Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan


pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta
perubahan neurohormonal yang kompleks.1 Kematian akibat penyakit
kardiovaskuler khususnya gagal jantung adalah 27 %. Sekitar 3 - 20 per 1000
orang mengalami gagal jantung, angka kejadian gagal jantung meningkat seiring
pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia di atas 60 tahun. Dari hasil
penelitian Framingham pada tahun 2000 menunjukkan angka kematian dalam 5
tahun terakhir sebesar 62% pada pria dan 42% wanita, berdasarkan data dari di
Amerika terdapat 3 juta penderita gagal jantung dan setiap tahunnya bertambah
dengan 400.000 orang, sedangkan untuk di Indonesia angka kejadian gagal
jantung menyebab kematian nomor satu, padahal sebelumnya menduduki
peringkat ketiga. Gagal jantung dapat disebabkan oleh beberapa factor yang dapat
dihindari dan yang tidak dapat dihindari.2 Faktor - faktor penyebab gagal jantung
diantaranya adalah kebiasaan merokok, diabetes, hipertensi, kolestrol, kelebihan
berat badan hingga stress. Ada tiga faktor lainnya yang tidak bisa dihindari oleh
manusia yakni faktor keturunan dan latar belakang keluarga, faktor usia dan jenis
kelamin yang banyak ditemui pada kasus kegagalan jantung. Selain hipertensi,
penyebab gagal jantung adalah kelainan otot jantung, ateriosklerosis dan
peradangan pada miokardium.1,2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi CHF


Jantung merupakan suatu organ otot berongga yang terletak di pusat dada.
Bagian kanan dan kiri jantung masing-masing memiliki ruang sebelah atas (atrium
yang mengumpulkan darah dan ruang sebelah bawah (ventrikel) yang
mengeluarkan darah. Agar darah hanya mengalir dalam satu arah, maka ventrikel
memiliki satu katup pada jalan masuk dan satu katup pada jalan keluar. Fungsi
utama jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan membersihkan
tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung melaksanakan fungsi
tersebut dengan mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari seluruh
tubuh dan memompanya ke dalam paru- paru, dimana darah akan mengambil
oksigen dan membuang karbondioksida. Jantung kemudian mengumpulkan darah
yang kaya oksigen dari paru-paru dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh.3

Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana jantung tidak dapat lagi
memompa darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh,
walaupun darah balik masih dalam keadaan normal. Dengan kata lain, gagal

2
jantung merupakan suatu ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah
dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh
(forward failure) atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan
pengisian jantung yang tinggi (backward failure) atau keduanya.3,4 Faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya gagal jantung adalah kontraktilitas miokard,
denyut jantung (irama dan kecepatan/ menit) beban awal dan beban akhir

2.2 Epidemiologi CHF

Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada


usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung
di Amerika serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per
tahunnya.Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal
jantung. Di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien
berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung. Meskipun terapi
gagal jantung mengalami perkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5-10
tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut dan
5-10% dari pasien dengan gejala gagal jantung yang ringan.4

2.3 Etiologi CHF


Beberapa etiologi dari penyakit gagal jantung kongestif ialah :
a. Penyakit Jantung Koroner
Seseorang dengan penyakit jantung koroner (PJK) rentan untuk menderita
penyakit gagal jantung, terutama penyakit jantung koroner dengan hipertrofi
ventrikel kiri. Lebih dari 36% pasien dengan penyakit jantung koroner selama 7-8
tahun akan menderita penyakit gagal jantung kongestif. Pada negara maju, sekitar
60-75% pasien penyakit jantung koroner menderita gagal jantung kongestif.
Bahkan dua per tiga pasien yang mengalami disfungsi sistolik ventrikel kiri
disebabkan oleh Penyakit Jantung Koroner.
b. Hipertensi

3
Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis merupakan komplikasi
terjadinya gagal jantung. Berdasarkan studi Framingham dalam Cowie tahun 2008
didapati bahwa 91% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi. Studi
terbaru Waty tahun 2012 di Rumah Sakit Haji Adam Malik menyebutkan bahwa
66.5% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi. Hipertensi menyebabkan
gagal jantung kongestif melalui mekanisme disfungsi sistolik dan diastolik dari
ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri menjadi predisposisi terjadinya infark
miokard, aritmia atrium dan ventrikel yang nantinya akan berujung pada gagal
jantung kongestif .
c. Cardiomiopathy
Cardiomiopathy merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak
disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi atau kelainan kongenital.
Cardiomiopathy terdiri dari beberapa jenis. Diantaranya ialah dilated
cardiomiopathy yang merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya gagal
jantung kongestif. Dilated cardiomiopathy berupa dilatasi dari ventrikel kiri
dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ini disebabkan oleh hipertrofi
sel miokardium dengan peningkatan ukuran dan penambahan jaringan fibrosis.
Hipertrophic cardiomiopathy merupakan salah satu jenis cardiomiopathy yang
bersifat herediter autosomal dominan. Karakteristik dari jenis ini ialah
abnormalitas pada serabut otot miokardium. Tidak hanya miokardium tetapi juga
menyebabkan hipertrofi septum. Sehingga terjadi obstruksi aliran darah ke aorta
(aortic outflow). Kondisi ini menyebabkan komplians ventrikel kiri yang buruk,
peningkatan tekanan diastolik disertai aritmia atrium dan ventrikel.
Jenis lain yaitu Restrictive and obliterative cardiomiopathy. Karakteristik
dari jenis ini ialah berupa kekakuan ventrikel dan komplians yang buruk, tidak
ditemukan adanya pembesaran dari jantung. Kondisi ini berhubungan dengan
gangguan relaksasi saat diastolik sehingga pengisian ventrikel berkurang dari
normal. Kondisi yang dapat menyebabkan keadaan ini ialah Amiloidosis,
Sarcoidosis, Hemokromasitomatosis dan penyakit resktriktif lainnya.
d. Kelainan Katup Jantung

4
Dari beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling sering
menyebabkan gagal jantung kongestif ialah Regurgitasi Mitral. Regurgitasi mitral
meningkatkan preload sehingga terjadi peningkatan volume di jantung.
Peningkatan volume jantung memaksa jantung untuk berkontraksi lebih kuat agar
darah tersebut dapat didistribusi ke seluruh tubuh. Kondisi ini jika berlangsung
lama menyebabkan gagal jantung kongestif.
e. Aritmia
Artial Fibrilasi secara independen menjadi pencetus gagal jantung tanpa
perlu adanya faktor concomitant lainnya seperti PJK atau hipertensi. 31% dari
pasien gagal jantung ditemukan gejala awal berupa atrial fibrilasi dan ditemukan
60% pasien gagal jantung memiliki gejala atrial fibrilasi setelah dilakukan
pemeriksaan echocardiografi. Aritmia tidak hanya sebagai penyebab gagal jantung
tetapi juga memperparah prognosis dengan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.
f. Alkohol dan Obat-obatan
Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang menyebabkan atrial
fibrilasi ataupun gagal jantung akut. Konsumsi alkohol dalam jangka panjang
menyebabkan dilated cardiomiopathy. Didapati 2-3% kasus gagal jantung
kongestif yang disebabkan oleh konsumsi alkohol jangka panjang.
Sementara itu beberapa obat yang memiliki efek toksik terhadap miokardium
diantaranya ialah agen kemoterapi seperti doxorubicin dan zidovudine yang
merupakan antiviral .
g. Lain-lain
Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independen untuk
menyebabkan penyakit gagal jantung kongestif pada laki-laki sedangkan pada
wanita belum ada fakta yang konsisten. Sementara diabetes merupakan faktor
independen dalam mortalitas dan kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung
kongestif melalui mekanisme perubahan struktur dan fungsi dari miokardium.
Selain itu, obesitas menyebabkan peningkatan kolesterol yang meningkatkan
resiko penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab utama dari gagal

5
jantung kongestif. Berdasarkan studi Framingham disebutkan bahwa diabetes
merupakan faktor resiko yang untuk kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang
berujung pada gagal jantung .5

2.4 Manifestasi Klinis CHF


Gejala Tanda
Tipikal Spesifik
- Sesak nafas - Peningkatan JVP
- Ortopneu - Refluks hepatojugular
- Paroxysmal nocturnal - Suara jantung S3 (gallop)
dyspnoe - Apex jantung bergeser ke
- Toleransi aktifitas yang lateral
berkurang - Bising jantung
- Cepat lelah
- Begkak di pergelangan Kaki
Kurang tipikal Kurang tipikal
- Batuk di malam / dini hari - Edema perifer
- Mengi - Krepitasi pulmonal
- Berat badan bertambah > - Sura pekak di basal paru
2 kg/minggu pada perkusi
- Berat badan turun (gagal - Takikardia
jantung stadium lanjut) - Nadi ireguler
- Perasaan kembung/ begah - Nafas cepat
- Nafsu makan menurun - Hepatomegali
- Perasaan bingung - Asites
(terutama pasien usia
lanjut)
- Depresi
- Berdebar

6
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi Berdasarkan Kelainan Struktur Jantung
Stadium A
Memiliki risiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal jantung. Tidak terdapat
gangguan struktural atau fungsional jantung, tidak terdapat tanda atau gejala
Stadium B
Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang berhubungan dengan
perkembangan gagal jantung, tidak terdapat tanda atau gejala
Stadium C
Gagal jantung yang simtomatik berhubungan dengan penyakit struktural jantung
yang mendasari
Stadium D
Penyakit jantung struktural lanjut serta gejala gagal jantung yang sangat bermakna
saat istrahat walaupun sudah mendapat terapi medis maksimal (refrakter)

Klasifikasi Berdasarkan Kapasitas Funsional (NYHA)


Kelas I
Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktifitas fisik. Aktifitas fisik sehari-hari
tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas
Kelas II
Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istrahat, namun
aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas
Kelas III
Terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat istrahat, tetapi
aktfitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak
Kelas IV
Tidak dapat melakukan aktifitasfisik tanpa keluhan. Terdapat gejala saat istrahat.
Keluhan meningkat saat melakukan aktifitas. 6

7
2.6 Patofisiologi CHF
Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot jantung yang tidak
bisa berkontraksi secara normal seperti infark miokard, gangguan tekanan
hemodinamik, overload volume, ataupun kasus herediter seperti cardiomiopathy.
Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan penurunan kapasitas pompa jantung.
Namun, pada awal penyakit, pasien masih menunjukkan asimptomatis ataupun
gejala simptomatis yang minimal. Hal ini disebabkan oleh mekanisme kompensasi
tubuh yang disebabkan oleh cardiac injury ataupun disfungsi ventrikel kiri
(Mann, 2010).
Beberapa mekanisme yang terlibat diantaranya: (1) Aktivasi Renin- Angiotensin-
Aldosteron (RAA) dan Sistem Syaraf Adrenergik dan (2) peningkatan kontraksi
miokardium. Sistem ini menjaga agar cardiac output tetap normal dengan cara
retensi cairan dan garam. Ketika terjadi penurunan cardiac output maka akan
terjadi perangsangan baroreseptor di ventrikel kiri, sinus karotikus dan arkus
aorta, kemudian memberi sinyal aferen ke sistem syaraf sentral di
cardioregulatory center yang akan menyebabkan sekresi Antidiuretik Hormon
(ADH) dari hipofisis posterior. ADH akan meningkatkan permeabilitas duktus
kolektivus sehingga reabsorbsi air meningkat (Mann, 2008).
Kemudian sinyal aferen juga mengaktivasi sistem syaraf simpatis yang
menginervasi jantung, ginjal, pembuluh darah perifer, dan otot skeletal. Stimulasi
simpatis pada ginjal menyebabkan sekresi renin. Peningkatan renin meningkatkan
kadar angiotensin II dan aldosteron. Aktivasi RAAS menyebabkan retensi cairan
dan garam melalui vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Mekanisme
kompensasi neurohormonal ini berkontribusi dalam perubahan fungsional dan
struktural jantung serta retensi cairan dan garam pada gagal jantung kongestif
yang lebih lanjut .7

8
Patofisiologi Gagal Jatung Kongestif

Sumber : Mann, D.L.2010.Heart Failire and Cor Pulmonale. In : Harrison’s


Cardiovascyler Medicune
Perubahn neurohormonal, adrenergic dan sitokin menyebabkan remodeling
ventrikel kiri. Remodeling ventrikel kiri berupa (1) hipertrofi miosit ; (2)
perubahan sumber kontraksi miosit; (3) penurunan jumlah miosit akibat nekrosis,
apoptosis dan kematian sel autophagia; (4) desensitisasi beta adrenergic; (5)
kelainan metabolisme miokardium; (6) perubahan struktur matriks ekstraselular
miosit
Remodeling ventrikel kiri dapat diberikan sebagai perubahan massa, volume,
bentuk dan kondisi jantung. Remodeling ventrikel kiri merubah bentuk jantung
menjadi lebih sferis sehingga beban mekanik jantung menjadi semakin meningkat.

9
Dilatasi pada ventrikel kiri juga mengurang jumlah afterload yang mengurangi
stroke volume. Pada remodeling ventrikel kiri juga terjadi peningkatan end-
diastolic wall stress yang menyebabkan (1) hipoperfusi ke subendokardium yang
akan memperparah fungsi ventrikel kiri; (2) peningkatan stress oksidatif dan
radikal bebas yang mengaktivasi hipertrofi ventrikel.
Perubahan struktur jantung akibat remodeling ini yang berperan dalam penurunan
cardiac output, dilatasi ventrikel kiri dan overload hemodinamik. Ketiga hal
diatas berkontibusi dalam progesivitas penyakit gagal jantung.7
Gambar Grafik penurunan kompensasi tubuh pada pasien gagal jantung kongestif

Sumber : mann,D.L.2010.Heart Failure and Cor Pulmonale. In:Harrison’s


Cardiovascular Medicine
2.7 Diagnosis CHF

Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada


dan penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto
thorax, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan
biomarker.

Kriteria Diagnosis :

Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif

10
Kriteria Major :

1. Paroksismal nokturnal dispnea

2. Distensi vena leher

3. Ronki paru

4. Kardiomegali

5. Edema paru akut

6. Gallop S3

7. Peninggian tekana vena jugularis

8. Refluks hepatojugular

Kriteria Minor :

1. Edema eksremitas

2. Batuk malam hari

3. Dispnea d’effort

4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

7. Takikardi(>120/menit)

Diagnosis gagal jantung ditegakkan jika ada 2 kriteria mayor atau 1 kriteria major
dan 2 kriteria minor.

11
2.8 Pemeriksaan Penunjang

Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan
penunjang sebaiknya dilakukan.

1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :

Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN),


kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan gula
darah, profil lipid.2

2. Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG


adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy (LVH)
atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal biasanya
menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada LV. 2

3. Radiologi :

Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung


dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang- kadang efusi
pleura. begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi
penyebab nonkardiak pada gejala pasien.2

4. Penilaian fungsi LV :

12
Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis, mengevaluasi, dan
menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna adalah echocardiogram
2D/ Doppler, dimana dapat memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran
dan fungsi LV begitu pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada
katup dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI sebelumnya).
Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV, disertai dengan adanya
abnormalitas pada pengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan oleh pencitraan,
berguna untuk menilai gagal jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-
D/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan
pulmoner, dimana sangat penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor
pulmonale. MRI juga memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi
jantung dan sekarang menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume
LV. Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume
dibagi dengan end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur dengan
pemeriksaan noninvasive dan mudah dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima
secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki beberapa keterbatasan sebagai
tolak ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh perubahan pada afterload
dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi mitral
sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah.
Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi sistolik
biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%).2

2.9 Tatalaksana CHF


a. Penatalaksanaan farmakologi

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan


secara non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung
baik akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki
prognosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi
serta beratnya kondisi.

13
 Non –farmakologi :

a. Anjuran Umum

- Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan

- Aktivasi social dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti


biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa
dilakukan.

- Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.

- Vaksinasi terhadap infeksi influenza dan pneumokokus bila mampu.

- Kontrasepsi dengan IUD pada gagal jantung sedang dan berat,


penggunaan hormone dosis rendah masih dapat dianjurkan.9

b. Tindakan Umum

- Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan


dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal
jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan).

- Hentikan rokok

- Hentikan alcohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang


lainnya.

- Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30


menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban
70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan
sedang).

- Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

14
 Farmakologi

ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACEI)


Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.ACEI memperbaiki
fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit
karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan
hidup (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti A).
ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukanfungsi ginjal,
hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh
sebab itu ACEIhanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan
kadar kalium normal.
Indikasi pemberian ACEI
 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala

Kontraindikasi pemberian ACEI Riwayat angioedema


 Stenosis renal bilateral
 Kadar kalium serum
 > 5,0 mmol/L Serum kreatinin
 > 2,5 mg/dL Stenosis aorta berat

PENYEKAT β
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan
kelangsungan hidup
Indikasi pemberian penyekat β
 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
 Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)

15
 ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
 Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak
ada kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)

Kontraindikasi pemberian penyekat β


 Asma
 Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit
(tanpa pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50
x/menit)

ANTAGONIS ALDOSTERON
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil
harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan
gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa
hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan
meningkatkan kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian antagonis aldosteron
Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
 Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)
 Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan
ARB)

Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron


 Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L
 Serum kreatinin> 2,5 mg/dL
 Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
 Kombinasi ACEI dan ARB

16
ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKERS (ARB)
Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung
dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah
diberikan ACEI dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis
aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung ARB
direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini,
ARB mengurangi angka kematian karena penyebab kardiovaskular.
Indikasi pemberian ARB
 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
 Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat
(kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI
 ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan
hipotensi simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan
batuk

Kontraindikasi pemberian ARB


 Sama seperti ACEI, kecuali angioedema
 Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan
 Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan
bersama ACEI

HYDRALAZINE DAN ISOSORBIDE DINITRATE (H-ISDN)


Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %,
kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap
ACEI dan ARB (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B).

17
Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN
 Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi
 Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak
dapat ditoleransi
 Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI,
penyekat β dan ARB atau antagonis aldosteron

Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN


 Hipotensi simtomatik
 Sindroma lupus
 Gagal ginjal berat

Tabel 1 Dosis obat yang umumnya dipakai pada gagal jantung


Dosis awal (mg) Dosis Akhir (mg)
ACEI
Captopril 6,25 (3 x/hari) 50 - 100 (3 x/hari)
Enalapril 2,5(2 x/hari) 10 - 20 (2 x/hari)
Lisinopril 2,5 - 5 (1 x/hari) 20 - 40(1 x/hari)
Ramipril 2,5 (1 x/hari) 5 (2 x/hari)
Perindopril 2 (1 x/hari) 8 (1 x/hari)
ARB
Candesartan 4 / 8 (1 x/hari) 32 (1 x/hari)
Valsartan 40 (2 x/hari) 160 (2 x/hari)

ANTAGONIS ALDOSTERON
Eplerenon 25 (1 x/hari) 50 (1 x/hari)
Spironolakton 25 (1 x/hari) 25 - 50 (1 x/hari)

18
PENYEKAT Β
Bisoprolol 1,25 (1 x/hari) 10 (1 x/hari)
Carvedilol 3,125 (2 x/hari) 25 - 50 (2 x/hari)
Metoprolol 12,5 / 25 (1 x/hari) 200 (1 x/hari)

DIURETIK
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis
atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B). Tujuan dari
pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan hangat)
dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan
pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.

Pencegahan gagal jantung


 Pencegahan primordial

Pencegahan primordial ditujukan pada masyarakat dimana belum tampak


adanya resiko gagal jantung. upaya ini bertujuan memelihara kesehatan setiap
orang yang sehat agar tetap sehat dan terhindar dari segala jenis penyakit
termasuk penyakit jantung. cara hidup sehat merupakan dasar pencegahan
primordial penyakit gagal jantung seperti mengkomsumsi makanan sehat, tidak
merokok, berolah raga secara teratur, meghindari stress, seta memelihara
lingkungan hidup yang sehat. 9
 Pencegahan Primer

Pencegahan primer ditujukan pada masyarakat yang sudah menunjukkan


adanya faktor risiko gagal jantung. Upaya ini dapat dilakukan dengan membatasi
komsumsi makanan yang mengandung kadar garam tinggi, mengurangi makanan
yang mengandung kolesterol tinggi, mengontrol berat badan dengan membatasi
kalori dalam makanan sehari-hari serta menghindari rokok dan alkohol. 5

19
Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder ditujukan pada orang yang sudah terkena gagal


jantungbertujuan untuk mencegah gagal jantung berlanjut ke stadium yang lebih
berat. Pada tahap ini dapat dilakukan dengan diagnosa gagal jantung, tindakan
pengobatan dengan tetap mempertahankan gaya hidup dan mengindari faktor
resiko gagal jantung.9

2.10 Prognosis CHF


Estimasi prognosis untuk morbiditas, kecacatan dan kematian membantu
pasien, keluarga dan dokter mereka memutuskan jenis yang tepat dan waktu terapi
(khususnya, keputusan tentang transisi cepat untuk terapi lanjut) dan membantu
dengan perencanaan kesehatan dan layanan dan sumber daya sosial.
Banyak penanda prognostik kematian dan / atau rawat inap HF telah diidentifikasi
pada pasien dengan HF. Namun, penerapan klinis mereka terbatas dan stratifikasi
risiko yang tepat di HF tetap menantang.
Dalam beberapa dekade terakhir, beberapa skor risiko prognostik multivariabel
telah dikembangkan untuk populasi pasien yang berbeda HF, dan beberapa
tersedia sebagai aplikasi online interaktif. Skor risiko multivariabel dapat
membantu memprediksi kematian pada pasien dengan HF, tetapi tetap kurang
bermanfaat untuk prediksi rawat inap HF berikutnya. Tinjauan sistematis
memeriksa 64 prognostik model bersama dengan meta-analisis dan studi meta-
regresi 117 model prognostik hanya mengungkapkan akurasi sedang model
memprediksi kematian, sedangkan model dirancang untuk memprediksi titik akhir
gabungan kematian atau rawat inap, atau hanya rawat inap, memiliki kemampuan
diskriminatif yang bahkan lebih buruk.10

20
BAB III

KESIMPULAN

Gagal jantung kongestif merupakan keadaan patofisiologis berupa kelainan


fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada jika disertai
dengan peninggian volume diastolik secara abnormal. Gagal jantung kongestif
biasanya disertai dengan kergagalan pada jantung kiri dan jantung kanan
Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat padausia
yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi
gagal jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus
baru per tahunnya. Dengann faktor resiko umur, jenis kelamin, hipertensi,
penyakit jantung koroner, penyakit katup jantung, penyakit jantung bawaan,
penyakit jantung rematik dan lain-lain.
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat
berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas
setahun bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-
50% pada pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih buruk jika
disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala
menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal < 10
ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma
yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak.
Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya
merupakan akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis.
Kematian lainnya adalah akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya.
Pasien-pasien yang mengalami gagal jantung stadium lanjut dapat menderita
dispnea dan memerlukan bantuan terapi paliatif yang sangat cermat.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Craig R, Mindell J. Survei Kesehatan untuk Inggris, 2006. Volume 1,


Penyakit kardiovaskular dan faktor risiko pada orang dewasa. Tersedia
dihttp://www.ic.nhs.uk/pubs/hse06cvdandriskfactors [diakses 19/04/2016].
2Wang J, Nagueh SF. Current perspectives on cardiac function in patients
with diastolic heart failure. Circulation. 2009;119:1146–1157.
2. Yancy, Clyde W., et al. 2013. ACCF/AHA Practice Guideline 2013 ACCF
/ AHA Guideline for the Management of Heart Failure A Report of the
American College of Cardiology Foundation/American Heart Association
Task Force on Practice Guidelines. ACCF/AHA Practice
Guideline.;128:e240-e327
3. Inamdar, A.A. Ajinkya C.2016 Heart Failure: Diagnosis, Management and
Utilization. Jurnal clinical medicine.
4. Ahmad, A.N, Primnda, Y, dkk. 2016. KUALITAS HIDUP PASIEN
GAGAL JANTUNG KONGESTIF (GJK)
BERDASARKANKARAKTERISTIK DEMOGRAFI
5. Rahmawati, Aulia, dkk. 2014. Congestive Heart Failure(CHF). Di akses
dari https://www.scribd.com/document/235714849/CHF
6. Salim,A,2013. Karakteristik Pasien Gagal jantung Congestif dengan
riwayat rawat inap ulang di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Urata.Medan
7. Santoso,A.2015. Pedoman Tatalaksana Gagal jantung. Perhimpinan
Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia 2015.
8. Mann, D.L., 2008. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci, A.S., et al.,
Ed.Harrison’s Principles of Internal Medicine. Volume 2. 17th ed. USA:
McGraw-Hill, 1443.
9. Storrow AB. 2007. Advances in the diagnosis of chf: new markers.
Modern Advances In Emergency Cardiac Care, p. 38-46.
10. Veronika, stefina. 2016. Congestive Heart Failure. Di akses dari
https://kupdf.net/download/chf-laporan
asus_59d26f4508bbc5585a68712c_pdf
11. Voors, A.A ,Anker S.D. dkk, 2016. 2016 ESC Guidelines for the diagnosis
and treatment of acute and chronic heart failure. European Journal of Heart
Failure (2016)

22

Anda mungkin juga menyukai