Anda di halaman 1dari 20

Pemeriksaan BNO IVP

IVP = Intra Vena Pyelography

BNO IVP adalah pemeriksaan radigrafi dari Tractus Urinarius dengan pemberian zat kontras
yang dimasukkan melalui vena sehingga dapat menunjukkan fungsi ginjal dan dapat mengetahui
apabila terdapat kelainan - kelainan secara radiologis.

Indikasi dan Kontra indikasi :

Indikasi Pemeriksaan BNO IVP diantaranya sebagai berikut :


 Keluhan nyeri dan panas pinggang ( Colic )
 Nefrolithiasis
 Nefritis
 Kingking atau kelainan kongenital
 Penurunan fungsi ginjal dan keganasan
 Tumor

Kontraindikasinya :

 Perforasi atau pendarahan massif di rongga abdomen


 Uji kadar ureum darah pasien di laboratrium di atas normal
 Uji kadar kreatinin pasien tidak sesuai
 Hipertensi
 Diabetes melitus
 Permintaan pemeriksaan atas keinginan sendiri.
 Tidak memiliki spesialis radiologi

Persiapan alat dan bahan :

Steril :

 Kontras media watersoluble


 Spuit 1 cc untuk skint tes
 Spuit 20-50 cc untuk injeksi
 Spuit 2,5cc untuk antiseptic alergi obat - obatan antihistamin
 Kapas
 Dan Alkohol

Unsteril :

 Kaset
 Marker
 Stuwing
 Grid
 Pesawat Rontgen
 Apron
 Nier beken

Prosedur pemeriksaan BNO IVP :

1. Pasien datang ke ruangan radiologi dengan membawa permintaan foto yang sudah
didaftarkan dan membayar biaya pemeriksaan di kasir.
2. Pasien dijanjikan waktu pemeriksaannya dan diberikan penjelasan mengenai persiapan
yang harus dilakukan sesuai dengan pemeriksaan.
3. Pasien diminta untuk melakukan pemeriksaan ke laboratorium : Ureum dan kreatinin (
Bila melebihi normaal konsulkan ke dokter radiolog )
4. Untuk pasien rawat inap pemeriksaan dibantu oleh perawat

Persiapan pasien :

1. Sehari sebelum pemeriksaan atau mulai Pkl 14.00 pasien hanya makan makanan lunak
tidak berserat ( Bubur kecap ataupun Bubur kaldu ).
2. Pkl. 20.00 pasien minum dulcolax tablet 2 butir
3. Pkl. 22.00 sebelu tidur, pasien kembali minum dulcolax sebanyak 2 butir.
4. Pkl. 05.00 pagi masukkan 1 butir Dulcolax suposutoria melalui dubur atau anus
5. Selama persiapan dilakukan, pasien tidak diperbolehkan makan ( Puasa ), tidak banyak
berbicara, dan tidak merokok sampai dengan pasien datang ke instalasi radiologi sesuai
waktu yang dijanjikan dan pemeriksaan selesai dilakukan.
6. Selama persiapan pasien hanya diperbolehkan minum sebanyak 3x agar terhindar dari
dehidrasi.

Pemeriksaan IVP

 Pasien diminta memasuki ruangan pemeriksaan.


 Pasien atau keluarga pasien diberikan penjelasan dan jika telah jelas diminta
menandatangani inform consent.
 Pasien diminta tidur terlentang pada meja pemeriksaan dengan mid sagital plane
menempel dengan mid line meja \
 Lakukan skint tes kontras media sebanyak 1 - 1,5 ml
 Kaset sesuai ukuran yang dibutuhkan di tempatkan pada cassette tray dibawah meja
pemeriksaan
 Radiografer mengatur posisi pasien berada tepat dibawah meja pemeriksaan.

Foto Polos BNO / Plain Foto

 Untuk mengetahui keadaan abdomen ( BNO ), apakah ada banyak udara / artefak yang
akan mengganggu gambaran selama pemeriksaan.
 Untuk mengetahui keadaan awal dari Abdomen sebagai bahan penilaian ekspertise
radiograf.
 mengetahui kondisi faktor eksposi yang tepat ( Tidak boleh ada pengulangan )
 Jika radiograf baik maka pemeriksaan bisa dilajutkan.

Pemasukan kontras media :

 Dokter memasukkan kontras media didampingi oleh Radiografer. Memberikan zat


kontras melalui vena ( Apabila skint test negatif ) Sebanyak 40-50 cc kepada pasien.
 Nilai urium maksimal 50 mg/dl : Nilai creatinin maksimal 1,2 mg/dl
 Single dose ( 1ml/Kg BB )
 Double dose ( 1,5 cml/Kg BB )
 Misal Pasien 73Kg maka kontras 73 ml apabila Double : 73 + 36,5 = 110 ml

Fase Nefrogram :

 Fase dimana kontras media memperlihatkan neufron pada ginjal ( terisi minimal )
 5 menit setelah penyuntikan
 dilakukan kompresi ureter.
 film : 24x30 cm
 CP antara xypoideus dan umbilicus
 CR Tegak Lurus
 FFD = 1 meter

Hasil Gambaran :

 Densitas baik
 Tidak ada bagian neufron yang terpotong
 Kontras mengisi ginjal/ Calix sampai ureter proksimal
 Poasitas mampu menampilkan organ

Fase Nefrogram 15

 Fase dimana kontras media memperlihatkan neufron, pelvis renalis dan ureter proximal
terisi maksimal ( Fungsi eksresi ginjal yang terbendung )
 15 menit setelah penyuntikan
 Ekspose dilakukan tanpa pembukaan kompresi.
 Film 24x30 cm
 CP = Sedikit di atas umbilicus
 CR = tegak lurus
 FFD = 100 cm

Catatan kenapa harus dilakukan kompresi :

 Untuk membendung kontras media yang dieksresikan ginjal melalui ureter, sehingga
nefron dan pelvis dapat mengembang dengan baik.

Cara melakukan kompresi :

 Letakkan 2 buah bola tenis / compression ball pada daerah setinggi umbilicus / setinggi
SIAS
 Compression bandage dikatikan pada ujung lain meja dan compression ball ditekan
dengan tuas pengungkit.
 Diukur tekanan bandage tidak terlalu kencang maupun longgar.

Fase Ureter :

 Fase dimana kontras media memperlihatkan nefron, Pelvis renalis dan ureter proksimal
terisi maksimal dan ureter distal mulai mengisi kandung kemih ( Fungsi eksresi ginjal
tidak terbendung ).
 30 menit setelah penyuntikan
 Film 30x40 cm
 CP = Garis Pertengahan SIAS
 CR Tegak lurus film
 FFD 100 cm

Hasil Gambaran :
 Densitas baik
 Tidak ada bagian ginjal yang terpotong
 Kontras mengisi ginjal sampai ureter distal dan sedikit mengisi kandung kemih
 Opasitas mampu menampilkan organ/ tractus urinarius

Fase Vesica Urinaria Full Blast

 Fase dimana kontras media memperlihatkan nefron, Pelvis renalis, ureter hingga
kandung kemih ( Fungsi eksresi ginjal tidak terbendung ).
 45 menit setelah penyuntikan
 Film 30x40 cm
 CP = Garis pertengahan SIAS atau diantara SIAS dan Symphisis Pubis.
 CR Tegak lurus Vertikal
 FFD = 100 cm

Hasil Gambaran :
 Densitas baik
 Tidak ada bagian ginjal yang terpotong
 Kontras mengisi kandung kemih hingga VU mengembang
 Opasitas mampu menampilkan organ vesica urinaria terisi penuh kontras media
 Seing disebut foto " Full Blast "

Fase Vesica Urinaria Post Void

 Fase dimana kontras media memperlihatkan kandung kemih dalam keadaan kosong (
Fungsi pengosongan kandung kemih ).
 50 menit setelah penyuntikan
 Film 30x40 cm
 CP = Garis pertengahan SIAS atau diantara SIAS dan Symphisis Pubis
 CR Tegak Lurus
 FFD 100 cm

Kriteria gambaran Post Void

 Densitas baik
 Tidak ada bagian ginjal hingg VU yang terpotong
 Kontras keluar melalui kandung kemih hingg VU terlihat kosong
 Opasitas mampu menampilan organ
 Vesica Urinaria terisi penuh kontras media
 Sering disebut " Post Void " atau " Post Mixie"

Late Foto :
 Adanya keadaan dimana kontras media terlambat menampilkan gambaran organ yang
diakibatkan oleh adanya kelainan pada organ ( Adanya batu di Nefron sehingga ureter
tidak tervisualisasikan )
 Apabila terjadi " Late Foto " sebaiknya pasien difoto post voiding satu jam kemudian.
 Late foto bisa sampai 2 jam.

Contoh Foto yang terdapat kelainan seperti " Nefrolithiasis"

Teknik Pemeriksaan Colon In Loop

1. Pengertian
Teknik pemeriksaan colon in loop adalah teknik pemeriksaan secara radiologis dari usus besar
dengan menggunakan media kontras secara retrograde.

2. Tujuan Pemeriksaan
Tujuan pemeriksaan colon in loop adalah untuk mendapatkan gambaran anatomis dari kolon
sehingga dapat membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit atau kelainan-kelainan pada kolon.

3. Indikasi dan Kontra Indikasi


1. Indikasi
 Kolitis, adalah penyakit-penyakit inflamasi pada colon, termasuk didalamnya kolitis ulseratif dan kolitis
crohn.
 Carsinoma atau keganasan
 Divertikel, merupakan kantong yang menonjol pada dinding colon, terdiri atas lapisan mukosa dan
muskularis mukosa.
 Megakolon adalah suatu kelainan kongenital yang terjadi karena tidak adanya sel ganglion di pleksus
mienterik dan submukosa pada segmen colon distal.Tidak adanya peristaltik menyebabkan feses sulit
melewati segmena gangglionik, sehingga memungkinkan penderita untuk buang air besar tiga minggu
sekali.
 Obstruksi atau illeus adalah penyumbatan pada daerah usus besar.
 Invaginasi adalah melipatnya bagian usus besar ke bagian usus itu sendiri.
 Stenosis adalah penyempitan saluran usus besar.
 Volvulus adalah penyumbatan isi usus karena terbelitnya sebagian usus ke bagian usus yang lain.
 Atresia ani adalah tidak adanya saluran dari colon yang seharusnya ada.
2. Kontra Indikasi
 Perforasi, terjadi karena pengisian media kontras secara mendadak dan dengan tekanan tinggi.
 Obstruksi akut atau penyumbatan.
 Diare berat.

4. Persiapan Pasien
Tujuan persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan colon in loop adalah untuk
membersihkan kolon dari feses, karena bayangan dari feses dapat mengganggu gambaran dan
menghilangkan anatomi normal sehingga dapat memberikan kesalahan informasi dengan adanya filling
defect.
Prinsip dasar pemeriksaan colon in loop memerlukan beberapa persiapan pasien, yaitu :
1. Mengubah pola makanan pasien
Makanan hendaknya mempunyai konsistensi lunak, rendah serat dan rendah lemak untuk
menghindari terjadinya bongkahan - bongkahan tinja yang keras.

2. Minum sebanyak-banyaknya
Pemberian minum yang banyak dapat menjaga tinja selalu dalam keadaan lembek
3. Pemberian obat pencahar
Apabila kedua hal diatas dijalankan dengan benar, maka pemberian obat pencahar hanya
sebagai pelengkap saja.
5. Persiapan Alat dan Bahan
1. Persiapan alat pada pemeriksaan colon in loop, meliputi :
 Pesawat x – ray siap pakai
 Kaset dan film sesuai dengan kebutuhan
 Marker
 Standar irigator dan irigator set lengkap dengan kanula rectal .
 Vaselin dan jelly
 Sarung tangan
 Penjepit atau klem
 Kain kassa
 Bengkok
 Apron
 Plester
 Tempat mengaduk media kontras
2. Persiapan bahan
 Media kontras, yang sering dipakai adalah larutan barium dengan konsentrasi antara 70 – 80 W/V %
(Weight /Volume). Banyaknya larutan (ml) tergantung pada panjang pendeknya kolon, kurang lebih
600 – 800 ml
 Air hangat untuk membuat larutan barium
 Vaselin atau jelly, digunakan untuk menghilangi rasa sakit saat kanula dimasukkan kedalam anus.

6. Teknik Pemasukan Media Kontras


1. Metode kontras tunggal
Barium dimasukkan lewat anus sampai mengisi daerah sekum. Pengisian diikuti dengan
fluoroskopi. Untuk keperluan informasi yang lebih jelas pasien dirotasikan ke kanan dan ke kiri serta
dibuat radiograf full filling untuk melihat keseluruhan bagian usus dengan proyeksi antero posterior.
Pasien diminta untuk buang air besar, kemudian dibuat radiograf post evakuasi posisi antero posterior.
2. Metode kontras ganda
a. Pemasukan media kontras dengan metode satu tingkat.
Merupakan pemeriksaan colon in loop dengan menggunakan media kontras berupa campuran
antara BaSO4 dan udara. Barium dimasukkan kira-kira mencapai fleksura lienalis kemudian kanula
diganti dengan pompa. Udara dipompakan dan posisi pasien diubah dari posisi miring ke kiri menjadi
miring ke kanan setelah udara sampai ke fleksura lienalis. Tujuannya agar media kontras merata di
dalam usus. Setelah itu pasien diposisikan supine dan dibuat radiograf.
b. Pemasukan media kontras dengan metode dua tingkat.
(1). Tahap pengisian
Pada tahap ini dilakukan pengisian larutan BaSO4 ke dalam lumen kolon, sampai mencapai pertengahan
kolon transversum. Bagian yang belum terisi dapat diisi dengan mengubah posisi penderita.
(2). Tahap pelapisan
Dengan menunggu kurang lebih 1-2 menit agar larutan BaSo4 mengisi mukosa kolon.

(3). Tahap pengosongan


Setelah diyakini mukosa terlapisi maka larutan perlu dibuang sebanyak yang dapat dikeluarkan kembali.
(4). Tahap pengembangan
Pada tahap ini dilakukan pemompaan udara ke lumen kolon. Pemompaan udara tidak boleh berlebihan
(1800- 2000 ml) karena dapat menimbulkan kompikasi lain, misalnya refleks vagal yang ditandai dengan
wajah pucat, pandangan gelap, bradikardi, keringat dingin dan pusing.
(5). Tahap pemotretan
Pemotretan dilakukan bila seluruh kolon telah mengembang sempurna.
7. Proyeksi Radiograf
1. Proyeksi Antero Posterior (AP).
Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan dengan MSP (Mid Sagital Plane) tubuh
berada tepat pada garis tengah meja pemeriksaan. Kedua tangan lurus di samping tubuh dan kedua kaki
lurus ke bawah. Objek diatur dengan menentukan batas atas processus xypoideus dan batas bawah
adalah symphisis pubis.
Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca dengan arah sinar vertikal tegak lurus dengan
kaset. Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas.
kriteria radiograf menunjukkan seluruh kolon terlihat, termasuk fleksura dan kolon sigmoid.
2. Proyeksi AP Aksial (Ballinger, 1999).
Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan dengan MSP tepat pada garis tengah meja
pemeriksaan. Kedua tangan lurus di samping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. Atur pertengahan
kaset dengan menentukan batas atas pada puncak illium dan batas bawah symphisis pubis.
Titik bidik pada 5 cm di bawah pertengahan kedua crista illiaca dengan arah sinar membentuk
sudut 30 - 40 kranial. Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas.
Kriteria radiograf menunjukkan rektosigmoid di tengah film dan sedikit mengalami superposisi
dibandingkan dengan proyeksi antero posterior, tampak juga kolon transversum.

3. Proyeksi LPO (Ballinger, 1999).


Pasien diposisikan supine kemudian dirotasikan kurang lebih 35 - 45 terhadap meja
pemeriksaan. Tangan kiri digunakan untuk bantalan dan tangan kanan di depan tubuh berpegangan
pada tepi meja pemeriksaan. Kaki kiri lurus sedangkan kaki kanan ditekuk untuk fiksasi.
Titik bidik 1-2 inchi ke arah lateral kanan dari titik tengah kedua crista illiaca, dengan arah sinar
vertikal tegak lurus terhadap kaset.

4. Proyeksi RPO (Ballinger, 1999).


Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan kemudian dirotasikan ke kanan kurang lebih 35 -
45 terhadap meja pemeriksaan.Tangan kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri menyilang di
depan tubuh berpegangan pada tepi meja. Kaki kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit ditekuk untuk
fiksasi. Titik bidik pada 1-2 inchi ke arah lateral kiri dari titik tengah kedua crista illiaca dengan arah sinar
vertikal tegak lurus terhadap kaset. Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas.
kriteria radiograf menunjukkan tampak gambaran fleksura lienalis dan kolon asenden.

5. Proyeksi Postero Anterior (Ballinger, 1999).


Pasien diposisikan tidur telungkup (prone) di atas meja pemeriksaan dengan MSP tubuh berada
tepat di garis tengah meja pemeriksan. Kedua tangan lurus di samping atas tubuh dan kaki lurus ke
bawah. MSP objek sejajar dengan garis tengah meja pemeriksaan, objek diatur diatas meja pemeriksaan
dengan batas atas processus xypoideus dan batas bawah sympisis pubis tidak terpotong, pada saat
eksposi pasien ekspirasi dan tahan nafas. Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca dengan arah
sinar vertikal tegak lurus kaset Kriteria radiograf seluruh kolon terlihat termasuk fleksura dan rektum.
6. Proyeksi Postero Anterior Aksial (Balinger, 1999).
Pasien tidur telungkup di atas meja pemeriksaan dengan MSP tubuh berada tepat pada garis
tengah meja pemeriksaan. Kedua tangan lurus disamping tubuh dan kaki lurus kebawah. MSP objek
sejajar dengan garis tengah grid, pertengahan kaset pada puncak illium. Eksposi pada saat ekspirasi dan
tahan nafas. Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca dengan arah sinar menyudut 30 - 40
kaudal.
kriteria : tampak rektosigmoid ditengah film, daerah rektosigmoid terlihat lebih sedikit
mengalami superposisi dibandingkan dengan proyeksi PA, terlihat kolon transversum dan kedua
fleksura.

7. Proyeksi RAO
Posisi pasien telungkup di atas meja pemeriksaan kemudian dirotasikan ke kanan kurang lebih
35˚- 45˚ terhadap meja pemeriksaan. Tangan kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri menyilang di
depan tubuh berpegangan pada tepi meja. Kaki kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit di tekuk untuk
fiksasi. Titik bidik pada 1-2 inchi ke arah lateral kiri dari titik tengah kedua krista illiaka dengan arah sinar
vertikal tegak lurus terhadap kaset. Ekposi dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas.
kriteria : menunjukkan gambaran fleksura hepatika kanan terlihat sedikit superposisi bila di
bandingkan dengan proyeksi PA dan tampak juga daerah sigmoid dan kolon asenden.
8. Proyeksi LAO
Pasien ditidurkan telungkup di atas meja pemeriksaan kemudian dirotasikan kurang lebih 35˚ -
45˚ terhadap meja pemeriksaan. Tangan kiri di samping tubuh dan tangan di depan tubuh berpegangan
pada meja pemeriksaan, kaki kanan ditekuk sebagai fiksasi, sedangkan kaki kiri lurus. Titik bidik 1-2 inchi
ke arah lateral kanan dari titik tengah kedua krista illiaka dengan sinar vertikal tegak lurus terhadap
kaset. Ekposi dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas.
kriteria : menunjukkan gambaran fleksura lienalis tampak sedikit superposisi bila dibanding pada
proyeksi PA, dan daerah kolon desenden tampak.
9. Proyeksi Lateral (Ballinger, 1999).
Pasien diposisikan lateral atau tidur miring dengan Mid Coronal Plane (MCP) diatur pada
pertengahan grid, genu sedikit fleksi untuk fiksasi. Arah sinar tegak lurus terhadap film pada Mid Coronal
Plane setinggi spina illiaca anterior superior (SIAS). Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi dan tahan
nafas.
kriteria : daerah rectum dan sigmoid tampak jelas, rectosigmoid pada pertengahan radiograf.

10. Proyeksi Left Lateral Dicubitus (LLD)


Pasien diposisikan ke arah lateral atau tidur miring ke kiri dengan bagian abdomen belakang
menempel dan sejajar dengan kaset. MSP tubuh berada tepat pada garis tengah grid. Titik bidik
diarahkan pada pertengahan kedua crista illiaka dengan arah sinar horisontal dan tegak lurus terhadap
kaset. Eksposi dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas.
kriteria radigraf menunjukkan bagian atas sisi lateral dari kolon asenden naik dan bagian tengah
dari kolon desenden saat terisi udara.

11. Proyeksi Axial Metode Chassard Lapine


Posisi pasien duduk dengan punggung pada sisi meja, sehingga MCP tubuh sedekat mungkin
pada garis tengah meja pemeriksaan. Pertengahan panggul berada tepat pada pertengahan film, dan
pasien membungkuk. Kedua tangan berpegangan pada pergelangan kaki untuk fiksasi. Sinar diarahkan
tegak lurus melewati daerah lombo sakral setinggi trochanter mayor.
Kriteria radiograf menunjukkan gabungan rektosigmoid dan sigmoid pada proyeksi axial dan
tampak rektum.

8. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :
1. Perforasi
Perforasi terjadi karena pengisian larutan kontras dengan tekanan yang tinggi secara mendadak, juga
dapat terjadi akibat pengembangan yang berlebihan.
2. Refleks Vogal
Refleks Vogal terjadi karena pengembangan yang berlebihan, yang ditandai dengan pusing, keringat dingin,
pucat, pandangan gelap, dan bradikardi. Pemberian sulfas atropin dan oksigen dapat mengatasi keadaan
tersebut.

Teknik Pemeriksaan Uretrografi


Diposkan pada 28 Juni 2012 oleh bocahradiography

Pemeriksaan Uretrografi adalah pemeriksaan radiologi untuk uretra dengan menggunakan media
kontras positif yang diinjeksikan ke uretra proksimal secara retrograde, dengan tujuan untuk
melihat anatomi, fungsi dan kelainan pada uretra.
Indikasi

 Striktur
 Retensi urine
 Kelainan kongenital
 Fistule
 Tumor
 Batu uretra

Kontra indikasi

 Infeksi akut
 Radang uretritis akut
 Radang prostat
 Penderita terdapat riwayat alergi kontras

Persiapan Pasien

Pada dasarnya tidak ada persiapan khusus hanya saja pasien disuruh kencing sebelum
pemeriksaan, fungsinya agar kontras tidak bercampur dengan urine yang menyebabkan densitas
tinggi, kontras rendah menyebabkan gambaran lusent sehingga kandung kemih tidak dapat
dinilai (Bontrager, 2001).

Persiapan Alat dan Bahan

Alat dan bahan untuk pemeriksaan uretrografi retrograde yang harus dipersiapkan antara lain :
Pesawat sinar x, kaset dan film, grid, marker, tensi meter, tabung oksigen, baju pasien.

Pada pemeriksaan uretrografi retrograde perlu dipersiapkan alat untuk memasukkan media
kontras, terdiri alat bantu steril dan non steril. Alat steril yang diperlukan antara lain : spuit 20 cc,
kassa, kapas alkohol, anti histamine, kateter, gliserin. Sedangkan alat bantu non steril antara lain
: bengkok, plester dan sarung tangan (Bontrager, 2001).

Media kontras yang digunakan adalah media kontras positif iodine water souluble. Media
kontras dicampur larutan fisiologis dengan perbandingan 1 : 1.

Teknik Pemeriksaan Uretrografi

Menurut Bontrager, (2001) teknik pemeriksaan uretrografi adalah sebagai berikut :

1. Foto Pendahuluan (Polos)

Dilakukan sebelum media kontras dimasukkan dengan tujuan untuk mengetahui persiapan
pasien, mengetahui struktur keseluruhan organ sebelum dimasukkan media kontras, mengetahui
ketepatan posisi dan menentukan faktor eksposi selanjutnya.
Posisi Pasien : Tidur telentang (supine) di atas meja pemeriksaan dengan MSP diatur tepat diatas
pada garis tengah meja pemeriksaan, dua kaki lurus dan kedua tangan disamping tubuh. Posisi
Objek batas atas kaset krista iliaka dan batas bawah kaset sympisis pubis.

Kaset : ukuran kaset 24×30 cm Arah sinar tegak lurus dengan kaset. Titik bidik 5 cm diatas
symphisis pubis. Jarak fokus dengan film 100 cm. Eksposi dilakukan pada saat ekspirasi dan
tahan nafas.

Kriteria : Terlihat seluruh bagian dari kandung kemih, uretra dan gambaran dari tulang pelvis.

Setelah dilakukan foto pendahuluan (polos) , langkah selanjutnya yang dilakukan adalah
pemasukan media kontras yaitu dengan cara media kontras dimasukkan kandung kemih dengan
menggunakan kateter yang telah terpasang melalui uretra kemudian media kontras dimasukkan
perlahan dengan spuit. Pengambilan radiograf dilakukan pada saat bersamaan media kontras
dimasukkan ke uretra. Proyeksi yang digunakan adalah AP (antero posterior), oblik kanan dan
kiri.

2. Proyeksi AP

Tujuan dari proyeksi AP adalah untuk melihat kandung kemih dan seluruh bagian uretra dari
pandangan anterior.Posisi pasien : supine diatas meja pemeriksaan, MSP diatur tetap diatas garis
tengah pemeriksaan. Posisi objek batas atas kaset krista iliaka, batas bawah kaset sympisis pubis.

Kaset : ukuran 24 x 30 cm, dengan arah sinar tegak lurus kaset atau film, titik pusat sinar 5 cm di
atas symphisis pubis. Jarak fokus dengan film 100 cm. Eksposi dilakukan pada saat ekspirasi dan
tahan nafas.

Kriteria : Tampak tulang pelvis, ilium, ischium, sacrum dan symphisis pubis. Tampak rongga
pelvis, tampak kandung kemih dan uretra yang terisi media kontras dengan kandung kemih tidak
superposisi dengan symphisis pubis.

3. Proyeksi Oblik kanan dan kiri

Tujuan dari proyeksi oblik kanan atau kiri adalah untuk menilai bagian uretra dan kandung
kemih tidak superposisi dengan simpisis pubis.

Posisi Pasien : tidur terlentang (supine) di atas meja pemeriksaan daerah panggul diatur miring
kira-kira 35–40 derajat, kekanan/kekiri sesuai dengan posisi oblik yang dimaksud. Salah satu
tangan berada di samping tubuh, lengan lainnya di tempatkan menyilang sambil berpegangan
pada tepi meja pemeriksaan. Batas atas kaset pada krista iliaka, batas bawah kaset 2 cm di bawah
simpisis pubis

Kaset : ukuran 24 x 30 cm dengan arah sinar vertikal tegak lurus kaset. Titik bidik 2 cm arah
lateral kanan-kiri dari pertengahan garis yang menghubungkan kedua SIAS dengan MSP menuju
tengah kaset atau sejajar dengan border symphisis pubis. Jarak fokus ke film 100 cm. Eksposi
dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan nafas.
Teknik Pemeriksaan Radiografi Fistula Perianal

Prosedur Pemeriksaan
Pemeriksaan fistula tergantung dari lokasinya, dapat didiagnosa dengan beberapa
macam pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan untuk pemeriksaan pada
peradangan penyakit usus, seperti pemeriksaan barium enema, colonoscopy,
sigmoidoscopy, endoscopy dan dapat juga didiagnosa dengan pemeriksaan fistulografi
(Wake Forest University School of Medicine Division of Radiologic Sciences, 2001).
Pemeriksaan fistulografi adalah pemeriksaan radiologi pada fistula dengan
menggunakan media kontras positif. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendapatkan
radiograf yang baik tentang fistula sehingga dapat menegakkan diagnosa secara tepat
dan dapat dilakukan tindakan selanjutnya untuk pembedahan (Ballinger, 1999).

1. Persiapan Penderita
Pada pemeriksaan fistulografi tidak memerlukan persiapan khusus, hanya pada
daerah fistula terbebas dari benda-benda radioopaque yang dapat menganggu
radiograf (Bryan, 1979). Apabila pemeriksaan untuk fistula pada daerah abdomen maka
saluran usus halus terbebas dari udara dan fekal material (Ballinger, 1999).

2. Persiapan Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang harus dipersiapkan sebelum dilakukan pemeriksaan antara
lain (Ballinger, 1999) :
a. Pesawat sinar-x yang dilengkapi flluoroskopi
b. Film dan kaset sesuai dengan kebutuhan
c. Marker R dan L
d. Apron
e. Sarung tangan Pb
f. Cairan saflon
g. Peralatan steril meliputi : duk steril, kateter, spuit ukuran 5 ml-20 ml, korentang, gunting,
hand scoen, kain kassa, jeli, abocath, duk lubang.
h. Alkohol
i. Betadine
j. Obat anti alergi
k. Media kontras jenis water soluble yaitu iodium.

Teknik Pemeriksaan
Sebelum media kontras dimasukkan terlebih dahulu dibuat plan foto dengan
proyeksi Antero Posterior (AP), selanjutnya media kontras dimasukkan dengan kateter
atau abocath melalui muara fistula yang diikuti dengan fluoroskopi. Kemudian dilakukan
pemotretan pada saat media kontras disuntikkan melalui muara fistula yang telah
mengisi penuh saluran fistula. Hal ini dapat dilihat pada layar fluoroskopi dan ditandai
dengan keluarnya media kontras melalui muara fistula (Ballinger, 1995). Jumlah media
kontras yang dimasukkan tergantung dari luas muara fistula.

a. Proyeksi Antero Posterior (AP)


Posisi pasien supine di atas meja periksaan, kedua tangan diletakkan di atas dada
dan kedua kaki lurus. Pelvis simetris terhadap meja pemeriksaan. Kedua kaki
endorotasi 150-200, kecuali jika terjadi fraktur atau dislokasi pada hip joint. Sinar vertikal
tegak lurus kaset, central point pada pertengahan kedua krista iliaka dengan FFD 100
cm. Eksposi pada saat pasien diam.
Kriteria yang tampak yaitu tampak pelvis pada daerah proksimal femur, trokhanter
minor dan trokhanter mayor, tidak ada rotasi pelvis, sakrum dan koksigeus segaris
dengan simfisis pubis, foramen obturator,simetris, kedua spina iliaka sejajar.

b. Proyeksi Lateral
Penderita diatur miring di salah satu sisi yang akan difoto dengan kedua lengan
ditekuk ke atas sebagai bantalan kepala. Mid Sagital Plane sejajarmeja pemeriksaan,
dan bidang axial ditempatkan pada pertengahan meja pemeriksaan. Spina iliaka AP
sesuai dengan garis vertikal sehingga tidak ada rotasi dari pelvis. Central Point pada
daerah perianal kira-kira Mid Axila Line setinggi 2-3 inchi di atas simfisis pubis, sinar
vertikal tegak lurus terhadap kaset dan FFD 100 cm. Eksposi pada saat pasien diam.
Kriteria radiograf tampak pelvis dan femur bagian proksimal, tampak sakrum dan
koksigeus, bagian belakang iskhium dan illium saling superposisi, tampak kedua femur
superposisi, bayangan asetabulum superposisi, lingkar fossa yang besar berjarak sama
dari lingkar fossa yang kecil (Ballinger, 1995).

c. Proyeksi Oblique
Posisi pasiean prone di atas meja pemeriksaan, tubuh dirotasikan ke salah satu
sisi yang dipeiksa yang menunjukan letak fistula kurang lebih 45 o terhadap meja
pemeriksaan. Lengan yang dekat kaset diatur di bawah kepala untuk bantalan kepala
sedangkan lengan yang lain diatur menyilang di depan tubuh. Kaki yang dekat kaset
menempel meja pemeriksaan, kaki yang lain ditekuk sebagai penopaang tubuh. Pelvis
diatur kurang lebih 45o terhadap meja pemeriksaan. Untuk fiksasi, sisi pinggang yang
jauh dari kaset diberi penganjal. Sinar diatur vertikal tegak lurus terhadap kaset dan
central point pada daerah perianal kurang lebih 2-3 inchi di atas simfisis pubis, tarik
garis 1 inchi tegak lurus ke arah lateral. FFD diatur 100 cm. Eksposi pada saat pasien
diam.
Kriteria yang tampak yaitu tampak hip joint dan femur superposisi, kedua iliaka
tidak berjarak sama, tampak foramen obturator tidak simetris,sakrum dan koksigeus
tidak segaris dengan simfisis pubis (Ballinger, 1995).

d. Proyeksi Axial Metode Chassard-Lapine


Posisi pasien duduk di atas meja pemeriksaan sehingga permukan posterior dai
lutut menyentuh ujung tepi meja pemeriksaan kemudian kedua tangan lurus ke bawah
menggenggam lutut. Pasien membungkukan punggung semaksimal mungkin sampai
simfisis pubis menyentuh meja pemeriksaan, sudut yang dibentuk antara pelvis engan
sumbu vertical kira-kira 45o. Pasien rata-rata dapat memfleksikan punggungya tanpa
mengalami kesakitan. Sinar vertikal tegak lurus kaset dengan entral point melalui
daerah lumboskral menembus trokhanter mayor. Bila fleksi tubuh terbatas central point
diarahkan dari nterior obyek tegak lurus menuju bidang koronal dari simfisis pubis. FFD
diatur 100 cm.
Kriteria yang tampak yaitu kaput femur, asetabulum, keseluruhan pelvis sampai
bagian proksimal dari femur, pelvis tidak mengalami rotasi, kedua trokhanter mayor
berjarak sama dari pertengahan kaset atau sakrum (Ballinger, 1995).

e. Proyeksi Taylor
Pasien supine di atas meja pemeriksaan dengan kedua tangan iletakan di atas
dada dan kedua kaki lurus.

Pelvis diatur sehingga tepat Antero-Posterior yaitu kedua krista iliaka kanan dan
kiri berjarak sama terhadap meja pemeriksaan dan Mid Sagital Plane berada di
pertengahan meja pemeriksaan. Sinar menyudut 30 o ke cranial, central point pada 2
inchi di bawah batas atas dari simfisis pubis. FFD diatur 100 cm. Eksposi pada saat
pasien diam.
Kriteria yang tampak yaitu tulang pubis dan ishkium mengalami magnifikasi, tampak
tulung pubis superposisi dengan sakrum dan koksigeus, tampak foramen obturator simetris,
tampak tulang pubis dan ishkium dekat dengan tepi film, tampak juga hip joint (B

Anda mungkin juga menyukai