5A-SKENARIO 5 (Dr. Yorim Sora P) PDF
5A-SKENARIO 5 (Dr. Yorim Sora P) PDF
b. Beperandalampembentukantulang
2. Suplemen:
3. Kalsium:
4. Proses Penuaan:
1
3. Hubungan kalsium dengan metabolisme otot dan tulang?
STEP 3
1. Struktur:
a. Epidermis
b. Dermis
c. Subdermis
Fungsi
a. Proteksi
b. Termoregulasi
c. Eksresi
d. Absorbs
e. Metabolic
2. Fungsi Vitamin D
a. Meningkatkan absorpsi dari sel cerna dan membantu mengontrol
penyimpanan kalsium di tulang
b. Menjaga konsentrasi kalsium dan pospor dalam cairan ekstrasel
dan matriks tulang
c. Meningkatkan penyerapan di usus halus
d. Menunjang tranpspot aktif melalui epitel
e. Menjaga kesehatan tulang dan gigi
Fungsi Kalsium
a. Stabilisasi membram plasma dan Na2+
b. Minerallisasi pada tulang
c. Mencegah osteoporosis
d. Kesimbangan tubuh
e. Memenuhi nutrisi pada tulang dan saat kontaksi otot
3. Hubungan kalsium dengan metabolisme tulang dan otot
a. Penyerapan kalsium oleh ginjal
b. Kurang Ca2+ makatidak ada kontraksi otot
2
c. Produksi Ca2+oleh tulang
d. Tulang membutuhkan Ca2+untuk proses pertumbuhan
4. Rangsangan → Asetilkolinkeluar → Potensialaksi → Jembatansilang
5. Mengapa kulit menjadi kering dan kendur
a. Serat kolagen berkurang
b. Perubahan pigmentasi lapisan epidermis
c. Jumlahsel yang mengandung pigmen menurun
STEP 4
a. Stratum korneum: lapisan terluar, lapisan sel gepeng mati dan tidak
berinti yang terdiri dari 15-20 lapisan
b. Strarum lucidum: lapisan gepeng tanpa inti yang berubah jadi
protein ( eleidin )
f. Stratum germinatum
Sel longerhans: untuk menangkap antigen atau antibodi
Sel merikel: untuk mengetahui bagian yang nyeri
Dermis: terdapat saraf perifer yang terletak di saraf dermis. Saraf perifer
terdiri dari:
a. Saraf Pacini: Tekanan
3
e. Saraf nuffini: Panas
Hipodermis: mengikuti kulit secara longgar untuk organ-organ
dibawahnya. pada dermis ada 2 lapisan:
Strukturnya:
2.
Ca2+ Vitamin D
1 .Memecah asetil kolin pada 1.Menjaga homeositosis Ca2+
kontaksi otot
2. Pembekuan darah 2. penyerapan di usus halus
dengan hormone kalsitonin dan
vitamin diserap oleh usus lalu
diangkut keseluruh tubuh
3.Mempertahankan kohesi sel
4.Menormalkan tekanan darah
5.melenturkan otot
Tabel 1. fungsi vitamin D dan kalsium
4
3.
g i
n j
c a a l
k a
pla s i
ra u
tu
la t imr
n o i
g d
Pada kasus tersebut, merupakan proses yang kekurangan
Ca2. Pada awalnua, hormone paratiroid member sinyal
pada tulang dan ginjal yang menyebabkannya
Os: mengeluarkan Ca2+
5
c. Perimysium → fasikulus
d. Endomisium → serabutotot → sarkomerL: garis z ke z →
myofibril → myofilamen → aktindan myosin
Sifat otot:
a. Volunteer: gerakan disadari
b. Rs: tempat menyimpan kalsium
c. Tubulus T: saluran penghubung antara neuronstranmitter dan Rs
5.
Sel melanosit di epidermis berkurang yang mengakibatkan
pigmentasi tidak teratur
Lapisan keratiosit berkurang, kandungan air juga berkurang ada
stratum korneum hingga kulit jadi kering dan kasar
MIND MAP
Vit D Ca2+
6
STEP 5
STEP 7
7
(5) Potensial aksi akan berjalan di sepanjang membran serabut otot
dengan cara yang sama seperti potensial aksi berjalan di sepanjang
membran serat saraf.
(8) Setelah kurang dari satu detik, ion kalsium dipompa kembali ke
dalam retikulum sarkoplasma oleh pompa membran Ca+, dan ion ini
tetap disimpan dalam retikulum sampai potensial aksi otot yang baru
datang lagi; pengeluaran ion kalsium dari miofibril akan menyebabkan
kontraksi otot terhenti. (1)
8
Gambar 1.1 Proses Mekanisme Kontraksi Otot
9
ion Ca2+ - troponin C dan terbukanya binding site untuk kepala miosin
pada aktin karena tertutup oleh tropomiosin. (Relaksasi) 2
10
stimulasi dari bagian saraf ke bagian otot melewati proses yang disebut
transmisi sinaptik kimiawi dengan pelepasan asetilkolin. Asetilkolin yang
dilepaskan dari bagian saraf selanjutnya akan diterima oleh reseptor yang
berada di bagian otot,
sehingga ikatan antara asetilkolin dengan reseptornya memicu masuknya
ion Natrium ke dalam sel-sel otot sehingga terjadi aksi potensial di otot
dan hal inilah yang menginisiasi kontraksi otot.
Bagian otot yang berada di daerah neuromuscular junction ini biasa
disebut motor end plate.(2)
Konsentrai neurotransmiter asetilkolin menentukan kecepatan dan
kekuatan kontraksi otot yang terjadi, dan dalam sinaps tersedia enzim
asetilkolinesterase yang akan menginaktivasi
asetilkolin agar kontraksi otot tidak terjadi terus menerus. Juga terdapat
beberapa zat yang dapat
menghambat neurotransmitter yang secara normal menginhibisi konduksi
sinyal akibat ikatan antara asetilkolin dengan reseptornya seperti GABA
dan glysin, yang jika hal ini terjadi akan terjadi konduksi terus menerus
sehingga terjadi tetani. Sebaliknya jika asetilkolin tidak cukup banyak
atau tidak mencapai reseptornya oleh karena suatu sebab (obat,racun,
toksin bakteri) maka kontraksi tidak akan terjadi pada otot. Jadi
hubungan antara neurotransmitter asetilkolin dengan reseptornya, juga
kehadiran asetilkolinesterase dan rangsangan inhibisi oleh
neurotrasmitter lainnya (GABA) sangat penting untuk membentuk
kontraksi otot yang normal.(2)
Hubungannya dengan Persyarafan
11
dua arah ke kedua ujung serabut otot. Dengan pengecualian sekitar 2
persen serabut otot, hanya ada satu taut semacam ini perserabut otot.(1)
12
membran sudah bermuatan positif di sisi dalam, maka sel disebut dalam
keadaan depolarisasi sempurna.(3)
Setelah mengalami depolarisasi sempurna, sel selanjutnya melakukan
repolarisasi. Dalam keadaan repolarisasi, potensial membran berubah
dari positif di sisi dalam menuju kembali ke negatif di sisi dalam.
Repolarisasi dimulai dari suatu titik dan merambat ke seluruh permukaan
membran sel. Bila seluruh membran sel sudah bermuatan negatif di sisi
dalam, maka dikatakan sel dalam keadaan istirahat atau keadaan polarisai
kembali dan siap untuk menerima rangsangan berikutnya.(3)
Aktivitas sel dari keadaan polarisasi menjadi depolarisasi dan kemudian
kembali ke polarisasi lagi disertai dengan terjadinya perubahan-
perubahan pada potensial membran sel. Perubahan tersebut adalah dari
negatif di sisi dalam berubah menjadi positif dan kemudian kembali lagi
menjadi negatif. Perubahan ini menghasilkan suatu impuls tegangan yang
disebut potensial aksi (action potential). Potensial aksi dari suatu sel akan
dapat memicu aktivitas sel-sel lain yang ada di sekitarnya. Berikut ini
akan diuraikan bagaimana proses terjadinya potensial aksi dari suatu sel
yang semula dalam keadaan istirahat. (3)
Yang berperan dalam proses depolarisasi maupun repolarisasi
selama berlangsungnya potensial aksi adalah kanal-kanal sodium dan
potasium yang terpicu-tegangan. Gambar 4 mengilustrasikan kanal
terpicu tegangan tersebut.(3)
13
Gambar 1.3. Kanal terpicu-tegangan(3)
14
membran terhadap ion sodium manjadi 500 sampai 5000 kali lipat,
sehingga ion-ion sodium dapat dengan cepat masuk ke dalam sel melalui
kanal ini. Masuknya ion sodium ke dalam sel melalui kanal sodium
terpicu-tegangan ini menyebabkan kenaikan potensial membran dengan
cepat dari -90 mV menjadi +35 mV.(3)
Kenaikan potensial membran sel tersebut menyebabkan gerbang
inaktivasi yang semula terbuka menjadi tertutup. Penutupan ini terjadi
sekitar 0,1 ms setelah terbukanya gerbang aktivasi. Berbeda dengan
gerbang aktivasi yang membuka dengan cepat, gerbang inaktivasi ini
menutup secara lambat. Tertutupnya gerbang inaktivasi mengakibatkan
ion sodium tidak lagi dapat mengalir ke dalam sel melalui kanal ini,
sehingga potensial membran berubah menuju ke keadaan istirahat. Proses
ini disebut repolarisasi. (3)
Gerbang inaktivasi yang tertutup tersebut akan tetap tertutup
sampai potensial membran kembali ke atau mendekati level potensial
istirahat. Oleh karena itu, biasanya kanal sodium terpicu-tegangan tidak
dapat terbuka kembali sebelum sel kembali ke keadaan repolarisasi
terlebih dahulu. (3)
Dalam otot jantung, disamping kanal sodium terpicu-tegangan
terdapat juga kanal kalsium-sodium terpicu-tegangan yang juga ikut
berperan dalam proses depolarisasi. Kanal ini permeabel terhadap ion
kalsium maupun sodium. Jika kanal ini terbuka maka ion-ion kalsium
dan sodium dapat mengalir ke dalam sel. Kanal ini teraktivasi dengan
lambat, yaitu memerlukan waktu 10 sampai 20 kali lebih lama dibanding
kanal sodium terpicu-tegangan. Oleh karena itu kanal ini disebut sebagai
kanal lambat, sedang kanal sodium disebut kanal cepat. Terbukanya
kanal kalsium-sodium memungkinkan ion kalsium masuk ke dalam sel.
Karena ion kalsium bermuatan positif, maka masuknya ion ini ke dalam
sel mengakibatkan perpanjangan proses depolarisasi, atau dengan kata
lain terjadi penundaan proses repolarisasi. (3)
Dalam proses repolarisasi, yang juga ikut berperan adalah kanal
potasium terpicu-tegangan. Dalam keadaan istirahat, gerbang kanal ini
15
tertutup sehingga ion potasium tidak dapat mengalir melalui kanal ini.
Pada saat potensial membran naik dari -90 mV menuju nol, pada kanal
ini terjadi pembukaan konformasi gerbang sehingga ion potasium dapat
mengalir keluar sel melalui kanal ini. Akan tetapi, karena adanya sedikit
penundaan (delay), kanal potasium ini terbuka pada saat yang bersamaan
dengan mulai tertutupnya kanal sodium. Kombinasi antara berkurangnya
ion sodium yang masuk ke dalam sel dan bertambahnya ion potasium
yang keluar sel mengakibatkan peningkatan kecepatan proses repolarisasi
menuju potensial membran istirahat. (3)
Perubahan-perubahan potensial membran mulai keadaan istirahat,
depolarisasi, repolarisasi, dan kembali istrahat diperlihatkan dalam
Gambar 5. Perubahan potensial tersebut berupa impuls yang disebut
potensial aksi sel. Ada lima fase dalam potensial aksi tersebut yaitu fase
4, 0, 1, 2, dan 3. Fase 4 adalah fase istirahat sel. (3)
16
lambat). Fase 2 adalah kombinasi fase menutupnya kanal sodium terpicu-
tegangan, membukanya kanal kalsium-sodium terpicu-tegangan (kanal
lambat), dan membukanya kanal potasium terpicu-tegangan. Fase ini
disebut plateau. Fase 3 adalah fase kombinasi menutupnya kanal-kanal
sodium dan kalsium-sodium terpicu-tegangan serta membukanya kanal
potasium terpicu-tegangan. Selanjutnya sel kembali ke fase 4, yaitu fase
Pompa Na+-K+.(3)
Protein pada otot rangka
Otot merupakan jaringan yang terdiri atas kumpulan sel-sel
serabut otot. Selama perkembangan embrionik, serabut otot dinbentuk
melalui peleburan ekor dengan ekor dari banyak sel menjadi struktur
yang seperti pipa. Hal ini yang menyebabkan mengapa serabut otot
memiliki struktur yang panjang dan memiliki banyak inti. Pada sel otot
ini terdiri atas membran sel yang disebut dengan sarkolemna, sitoplasma
sel yang disebut denngan sarkoplasma, serta banyak organel sel seperti
mitokondria dan nucleus. Sarkolemna dicirikan dengan banyaknya
invaginasi seperti lubang yang meluas ke dalam sarkoplasma pada sudut
kanan sepanjang aksis sel. Di dalam sarkoplasma terdapat glikogen, ATP,
phosphocreatine, dan enzim-enzim glikolisis.(3)
Dalam sel serabut otot ini terdapat unit kontraksil yanng disebut
dengan miofibril. Perluasan sarkoplasma mengadakan hubungan dengan
miofibril ini. Ketika myofibril diamati dengan mikroskop elektron,
ditemukan adanya pita terang dan pita gelap. Pita-pita ini kemudian
disebut pita A (anisotrop atau gelap) dan pita I (isotrop atau terang). Pada
pita A terdapat daerah yang tanpa filamen aktin, sehingga terlihat kurang
padat daripada bagian pita A yang lain, daerah ini disebut dengan zone H.
Pita I terbagi menjadi dua bagian oleh garis Z yang tebal dan gelap.
Sarkomer merupakan daerah antara dua garis Z dan berulang sepanjang
serabut otot pada jarak 1500 – 2300 nm tergantung bagian yang
berkontraksi. Sarkomer merupakan satuan fungsional otot.(3)
Pada myofibril terlihat bahwa tiap bagian tersusun atas
myofilament, yang terdiri atas thick filament (filamen tebal) dan thin
17
filament (filamen tipis). Filamen tebal berdiameter 16 nm, terdiri atas
pita A, yang tersusun atas protein myosin. Filamen tipis berdiameter
sekitar 7nm, terbentang antara pita I dan sebagian pita A tetapi tidak
sampai pada pita H. filamen ini tersusun atas protein aktin, tropomiosin,
dan troponin. Pada potongan melintang terlihat bahwa filamen tersusun
dalam ulangan pola geometrik. Filamen-filamen yang tebal mempunyai
jarak yang sama satu dengan yang lainnya dan masing-masing dikelilingi
oleh enam filamen tipis dalam susunan heksagonal.(3)
Berikut merupakan penjelasan mengenai beberapa protein dalam filamen
otot :
1. Miosin
Protein otot ini tersusun atas monomer miosin yang merupakan
protein fibrosa yang terdiri atas bagian kepala dan ekor. Miosin
merupkan famili protein dengan sekitar sepuluh anggota yang sudah
teridentifikasi. Miosin yang dibicarakan pada bab ini adalah miosin II,
kecuali jika dinyatakan yang lain. Miosin I merupakan jenis monomerik
yang terikat pada membran sel. Jenis ini berfungsi sebagai penghubung
antara mikrofilamen dan membran sel pada lokasi tertentu. Miosin turut
menyusun 55% protein otot berdasarkan berat dan membentuk filamen
tebal. Miosin merupakan molekul heksamer asimetrik dengan massa
molekul sekitar 460 kDa. Miosin mempunyai ekor fibrosa yang terdiri
atas dua buah heliks yang saling terpilin. M,asing-masing heliks tersebut
memiliki bagian kaput globuler yang terikat pada salah satu ujung.
Molekul heksamer terdiri atas satu rantai berat (H, heavy-chain) dengan
massa molekul sekitas 200 kDa dan dua pasang rantai ringan (L, light-
chain) yang masing-masing dengan berat molekul 20 kDa. Rantai L
memiliki perbedaan, yang satu disebut rantai L esensial dan yang lain
rantai L regulator. Miosin otot skeletal mengikat aktin untuk membentuk
aktinomiosin (aktin-miosin). Dan aktivitas ATP-ase intrinsiknya
meningkat secara nyata dalam kompleks ini. Bentuk isoformis miosin
terdapat dan memiliki banyak variasi dalam situasi anatomi, fisiologi
serta patologi yang berbeda. (2)
18
2. Aktin
Aktin merupakan komponen utama penyusun filamen tipis. Aktin
merupakan protein eukariotik yang umum, banyak jumlahnya, dan
mudah ditemukan. Aktin didapati dalam wujud monomer-monomer
bilobal globular dengan 375 macam asam amino (43kd) yang disebut G-
aktin (globular (G) aktin), yang secara normal mengikat satu molekul
ATP untuk tiap-tiap monomer. G-aktin itu nantinya akan berpolimerisasi
nonkovalen untuk membentuk fiber-fiber yang disebut F-aktin
(filamentous (F) aktin). Polimerisasi ini merupakan suatu proses yang
menghidrolisis ATP menjadi ADP dengan ADP yang nantinya terikat
pada unit monomer F-aktin. Sebagai hasilnya, F-aktin akan membentuk
sumbu rantai utama dari filamen tipis. Serabut F-aktin dengan tebal 6-7
nm mempunyai struktur berulang setiap 35,5 nm.(3)
Pada filamen aktin, setiap monomer berotasi 166o, oleh karena itu
terlihat sebagai bentuk dobel helix. Karena semua monomer aktin
diketahui mempunyai arah yang sama, maka filamen aktin mempunyai
polaritas yang berbeda dan pada bagian ujung (disebut ujung plus (+) dan
ujung minus (-)) polaritasnya dapat dibedakan satu sama lain.(3)
Kedua ujung filamen aktin mempunyai kecepatan pertumbuhan
yang berbeda, dimana penambahan monomer pada ujung “fast-growing”
(ujung plus) 5-10 kali lebih cepat daripada ujung “slow-growing” (ujung
minus). Perbedaan kecepatan pertumbuhan ini digambarkan pada
perbedaan konsentrasi monomer aktin yang tajam dalam penambahan
monomer di kedua ujung filamen. ATP-aktin berikatan dengan ujung plus
dan kemudian terjadi hidrolisis ADP. Karena ADP-aktin terpisah dari
filamen lebih cepat daripada ATP-aktin, perbedaan konsentrasi monomer
aktin yang tajam ini akan lebih banyak terjadi penambahan ke ujung
minus daripada ujung plus dari filamen aktin. Keadaan ini disebut
treadmilling. Treadmilling terjadi pada perbedaan konsentrasi monomer
aktin yang tajam pada ujung plus dan minus. Pada kondisi ini, terjadi
pemisahan monomer (berikatan dengan ADP) dari ujung minus, dan
diseimbangkan dengan penambahan monomer (berikatan dengan ATP)
19
pada ujung plus. Di dalam sel, “actin-binding protein” meregulasi
pembentukan dan pemisahan dari filamen aktin.(1)
3. Titin
Titin membentuk sistem filamen ketiga yang mungkin terjadi
dengan membiarkan otot mengerut balik ke bentuk semula setelah
diregangkan. Sistem ini menjangkau garis M dari garis Z dengan panjang
filamen yang tunggal lebih dari 1 mm. Sebagian molekul tersebut saling
bertumpuk dengan pita A (tempat aktin dan miosin tumpang tindih) dan
sebagian lagi saling bertumpuk dengan pita I (terutama aktin).(2)
Titin merupakan protein terbesar yang diketahui, yaitu bentuk
isoformis protein jantung yang tersusun dari 26.926 asam amino dengan
massa molekul sebesar 2993 kDa. Titin terlibat dalam perakitan otot
dengan bertindak sebagai cetakan untuk insersi protein pita A tambahan
lainnya. Titin juga terlibat dalam pengaturan tegangan saat istirahat.(2)
Regio sentral dari titin mengandung ulangan PEVK (Pro, Glu, Val,
Lys) dan domain imunoglobulin yang terangkai secara tandem. Keduanya
ini dapat bekerja secara paralel seperti dua buah pegas yang tersusun
secara seri.(2)
4. Tropomiosin
Dalam otot lurik, ada dua jenis protein lainnya yang dianggap
sebagai protein minor jika dilihat dari massanya, namun memiliki makna
yang penting jika dilihat dari fungsinya, protein tersebut adalah
tropomiosin dan troponin. Tropomiosin merupakan molekul fibrosa yang
terdiri atas dua buah rantai, alfa dan beta tropomiosin, yang terletak
melekat pada F-aktin dalam alur antar filamen. Tropomiosin memiliki
berat mlolekul 64.000 dalton dan merupakan perpanjangan molekul dari
40 nm dari dua sub unit alfa helic. Rentang tropomiosin adalah tujuh
monomer aktin. Di akhir dari molekul tropomiosin ini ditemukan multi-
sub unit protein troponin. Tiga komponen dari kompleks ini memiliki
kemampuan untuk merespon naik turunnya konsentrasi Ca2+ dengan
mengatur sedikitnya tropomiosin untuk mengikuti monomer F-aktin
20
untuk mempengaruhi persilangan penyebrangan miosin dan menginisiasi
proses sliding.(1)
Tropomiosin terdapat dalam semua struktur muskuler dan struktur
mirip otot. Tropomiosin diperkirakan terletak diatas molekul aktin pada
keadaan istirahat dan menghambat pengikatan jembatan silang miosin
suatu tempat diaktin. Bila konsentrasi kalsium intrasel meningkat maka
akan berikatan dengan troponin sehingga terjadi pergesaran posisi
troponin pada molekul tropomiosin yang menyebabkan pergeseran posisi
tropomiosin terhadap aktin. Hal ini menyebabkan terbukanya tempat
aktif untuk mengikat miosin sehingga terjadi pengikatan miosin dengan
tempat aktif aktin dan ATPase miosin diaktifkan dan ATP diuraikan untuk
menghasilkan energi sehingga jembatan silang terayun. Spsbils jembatan
silang terayun maka filamen-filamen bergeser satu sama lain yang
menyebabkan otot berkontraksi(1)
5. Troponin
Troponin merupakan serat protein tipis berbentuk filamen dari
serat otot yang memegang peranan dalam kontraksi otot bersama dengan
aktin dan tropomiosin. Ada tiga tipe Troponin yaitu I, T dan C yang
terdapat pada segala jenis otot dan terlibat dalam kontraksi otot.
Sedangkan untuk otot jantung terdapat Troponin I dan T dimana
keduanya ini dapat dijadikan sebagai penanda apabila terjadinya
kerusakan otot jantung yang selanjutnya dikenal dengan cTnI dan cTnT.
Troponin C (Calsium) merupakan tempat penambatan kalsium. Troponin
I (inhibitor) merupakan inhibitor atau penghalang terjadinya kontraksi,
berada dekat dengan tropomiosin ketika relaksasi otot. Troponin T
(tropomiosin) merupakan troponin yang berhubungan dengan
tropomiosin ketika terjadi kontraksi otot.(3)
6. Nebulin
Nebulin merupakan proteion raksasa yang membentang dari garis Z di
sepanjang sebuah filamen aktin. Dan mungkin mengendalikan panjang
filanen tipis. Protein ini terutama terbentuk dari sejumlah unit berulang
dengan 35 asam amino yang merupakan domain pengikat aktin. (1)
21
Gambar 1.5. Struktur protein
22
organel lain di dalam sel. Selama proses keratinisasi berlangsung enzim
hidrolitik lisosom berperan pada penghancuran organel sitoplasma.(4)
23
basofilik. Pada mikrograf elektron, terdapat kompleks golgi kecil sedikit
mitokondria dan profil retikulum endoplasma dalam matriks Sitoplasma
yang kaya ribosom. Filamen intermedia sepuluh nm terdapat satu-satu
dalam berkas mencolok yang sering berakhir pada desmosom pada
permukaan lateral sel atau pada hemidesmosom tersebar teratur sepanjang
membran bersebelahan dengan lamina basal. Gambar mitotik biasa terlihat
dalam lapisan ini, dulu disebut stratum germinotivum, karena poliferasi
selnya berfungsi untuk pembaruan epitel. Selama sel yang dibentuk disini
bergerak naik ke stratum spinosum, mereka berubah bentuk menjadi
polihedral gepeng dengan sumbu panjangnya sejajar permukaan epitel dan
inti agak memanjang dalam arah yang sama.(5
Sel-sel stratum spinosum (stratum Malpighi) memiliki perangkat
organel sama namun kurang basofilik dibanding yang dari stratum basale.
Ciri mencolok sel-sel ini dalah banyaknya berkas filamen intermediet
sitokeratin yang memancar dari daerah perinuklear, untuk berakhir pada
plak padat dari desmosom sepanjang batas sel yang sangat bergerigi. Di
dalam sitoplasma terdapat juga granul sekresi berdiameter 0,1-0,4 ɥm
yang disebut granul bermembran atau granul berlamel. Mereka memiliki
membran pembungkus dan struktur intern khusus terdiri atas membran
pembungkus dan struktur intern khusus terdiri atas lamel-lamel paralel.
Dengan pembesaran kuat, pita-pita tipis padat-elektron dan hampa-
elektron di dalam granul ini mirip gambaran mielin dan sistem
bermembran banyak lapis lain. Pasangan pita padat tampak saling menyatu
di ujungnya. Hal ini memberi kesan bahwa tumpukan ini terdurua tas
vesikel-vesikel gepeng mirip cakram yang permukaan luatnya saling
merapat erat.(5)
Stratum granulosum terdiri atas tiga sampai lima lapis sel yang
agak lebih gepeng daripada yang di stratum spinosum. Ciri pembeda
utamanya adalah adanya badan-badan besar dengan bentuk tidak
teraturyang terpulas gelap dengan pulasan basa. Berbeda dengan granul
sekresi, yang disebut granul keratohialin ini tidak bermembran
pembungkus. Berkas-berkas filamen keratin yang banyak didalam
24
sitoplasma terdapat pada tepian yang merebusnya. Sifat kimiawi
sebenarnya belum jelas, namun mereka diduga merupakan prekursor dari
matriks interfibril yang tersebar di sitoplasma sel-sel keratin penuh dengan
stratum korneum diatasnya. Granul berlamel yang mulai terdapat di
stratum spinosum lebih banyak lagi di stratum granulosum dan
mengumpul dekat membran sel. Mereka 15% dari volume sitoplasma.
Mereka mengalami eksositosis dan isinya melebur membentuk selubung
berlapis banyak dari membran sel. Sehubungan dengan pelepasan granul
ini, terdapat peningkatan ukuran celah ekstrasel dari kurang dari 1%
sampai 5-30% voleme jaringan, dan ruangan ini diisi oleh pruduk sekresi
sel kay lipit, yang di pandang sebagai semacam penutup kedap air yang
merupakan unsur utama sawar permeabilitar epidermis.(4)
Stratum lisidum adalah lapis tipis sel sel refraktil yang terkuras
terang di antara stratum granulosum dan stratum korneum pada kulit tebal
telapak tangan dan kaki. Lapis ini biasanya tidak dapat di tetapkan pada
kulit lebih tipis bagian lain. Ia terdiri dari 4-6 baris sel sangat gepeng. Inti
mulai berdegenerasi di lapis luar strtum granulosum dan jarang terlihat
dalam sel sel stratum lusidum. Pada mikrograf elektron, filame keratin
berhimpitan dalam sitoplasam dan terorientasi lebih pralel terhadap
permukaan kulit. Membran sel tampak lebih tebal oleh deposisi materi
padat pada permukaanya. Stratum korneum terdidi atas banayak sel
gepeng penuh keratin tanpa inti atau organel sitoplasma. Plasmalema
tampak menebal dan seluruh sel di penuhi filamen keratin terbenam dalam
matrik amorf. Sel-sel lapis bawah stratum korneum masih saling melekat
erat namun desmosomnya telah sangat di modifikasi. Pada lapis luar, yang
telah menagalmi keratinisasi sempurna, sel-sel mati melonggar dan
akhirnya di lepaskan. Bagian stratum korneum ini kadang-kadang disebut
sebagai stratum disjunctum, namun sel-selnya identik dengan yang lebih
dalam di stratum dan penyebutannya sebagai lapis terpisah tak ada
manfaatnya. Selama keratinosit naik melalui strata epidermis, mereka
membesar dan menggepeng sedemikian rupa sehingga sebuah sel stratum
25
korneum menutupi daerah sepadan dengan yang ditempati 15 atau lebih
sel kubiod stratum basal.(4)
Epidermis memiliki lamina basal yang berkembang baik. Kajian
akhir-akhir ini tentang cara penambatannya pada dermis di bawahnya telah
mengungkapkan dasar struktur bagi terikatnya semua epitel pada
substratnya. Lamina basal (dulu disebut membran basal) terdiri atas
sebuah lamela densa paralel terhadap membran sel-sel basal dari epitel dan
terpisah darinya oleh lamina lusida tipis, yang ditembus oleh filamen
sangat halus dari membran sel ke lamina densa. Lamina densa adalah
anyaman halus kolagen tipe-IV, juga mengandung heparan sulfat dan
glikoprotein. Fibril penambat langsing yang meluas dari lamina ke bawah,
melengkung mengelilingi berkas kolagen dalam dermis dan berakhir
dalam plak penambat, yang merupakan badan-badan kecil dengan
kepadatan dan substruktur serupa dengan lamina densa. Fibril penambat
lain menghubungkan plak penambat berdekatan. Anyaman longgar fibril
penambat sekitar berkas kolagen diduga mengikat epitel dengan erat pada
dermis. Dengan perbesaran kuat, fibril penmbat tampak bermanik, atau
bergaris melintang yang khas untuk kolagen tipe-VII, jenis yang jarang
dari famili kolagen yang tidak di temukan, hingga kini, di tempat lain.(4)
Kekuatan penambatan epidetmispada demis tidak salah lagi
diperkuat oleh meningaktanya luas total bidang temu, akibat banayknay
interdigitasi permukan bawah epidermis berupa rabung dan lipatan
permukana atas dermis.(5)
Epidermis adalah epitel yang luar biasa, mensintesis. Aneka
macam komponen sruktual yang ikut menunjang fungsi protektif kulit, dan
disi mungkin ada manfaatnya, untuk meninjau sebagian aktifitas
biosintetiknya. Hanya sel sel basal saja yang sanggup bermitosis.
Sebagaian sel anakanya meninggalkan alapis basal dan bergerak keatas
yang akhirnya sampai di permuakan epitel. Begitu meninggalkan lamina
basal, sel sel in akan mengalami proses perkembangan akhir dengan
mengalami transformasi menjadi sisik sisik (squama) mati, tanpa inti dan
gepeng yang akan terkikis dari permukaan kulit. (5)
26
Protein struktrual yang paling banyak di dintesis oleh keratinosit
selama perkembanganya adalah keratin yang membentuk makin banyak
filamen filamen sitoskelet 10 nm dalam sitoplasmanya. Para ahli biokima
berhasil menetapkan lebih dari selusin sepesies molekuler keratin dalam
jaringan tubuh dan mereka ini di tandai huruf k dan sebauh nomer.
Sekurang kurangnya terdapat 4 jenis dalam keratinnosit kulit. Sitiskelet sel
basal terdiri atas anyaman longgar keratin K5 (58 kD) dan K14 (50 kD).
Sesampainya di stratum spinosum yang secara metabolik aktif, sel-sel
mensintesis dua keratin baru, K1 (67 kD) dan K10 (56 kD), dan mereka ini
membentuk berkas filamen yang lebih kasar dari yang di stratum basal.
Sel-sel zona ini juga menghasilkan involucrin dan protein pembungkus
lain yang diletakan di aspek dalam dari plasmalema. Mereka juga mulai
membentuk granul bermembran yang nantinya membebaskan kompleks
lipid dan lipoprotein ke dalam ruang antar sel, dan merupakan komponen
utama sawar permeabilitas dari epidermis. (5)
Dengan masuknya sel-sel itu kedalam stratum granulosum, mereka
berhentu menghasilkan keratin dan protein pembungkus dan sebaliknua
menghasilkan filaggrin, sebuah protein dasar yang diduga terlibat dalam
perakitan filamen keratin menjadi berkas lebih kasar. Juga dihasilkan di
sini loricinm sebuah komponen tambahan dari selaputsel dengan fungsi
yang belum jelas. Selama perjalanannya dalam zona ini, sel-sel menjadi
permeabel untuk ion kalsium yang mengaktifkan sebuah enzim yang
menggabungkan berbagai protein selubung untuk membentuk sebuah lapis
sangat ulet di bawah plasmalema. Tidak lama sesudah itu lisosom
membebaskan, ke dalam sitoplasma, enzim lisis yang menghentukan
semua aktivitas metabolik. Jadi sel-sel yang memasuki stratum korneum
telah menjadi kantung-kantung inert (tidak aktif) kuat yang dipenuhi
berkas-berkas kasar filamen keratin. Diantaranya, ruang antarsel terisi
sekret senyawa kaya lipid yang membuat epitel relatif impermeabel. (5)
Kajian tentang sel-sel epidermis dalam biakan jaringan
menunjukan bahwa pertumbuhan dan perkembangannya dipengaruhi
macam-macam sitokin. Diantaranya adalah faktor penumbuh epidermis
27
(EGF) dan interleukin-1 alfa (II-1α), yang agaknya bersifat merangsang,
sedangkan faktor penumbuh pentransformasi (TGF) menghambat
proliferasi dan diferensiasi keratinosit. Karena sel-sel epidermis dapat
membentuk TGF, sedikit banyak mereka dapat mengatur pertumbuhannya
sendiri. Kemampuannya untuk menghasilkan, dan berespon terhadap,
pengatur pertumbuhan agaknya bermakna dalam penyembuhan luka dan
munculnya kanker kulit. (4
B. Melanosit
Warna kulit ditentukan oleh berbagai faktor penting seperti
kendungan melanin dan karoten, jumlah pembuluh darah dalam dermis,
dan warna darah yang mengalir di dalamnya. Eumelanin adalah pigmen
coklat tua yang dihasilkan oleh melanosit. Sel ini berjumlah 7%-10%
dan berasaldari neuroektoderm. Melanosit memiliki badan sel yang bulat
dengan cabang dendritik yang panjang dan tipis. Hemidesmosom
mengikat melanosit ke lamina basalis.(4)
28
disebarkan melaluicabang sitoplasma melanosit ke keratinosit di
sekitarnya terutama yang berada di stratum basale.Setelah granula melanin
bermigrasi di dalam juluran sitoplasma, granula melanin akan berkumpul
di daerah supranuklear sehingga inti sel terlindungi dari radiasi matahari
yang merusak. Menggelapnya kulit karena sinar uv adalah hasil proses dua
tahap yakni reaksifisikokimia menghitamkan melanin dan melepaskannya
dengan cepat ke keratinosit. Pada tahapkedua kecepatan sintesis melanin
menjadi meningkat dan mengakibatkan peningkatan jumlah pigmen.(4)
3. Pada jaringan ikat terdapat tiga jenis serat : kolagen, elastik dan retikuler.
Jumlah dan susunan serat ini bergantung pada fungsi jaringan atau organ-
organ tempat mereka berada. Fibroblast membentuk semua serat kolagen,
elastik, dan retikuler.(5)
Serat kolagen merupakan preotein fibrosa yang kuat dan tebal serta
tidak bercabang. Ini adalah serat yang paling banyak dan ditemukan di
hampir semua jaringan ikat pada organ. Serat yang paling sering
ditemukan disediaan histologi adalah :(7)
29
1. Serat kolagen tipe I : Ini adalah serat yang tersering dan ditemukan di
dermis kulit, tendo, ligamen, fasia, fibrokartilago, dan organ kapsul, serta
tulang. Serat ini sangat kuat dan memberikan resistensi terhadap stress
tegangan.
3. Serat kolagen tipe III: Ini adalah serat retikuler tipis bercabang yang
membentuk anayman penunjang yang rumit di organ-organ seperti
kelenjar limfe, limpa, dan sumsum tulang. Tempat mereka membentuk
matriks ekstrasel utama yang menunjang sel di organ-organ tersebut.
Serat elastik adalah serat tipis, kecil, dan bercabang, serta mampu
teregang kembali ke panjang semula. Kekuatan tegangan serat ini lebih
rendah daripada serat kolagen serta atas mikrofibril dan protein elastik.
30
Jika diregangkan, serat elastik kembali ke bentuk semula (recoil) tanpa
mengalami perubahan bentuk (deformasi). Serat elastik banyak terdapat di
paru, kandung kemih, dan kulit. Pada dinding aorta dan trunkus
pulmonaris, keberadaan serat elastic memungkinkan pembuluh-pembuluh
teregang dan kembali ke bentuk semula sewaktu darah disemburkan secara
kuat di ventrikel jantung. Di dinding pembuluh besar, sel otot polos
membentuk serat elastik; diorgan lain, fibroblastlah yang membentuk serat
elastik.(6)
31
di jaringan ikat (dan sel otot polos padadinding pembuluh darah) dan
memproduksi serat elastis secara bertahap. Pada tahap pertama, bagian
pusatmikrofibril berukuran 10 nm membentuk sejumlah glikoprotein yang
berbeda, terutama glikoprotein besar yang disebut fibrilin (350 kDa).
Mikrofibril bertindak sebagai perancah atas yang elastin diendapkan pada
langkah keduadari pembentukan serat elastis. (7)
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton dan Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi Revisi
Berwarna Ke-12: Elsevier. 2016
33
Refleksi diri
34
Refleksi diri
35
Refleksi diri
36
Refleksi diri
37
Refleksi diri
38
Refleksi diri
39