lain pleksus
pampiniformis ke vena hipogastrika dan vena iliaka ke ataslo. Getah bening (limfe) yang
berasal dari 2/3 bagian atas vagina akan melalui kelenjar getah bening di daerah vasa
iliaka, sedangkan getah bening yang berasal dari 1/3 bagian bawah akan melalui kelenjar
getah bening di regio inguinalis.
Uterus lJterus berbentuk sepeni buah avokad atau buah pir yang sedikit gepeng ke
arah depan belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya
terdiri aras orot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7 - 7,5 cm, lebar di atas 5,25
cm, tebal 2,5 cm, dan tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah
anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk sudut dengan vagina, sedangkan
korpus uteri ke depan dan membentuk sudut dengan serviks uteri)3,6. IJterus terdiri atas
(1) fundus uteri; (2) korpus uteri; dan (3) serviks uteri. Fundus uteri adalah bagian uterus
proksimal; di situ kedua tuba Falloppii rnasuk ke uterus. Di dalam klinik penting untuk
dikemhui sampai di mana fundus uteri berada, oleh karena tuanya kehamilan dapat
diperkirakan dengan perabaan pada fundus uteri. Korpus uteri adalah bagian uterus yang
terbesar. Pada kehamiian bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai tempat janin
berkembang. Ronggayang terdapat di korpus uteri disebut kavum uteri (rongga rahim).
Serviks uteri terdiri atas (1) pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan porsio; (2) pars
supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang berada di atas vagina.
Saluran yang terdapat dalam serviks disebut kanalis servikalis, berbentuk seperti
saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm. Saluran ini dilapisi oleh kelenjar-kelenjar serviks,
berbentuk sel-sel torak bersilia dan berfungsi sebagai reseptakulum seminis. Pintu saluran
serviks sebelah dalam disebut ostium uteri internum dan pintu di vagina disebut ostium
uteri eksternum. Kedua pintu penting dalam klinik, misalnya dalam penilaian jalannya
persalinan, dan abortus. Secara histologik dari dalam ke luar, urerus terdiri atas (1)
endometrium di korpus uteri dan endoserviks di serviks uteri; (2) otot-otot polos; dan (3)
lapisan serosa, yakni peritoneum viserale. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-
kelenjar dan jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berkeluk-keluk. Endometrium
melapisi seluruh kal'um uteri dan mempunyai arti penting dalam siklus haid perempuan
dalam masa reproduksi. Dalam masa haid, endometrium sebagian besar dilepaskan, untuk
kemudian tumbuh lagi dalam masa proliferasi yang selanjutnya diikuti dengan masa
sekretorik (kelenjar-kelenjar telah berkeluk-keluk dan terisi dengan getah). Masa-masa ini
dapat diperiksa dengan melakukan biopsi endometrium.

Lapisan otot polos uterus di sebeiah dalam berbentuk sirkular dan di sebelah luar
berbentuk longitudinal. Di antara kedua lapisan itu terdapar lapisan otot oblik, berbentuk
anyam n. Lapisan ini paling penting dalam persalinan oleh karena sesudah plasenta lahir,
otot lapisan ini berkontraksi kuat dan menjepit pembuluh-pembuluh darah yang terbuka
di tempat itu, sehingga perdarahan berhenti. Uterus sebenarnya terapung-apung dalam
rongga pelvis, tetapi terfiksasi dengan baik oleh jaringan ikat dan ligamenta yang
menyokongnya. Ligamenta yang memfiksasi uterus adalah sebagai berikut.
1. Ligamentum kardinal (Mackenrodt) kiri dan kanan, yakni ligamentum yang
terpenting yang mencegah uterus tidak turun. Terdiri atas jaringan ikat tebal yang
berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di
dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah, anrara lain vena dan arteria uterina.
2. Ligamentum sakro-uterina kiri dan kanan, yakni ligamenrum yang menahan
uterus supaya tidak banyak bergerak. Berjalan dari serviks bagian belakang kiri
dan kanan, ke arah os sakrum kiri dan kanan.
3. Ligamentum rotundum kiri dan kanan, yakni ligamentum yang menahan uterus
dalam antefleksi. Berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah
inguinal kiri dan kanan. Pada kehamilan kadang-kadang terasa sakit di daerah
inguinal waktu berdiri cepat, karena uterus berkontraksi kuat dan ligamentum
rotundum menjadi kencang serta mengadakan tarikan pada daerah inguinal. Pada
persalinan pun teraba kencang dan terasa sakit bila dipegang.
4. Ligamentum latum kiri dan kanan, yakni ligamenrum yang meliputi tuba. Berjalan
dari uterus ke arah lateral. Tidak banyak mengandung jaringan ikat. Sebenarnya
ligamentum ini adalah bagian peritoneum viserale yang meliputi uterus dan kedua.
5. Ligamentum infundibulo-pelvikum kiri dan kanan, yakni ligamentum yang
menahan tuba Falloppii. Berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di
dalamnya ditemukan urat-urat saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan vena
ovarika.
Di samping ligamenta tersebut di atas ditemukan pada sudut kiri dan kanan belakang
fundus uteri ligamentum ovarii proprium kiri dan kanan yang menahan ovarium. Ligamentum
ovarii proprium ini embriologis berasal dari gubernakulum. Jadi, sebenarnya berasal sepefti
ligamentum rotundum yang juga embriologis berasal dari gubernakulum.
Ismus adalah bagian uterus antara serviks dan kolpus uteri, diliputi oleh peritoneum
viserale yang mudah sekali digeser dari dasarnya atau digerakkan di daerah plika
vesikouterina. Di tempat yang longgar inilah dinding uterus dibuka jika melakukan seksio
sesarea transperitonealis profunda. Dinding belakang uterus seluruhnya diliputi oleh
peritoneum viserale yang di bagian bawah membentuk suatu kantong yang disebut kavum
Douglasi. Dalam klinik rongga ini mempunyai arti penting. Kavum Douglasi akan menonjol
jika terdapat cairan (darah atau asites) atau tumor di situ. Uterus diberi darah oleh arteria
Uterina kiri dan kanan yang terdiri atas ramus asendens dan ramus desendens. Pembuluh
darah ini berasal dari arteria Iliaka Interna (disebut juga arteria Hipogastrika) yang melalui
dasar ligamentum latum masuk ke dalam uterus di daerah serviks kira-kira 1,5 cm di atas
forniks lateralis vagina.
Kadang-kadang dalam persalinan terjadi perdarahan banyak oleh karena robekan
serviks ke lateral sampai mengenai cabang-cabang arteria Uterina. Robekan ini disebabkan
anrara lain oleh pimpinan persalinan yang salah, persalinan dengan alat misalnya ekstraksi
dengan cunam yang dilakukan kurang cermat dan sebagainya. Dalam hal ini penjahiran
robekan serviks harus dilakukan dengan hati-hati. Kadang-kadang disangka robekan sudah
dijahit dengan baik oleh karena tidak tampak adanya perdarahan lagi, padahal, perdarahan
tetap berlangsung terus ke dalam parametrium. Timbulah hematoma di parametrium yang
sukar didiagnosis dan dapat mengakibatkan ibu yang baru bersalin jatuh dalam syok. Jika
hematoma dalam parametrium tidak dipikirkan, perempuan itu mungkin tidak tertolong lagi.
Kita harus berhati-hati pula jangan sampai ureter yang dekat di daerah tersebut ikut terjahit,
sehingga terjadi anuria disusul oleh uremia dan berakhir dengan kematian penderita.
Pembuluh darah lain yang memberi pula darah ke uterus adalah aneria Ovarika kiri
dan kanan. Arteria ini berjalan dari lateral dinding pelvis, melalui ligamentum infundibulo-
pelvikum mengikuti tuba Falloppii, beranastomosis dengan ramus asendens arteria uterina di
sebelah lateral, kanan dan kiri uterus. Bersama-sama dengan arteriarteri tersebut di atas
terdapat vena-vena yang kembali melalui pleksus vena ke vena Hipogastrikalo.
Getah bening yaog berasal dari serviks akan mengalir ke daerah obturatorial dan
inguinal, selanjutnya ke daerah vasa iliaka. Dari korpus uteri saluran getah bening akan
menuju ke daerah paraaorta atau paravertebra dalam. Kelenjar-kelenjar getah bening penting
artinya dalam operasi karsinoma.
Inervasi utenrs terutama terdiri atas sistem saraf simpatetik dan untuk sebagian terdiri
atas sistem parasimpatetik dan serebrospinal. Sistem parasimpatetik berada di dalam panggul
di sebelah kiri dan kanan os sakrum, berasal dari saraf sakral 2, 3, dan 4, yang selanjutnya
memasuki pleksus Frankenheuser. Sistem simpatetik masuk ke rongga panggul sebagai
pleksus hipogastrikus melalui bifurkasio aorta dan promontorium terus ke bawah menuju ke
pleksus Frankenhduser. Pleksus ini terdiri ams gangiion-ganglion berukuran besar dan kecil
yang terletak terutama pada dasar ligamentum sakrouterina. Serabut-serabut saraf tersebut di
atas memberi inervasi pada miometrium dan endometrium. Kedua sistem simpatetik dan
parasimpatetik mengandung unsur motorik dan sensorik. Kedua sistem bekerja antagonistik.
Saraf simpatetik menimbulkan kontraksi dan vasokonstriksi, sedangkan yang parasimpatetik
sebaliknya, yaitu mencegah kontraksi dan menimbulkan vasodilatasi.
Saraf yang berasal dari torakal 11 dan 12 mengandung saraf sensorik dari uterus dan
meneruskan perasaan sakit dari uterus ke pusat saraf (serebrum). Saraf sensorik dari serviks
dan bagian atas vagina melalui saraf sakral 2,3, dan 4, sedangkan yang dari bagian bawah
vagina melalui nervus pudendus dan nervus ileoinguinalis.

Tuba Falloppii
Tuba Falloppii terdiri atas (1) pars interstisialis, yaitu bagian yang terdapat di dinding utems;
(2) pars ismika, merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya; (3) pars ampullaris,
yaitu bagian yang berbentuk sebagai saluran agak lebar, tempar konsepsi terjadi; dan (4)
infundibulum, yaitu bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan mempunyai
fimbria2'3,5. Fimbria penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur dan selanjutnya
menyalurkan telur ke dalam tuba. Bentuk infundibulum sepert; dnemon (seienis binatang
laut). Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viserale yang merupakan bagian dari
Iigamentum latum. Otot dinding tuba terdiri atas (dari luar ke dalam) otot longitudinal dan
otot sirkular. Lebih ke dalam lagi didapatkan selaput yang berlipat-lipat dengan sel-sel yang
bersekresi dan bersilia yang khas, berfungsi untuk menyalurkan telur atau hasil konsepsi ke
arah kavum uteri dengan arus yang ditimbulkan oleh getaran rambut getar tersebut.

Ovarium (Indung Telur)


Perempuan pada umumnya mempunyai 2 indung telur kanan dan kiri. Mesovarium
menggantung ovarium di bagian belakang ligamentum latum kiri dan kanan. Ovarium
berukuran kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang kira-kira 4 cm, lebar
dan tebal kira-kira 1,5 cm. Pinggir atasnya atau hilusnya berhubungan dengan mesovarium
tempat ditemukannya pembuluh-pembuluh darah dan serabut-serabut saraf untuk ovarium.
Pinggir bawahnya bebas. Permukaan belakangnya menuju ke atas dan belakang, sedangkan
permukaan depannya ke bawah dan depan. Ujung yang dekat dengan tuba terletak lebih
tinggi daripada ujung yang dekat dengan uterus dan tidak jarang diselubungi oleh beberapa
fimbria dari infundibulum. Ujung ovarium yang lebih rendah berhubungan dengan uterus
melalui ligamentum ovarii proprium tempat ditemukannya jaringan otot yang menjadi satu
dengan jaringan otor di ligamentum rotundum. Embriologik kedua ligamentum berasai dari
gubernakulum.
Struktur ovarium terdiri atas (1) korteks, bagian luar yang diliputi oleh epitelium
germinatiwm berbentuk kubik dan di dalamnya terdiri atas stroma sena folikel-folikel
primordial; dan (2) medulla, bagian di sebelah dalam korteks tempat terdapatnya stroma
dengan pembuluh-pembuluh darah, serabut-serabut saraf, dan sedikit otot polos.
Diperkirakan pada perempuan terdapat kira-kira 100.000 folikei primer. Tiap bulan satu
folikel akan keluar, kadang-kadang dua folikel, yang dalam perkembangannya akan menjadi
folikel de Graaf. Folikel-folikel ini merupakan bagian terpenting dari ovarium yang dapat
dilihat di korteks ovarii dalam letak yang beraneka-ragam dan pula dalam tingkat-tingkat
perkembangan yang berbeda, yaitu dari satu sel telur yang dikelilingi oleh satu lapisan sel-sel
saja sampai menjadi folikel de Graaf yaog matang terisi dengan likuor follikuli, mengandung
estrogen dan siap untuk berovulasi.

Folikel de Graaf yang matang terdiri atas (1) orum, yakni suatu sel besar dengan diameter
0,1 mm yang mempunyai nukleus dengan anyaman kromatin yang jelas sekali dan satu
nukleolus pula; (2) stratum granulosum, yang terdiri atas sel-sel granulosa, yakni sel-sel bulat
kecil dengan inti yang jelas pada pewarnaan dan mengelilingi ovum; pada perkembangan
lebih lanjut di tengahnya terdapat suatu rongga terisi likuor follikuli; (3) teka interna, suatu
lapisan yang melingkari stratum granulosum dengan sel-sel lebih kecil daripada sel
granulosa; dan (4) teka eksterna, di luar teka interna yang terbentuk oleh stroma ovarium
yang terdesak.
Pada owlasi folikel yang matang yang mendekati permukaan ovarium pecah dan
melepaskan or.um ke rongga perut. Sel-sel granuiosa yang melekat pada ovum dan yang
membentuk korona radiata bersama-sama ovum ikut dilepas. Sebelum dilepas, ovum mulai
mengalami pematangan dalam 2 tahap sebagai persiapan untuk dapat dibuahi.
Setelah ovulasi, sel-sel stratum granulosum di ovarium mulai berproliferasi dan masuk ke
ruangan bekas tempat ol'um dan likuor follikuli. Demikian pula jaringan ikat dan pembuluh-
pembuluh darah kecil yang ada di situ. Biasanya timbul perdarahan sedikit, yang
menyebabkan bekas folikel berwarna merah dan diberi nama korpus rubrum. Umur korpus
rubrum ini hanya sebenrar. Di dalam sel-selnya timbul pigmen kuning dan korpus rubrum
menjadi korpus luteum. Sel-selnya membesar dan mengandung lutein dengan banyak kapilar
dan jaringan ikat di antararrya. Di tengah-tengah masih terdapat bekas perdarahan. Jika tidak
ada pembuahan ovum, sel-sel yang besar serta mengandung lutein mengecil dan menjadi
atrofik, sedangkan jaringan ikatnya bertam bah. Korpus luteum lambat laun menjadi korpus
albikans. Jika pembuahan terjadi, korpus luteum tetap ada, malahan menjadi lebih besar,
sehingga mempunyai diameter 2,5 cm pada kehamilan 4 bulan.
Anatomi Panggul
Pada setiap persalinan harus diperhatikan 3 faktor penting, yaitu jalan lahir, janin
dan kekuatan yang ada pada ibu. Jalan lahir dibagi atas bagian tulang dan bagian lunak.
Bagian tulang terdiri dari tulang-tulang panggul dengan sendi-sendinya (artikulasio),
sedangkan bagian lunak terdiri atas otot-otot, jaringan-jaringan dan ligamen-ligamen.
Tulang-tulang panggul terdiri atas 1) os koksa (disebut juga tulang innominata)
yang terdiri atas os ilium, os iskium, dan os pubis, 2) os sacrum, dan 3) os koksigeus.
Tulang-tulang ini satu dengan yang lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan
antara kedua os pubis kanan dan kiri yang disebut simfisis. Di belakang terdapat
artikulasio sakro iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan os ilium. Diluar
kehamilan artikulasio ini hanya memungkinkan bergeser sedikit, tetapi pada kehamilan
dan waktu persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih longgar, misalnya ujung os
koksigeus dapat bergerak ke belakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm.
A
O

Secara fungsional panggul terdiri dari 2 bagian yang disebut pelvis mayor dan
pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak di atas linea terminalis,
disebut pula false pelvis. Bagian yang terletak di bawah linea terminalis disebut pelvis
minor atau true pelvis.

Bentuk pelvis minor ini menyerupai suatu saluran yang mempunyai sumbu
melengkung ke depan (sumbu carus). Sumbu ini secara klasik adalah garis yang
menghubungkan titik persekutuan antara diameter transversa dan konjugata vera pada
pintu atas panggul dengan titik-titik sejenis di Hodge II, III dan IV. Sampai dekat hodge
III sumbu itu lurus, sejajar dengan sacrum untuk selanjutnya melengkung ke depan,
sesuai dengan lengkungan sacrum.
Bidang Hodge, yaitu bidang yang digunakan untuk menentukan seberapa jauh
bagian depan janin turun ke dalam rongga pelvis (gambar 2.4.). Bidang Hodge terdiri dari
4 bagian, yaitu:
1. Hodge I, merupakan bidang datar yang melalui bagian atas simfisis dan
promontorium. Bidang ini sama dengan pintu atas pelvis.
2. Hodge II, yaitu bidang yang sejajar dengan Hodge I dan terletak setinggi
bagian bawah simpisis pubis.
3. Hodge III , yaitu bidang yang sejajar dengan Hodge II dan terletak setinggi
spina ischiadicae.
4. Hodge IV, yaitu bidang yang sejajar dengan Hodge III melalui ujung os
coccygeus.

Bidang atas saluran ini normal berbentuk hampir bulat, disebut pintu atas panggul
(pelvic inlet). Bidang bawah saluran ini tidak merupakan suatu bidang seperti pintu atas
panggul, akan tetapi terdiri atas dua bidang, disebut pintu bawah panggul (pelvic outlet).
Diantara kedua pintu ini terdapat ruang panggul (pelvic cavity). Ruang panggul
mempunyai ukuran yang paling luas dibawah pintu atas panggul, akan tetapi menyempit
di panggul tengah, untuk kemudian menjadi luas lagi sedikit. Penyempitan di panggul
tengah ini disebabkan oleh adanya spina iskiadika yang kadang-kadang menonjol ke
dalam ruang panggul.

a. Pintu Atas Panggul (Pelvic inlet)


Pintu atas panggul merupakan suatu bidang yang dibentuk oleh promontorium
korpus vertebra sakral 1, linea innominata (terminalis), dan pinggir atas simfisis.
Panjang jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium lebih kurang 11 cm disebut
konjugata vera. Jarak terjauh garis melintang pada pintu atas panggul lebih kurang
12,5 – 13 cm, disebut diameter transversa. Bila ditarik garis dari artikulasio
sakroiliaka ke titik persekutuan antara diameter transversa dan konjugata vera dan
diteruskan ke linea innominata, ditemukan diameter yang disebut diameter oblikua
sepanjang lebih kurang 13 cm.
Jarak bagian bawah simfisis sampai ke promontorium dikenal sebagai
konjugata diagonalis. Secara statistik diketahui bahwa konjugata vera sama dengan
konjugata diagonalis dipotong dengan 1,5 cm. Selain kedua konjugata ini dikenal
juga konjugata obstetrik, jarak dari bagian dalam tengah simfisis ke promontorium.

Dalam obstetri dikenal 4 jenis panggul (pembagian Cadwell dan Molloy 1933)
yang mempunyai ciri-ciri pintu atas panggul sebagai berikut :
1. Jenis ginekoid
Panggul paling baik untuk wanita, bentuk pintu atas panggul hampir mirip
lingkaran.Diameter anteroposterior kira-kira sama dengan diameter transversa.
Jenis ini ditemukan pada 45% wanita. Merupakan jenis panggul tipikal wanita
(female type).
2. Jenis antropoid
Bentuk pintu atas panggul seperti ellips membujur anteroposterior. Diameter
anteroposterior lebih besar dari diameter transversa. Jenis ini ditemukan pada
35% wanita.
3. Jenis android
Bentuk pintu atas panggul hampir segitiga. Diameter transversal terbesar
terletak di posterior dekat sakrum. Dinding samping panggul membentuk sudut
yang makin sempit ke arah bawah. Jenis ini ditemukan pada 15% wanita.
Merupakan jenis panggul tipikal pria (male type).
4. Jenis platipelloid
Sebenarnya jenis ini adalah jenis ginekoid yang menyempit pada arah muka
belakang. Diameter transversa jauh lebih lebar dari diameter anteroposterior.
Jenis ini ditemukan pada 5% wanita. Tidak jarang dijumpai kombinasi keempat
jenis klasik ini. Di sinilah letak kegunaan pelvimetri radiologis, untuk
mengetahui jenis, bentuk dan ukuran-ukuran pelvis secara tepat.

b. Pintu tengah panggul (Midpelvic)


Midpelvis merupakan bidang sejajar spina ischiadica merupakan bidang
dimensi pelvik terkecil yang menjadi bagian yang penting pada proses engagement
kepala janin. Diameter interspina ± 10 cm atau lebih, dan merupakan diameter terkecil
dari pelvis. Diameter anteroposterior melalui level spina ischiadica normalnya
berukuran sekurang-kurangnya 11.5 cm. Komponen posteriornya antara titik tengah
diameter interspinarum dengan sakrum disebut diameter sagitalis posterior yang
sekurang-kurangnya berukuran 4.5 cm. Memperkirakan kapasitas midpelvik secara
klinis (periksa dalam) dengan cara pengukuran langsung adalah tidak mungkin. Bila
spina ischiadica begitu menonjol, dinding pelvis terasa cembung dan sacrum terasa
datar (tidak cekung), maka kesempitan panggul tengah bisa dicurigai.

c. Pintu bawah panggul (Pelvic Outlet)


Pintu bawah panggul tersusun atas 2 bidang datar berbentuk segi tiga, yaitu
bidang yang dibentuk oleh garis antara kedua buah tubera ossis iskii dengan ujung os
sakrum dan bagian bawah simfisis. Pinggir bawah simfisis berbentuk lengkung ke
bawah dan merupakan sudut (arkus pubis). Dalam keadaan normal besarnya sudut ini
± 90o atau lebih sedikit.

Ukuran-ukuran Luar Panggul


Ukuran-ukuran luar panggul ini dapat digunakan bila pelvimetri radiologik tidak dapat
dilakukan. Dengan cara ini dapat ditentukan secara garis besar jenis, bentuk, dan ukuran-
ukuran panggul apabila dikombinasikan dengan pemeriksaan dalam. Alat alat yang dipakai
antara lain jangka-jangka panggul Martin, Oseander, Collin, dan Boudeloque.
Yang diukur sebagai berikut
 Distansia spinarum (+ 24 cm - 26 cm); jarak antara kedua spina iliaka anterior
superior sinistra dan dekstra.
 Distansia kristarum (t 28 cm - 30 cm); jarak yang terpanjang antara dua tempat yang
simetris pada krista iliaka sinistra dan dekstra. Umumnya ukuran-ukuran ini tidak
penting, tetapi bila ukuran ini lebih kecil 2 - 3 cm dari nilai normai, dapat dicurigai
panggul itu patologik
 Disansia oblikua ekstema (ukuran miring luar): jarak antara spina iliaka posterior
sinistra dan spina iliaka anterior superior dekstra dan dari spina iliaka posterior
dekstra ke spina iliaka anterior superior sinistra. Kedua ukuran ini bersilang. Jika
panggul normal, maka kedua ukuran ini tidak banyak berbeda. Akan tetapi, jika
panggul itu asimetrik (miring), kedua ukuran itu jelas berbeda sekali.
 Distansia intertrokanterika: jarak antara kedua rrokanrer mayor.
 Konjugata ekstema (Boudeloque) + 18 cm: jarak antarabagian atas simfisis ke
prosesus spinosus lumbal 5
 Distansia tuberum ( + 10,5 cm): jarak antara tuber iskii kanan dan kiri. Untuk
mengukurnya dipakai jangka Oseander. Angka yang ditunjuk jangka harus ditambah
1,5 cm karena adanya jaringan subkutis antara tulang dan ujung jangka, yang
menghalangi pengukuran secara tepat. Bila jarak ini kurang dari normal, dengan
sendirinya arkus pubis lebih kecil dari 90 derajat.

Bagian Lunak Jalan-Lahir


Pada kala pengeluaran (Kala II) segmen bawah uterus, serviks uteri, dan vagina ikut
membentuk jalan lahir. Pada akhir kehamilan, pada usia kehamilan + 38 minggu, serviks
iebih pendek darrpada waktu kehamilan 15 minggu. Seperti telah dikemukakan, ismus uteri
pada kehamilan 16 minggu menjadi bagian uten s tempat ;'anin berkembang. lJmumnya
serviks disebut menjadi matang apabila teraba sebagai bibir dan ini terjadi pada usia
kehamilan 34 minggu. Pada primigravida hai ini ditemukan bila hampir aterm.
Di samping utents dan vagina, otot-otot, jaringan-jaringan ikat, dan ligamenligamen yang
berfungsi menyokong alat-alat urogenimlis perlu diketahui oleh karena semuanya
mempengaruhi jalan-lahir dan lahirnya kepala atau bokong pada partus. Otot-otot yang
menahan dasar panggul di bagian luar adalah muskulus sfingter ani eksternus, muskulus
bulbokavernosus yang melingkari vagina, dan muskulus perinei transversus superfisialis. Di
bagian tengah ditemukan otot-otot yang melingkari uretra (muskulus sfingter uretrae), otot-
otot yang melingkari vagina bagian tengah dan anus, antara lain muskulus iliokoksigeus,
muskulus iskiokoksigeus, muskulus perinei transversus profundus, dan muskulus koksigeus.
Lebih ke dalam lagi ditemukan otot-otot dalam yang paling kuat, disebut diafragma pelvis,
terutama muskulus levator ani yang berfungsi menahan dasar panggul. Ia menutup hampir
seluruh bagian belakang pintubawah panggul. Letak muskuius levator ini sedemikian rupa
sehingga bagian depan muskulus ini berbentuk segitiga, disebut trigonum urogenitalis (hiatus
genitalis). Di dalam trigonum ini berada uretra, vagina, dan rektum.
Muskulus levator ani mempunyai peranan yang penting dalam mekanisme putaran paksi
dalam janin. Kemiringan dan kelentingan (elastisitas) otot ini membantu memudahkan
putaran paksi dalam janin. Pada otot yang kurang miring (lebih mendatar) dan kurang
melenting (misalnya pada multiparayang elastisitas otot berkurang), putaran paksi dalam
lebih sulit.

PERUBAHAN ANATOMI PADA PEREMPUAN HAMIL

Uterus
Selama kehamilan uterus akan beradaptasi untuk menerima dan melindungi hasil
konsepsi (janin, plasenta, amnion) sampai persalinan. Uterus mempunyai kemampuan yang
luar biasa untuk bertambah besar dengan cepat selama kehamilan dan pulih kembali seperti
keadaan semula dalam beberapa minggu setelah persalinan. Pada perempuan tidak hamil
uterus mempunyai berat 70 g dan kapasitas 10 ml atau kurang. Selama kehamilan, uterus
akan berubah menjadi suatu organ yang mampu menampung janin, plasenta, dan cairan
amnion rata-rata pada akhir kehamilan volume totalnya mencapai 5 l bahkan dapat mencapai
20 l atau lebih dengan berat rara-rata 1100 g.
Pembesaran uterus meliputi peregangan dan penebalan sel-sel otot, sementara
produksi miosit yang baru sangat terbatas. Bersamaan dengan hal itu terjadi akumulasi
jaringan ikat dan elastik, terutama pada lapisan otot luar. Kerja sama tersebut akan
meningkatkan kekuatan dinding uterus. Daerah kolpus pada bulan-bulan pertama akan
menebal, tetapi seiring dengan bertambahnya usia kehamilan akan menipis. Pada akhir
kehamilan ketebalannya hanya berkisar 1,5 cm bahkan kurang.
Pada awal kehamilan penebalan uterus distimulasi terutama oleh hormon estrogen dan
sedikit oleh progesteron. Hal ini dapat dilihat dengan perubahan uterus pada awal kehamilan
mirip dengan kehamilan ektopik. Akan tetapi, setelah kehamilan 12 minggu lebih
penambahan ukuran uterus didominasi oleh desakan dari hasil konsepsi. Pada awal kehamilan
tuba fallopii, ovarium, dan ligamentum rotundum berada sedikit di bawah apeks fundus,
sementara pada akhir kehamilan akan berada sedikit di atas pertengahan uterus. Posisi
plasenta juga mempengaruhi penebalan sel-sel otot uterus, di mana bagian uterus yang
mengelilingi tempat implantasi plasenta akan bertambah besar lebih cepat dibandingkan
bagian lainnya sehingga akan menyebabkan uterus tidak rata. Fenomena ini dikenal dengan
tanda Piscaseck.
Pada minggu-minggu pertama kehamilan uterus masih seperti bentuk aslinya seperti
buah avokad. Seiring dengan perkembangan kehamilannya, daerah fundus dan korpus akan
membulat dan akan menjadi bentuk sferis pada usia kehamilan 12 minggu. Panjang uterus
akan benambah lebih cepat dibandingkan lebarnya sehingga akan berbentuk oval. Ismus uteri
pada minggu pertama mengadakan hipertrofi seperti korpus uteri yang mengakibatkan ismus
menjadi lebih panjang dan lunak yang dikenal dengan tanda Hegar.

Pada akhir kehamilan 12 minggu uterus akan terlalu besar dalam rongga pelvis dan
seiring perkembangannya, uterus akan menyentuh dinding abdominal, mendorong usus ke
samping dan ke atas, terus tumbuh hingga hampir menyentuh hati. Pada saat pertumbuhan
uterus akan berotasi ke arah kanan, dekstrorotasi ini disebabkan oleh adanya rektosigmoid di
daerah kiri pelvis. Pada triwulan akhir ismus akan berkembang menjadi segmen bawah
uterus. Pada akhir kehamilan otot-otot uterus bagian atas akan berkontraksi sehingga segmen
bawah uterus akan melebar dan menipis. Batas antara segmen atas yang tebal dan segmen
bawah yang tipis disebut dengan lingkaran retraksi fisiologis.
Sejak trimester pertama kehamilan uterus akan mengalami kontraksi yang tidak
teratur dan umumnya tidak disertai nyeri. Pada trimester kedua kontraksi ini dapat dideteksi
dengan pemeriksaan bimanual. Fenomena ini pertama kali diperkenalkan oleh Braxton Hicks
pada tahun 1872 sehingga disebut dengan kontraksi Braxton Hicks. Kontraksi ini muncul
tiba-tiba dan sporadik, intensitasnya bervariasi antara 5 – 25 mmHg. Sampai bulan terakhir
kehamilan biasanya kontraksi ini sangat jarang dan meningkat pada satu atau dua minggu
sebelum persalinan. Hal ini erat kaitannya dengan meningkatnya jumlah reseptor oksitosin
dan gap junction di antara sel-sel miometrium. Pada saat ini kontraksi akan terjadi setiap 10 -
20 menit, dan pada akhir kehamilan kontraksi ini akan menyebabkan rasa tidak nyaman dan
dianggap sebagai persalinan palsu.

Serviks
Satu bulan setelah konsepsi serviks akan menjadi lebih lunak dan kebiruan. Perubahan
ini terjadi akibat penambahan vaskularisasi dan terjadinya edema pada seluruh serviks,
bersamaan dengan terjadinya hipertrofi dan hiperplasia pada kelenjar-kelenjar serviks.
Berbeda kontras dengan korpus, serviks hanya memiliki 10 – 15% otot polos. Juga ditemukan
fibronektin dan elastin di antara serabut kolagen. Rasio tertinggi elastin terhadap kolagen
terdapat di ostium interna. Baik elastin maupun otot polos semakin menurun jumlahnya mulai
dari ostium interna ke ostium eksterna.
Serviks manusia merupakan organ yang kompleks dan heterogen yang mengalami
perubahan yang luar biasa selama kehamilan dan persalinan. Bersifat seperti katup yang
bertanggung jawab menjaga janin di dalam uterus sampai akhir kehamilan dan selama
persalinan.
Pada perempuan yang tidak hamil berkas kolagen pada serviks terbungkus rapat dan
tidak beraturan. Selama kehamilan, kolagen secara aktif disintesis dan secara terus menerus
di remodel oleh kolagenase, yang disekresi oleh sel-sel serviks dan neutrofil. Kolagen
didegradasi oleh kolagenase intraselular yang menyingkirkan struktur prokolagen yang tidak
sempurna untuk mencegah pembentukan kolagen yang lemah, dan kolagenase ekstraselular
yang secara lambat akan melemahkan matriks kolagen agar persalinan dapat berlangsung.
Pada akhir trimester pertama kehamilan, berkas kolagen menjadi kurang kuat
terbungkus. Hal ini terjadi akibat penurunan konsentrasi kolagen secara keseluruhan. Dengan
sel-sel otot polos dan jaringan elastis, serabut kolagen bersatu dengan arah paralel terhadap
sesamanya sehingga serviks menjadi lunak dibanding kondisi tidak hamil, tetapi tetap mampu
mempertahankan kehamilan.
Pada saat kehamilan mendekati aterm, terjadi penurunan lebih lanjut dari konsentrasi
kolagen. Konsentrasinya menurun secara nyata dari keadaan yang relatif dilusi dalam
keadaan menyebar (dispersi) dan rcr-remodel meniadi serat. Dispersi meningkat oleh
peningkatan rasio dekorin terhadap kolagen.
Proses remodelling sangat kompleks dan melibatkan proses kaskade biokimia,
interaksi antara komponen selular dan matriks ekstraselular, serta infiltrasi stroma serviks
oleh sel-sel inflamasi seperti netrofil dan makrofag. Proses remodelling ini berfungsi agar
uterus dapat mempenahankan kehamilan sampai aterm dan kemudian proses destruksi serviks
yang membuatnya berdilatasi memfasilitasi persalinan.
Proses perbaikan serviks terjadi setelah persalinan sehingga siklus kehamilan yang
berikutnya akan berulang. Waktu yang tidak tepat bagi perubahan kompleks ini akan
mengakibatkan persalinan preterm, penundaan persalinan menjadi postterm dan bahkan
gangguan persalinan spontan.

Ovarium
Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan pematangan folikel baru juga
ditunda. Hanya satu korpus luteum yang dapat ditemukan di ovarium. Folikel ini akan
berfungsi maksimal selama 6 - 7 minggu awal kehamilan dan setelah itu akan berperan
sebagai penghasil progesteron dalam jumlah yang relatif minimal.
Relaksin, suatu hormon protein yang mempunyai struktur mirip dengan insulin dan
insulin like growth factor I & II, disekresikan oleh korpus luteum, desidua, plasenta, dan hati.
Aksi biologi utamanya adalah dalam proses remodelling jaringan ikat pada saluran
reproduksi, yang kemudian akan mengakomodasi kehamilan dan keberhasilan proses
persalinan. Perannya belum diketahui secara menyeluruh, tetapi diketahui mempunyai efek
pada perubahan struktur biokimia serviks dan kontraksi miometrium yang akan berimplikasi
pada kehamilan preterm.

Vagina dan Perineum


Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hiperemia terlihat jelas pada kulit
dan otot-otot di perineum dan vulva, sehingga pada vagina akan terlihat berwarna keunguan
yang dikenal dengan tanda Chadwick. Perubahan ini meliputi penipisan mukosa dan
hilangnya sejumlah jaringan ikat dan hipertrofi dari sel-sel otot polos.
Dinding vagina mengalami banyak perubahan yang merupakan persiapan untuk
mengalami peregangan pada waktu persalinan dengan meningkatnya ketebalan mukosa,
mengendornya jaringan ikat, dan hipertrofi sel otot polos. Perubahan ini mengakibatkan
bertambah panjangnya dinding vagina. Papilla mukosa juga mengalami hipertrofi dengan
gambaran seperti paku sepatu.
Peningkatan volume sekresi vagina juga terjadi, di mana sekresi akan berwarna
keputihan, menebal, dan pH antara 3,5 - 6 yang merupakan hasil dari peningkatan produksi
asarn laktat glikogen yang dihasilkan oleh epitel vagina sebagai aksi dari lactobacillus
acidophilus.

Kulit
Pada kulit dinding perut akan terjadi perubahan warna menjadi kemerahan, kusam,
dan kadang-kadang juga akan mengenai daerah payudara dan paha. Perubahan ini dikenal
dengan nama stiae gravidarum. Pada multipara selain striae kemerahan itu seringkali
ditemukan garis berwarna perak berkilau yang merupakan sikatrik dari striae sebelumnya.
Pada banyak perempuan kulit di garis penengahan perutnya (linea alba) akan berubah
menjadi hitam kecokelatan yang disebut dengan linea nigra. Kadang-kadang akan muncul
dalam ukuran yang bervariasi pada wajah dan leher yang disebut dengan chloasma atau
melasma gravidarum. Selain itu, pada areola dan daerah genital juga akan terlihat pigmentasi
yang berlebihan. Pigmentasi yang berlebihan itu biasanya akan hilang atau sangat jauh
berkurang setelah persalinan. Kontrasepsi oral juga bisa menyebabkan terjadinya
hiperpigmentasi yang sama. Perubahan ini dihasilkan dari cadangan melanin pada daerah
epidermal dan dermal yang penyebab pastinya belum diketahui. Adanya peningkatan kadar
serum melanocyte stimulating bormone pada akhir bulan kedua masih sangat diragukan
sebagai penyebabnya. Estrogen dan progesteron diketahui mempunyai peran dalam
melanogenesis dan diduga bisa menjadi faktor pendorongnya.

Payudara
Pada awal kehamilan perempuan akan merasakan payudaranya menjadi lebih lunak.
Setelah bulan kedua payudara akan bertambah ukurannya dan vena-vena di bawah kulit akan
lebih terlihat. Puting payudara akan lebih besar, kehitaman, dan tegak. Setelah bulan pertama
suatu cairan berwarna kekuningan yang disebut kolustrum dapat keluar. Kolustrum ini
berasal dari kelenjar-kelenjar asinus yang mulai bersekresi. Meskipun dapat dikeiuarkan, air
susu belum dapat diproduksi karena hormon prolaktin ditekan oleh prokain inbibiting
hormone. Setelah persalinan kadar progesteron dan estrogen akan menurun sehingga
pengaruh inhibisi progesteron terhadap α-laktalbulmin akan hilang. Peningkatan prolaktin
akan merangsang sintesis laktose dan pada akhirnya akan meningkatkan produksi air susu.
Pada bulan yang sama areola akan lebih besar dan kehitaman. Kelenjar Montgomery, yaitu
kelenjar sebasea dari areola, akan membesar dan cenderung untuk menonjol keluar. Jika
payudara makin membesar, striae seperti yang terlihat pada perut akan muncul.
Referensi:
1. Prawiharjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka.
2. Rohsiswatmo, R. Rundjan, L. 2014. Resusitasi Neonatus. Jakarta: UKK Neonatologi
Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai