PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana jantung tidak dapat lagi
memompa darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh,
walaupun darah balik masih dalam keadaan normal. Dengan kata lain, gagal
2
jantung merupakan suatu ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah
dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh
(forward failure) atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan
pengisian jantung yang tinggi (backward failure) atau keduanya.3,4 Faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya gagal jantung adalah kontraktilitas miokard,
denyut jantung (irama dan kecepatan/ menit) beban awal dan beban akhir
3
Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis merupakan komplikasi
terjadinya gagal jantung. Berdasarkan studi Framingham dalam Cowie tahun 2008
didapati bahwa 91% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi. Studi
terbaru Waty tahun 2012 di Rumah Sakit Haji Adam Malik menyebutkan bahwa
66.5% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi. Hipertensi menyebabkan
gagal jantung kongestif melalui mekanisme disfungsi sistolik dan diastolik dari
ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri menjadi predisposisi terjadinya infark
miokard, aritmia atrium dan ventrikel yang nantinya akan berujung pada gagal
jantung kongestif .
c. Cardiomiopathy
Cardiomiopathy merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak
disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi atau kelainan kongenital.
Cardiomiopathy terdiri dari beberapa jenis. Diantaranya ialah dilated
cardiomiopathy yang merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya gagal
jantung kongestif. Dilated cardiomiopathy berupa dilatasi dari ventrikel kiri
dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ini disebabkan oleh hipertrofi
sel miokardium dengan peningkatan ukuran dan penambahan jaringan fibrosis.
Hipertrophic cardiomiopathy merupakan salah satu jenis cardiomiopathy yang
bersifat herediter autosomal dominan. Karakteristik dari jenis ini ialah
abnormalitas pada serabut otot miokardium. Tidak hanya miokardium tetapi juga
menyebabkan hipertrofi septum. Sehingga terjadi obstruksi aliran darah ke aorta
(aortic outflow). Kondisi ini menyebabkan komplians ventrikel kiri yang buruk,
peningkatan tekanan diastolik disertai aritmia atrium dan ventrikel.
Jenis lain yaitu Restrictive and obliterative cardiomiopathy. Karakteristik
dari jenis ini ialah berupa kekakuan ventrikel dan komplians yang buruk, tidak
ditemukan adanya pembesaran dari jantung. Kondisi ini berhubungan dengan
gangguan relaksasi saat diastolik sehingga pengisian ventrikel berkurang dari
normal. Kondisi yang dapat menyebabkan keadaan ini ialah Amiloidosis,
Sarcoidosis, Hemokromasitomatosis dan penyakit resktriktif lainnya.
d. Kelainan Katup Jantung
4
Dari beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling sering
menyebabkan gagal jantung kongestif ialah Regurgitasi Mitral. Regurgitasi mitral
meningkatkan preload sehingga terjadi peningkatan volume di jantung.
Peningkatan volume jantung memaksa jantung untuk berkontraksi lebih kuat agar
darah tersebut dapat didistribusi ke seluruh tubuh. Kondisi ini jika berlangsung
lama menyebabkan gagal jantung kongestif.
e. Aritmia
Artial Fibrilasi secara independen menjadi pencetus gagal jantung tanpa
perlu adanya faktor concomitant lainnya seperti PJK atau hipertensi. 31% dari
pasien gagal jantung ditemukan gejala awal berupa atrial fibrilasi dan ditemukan
60% pasien gagal jantung memiliki gejala atrial fibrilasi setelah dilakukan
pemeriksaan echocardiografi. Aritmia tidak hanya sebagai penyebab gagal jantung
tetapi juga memperparah prognosis dengan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.
f. Alkohol dan Obat-obatan
Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang menyebabkan atrial
fibrilasi ataupun gagal jantung akut. Konsumsi alkohol dalam jangka panjang
menyebabkan dilated cardiomiopathy. Didapati 2-3% kasus gagal jantung
kongestif yang disebabkan oleh konsumsi alkohol jangka panjang.
Sementara itu beberapa obat yang memiliki efek toksik terhadap miokardium
diantaranya ialah agen kemoterapi seperti doxorubicin dan zidovudine yang
merupakan antiviral .
g. Lain-lain
Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independen untuk
menyebabkan penyakit gagal jantung kongestif pada laki-laki sedangkan pada
wanita belum ada fakta yang konsisten. Sementara diabetes merupakan faktor
independen dalam mortalitas dan kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung
kongestif melalui mekanisme perubahan struktur dan fungsi dari miokardium.
Selain itu, obesitas menyebabkan peningkatan kolesterol yang meningkatkan
resiko penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab utama dari gagal
5
jantung kongestif. Berdasarkan studi Framingham disebutkan bahwa diabetes
merupakan faktor resiko yang untuk kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang
berujung pada gagal jantung .5
6
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi Berdasarkan Kelainan Struktur Jantung
Stadium A
Memiliki risiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal jantung. Tidak terdapat
gangguan struktural atau fungsional jantung, tidak terdapat tanda atau gejala
Stadium B
Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang berhubungan dengan
perkembangan gagal jantung, tidak terdapat tanda atau gejala
Stadium C
Gagal jantung yang simtomatik berhubungan dengan penyakit struktural jantung
yang mendasari
Stadium D
Penyakit jantung struktural lanjut serta gejala gagal jantung yang sangat bermakna
saat istrahat walaupun sudah mendapat terapi medis maksimal (refrakter)
7
2.6 Patofisiologi CHF
Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot jantung yang tidak
bisa berkontraksi secara normal seperti infark miokard, gangguan tekanan
hemodinamik, overload volume, ataupun kasus herediter seperti cardiomiopathy.
Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan penurunan kapasitas pompa jantung.
Namun, pada awal penyakit, pasien masih menunjukkan asimptomatis ataupun
gejala simptomatis yang minimal. Hal ini disebabkan oleh mekanisme kompensasi
tubuh yang disebabkan oleh cardiac injury ataupun disfungsi ventrikel kiri
(Mann, 2010).
Beberapa mekanisme yang terlibat diantaranya: (1) Aktivasi Renin- Angiotensin-
Aldosteron (RAA) dan Sistem Syaraf Adrenergik dan (2) peningkatan kontraksi
miokardium. Sistem ini menjaga agar cardiac output tetap normal dengan cara
retensi cairan dan garam. Ketika terjadi penurunan cardiac output maka akan
terjadi perangsangan baroreseptor di ventrikel kiri, sinus karotikus dan arkus
aorta, kemudian memberi sinyal aferen ke sistem syaraf sentral di
cardioregulatory center yang akan menyebabkan sekresi Antidiuretik Hormon
(ADH) dari hipofisis posterior. ADH akan meningkatkan permeabilitas duktus
kolektivus sehingga reabsorbsi air meningkat (Mann, 2008).
Kemudian sinyal aferen juga mengaktivasi sistem syaraf simpatis yang
menginervasi jantung, ginjal, pembuluh darah perifer, dan otot skeletal. Stimulasi
simpatis pada ginjal menyebabkan sekresi renin. Peningkatan renin meningkatkan
kadar angiotensin II dan aldosteron. Aktivasi RAAS menyebabkan retensi cairan
dan garam melalui vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Mekanisme
kompensasi neurohormonal ini berkontribusi dalam perubahan fungsional dan
struktural jantung serta retensi cairan dan garam pada gagal jantung kongestif
yang lebih lanjut .7
8
Patofisiologi Gagal Jatung Kongestif
9
Dilatasi pada ventrikel kiri juga mengurang jumlah afterload yang mengurangi
stroke volume. Pada remodeling ventrikel kiri juga terjadi peningkatan end-
diastolic wall stress yang menyebabkan (1) hipoperfusi ke subendokardium yang
akan memperparah fungsi ventrikel kiri; (2) peningkatan stress oksidatif dan
radikal bebas yang mengaktivasi hipertrofi ventrikel.
Perubahan struktur jantung akibat remodeling ini yang berperan dalam penurunan
cardiac output, dilatasi ventrikel kiri dan overload hemodinamik. Ketiga hal
diatas berkontibusi dalam progesivitas penyakit gagal jantung.7
Gambar Grafik penurunan kompensasi tubuh pada pasien gagal jantung kongestif
Kriteria Diagnosis :
10
Kriteria Major :
3. Ronki paru
4. Kardiomegali
6. Gallop S3
8. Refluks hepatojugular
Kriteria Minor :
1. Edema eksremitas
3. Dispnea d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
7. Takikardi(>120/menit)
Diagnosis gagal jantung ditegakkan jika ada 2 kriteria mayor atau 1 kriteria major
dan 2 kriteria minor.
11
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan
penunjang sebaiknya dilakukan.
2. Elektrokardiogram (EKG)
3. Radiologi :
4. Penilaian fungsi LV :
12
Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis, mengevaluasi, dan
menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna adalah echocardiogram
2D/ Doppler, dimana dapat memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran
dan fungsi LV begitu pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada
katup dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI sebelumnya).
Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV, disertai dengan adanya
abnormalitas pada pengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan oleh pencitraan,
berguna untuk menilai gagal jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-
D/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan
pulmoner, dimana sangat penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor
pulmonale. MRI juga memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi
jantung dan sekarang menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume
LV. Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume
dibagi dengan end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur dengan
pemeriksaan noninvasive dan mudah dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima
secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki beberapa keterbatasan sebagai
tolak ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh perubahan pada afterload
dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi mitral
sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah.
Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi sistolik
biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%).2
13
Non –farmakologi :
a. Anjuran Umum
b. Tindakan Umum
- Hentikan rokok
- Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.
14
Farmakologi
PENYEKAT β
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan
kelangsungan hidup
Indikasi pemberian penyekat β
Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
15
ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak
ada kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)
ANTAGONIS ALDOSTERON
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil
harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan
gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa
hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan
meningkatkan kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian antagonis aldosteron
Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)
Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan
ARB)
16
ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKERS (ARB)
Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung
dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah
diberikan ACEI dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis
aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung ARB
direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini,
ARB mengurangi angka kematian karena penyebab kardiovaskular.
Indikasi pemberian ARB
Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat
(kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI
ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan
hipotensi simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan
batuk
17
Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN
Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi
Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak
dapat ditoleransi
Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI,
penyekat β dan ARB atau antagonis aldosteron
ANTAGONIS ALDOSTERON
Eplerenon 25 (1 x/hari) 50 (1 x/hari)
Spironolakton 25 (1 x/hari) 25 - 50 (1 x/hari)
18
PENYEKAT Β
Bisoprolol 1,25 (1 x/hari) 10 (1 x/hari)
Carvedilol 3,125 (2 x/hari) 25 - 50 (2 x/hari)
Metoprolol 12,5 / 25 (1 x/hari) 200 (1 x/hari)
DIURETIK
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis
atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B). Tujuan dari
pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan hangat)
dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan
pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.
19
Pencegahan sekunder
20
BAB III
KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
22