Anda di halaman 1dari 17

PENYULUHAN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL (ISOS)

LAPORAN LENGKAP

PERAN SERTA KELUARGA DALAM MERAWAT KLIEN ISOLASI SOSIAL

Di Susun oleh :

Kartika Apriliyani 21219031

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKes MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2019-2020
SAP

SATUAN ACARA PENYULUHAN

A. Topik :Peran serta keluarga pada klien dengan isolasi social (Isos)
B. Sub topic : Isolasi Sosial
C. Hari / tanggal : Selasa /29 Oktober 2019-10-30
D. Waktu : 16:00 WIB/sd selesai
E. Sasaran : Keluarga dan klien
F. Pelaksana : Mahasiswa
G. Tempat : Di Rumah Klien
H. Tujuan
a. TIU : Setelah dilakukan penyuluhan selama 15 menit diharapkan
keluarga klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara
optimal.
b. TIK : Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit keluarga klien
dan keluarga diharapkan dapat mampu memahami :
1. Mengetahui pengertian isolasi sosial
2. Mengetahui penyebab menarik diri
3. Mengetahui tanda dan gejala isolasi social
4. Mengetahui sumberkoping dari isolasi social?
5. Mengetahui mekanisme koping isolasi social?
6. mengetahui Peran serta keluarga dalam merawat klien
Menarik Diri?
7. Mengetahui penatalaksanaan isolasi sosial?

I. Latar Belakang
Menarik diri (withdrawal) adalah suatu tindakan melepaskan diri, baik
perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung ( isolasi
diri ). Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa
tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain.

Pada klien dengan menarik diri diperlukan rangsangan/ stimulus yang adequat
untuk memulihkan keadaan yang stabil. Stimulus yang positif dan terus menerus
dapat dilakukan oleh perawat. Apabila stimulus tidak dilakukan / diberikan kepada
klien tetap menarik diri yang akhirnya dapat mengalami halusinasi, kebersihan diri
kurang dan kegiatan hidup sehari –hari kurang adequat.
a Seleksi pasien dan keluarga
Proses seleksi yang dilakukan dengan cara :
- Hasil pengamatan sehari-hari
- Informasi dari perawat ruangan
- Status kesehatan pasien
- Pasien dan keluarga yang kooperatif
- Pasien dengan defisit perawatan diri

J. Jadwal Kegiatan
1. Tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan: Di Rumah Klien
2. Lama pelaksanaan pendidikan kesehatan : 30 menit (16.00 – 17.00)
3. Waktu pelaksanaan pendidikan kesehatan : Selasa, 29 oktober 2019

K. Metode Pelaksanaan : Ceramah dan Tanya jawab


L. Media dan Alat : Lieflet
M. Pengorganisasian
1. Penyuluh : Kartika Apriliyani
2. Fasilitator : Mita Aprianti
3. Observer : Rahmawati
4. Dokumentasi : Mirna Septiani
N. Setting Tempat

P P

F
F

O O
D
Keterangan :
P : Penyuluh K: Keluarga
F : Fasilitator O: Observer
D: dokumentasi
O. Strategi dan Pelaksanaan
NO Waktu Kegiatan Penyuluhan Respon Ttd

16.00  Penyuluhan peran  Keluarga


1 WIB keluarga tentang mentakan sangat
gangguan kejiwaan antusias karena
Isolasi sosial dapat
mengetahui cara
mengadapi dan
bertindak pada
anak yang
memiliki
gangguan
kejiwaan isolasi
sosial.

2 16.00 - Memberi tahu - Klien


WIB keuntungan dan mangatakan
kerugian berteman senang karena
pada pasien isolasi ada suster yang
sosial mau berkunjung
dan bertemu
serta memberi
ini pada dirinya
memberi tahu
bagimana
keuntungan dan
kerugian
berteman

3 16.00  Mengedukasi - Keluarga klien


WIB pentingnya dan rutinya sangat senang
dan mengatakan
untuk minum obat baru tahu
untuk pasien yang tentang aturan
memiliki gangguan meminum obat.
- Klien juga
jiwa
mengatakjan kan
berjanji rutin
minum obat agar
cepat sembuh
dan ingin punya
teman dan
menjalankan
hidup normal
kembali.
P. Fase Intraksi Penyulusan
- Fase Pre-Intraksi selama 5 Menit
1. Memberi salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan maksud dan tujuan
4. Menanyakan kesiapan pasien
5. Memilih media yang sesuai (telah disiapkan)
Menjawab salam
1. Mendengarkan

- Fase Kerja Selam 25 Menit


Interaksi
1. Menjelaska tentang pengertian dari isolasi social
2. Menjelasklan tentang apa saja penyebab dari menarik diri
3. Menjelaskan tentang tanda dan gejala dari isolasi social
4. Menjelaska tentang keuntuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian berhubungan dengan orang lain
5. Menjelaskan tentang penatalaksanaan isolasi sosial
6. Keluarga klien mendengarkan dan memperhatikan penjelasan seputar isolasi
social.

- Fase Terminasi selama 5 Menit


Terminasi
1. Merapikan alat
2. Menyimpulkan hasil penyuluhan kesehatan
3. Evaluasi keberhasilan penyuluhan kesehatan
4. Memberikan saran
5. Salam penutup .
6. Keluarga klien dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh penyuluh.

Q. Evaluasi
1. Apa pengertian dari isolasi sosial?
2. Apa saja penyebab dari menarik diri ?
3. Apa tanda dan gejala dari isolasi sosial ?
4. Apa saja sumberkoping dari isolasi social?
5. Apa mekanisme koping isolasi social ?
6. Peran serta keluarga dalam merawat klien isolasi social ?
7. Sebutkan penatalaksanaan isolasi sosial?
LAMPIRAN MATERI

A. Pengertian

Isolasi social adalah suatu keadaaan kesepian yang diekspresikan oleh


individu dan dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai
suatu keadaan negative yang mengancam. (Mary C. Townsend, Diagnose
Keperawatan. Psikiatri, 2008).
Isolasi social adalah suatu keadaan pasien yang mengalami ketidakmampuan
untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan. Isolasi
social adalah Suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan
orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau
kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan
orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada
perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain. (Balitbang,
dalam Fitria, 2010, hlm. 29)

B. Penyebab dari menarik diri


1. Faktor predisposisi
Kegagalan perkembangan yang dapat mngakibatkan individu tidak
percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap
hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu
merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Menurut Fitria (2009, hlm. 33-
35) ada empat faktor predisposisi yang menyebabkan Isolasi Sosial,
diantaranya:
- Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan
yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila
tugas perkembangan tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah sosial.
Dibawah ini akan dijelaskan tahap perkembangan serta tugas perkembangan,
dibawah ini:
- Tahap Perkembangan
a Masa Bayi
b Masa Prasekolah
c Masa Sekolah
d Masa Praremaja
e Masa Dewasa Muda
f Masa Tengah Baya
g Masa Dewasa Tua
2. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan
suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga di mana setiap
anggota keluarga yang tidak produktif seperti lanjut usia, penyakit kronis, dan
penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
3. Faktor Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi
terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien
skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur
yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan
bentuk sel sel dalam limbik dan daerah kortikal.
4. Faktor Komunikasi dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk
dalam masalah berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan yaitu
suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling
bertentangan dalam waktu bersama atau ekspresi emosi yang tinggi dalam
keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar
keluarga.
- Faktor presipitasi
Dari factor sosio kulturalkarena menurunnya stabilitas keluarga dan
berpisah dengan orang yang terdekat atau kegagalan orang lain untuk
bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga menyebabkan klien
berespon menghindar dengan menarik diri dengan lingkungan.
Menurut Stuart (2007, hlm. 280) faktor presipitasi atau stresor pencetus
pada umumnya mencakup peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres
seperti kehilangan, yang memenuhi kemampuan individu berhubungan
dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Faktor pencetus dapat
dikelompokkan dalam dua kategori yaitu sebagai berikut:
1. Stresor Sosiokultural. Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya
stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti.
2. Stresor Psikologi. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau
kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan.
C.Tanda dan Gejala

1. Apatis, ekspresi sedih.


2. Menghindari orang lain (menyendiri), klien tampak memisahkan diri dari
orang lain, misalnya pada saat makan.
3. Komunikasi kurang atau tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap
dengan klien lain,misalnya pada saat makan
4. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
5. Berdiam diri dikamar/tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
6. Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan
jika diajak bercakap-cakap.
7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri dan kegiatan
rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
8. Posisi janin pada saat tidur.
9. Tidak mampu membuat keputusan.dan berkonsentrasi.

D. Sumber Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 280) sumber koping yang berhubungan dengan
respon sosial maladaptif adalah sebagai berikut :
1. Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman.
2. Hubungan dengan hewan peliharaan yaitu dengan mencurahkan perhatian
pada hewa peliharaan.
3. Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal
(misalnya: kesenian, musik, atau tulisan)
Menurut Stuart & Laraia (2005, hlm. 432) terkadang ada beberapa orang
yang ketika ada masalah mereka mendapat dukungan dari keluarga dan teman
yang membantunya dalam mencari jalan keluar, tetapi ada juga sebagian orang
yang memiliki masalah, tetapi menghadapinya dengan menyendiri dan tidak mau
menceritakan kepada siapapun, termasuk keluarga dan temannya.

E. Mekanisme Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 281) individu yang mengalami respon sosial
maladaptif menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya untuk menasarkan
bagan diatas respon sosial pada pasien dengan isolasi sosial dibagi menjadi respon
adaptif dan respon maladaptif :
1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Menurut Fitria
(2009, hlm. 32) yang termasuk respon adaptif adalah sebagai berikut:
- Menyendiri, merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah terjadi dilingkungan sosialnya.
- Otonomi, merupakan kemampuan individu untuk menentukan dab
menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
- Bekerja sama, merupakan kemampuan individu yang saling membutuhkan
orang lain.Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan
orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
2. Respon Maladaptif
Respon yang diberikan individu menyimpang dari norma sosial. Yang
termasuk kedalam rentang respon maladaptif adalah sebagai berikut:
- Menarik Diri
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara
terbuka dengan orang lain.
- Ketergantungan
Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung
dengan orang lain.
- Manipulasi
Seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga
tidak dapat menerima hubungan sosial secara mendalam
- Curiga
Seseorang gagal dalam mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.

F. Peran serta keluarga dalam merawat klien ISOS


Keluarga Penting Artinya dalam perawatan dan penyembuhan
pasien,keluarga pember perawatan utama dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan
mengoptimalkan ketenangan jiwa bagi pasien.
Tujuan Perawatan adalah :
- Meningkatkan Kemandirian Pasien
- Pengoptimalan peran dalam masyarakat
- Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
Perawatan Dirumah Yang Dapat Dilakukan Oleh Keluarga
- Memenuhi kebutuhan sehari-hari
- Bantu dan perhatikan pemenuhan kebutuhan makan, minum, kebersihan
diri dan penampilan
- Latih dan libatkan klien dalam kegiatan sehari-hari (cuci pakaian setrika,
menyapu, dll).
- Bantu komunikasi dengan teratur
- Bicara jelas dan singkat
- Kontak / bicara secara teratur
- Pertahankan tatap mata secara teratur
- Lakukan sentuhan yang akrab
- Sabar, lembut, tidak terburu-buru
- Hindari kecemasan pada klien
- Libatkan dalam Kelompok
- Beri kesempatan untuk menonton TV, mendengarkan music, membaca
buku, dll
- Sediakan peralatan pribadi seperti tempat tidur, almari, dll
- Pertemuan keluarga secara teratur
- Menyendiri bisa menimbulkan gangguan jiwa lain yaitu halusinasi
( merasa mendengar bisikan, merasa melihat bayangan, merasa ada yang
meraba, merasa mencium bau, yang semua itu sebenarnya tidak ada.

H. Penatalaksanaan
1. Bina hubungan saling percaya
2. Interaksi sering dan singkat
3. engarkan dengan sikap empat
4. Beri umpan balik yang positif
5. Jujur dan menepati semua janji
6. Bimbing klien untuk meningkatkan hubungan sosial secara bertahap
7. Berikan pujian saat klien mampu berinteraksi dengan orang lain
8. Diskusikan dengan keluarga untuk mengaktifkan support system yang ada
9. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat anti depresan

I. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis untuk pasien dengan gangguan jiwa dibagi
berdasarkan dua metode, yaitu sebagai berikut:
a Metode Biologik
Metode biologik yang digunakan pada pasien dengan isolasi sosial adalah
sebagai berikut:
1. Terapi Psikofarmaka
Terapi psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan pada gangguan
fungsi neurotransmitter sehingga gejala-gejala klinis dapat dihilangkan
atau dengan kata lain skizofrenia dapat diobati (Hawari,2006, hlm. 96).
Obat antipsikotik terpilih untuk skizofrenia terbagi dalam dua golongan
(Hawari, 2006, hlm. 97-99) yaitu antipsikotik tipikal (Klorpromazim,
Trifluferazin, Haloperidol) dan antipsikotik atipikal (Klozapin,
Risperidon). Antipsikotik golongan tipikal tersebut bekerja dengan
memblokir reseptor dopamin terpilih, baik diarea striatal maupun limbik
di otak dan antipsikoti atipikal menghasilkan reseptor dopamin dan
serotonin selektif yang menghambat sistem limbik. Memberikan efek
antipsikotik (gejala positif) dan mengurangi gejala negatif.
2. Menurut Doenges (2007, hlm.253) prosedur diagnostik yang digunakan
untuk mendeteksi fungsi otak pada penderita gangguan jiwa adalah
sebagai berikut:
a Coputerized Tomografi (CT Scan)
Induvidu dengan gejala negatif seringkali menunjukkan abnormalitas
struktur otak dalam sebuah hasil CT scan. (Townsend, 2003, hlm. 318)
b Magnetik Resonance Imaging (MRI)
Mengukur anatomi dan status biokimia dari berbagai segmen otak.

c Positron Emission Tomography

Mengukur fungsi otak secara spesifik seperti metabolisme glukosa, aliran


darah terutama yang terkait dengan psikiatri.

d Elektroconvulsif Therapy (ECT)


Digunakan untuk pasien yang mengalami depresi. Pengobatan dengan ECT
dilakukan 2 sampai 3 kali per minggu dengan total 6 sampai 12 kali
pengobatan. (Townsend, 2003, hlm.316).
a Metode Psikososial
Menurut Hawari (2006, hlm. 105-111) ada beberapa terapi untuk pasien
skizofrenia, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Psikoterapi
Psikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat diberikan apabila
penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana
kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri
sudah baik. (Hawari, 2006, hlm. 105)
2. Terapi Psikososial
Dengan terapi psikososial ini dimaksudkan agar penderita mampu
kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu
merawat diri, mampu mandiri tidak bergantung pada orang lain sehingga
tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat. (Hawari, 2006, hlm.
108-109)
3. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan terhadap penderita skizofrenia ternyata mempunyai
manfaat. Diantaranya yaitu gejala-gejala klinis gangguan jiwa lebih cepat
hilang, lamanya perawatan lebih pendek, hendaya lebih cepat teratasi, dan
lebih cepat dalam beradaptasi dengan lingkungan. Terapi keagamaan yang
dimaksud adalah berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang,
berdoa, shalat, ceramah keagamaan, kajian kitab suci dan lain sebagainya.
(Hawari, 2006, hlm. 110-111)
LAPORAN HASIL HOME VISITE

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. “H”
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 57 Tahun
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
No. RM :-
Diagnosa Medis :-
Alamat : Villa Permai jln salak Block C no 12 RT 12
Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah
Tanggal kunjungan : 29 Oktober 2019

B. Tujuan Kunjungan Rumah


1. Tujuan Umum
Keluarga dapat menerima dan merawat anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa sesuai dengan masalah pada klien dan berdasarkan rencana
asuhan keperawatan yang ada.
2. Tujuan Khusus
a. Memberi informasi kepada keluarga tentang perkembangan klien selama
dirawat di rumah sakit.
b. Memvalidasi dan melengkapi data-data yang diperoleh dari klien dan
data sekunder (rekam medis, dokumentasi keperawatan) tentang alasan
klien dibawa klien dibawa ke Rumah Sakit Ernaldi Bahar, faktor
predisposisi, prespitasi, genogram, psikososial dan lingkungan, persepsi
keluarga dan dukungan yang telah dilakukan keluarga.
c. Melakukan implementasi keperawatan terkait dengan diagnosa
keperawatan pada keluarga.
d. Melakukan pendidikan kesehatan sesuai dengan masalah pada klien.
e. Melatih keluarga untuk mampu melakukan perawatan yang tepat
terhadap klien yang mengalami gangguan jiwa dirumah.
f. Membantu keluarga agar dapat memodifikasi lingkungan yang
terapeutik dalam merawat klien.
g. Memotivasi keluarga untuk mengunjungi dan memberikan dukungan
positif kepada klien di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang.
h. Mendukung keluarga untuk membantu klien menggunakan obat secara
tepat.
i. Mengobservasi lingkungan rumah untuk mempersiapkan kepulangan
pasien.
j. Mendokumentasikan hasil kunjungan rumah agar dapat ditindaklanjuti
oleh pihak Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang.

C. Hasil Kunjungan Rumah


Mahasiswa diterima dengan baik oleh keluarga pada hari Senin, 29
Oktober 2019 Pukul 16.00 WIB s.d 17.30 WIB. Hasil yang didapat dari
kunjungan rumah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Memberi informasi kepada keluarga tentang perkembangan kondisi klien
selama di Rumah Sakit Dr. Ernaldi Bahar.
 Klien mau berinteraksi dengan perawat dan klien lainnya walau hanya
untuk waktu singkat.
 Klien mau mengungkapkan perasaan sedihnya karena tidak punya teman
dan tidak mau berintraksi dengan orang lain
 Klien mampu melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi dan makan
secara mandiri.
 Klien mampu melakukan cara mengontrol halusinasi bila terdengar suara-
suara aneh dan melakukan kegiatan yang sudah terjadwal serta minum
obat secara teratur.
 Klien mampu minum obat secara mandiri ketika diberikan oleh perawat

2. Memvalidasi data, melengkapi data yang telah diperoleh dari klien dan data
sekunder mengenai :
a. Alasan datang ke POLI Rumah Sakit Dr. Ernaldi Bahar
Keluarga mengatakan klien tidak bisa tidur. lalu pada malam hari karna
klien tidak bisa tidur klien melakuan aktivitas memasak didapur. Besok
harinya klien mengamuk, mondar mandir, marah-marah, gelisah, stress,
jerit-jerit, merasa kesal kalau ada masalah/ lagi stress. Dan memang rajin
setiap bulan klien dtng ke RS untuk cek Up.
b. Klien tinggal dirumahnya bersama keluarga kakaknya, yang mengambil
keputusan dalam keluarga adalah orang tuanya.
c. Faktor predisposisi dan prespitasi
Kakak klien mengatkan bahwa klien memang sudah dari dulu menarik
diri dari lingkungan dan tidak mempunyai teman.
d. Psikososial dan lingkungan
 Psikososial :
Semenjak sakit klien tidak merasa menyela telah melakukan apa yang
terjadi, dan tak akan mengulanginya lagi.
 Lingkungan :
Klien merasa baik- baik saja dilingkungannya karena klien juga jarang
keluar rumah tanpa didampingi oleh keluarga
 Persepsi keluarga terhadap klien
Keluarga menganggap penyakit klien merupakan salah bentuk stress
karna klien iri dengan kakak- kakaknya yang kuliah semua sedangkan
dia tidak.
e. Pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien
Keluarga mengatakan kurang mengerti tentang cara merawat anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Oleh karena itu klien sering
kambuh. Keluarga juga mengalami kesulitan mengingatkan klien jarang
berbicara dan mengeluh. Support sistem dalam keluarga Keluarga
mengatakan Tn H paling dekat dengan kakaknya.
f. Kapan terakhir keluarga menjenguk klien
g. Klien tinggal bersama keluarganya, tidak dirawat inap hanya rawat jalan.
h. Harapan Keluarga
Keluarga sangat berharap klien dapat sembuh dan dapat kembali
menjalani kehidupannya seperti dahulu serta dapat kembali menjalani
perannya dan berharap memiliki keluarga.
i. Persiapan keluarga terhadap kepulangan klien
Keluarga siap menerima klien pulang kapanpun asalkan klien sudah
tenang dan stabil.
j. Pelayanan kesehatan disekitar rumah
Rumah klien berada di daerah tangga buntung yang letaknya tidak begitu
jauh dari pelayanan kesehatan lingkungan sana.

3. Hasil wawancara dengan keluarga klien mengenai :


a. Sosial ekonomi keluarga
Keluarga mengatakan rumah yang ditempati saat ini bersama klien adalah
rumah milik sendiri hasil dari jerih payah kakaknya, kakak klien bekerja
sebagai seorang wiraswastaRumah klien terletak di villa permai, block D
Rt 12, kenten laut, Dinding rumah klien terbuat dari batu bata atap dari
genteng dan lantai dari keramik karena bentuknya rumah gedung. Secara
umum keadaan rumah klien bersih, dan rumah luas namun secara
penataan ruang terlihat rapi dengan dilengkapi dengan lemari, televisi,
meja dan sofa serta beberapa alat rumah tangga lainnya.
b. Penerimaan keluarga terhadap keadaan klien
Keluarga klien menerima klien dengan sepenuh hati dan diperlakukan
sama dengan anggota keluarga lainnya.
c. Adaptasi klien dengan keluarga
Keluarga klien mengatakan Tn. H lebih senang dirumah bergaul dengan
keluarganya.

4. Kendala yang dihadapi oleh petugas Home Visite


Kendala yang dihadapi oleh petugas Home Visite adalah kesulitan dalam
kontrak waktu untuk bertemu pihak keluarga karena kesibukan dari pihak
keluarga klien tersebut.

D. Implementasi Keperawatan
Diagnosa keperawatan : Halusinasi Pendengaran
TUK 6 :
Klien mendapatkan dukungan dari keluarga untuk mengatasi halusinasinya.
Tindakan Keperawatan :
1. Bantu keluarga mengindentifikasi kemampuan yang dimiliki :
a. Siapa yang dapat diterima klien.
b. Fasilitas yang dimiliki keluarga di rumah.
2. Jelaskan cara merawat klien pada keluarga seperti cara beri motivasi beri
pengarahan keuntungan dan kerugian pasien memiliki teman dan
berintraksi serta minum obat. Latihan keluarga cara merawat klien di
rumah dan terapi pengobatan.

E. Evaluasi Keperawatan
S:
 Keluarga mengatakan senang setelah berbicara dan berdiskusi dengan
perawat
 Keluarga menyebutkan peran serta keluarga dalam merawat klien
 Keluarga menyebutkan tempat yang dapat dikunjungi jika klien kambuh
O:
 Keluarga (Bunda) kontak mata ada
 Keluarga bersikap ramah selama berdiskusi
 Keluarga tampak menyebutkan peran serta keluarga dalam merawat klien
 Keluarga tampak mendemonstrasikan cara merawat klien
A:
TUK tercapai, klien mendapat dukungan dari kelurga dalam mengatasi
Halusinasi Pendengaran
P:
 Perawat
1. Memotivasi keluarga untuk menjenguk klien sekurangnya satu kali
dalam seminggu.
2. Melibatkan keluarga dalam proses asuhan keperawatan klien saat
keluarga datang menjenguk.

 Klien
Memotivasi keluarga untuk mempertahankan suasana di lingkungan
rumah yang dapat meningkatkan harga diri klien, keluarga juga
bersepakat untuk terlibat dalam asuhan keperawatan baik dirumah
maupun dirumah sakit.
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai