Anda di halaman 1dari 25

BNO IVP

1. Definisi
BNO adalah suatu pemeriksaan didaerah abdomen / pelvis untuk mengetahui
kelainan-kelainan pada daerah tersebut khususnya pada sistem urinaria.
IVP atau Intra Venous Pyelography merupakan pemeriksaan radiografi pada
sistem urinaria (dari ginjal hingga blass) dengan menyuntikkan zat kontras melalui
pembuluh darah vena. Tujuan pemeriksaan untuk menggambarkan anatomi dari pelvis
renalis dan sistem calyses serta seluruh tractus urinarius dengan penyuntikan kontras
media positif secara intra vena. Pemeriksaan ini dapat diketahui kemampuan ginjal
mengkonsentrasikan bahan kontras tersebut .
2. Anatomi dan fisiologi
 Ginjal
Sisi lateralnya berbentuk cembung, sisi medial cekung, sedikir pada
permukaan anterior, sedikit cembung pada permukaan porterior. Ukuran ginjal 11cm
x 6cm x 2,5 cm. Ginjal kiri sedikit lebih panjang dari pada ginjal kanan.
 Ureter
Panjang ureter 20-30 cm, terletak pada posterior dari peritoneum dan didepan
dari musculus psoas dan processus transversum columna vertebralis lumbalis.
Bagian distal berhubungan dengan vesica urinaria pada tepi lateral bagian superior.
 Vesica Urinaria
Penampungan urine, letaknya postero-superior terhadap sympisis pubis.
Bentuk dan ukurannya bervariasi sesuai banyaknya urine yang ditampung.
Kapasitasnya sekitar 700-1000 ml.
 Uretra
Merupakan traktus urinarius paling distal, tempat ekskresi urine. Panjangnya
kira-kira 2,5 cm-4 cm pada wanita dan 20cm pada pria.
3. Patologi dan indikasi klinis
 Hydroneprosis
Hydroneprosis adalah distensi dan dilatasi dari renal pelvic, biasanya
disebabkan oleh terhalangnya aliran urin dari ginjal (Obstruksi), Hydroneprosis
biasa disebut pembesaran ginjal.
 Pyelonepritis
Pyelonepritis adalah inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang
disebabkan karena adanya infeksi oleh bakteri infeksi bakteri pada jaringan ginjal
yang dimulai dari saluran kemih bagian bawah terus naik ke ginjal.
 Renal Hypertension
Renal Hypertension adalah Sindrom yang terdiri dari tekanan darah tinggi yang
disebabkan oleh penyempitan arteri menyuplai ginjal (stenosis arteri ginjal)
 Polyuria
Polyuria adalah fisiologis normal dalam beberapa keadaan, seperti diuresis dingin,
diuresis ketinggian, dan setelah minum cairan dalam jumlah besar.
 Neprolithiasis
Neprolithiasis adalah suatu keadaan terdapat satu atau lebih batu di dalam Pelvis
atau Calyces dari ginjal.

 Urolithiasis
Urolithiasis adalah suatu keadaan terdapat satu atau lebih batu didalam saluran
ureter.
 BPH
BPH (Benigna Prostat Hyperplasi) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat
yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan urine (urethra).

4. Kontra Indikasi
a. Alergi terhadap media kontras
b. Pasien yang mempunyai kelainan atau penyakit jantung
c. Pasien dengan riwayat atau dalam serangan jantung
d. Multi myeloma
e. Neonatus
f. Diabetes mellitus tidak terkontrol/parah
g. Pasien yang sedang dalam keadaan kolik
h. Hasil laboratorium ureum <60mg% dan creatinin <2mg%

5. Efek samping
Efek samping yang ditimbulkan oleh media kontras BNO IVP
 Efek samping ringan, seperti mual, gatal-gatal, kulit menjadi merah dan bentol-
bentol
 Efek samping sedang, seperi edema dimuka/pangkal tenggorokan
 Efek samping berat, seperti shock, pingsan, gagal jantung.
 Efek samping terjadi pada pasien yang alergi terhadap yodium (makanan laut) dan
kelainan pada jantung.
Pencegahan alergi pada pasien sebelum dimasukan kontras dapat dilakukan sebagai
berikut:
 Melakukan skin test. Skin test adalah tes kepekaan kulit terhadap bahan kontras yang
disuntikkan sedikit dipermukaan kulit (subkutan). Bila terjadi reaksi merah atau
bentol diarea itu, segera laporkan radiolog/dokter yang jaga.
 Melakukan IntraVena test setelah skin test dinyatakan aman. IV test yaitu dengan
menyuntikan bahan kontras kurang lebih 3-5cc kedalam vena. Segera laporkan
dokter jika terjadi reaksi.
 Memberikan obat pencegahan alergi seperti antihistamin sebelum pemasukan bahan
kontras (contohnya : diphenhydramine).
Tindakan penyembuhan (yang dilakukan setelah bahan kontras itu masuk tubuh dan
menimbulkan alergi)
 Reaksi ringan seperti rasa mual dapat diatasi dengan menginstruksikan pasien
untuk tarik nafas dalam lalu keluarkan melalui mulut.
 Reaksi berat diperlukan pengobatan atau pertolongan lainnya atau bila perlu
menghentikan pemeriksaan (sesuai arahan radiolog).
6. Persiapan pemeriksaan
a. Persiapan pasien
 Sehari sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk makan-makanan
lunak yang tanpa serat (seperti bubur kecap) maksudnya supaya makanan
tersebut mudah dicerna oleh usus sehingga faeces tidak keras.
 Makan terakhir pukul 19.00 (malam sebelum pemeriksaan) supaya tidak ada
lagi sisa makanan diusus, selanjutnya puasa sampai pemeriksaan berakhir.
 Malam hari pukul 21.00, pasien diminta untuk minum laksatif (dulcolax)
sebanyak 4 tablet.
 8 Jam sebelum pemeriksaan dimulai, pasien tidak diperkenankan minum untuk
menjaga kadar cairan.
 Pagi hari sekitar pukul 06.00 (hari pemeriksaan), pasien diminta untuk
memasukkan dulcolax supossitoria melalui anus, supaya usus benar-benar
bersih dari sisa makanan / faeces.
 Selama menjalani persiapan, pasien diminta untuk tidak banyak bicara dan tidak
merokok supaya tidak ada intestinal gas (gas disaluran pencernaan)
Tujuan prosedur persiapan pasien tersebut adalah untuk membersihkan usus (gastro
intestinal) dari udara dan faeces yang dapat mengganggu visualisasi dari foto IVP
atau menutupi gambaran ginjal dan saluran-salurannya. Pemeriksaan yang tidak baik
terlihat dari bayangan lucent di usus karena udara dan faeces.
b. Persiapan bahan kontras
 Media kontras yang digunakan adalah yang berbahan iodium, dimana
jumlahnya disesuaikan dengan berat badan pasien, yakni 1-2 cc/kg berat badan.
 Bahan kontras yang disuntikkan melalui vena fossa cubiti akan mengalir ke
vena capilaris, vena subclavia, kemudian ke vena cava superior. Dari VCS
bahan kontras akan masuk ke atrium kanan dari jantung, kemudian ke
ventrikel kanan dan mengalir ke arteri pulmo. Kemudian mengalir ke vena
pulmo menuju atrium kiri kemudian ventrikel kiri dan mengalir ke aorta, serta
terus mengalir menuju aorta desendens kemudian kedalam aorta abdominalis
dan masuk kedalam arteri renalis dan mulai memasuki korteks ginjal.
c. Persiapan alat
1) Peralatan Steril
o Wings needle No. 21 G (1 buah)
o Spuit 20 cc (2 buah)
o Kapas alcohol atau wipes
2) Peralatan Un-Steril
o Plester
o Marker R/L dan marker waktu
o Media kontras Iopamiro (± 40 – 50 cc)
o Obat-obatan emergency (antisipasi alergi media kontras)
o Baju pasien
o Tourniquet
7. Prosedur pemeriksaan
Berikut adalah prosedur pemeriksaan BNO IVP:
a. Pasien diwawancarai untuk mengetahui sejarah klinis dan riwayat alergi.
b. Pasien diminta untuk mengisi informed consent (surat persetujuan tindakan medis
setelah pasien dijelaskan semua prosedur pemeriksaan).
c. Buat plain photo BNO terlebih dahulu dengan tujuan Untuk menilai persiapan yang
dilakukan pasien, untuk melihat keadaan rongga abdomen khususnya tractus
urinaria secara umum.,untuk menentukan faktor eksposi yang tepat untuk
pemotretan berikutnya sehingga tidak terjadi pengulangan foto karena kesalahan
faktor eksposi.
d. Jika hasil foto BNO baik, lanjutkan dengan melakukan skin test dan IV test
sebelum dimasukkan bahan kontras melalui vena fossa cubiti
e. Sebelum melakukan penyuntikan, pasien ditensi terlebih dahulu.
f. Menyuntikkan bahan kontras secara perlahan-lahan dan menginstruksikan pasien
untuk tarik nafas dalam lalu keluarkan dari mulut guna menminialkan rasa mual
yang mungkin dirasakan pasien
g. Membuat foto 5 menit post injeksi
h. Membuat foto 15 menit post injeksi
i. Membuat foto 30 menit post injeksi
j. Pasien diminta untuk turun dari meja pemeriksaan untuk buang air kecil
(pengosongan blass) kemudian difoto lagi post mixi.
k. Foto IVP bisa saja dibuat sampai interval waktu berjam-jam jika kontras belum
turun
8. Kriteria teknik pemeriksaan BNO IVP
a. Plain foto BNO AP (sebelum injeksi)
 Menggunakan kaset 30 x 40 (disesuaikan dengan tubuh pasien) yang diletakkan
memanjang
 Pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan garis tengah tubuh sejajar
dengan garis tengah meja pemeriksaan, kedua tungkai kaki diatur lurus, dan
kedua tangan lurus disamping tubuh.
 Aturlah pundak dan pinggul pasien agar tidak terjadi rotasi; Atur long axis tubuh
sejajar dengan long axis film;Aturlah kaset dengan batas atas pada diafragma,
dan batas bawah pada sympisis pubis.
 CP : pertengahan film
 CR : Vertikal tegak lurus film
b. Foto 5 menit post injeksi
 Menggunakan kaset 24 x 30 yang diletakkan melintang.
 Pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan garis tengah tubuh sejajar
dengan garis tengah meja pemeriksaan, kedua tungkai kaki diatur lurus, dan
kedua tangan lurus disamping tubuh.
 Aturlah pundak dan pinggul pasien agar tidak terjadi rotasi; Atur long axis
tubuh sejajar dengan long axis film; Aturlah kaset dengan batas atas pada
processus xypoideus dan batas bawah pada crista iliaca/SIAS
 CP : pertengahan film
 CR : Vertikal tegak lurus film
 Gambaran :
• Densitas baik
• Tidak ada bagian Nefron yang terpotong
• Kontras mengisi ginjal/ Calyx sampai ureter proximal
• Opasitas mampu menampilkan organ
• Fase dimana kontras media memperlihatkan nefron pada ginjal (terisi
minimal)
c. Foto 15 menit post injeksi
 Menggunakan kaset 30 x 40 (disesuaikan dengan tubuh pasien) yang
diletakkan memanjang.
 Pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan garis tengah tubuh sejajar
dengan garis tengah meja pemeriksaan, kedua tungkai kaki diatur lurus, dan
kedua tangan lurus disamping tubuh.
 Aturlah pundak dan pinggul pasien agar tidak terjadi rotasi; Atur long axis
tubuh sejajar dengan long axis film; Aturlah kaset dengan batas atas pada
diafragma, dan batas bawah pada sympisis pubis.
 CP : Umbilikus
 CR : Vertikal tegak lurus film
 Kontras media memperlihatkan nefron , Pelvis renalis dan ureter proksimal
terisi maksimal ( Fungsi Ekskresi Ginjal yang terbendung )
d. Foto 30 menit post injeksi
 Menggunakan kaset 30 x 40 (disesuaikan dengan tubuh pasien) yang
diletakkan memanjang.
 Pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan garis tengah tubuh sejajar
dengan garis tengah meja pemeriksaan, kedua tungkai kaki diatur lurus, dan
kedua tangan lurus disamping tubuh.
 Aturlah pundak dan pinggul pasien agar tidak terjadi rotasi; Atur long axis
tubuh sejajar dengan long axis film; Aturlah kaset dengan batas atas pada
diafragma, dan batas bawah pada sympisis pubis.
 CP : Umbilikus
 CR : Vertikal tegak lurus film
 Gambaran:
• Densitas baik
• Tidak ada bagian ginjal yang terpotong
• Kontras mengisi ginjal Calyx sampai ureter distal dan sedikit mengisi
kandung kemih
• Opasitas mampu menampilkan organ Tractus Urinarius
• Kontras media memperlihatkan nefron , Pelvis renalis dan ureter
proksimal terisi maksimal dan ureter distal mulai mengisi kandung
kemih ( Fungsi Ekskresi Ginjal tidak terbendung ).
e. Foto post mixi
 Menggunakan kaset 30 x 40 (disesuaikan dengan tubuh pasien) yang
diletakkan memanjang.
 Semua foto dikonsultasikan ke dokter spesialis radiologi. Jika dokter meminta
foto post mixi, pasien diminta untuk buang air kecil untuk mengosongkan
blass dari media kontras.
 Aturlah pundak dan pinggul pasien agar tidak terjadi rotasi; Atur long axis
tubuh sejajar dengan long axis film;Aturlah kaset dengan batas atas pada
diafragma, dan batas bawah pada sympisis pubis.
 CP : Umbilikus
 CR : Vertikal tegak lurus film
 Gambaran:
o Densitas baik
o Tidak ada bagian Ginjal hingga VU yang terpotong
o Kontras Keluar dari kandung kemih hingga VU dapat terlihat kosong
o Opasitas mampu menampilkan organ
o vesica urinaria terisi penuh kontras media
o Kontras media memperlihatkan kandung kemih dalam keadaan kosong (
Fungsi pengosongan kandung kemih).
9. Kekurangan dan kelebihan pemeriksaan BNO IVP
a. Kelebihan
o Bersifat invasif.
o IVP memberikan gambaran dan informasi yang jelas, sehingga dokter dapat
mendiagnosa dan memberikan pengobatan yang tepat mulai dari adanya batu
ginjal hingga kanker tanpa harus melakukan pembedahan
o Diagnosa kelainan tentang kerusakan dan adanya batu pada ginjal dapat
dilakukan.
o Radiasi relative rendah
o Relative aman

b. Kekurangan
o Selalu ada kemungkinan terjadinya kanker akibat paparan radiasi yang
diperoleh.
o Dosis efektif pemeriksaan IVP adalah 3 mSv, sama dengan rata-rata radiasi
yang diterima dari alam dalam satu tahun.
o Penggunaan media kontras dalam IVP dapat menyebabkan efek alergi pada
pasien, yang menyebabkan pasien harus mendapatkan pengobatan lanjut.
o Tidak dapat dilakukan pada wanita hamil.
HSG

1. Definisi

“Hystero“ berarti uterus, “Salpingo” berarti tuba, jadi histerosalfingografi berarti


pengambilan gambar dari uterus dan tuba falopii. Histerosalpingografi adalah pemeriksaan
yang menggunakan sinar-x untuk menilai keadaan saluran leher rahim (kanalis servikalis) dan
rongga rahim uterus, dan saluran telur (tuba falopii), dan rongga peritoneum secara sekaligus
dengan memasukkan bahan radioopak ke dalam rongga cavum uteri melalui serviks,
menggunakan kanula. Disebut juga uterosalpingografi, uterotubografi, hysterotubografi,
metrosalpingografi, dan metrotubugrafi.

2. Bahan Kontras dalam pemeriksaan HSG

Bahan kontras yang sering digunakan oleh ahli radiologi di Indonesia adalah zat kontras
yang larut dalam air yaitu urografin 60% (meglumin diatrizoate 60% atau sodium diatrizoate
10%). Bahan kontras ini sifatnya encer, memberikan opasitas yang memuaskan dan mudah
masuk ke dalam tuba dan menimbulkan pelimpahan kontras ke dalam rongga peritoneum
dengan segera. Pada tahun-tahun terakhir ini dipakai juga bahan kontras lipiodol ultrafluid
yang juga dipakai untuk pemeriksaan limfografi, sialografi, fistulografi, dan saluran-saluran
yang halus. Kekurangan lipiodol adalah bahwa resorpsi kembali berlangsung lama sekali jika
kontras ini masuk ke dalam rongga peritoneum. Jumlah bahan kontras yang digunakan
berbeda-beda, tergantung pasien, tetapi biasanya mendekati 10 ml. Kontras larut minyak
sekarang sudah banyak ditinggalkan, karena komplikasi yang ditimbulkan yaitu:

• Emboli paru

• Granuloma pada permukaan peritoneum

• Fibrosis peritoneum

• Penyerapan lebih lama

Bahan kontras lain yang juga sering dipakai dan memberikan hasil sama seperti urografin,
misalnya hipaque 50% (sodium diatrizoate), endografm (meglumine iodipamide), diaginol
scous (sodium acetrizoate plus polyvinyl pyrolidone), isopaque (metrizoate), lipiodol
ultrafluid, dan sebagainya.
3. Indikasi Pemeriksaan HSG

Indikasi pemeriksaan histerosalpingografi yaitu Infertilitas: untuk menggambarkan


tuba fallopi dan salurannya sampai ke kavum peritoneum, abortus berulang: menggambarkan
apakah ada kelainan bawaan pada kavum uteri. Memonitor pasca operasi tuba, seperti pada
prosedur sterilisasi. Indikasi HSG yang paling sering ialah dalam ginekologi, baik sterilitas
primer maupun skunder, untuk melihat potensi tuba. Pada tuba yang paten akan terjadi
pelimpahan kontras dari tuba ke dalam rongga peritoneum. Hal ini memberikan gambaran yang
khas karena bahan kontras akan tersebar diantara lingkaran-lingkaran usus dalam perut. Selain
itu HSG memberikan gambaran tentang kelainan-kelainan uterus dan kanalis servisis. Dengan
demikian kelainan-kelainan bawaan uterus dapat diketahui. Kadang-kadang HSG juga
dikerjakan sesudah operasi tuba untuk sterilitas guna menentukan berhasilnya tindakan
operatif. Pemeriksaan HSG sekarang juga dilakukan untuk menentukan apakah IUD (intra-
uterine device) masih ada dalam kavum uteri. Untuk indikasi ini, sebaiknya dibuat dahulu foto
polos abdomen untuk melihat apakah IUD masih di dalam abdomen. Jika tidak nampak lagi,
IUD yang sengaja dibuat opak, maka HSG tidak perlu dilakukan. Jika IUD berada jauh dari
lokasi uterus, misalnya di abdomen bagian atas, maka dengan sendirinya HSG tidak perlu
dikerjakan lagi.

Selain itu terbukti bahwa HSG juga mempunyai efek terapeutik, bahwasannya
kehamilan sering terjadi segera sesudah pemeriksaan HSG dilakukan. Kemungkinan besar
kontras membuka secara mekanis obstruksi-obstruksi yang disebabkan oleh sekret,
melepaskan adesi yang ada dalam tuba, meluruskan bengkokan tuba dan menimbulkan
peristaltik yang lebih aktif karena masuknya bahan kontras. Kalau memang demikian, maka
pemakaian kontras yang dicampur dalam minyak seperti lipiodol ultrafluid dapat menyebabkan
kehamilan lebih banyak dibandingkan dengan pemakaian kontras yang cair. HSG juga
diindikasikan jika ada perdarahan per vaginam sedikit, misalnya disebabkan oleh mioma uteri,
polip endometrium, adenomatorus, dan lain-lain. HSG juga dapat dilihat jika ada kelainan
bawaan uterus atau adhesi dalam kanalis servisis dan kavum uteri yang dapat menyebabkan
abortus. HSG kadang-kadang dilakukan sesudah section caesaria untuk melihat parut-parut
pada cerviks dan uterus. Tumor maligna kavum uteri kadang-kadang juga perlu diperiksa
dengan HSG untuk melihat lokasi, ekstensi, dan bentuk tumor. Tumor maligna seperti
koriokarsinoma memperlihatkan bentuk yang khas pada HSG. Sekarang HSG juga perlu
dilakukan pada kasus-kasus inseminasi buatan. Sebelum inseminasi, sebaiknya dilakukan HSG
untuk melihan kelainan pada traktus genitalis.

4. Kontraindikasi Pemeriksaan HSG

Kontraindikasi pemeriksaan HSG : Infeksi pelvis yang aktif dapat menyebarkan infeksi
Penyakit ginjal atau jantung yang berat Hipersensitifvitas pada zat kontras Pasien yang baru
kuretase kehamilan Seminggu sebelum menstruasi berikutnya dan belum lebih seminggu
setelah menstruasi. Pada umumnya penentuan indikasi pemeriksaan HSG dibuat oleh ahli
obstetri ginekologik. Proses-proses inflamasi yang akut pada abdomen merupakan kontra
indikasi. Pada hamil muda, pemeriksaan ini tidak boleh dikerjakan, karena bahaya terjadinya
abortus. Lagi pula radiasi terhadap fetus tinggi sekali. Pada umumnya pada hamil muda tak
boleh dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen, karena selsel fetus masih dalam stadium
pembagian yang aktif, Kontra indikasi lain adalah perdarahan pervaginam yang berat.
Pemeriksaan tertentu harus ditundas sampai perdarahan berhenti. Jika ada perdarahan, maka
bahan kontras bias masuk ke dalam vena uterina dan vena ovarii, masuk kedalam vena kava
inferior, jantung sebelah kanan, kemudian masuk kedalam paru-paru. Tuberkulosis aparat
genital tidak merupakan kontra indikasi yang absolut, malahan kadang-kadang penyakit ini
ditemukan pada pemeriksaan HSG. HSG juga tidak boleh dilakukan segera setelah dikerjakan
kuretase atau dilatasi kanalis servikalis, karena ada kemungkinan masuknya kontras kedalam
vena-vena sekitar uterus. Penyakit ginjal dan jantung yang sudah lanjut juga merupakan kontra
indikasi untuk dilakukan HSG. Pemeriksaan HSG juga tidak dilakukan segera setelah dan
sebelum menstruasi karena pada saat ini, endotel menebal dan dapat terjadi intravasasi kontras,
sehingga interpretasi foto akan lebih sulit.

5. Waktu Pemeriksaan HSG

Waktu yang paling baik ntuk melakukan pemeriksaan HSG hari ke 9-10 setelah haid
dimulai. Pada saat ini biasannya haid mulai berhenti dan selaput lender uterus sudah bersifat
tenang. Apabila masih ada perdarahan yang terjadi, maka pemeriksaan HSG tidak boleh
dilakukan karena berarti ada kemungkinan dimana kontras masuk ke dalam peredaran
pembuluh arah balik (Vena). Setelah hari ke 10 dapat dilakukan pemeriksaan bila tidak terjadi
pembuahan dan tidak ada hubungan seksual untuk menghindari terjadinnya kehamilan.

6. Persiapan HSG

 Menanyakan dengan jelas mengenai siklus menstruasi pasien dan rencana melakukan
pemeriksaan HSG 10 hari setelah menstruasi dimulai. Memberitahu pasien untuk
tidak melakukan hubungan seksual sebelum melakukan pemeriksaan.
 Meminta pasien meminum dulcolax 2 tablet pada jam 8 malam saat malam hari
sebelum pemeriksaan akan dilakukan, untuk mengosongkan usus sehingga terdapat
gambaran yang lebih baik dan mengurangi area yang terobstruksi oleh gas usus
maupun feses.
 Saat kedatangan pasien, berikan inform consert, tanyakan apakah pasien untuk
mengganti pakaian dengan pakaian pemeriksaaan dan melepaskan benda-benda yang
dapat menghalangi hasil foto yang baik (terutama benda logam ).
 Minta pasien untuk berkemih sebelum pemeriksaan. Pengosongan kandung kemih
dapat mencegah perpindahan uterus dan tuba uterine.
 Dapat pula diberikan obat penghilang nyeri atau sedative untuk meminimalisir rasa
sakit saat dilakukan tindakan pemeriksaan HSG.
 Membersihkan vulva dan perineum terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan.

7. Teknik Pemeriksaan HSG

 Pasien terlentang dalam posisi litotomi


 Prosedur ini menempatkan sebuah spekulum ke dalam vagina untuk visualisasi leher
rahim. Sebelumnya digunkan solutio untuk membersihkan leher rahim dan vagina. Lalu
menggunakan sebuah penjepit untuk memungkinakn traksi.Seperti mencubit saat
disuntik mungkin dirasakan pada saat ini, tetapi biasanya terlalu cepat.
 Lalu digunakan kanula untuk dengan stopper karet diujungnya untuk ditempatkan
terhadap mulut serviks sehingga saat pembukaan serviks dan media kontras disuntikkan
tidak tumpah kembali ke dalam vagina.
 Kemudian spekulum diambil dan pasien diposisikan kembali ke dalam vagina.
 Lalu spekulum diambil dan pasien diposisikan dengan benar di bawah mesin radiologi.
Seorang ahli radiologi hadir untuk melakukan fluoroscopy, atau mengambil sinar - x
 Saat setelah kontras dimasukkan, maka kontras akan terlihat pada layar monitor. Pasien
dan keluarga diperbolehkan untuk melihat layar monitor saat prosedur dilakukan.
 Setelah kontras dimasukkan maka ahli radiologi merekam / mengambil gambaran
radiologi yang menunjukkam temuan HSG. Idealnya kontras akan tmapak tumpah (
spill ) pada ujung saluran tuba. Pemotretan dilakukan dengan proyeksi AP dan oblique
( RPO dan LPO )
8. Gambaran Histerosalpingografi Normal

Kanalis servikalis panjangnya 3-4 cm atau kira-kira sepertiga panjang uterus.


Bentuknya lonjong. Ismus antara kavum uteri dan kanalis servikalis lebih sempit. Ostium uteri
intemum nampak seperti penyempitan pendek. Kavum uteri berbentuk segitiga, sisi dan fundus
uteri lurus atau konkaf. Fundus kadang-kadang konfeks dan lebih lebar daripada panjang
uterus. Jarak antara kornu kanan dan kiri rata-rata 3,5 cm. Sfingter komu bentuknya khas
seperti bawang. Apeks kornu langsung berlanjut pada ismus tuba. Ismus tuba ini panjangnya
variable, nampak seperti garis potlot pada radiogram dan jalannya bergelombang. Ismus tuba
kemudian melebar sebagai ampula tuba.

Gambar HSG normal dimana korpus uterus dan serviks uteri tampak terisi oleh
kontras.Kedua tuba falopii terisi oleh kontras dan disertai spill awal pada peritoneum.

9. Abnormalitas Pada Pemeriksaan HSG

Gambaran abnormal yang dapat ditemukan pada HSG antara lain anomali yang
bervariasi mulai dari kelainan komplit dimana vagina, serviks, dan uterus didapatkan ganda,
sampai kelainan yang bersifat ringan berupa lekukan pada fundus uterus. Kelainan lainnya
berupa fibroid, polip, hiperplasia endometrium, adenomiosis, sinekia intrauterine, penyakit dan
defek raba berupa hidrosalping, abses tuba-ovarium, kinking dan adhesi, salpingitis, isthmica
nodosa, endometriosis, oklusi tuba akibat infeksi, amputasi tuba dan penutupan tuba.
Karsinoma uterus, lesi servikal yang bervariasi dari stenosis hingga polip dan
adenomiosis, lesi os internal, tumor ovarium, dan gambaran abnormal HSG berkaitan dengan
ligasi tuba setelah pembedahan.

10. Kelainan Uterus Kongenital

Uterus berkembang sebagai hasil fusi dari sistem duktus mulleri.Kegagalan fusi
komplit atau parsial terjadi pada sekitar 3 - 4 % dari populasi umum. Abnormalitas pada HSG
seringkah tidak menunjukkan signifikansi klinis akan tetapi terdapat peningkatan insidens
terjadinya abortus berulang pada pasien dengan uterus septa, sehingga penting untuk
membedakan uterus septa dengan uterus bikomu. Pada HSG, sudut interkomu 90 %
mengrahakan diagnosis ke uterus bicornu akan tetapi untuk pemeriksaan lebih lanjut dengan
melakukan pemeriksaan taktik fundus “andal notch).

Uterus unicornu jarang, sehingga jika pada uterus tampak gambaran unicornu maka
perlu dicari ada tidaknya kornu yang rudimenter atau serviks sekunder. Gambar berikut yang
menunjukkan tipe - tipe kelainan kongenital pada uterus.

Abnormalitas pada Uterus yang akan nampak pada gambaran HSG


11. Kelainan Uterus Non-Kongenital

Gambaran HSG pada fibroid tergantung dari posisi fibroid pada uterus. Fibroid
subserosa dapat mengakibatkan perubahan letak kavum uterus tapi dapat juga tidak terdeteksi,
fibroid mural menyebabkan pembesaran dari kavum dan dapat pmenyebabkan distrosi. Fibroid
submukosa tampak sebagi filling defect polipoid pada kavum uteri, dan tidak bisa dibedakan
dengan polip endometrial.Foto pada filling masa awal perlu untuk menunjukkan fibroid yang
kecil dan posisi oblique membantu dalam menentukan lokasi pasti fibroid.

Adhesi intrauteri dan bentuk kavum irreguler yang kecil juga tampak pada endometritis
pada tuberkulosis.Tuberkulosis genital menyerang secara primer pada tuba falopii dan 50%
pasien dengan penyakit tuba memiliki kelainan pada uterus, Tuberkulosis tuba memilikai
gambaran tuba kaku yang abnormaldengan oklusi di ismus. Pada akhir dapat tamoak clubbed
dan gambaran seperti divertikula (diverticula - like projections ) pada permukaan tuba. Dapat
juga terlihat kalsifikasi.

Bentuk kavum uterus yang kecil seperti huruf T irreguler, demgan kontriksi sekitar
korpus, berkaitan dengan paparan DES, obat yang sering digunakan pada tahun 1940 - 1960
untuk mengobati abortus.Dan terjadi abnormalitas pada anak perempuan yang ibunya diterapi
DES.

Penyakit Inflamasi Pelvis ( PID ) adalah penyebab tersering dari oklusi tuba distal dan
proksimal. Adhesi peritubal tidak dapat diidentifikasi secara akurat pada HSG akan tetapi
keberadaan adhesi dapat diduga jika kontras tetap sekitar tuba dan tidak terdapat spill ke
peritoneum, dan jika tuba tampak angulasi dan distorsi. Penyebab lain dari oklusi tuba adalah
endometriosis, infeksi pascaabortus atau infeksi postpurpuralis dan tuberkulosis.

Salpingitis isthmica nodosa memiliki gambaran khas berupa pengumpulan kontras


multipel dengan gambaran diverticula - like yang diproyeksikan kelumen tuba. Kelainan ini
berhubungan dengan PID atau endometrisosis dan dikaitkan dengan peningkatan insidensi
subfertilitas atau kehamilan ektopik.
Leiomioma submukosa seringkali menyebabkan distorsi kavum uterus, dimana
leiomioma intramural dan subserosa sering dikaitkan dengan temuan HA+SG yang normal.
Leiomioma tunggal akan menyebabkan filling defect dengan kontur halus dan bulat pada
kavitas usus. Leimioma submukosa multipel dikaitkan dengan filling defect terpisah dan
kadang - kadang terdapat distorsi kasar dari kavum uterus tetapi HSG tidak lagi
direkomendasikan untuk menilai leimioma submukosa.
Gambaran HSG yang menunjukkan adanya spill pada tuba kiri namun tidak terjadi spill
pada tuba sebelah kanan yang disebabkan karena adanya proses perlengkapan atau
kebuntuan saluran, dan memberikan gambaran seperti kantong yang disebut Hidrosapling
Gambaran HSG yang menunjukkan tidak ada spill pada kedua kapangan pandang paru,
namun justru membentuk kantung dengan tepi - tepi irreguler yang merupakan ciri khas dari
Salfingitis.
TINJAUAN PUSTAKA

1. Bryan G J. et al. Hystero-salpingography, Diagnostic Radiography, Fourth Edition 1987:


351-355 Hiramatsu Y, MD.

2. Guyton & Hall : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.2008. Edisi 11 hal 1064-1079.

3. Hysterosalpingography, Radiologi Diagnostik, Edisi Kedua, 2008 : 321-324 Sutton D.

4. The Genital Sistem, An Atlas of Anatomy Basic to Radiology, Volume 2, 1975: 1075-
1080 DaffnerRH, MD.

5. Gynecologic Imaging, Clinical Radiology, First Edition 1993: 260-262 Ballinger P W. et


al.

6. Hysterosalpingography: Spectrum of Normal Variant and Nonpatologic Findings. AJR


July 2001; 177: 131-135.

7. Dorland, W. Kamus Kedokteran edisi 29, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2002:980 1323.

Anda mungkin juga menyukai