Anda di halaman 1dari 13

JOURNAL READING

Efek Pengobatan Opioid dibandingkan Nonopioid terhadap


Fungsi terkait Nyeri pada Pasien dengan Nyeri Punggung Kronis
atau Nyeri Osteoarthritis Pinggul atau Lutut

Disusun Oleh:

Rafa” Assidiq

1102014218

Pembimbing:

dr. Didiet Pratignyo, Sp.PD-FINASIM

KEPANITERAAN DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON
APRIL - JUNI 2018
Abstrack:

Penelitian ini membahas tentang keterbatasan bukti yang tersedia mengenai hasil
jangka panjang pengobatan opioid dibandingkan dengan nonopioid untuk nyeri kronis.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan pengobatan opioid dibandingkan
nonopioid selama 12 bulan pada fungsi yang terkait dengan nyeri, intensitas nyeri, dan efek
samping.

Penelitian ini dilakukan selama 12 bulan, menggunakan randomized trial dengan


masked outcome assessment. Pasien direkrut dari klinik perawatan primer Veterans Affairs
dari Juni 2013 hingga Desember 2015; follow-up selesai Desember 2016. Kriteria inklusi
penelitian ini adalah pasien yang mengalami nyeri punggung kronis atau nyeri osteoarthritis
pinggul atau lutut dengan intensitas nyeri sedang atau berat walaupun dengan penggunaan
analgesik. Dari 265 pasien yang terdaftar, 25 pasien mengundurkan diri sebelum pengacakan
dan 240 pasien diacak.

Kedua intervensi (pengobatan opioid dan nonopioid) mengikuti strategi treat-to-target


yang bertujuan untuk meningkatkan nyeri dan fungsi. Setiap intervensi memiliki strategi
peresepan sendiri yang mencakup beberapa pilihan pengobatan dalam 3 langkah. Pada
kelompok opioid, langkah pertama adalah pemberian langsung morfin, oxycodone, atau
hydrocodone / asetaminofen. Untuk kelompok nonopioid, langkah pertama adalah pemberian
obat acetaminophen (paracetamol) atau anti-inflamasi nonsteroid. Obat-obatan diubah,
ditambahkan, atau disesuaikan dalam kelompok perawatan yang diberikan sesuai dengan
respons pasien individual.

Hasil penelitian yang paling utama yaitu mengenai fungsi yang terkait dengan nyeri
(menggunakan Skala Brief Pain Inventory [BPI] Interference) selama 12 bulan dan hasil
sekunder utama adalah intensitas nyeri (menggunakan skala keparahan BPI). Untuk kedua
skala BPI (kisaran, 0-10; skor yang lebih tinggi = fungsi yang lebih buruk atau intensitas
yang lebih nyeri), peningkatan 1 poin penting secara klinis. Hasil yang merugikan adalah
gejala-gejala yang terkait dengan penggunaan obat (berdasarkan daftar periksa pasien yang
dilaporkan; kisaran, 0-19).

Hasil penelitian ini, di antara 240 pasien yang diacak (usia rata-rata, 58,3 tahun;
wanita, 32 [13,0%]), sebanyak 234 (97,5%) pasien menyelesaikan percobaan. Kelompok
yang tidak berbeda secara signifikan pada fungsi yang terkait dengan nyeri selama 12 bulan
(secara keseluruhan P = .58); rata-rata skala BPI interference 12 bulan adalah 3,4 untuk
kelompok opioid dan 3,3 untuk kelompok nonopioid (perbedaan, 0,1 [95% CI, −0,5 hingga
0,7]). Intensitas nyeri secara signifikan lebih baik pada kelompok nonopioid selama 12 bulan
(secara keseluruhan P = .03); rata-rata skala keparahan BPI 12 bulan adalah 4.0 untuk
kelompok opioid dan 3,5 untuk kelompok nonopioid (perbedaan, 0,5 [95% CI, 0,0 hingga
1,0]). Gejala terkait pengobatan yang merugikan secara signifikan lebih umum pada
kelompok opioid selama 12 bulan (keseluruhan P = .03); rata-rata gejala yang berhubungan
dengan pengobatan pada 12 bulan adalah 1,8 pada kelompok opioid dan 0,9 pada kelompok
nonopioid (perbedaan, 0,9 [95% CI, 0,3 hingga 1,5]).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengobatan dengan opioid tidak lebih unggul
daripada pengobatan dengan obat nonopioid untuk meningkatkan fungsi terkait nyeri selama
12 bulan. Hasil penelitian tidak mendukung penggunaan awal terapi opioid untuk nyeri
punggung kronis atau nyeri osteoarthritis pinggul atau lutut dengan intensitas nyeri sedang
atau berat.

Pendahuluan:

Terapi opioid jangka panjang menjadi pengobatan standar untuk tatalaksana nyeri
muskuloskeletal kronis meskipun kurangnya data dengan kualitas tinggi mengenai manfaat
dan bahaya terapi tersebut.

Tingginya tingkat kematian akibat overdosis opioid telah menimbulkan pertanyaan


tentang penggunaan opioid untuk manajemen nyeri kronis. Karena adanya risiko bahaya yang
serius tanpa bukti yang cukup terhadap manfaat pengobatan, pedoman saat ini mencegah
penggunaan opioid untuk nyeri kronis. Tinjauan sistematis ini berdasarkan guideline, namun
tidak ada uji coba secara acak dari terapi opioid yang melaporkan hasil nyeri jangka panjang,
fungsi, atau kualitas hidup.

Strategies for Prescribing Analgesics Comparative Effectiveness (SPACE) adalah


pragmatic randomized trial yang membandingkan terapi opioid dengan terapi nonopioid
selama 12 bulan untuk pasien perawatan primer dengan nyeri punggung kronis atau nyeri
osteoarthritis pinggul atau lutut dengan tingkat keparahan minimal moderat meskipun
menggunakan analgesik. Hipotesisnya adalah bahwa pengobatan dengan opioid dibandingkan
nonopioid akan memberikan hasil yang lebih baik pada fungsi terkait nyeri dan intensitas
nyeri yang lebih baik dan lebih banyak efek samping.
Metode:

Dewan peninjau institusional Minneapolis Veterans Affairs (VA) menyetujui protokol


percobaan dan pasien memberikan persetujuan tertulis.

Desain penelitian pragmatis bertujuan untuk memaksimalkan penerapan terhadap


perawatan primer. Kriteria yang memenuhi syarat diinklusikan dalam pendaftaran dari
beragam pasien dari perawatan primer. Intervensi diberikan dengan fleksibilitas dalam
pemilihan obat dan dosis. Pasien diizinkan untuk berpartisipasi dalam terapi nyeri
nonfarmakologis di luar penelitian dan didorong untuk menyelesaikan penilaian hasil terlepas
dari partisipasi mereka dalam intervensi aktif.

Peserta penelitian yang digunakan adalah pasien yang memenuhi syarat yaitu
memiliki nyeri punggung kronis atau nyeri osteoarthritis pinggul atau lutut dengan intensitas
sedang sampai berat meskipun menggunakan analgesik. Nyeri kronis didefinisikan sebagai
nyeri hampir setiap hari selama 6 bulan atau lebih. Tingkat keparahan yang sedang atau lebih
parah ditentukan oleh skor 5 atau lebih dengan menggunakan skala 3-item yaitu intensitas
nyeri, gangguan kenikmatan hidup, dan gangguan aktivitas umum (PEG: Pain, Enjoyment,
General activity) (kisaran, 0-10) .

Pasien dengan terapi opioid jangka panjang dieksklusikan. Alasan lain untuk
pengeksklusian termasuk kontraindikasi untuk semua kelas obat di kedua kelompok,
termasuk kontraindikasi class-level opioid (misalnya, gangguan penggunaan zat aktif), dan
kondisi yang dapat mengganggu penilaian hasil (misalnya, harapan hidup <12 bulan). Pasien
dengan depresi berat atau gejala gangguan stres pasca-trauma tidak dikecualikan karena
pasien ini sering menerima opioid dalam praktek.

Pasien direkrut dari 62 dokter perawatan primer Minneapolis VA dari Juni 2013
hingga Desember 2015. Dokter perawatan primer ditempatkan di beberapa klinik yang
berafiliasi dengan Sistem Perawatan Kesehatan Minneapolis VA, termasuk klinik di gedung
pusat medis utama dan 4 klinik rawat jalan di area metropolitan Minneapolis-Saint
Paul yang lebih besar. Pasien yang berpotensi memenuhi syarat diidentifikasi dengan
mencari electronic health record (EHR) untuk diagnosis nyeri punggung, pinggul, atau lutut
pada kunjungan perawatan primer di bulan sebelumnya. Personel penelitian memeriksa
pasien melalui telepon dan kemudian melakukan tinjauan grafik yang terfokus.
Untuk memastikan jumlah pasien seimbang antara pasien dengan nyeri punggung dan
osteoarthritis pada setiap kelompok, pengacakan dibagi berdasarkan diagnosis nyeri primer.
Kira-kira 1 minggu setelah kunjungan pendaftaran, pasien bertemu dengan apoteker studi
klinis, yang memulai pengacakan kelompok menggunakan aplikasi studi terprogram yang
secara otomatis menetapkan posisi yang tidak digunakan berikutnya dalam tabel pengacakan.
Proses ini secara bersamaan menginformasikan apoteker dan pasien dari tugas kelompok.
Dokumentasi EHR memberitahu dokter perawatan primer pasien tentang partisipasi studi dan
tugas kelompok. Obat studi terlihat dalam EHR. Penilai hasil blinded untuk tugas kelompok.

Pengobatan disampaikan menggunakan model perawatan nyeri kolaboratif dengan


efektivitas yang ditunjukkan. Pada kedua kelompok, pasien menerima pemantauan gejala
terstruktur dan pendekatan treat-to-target untuk manajemen pengobatan yang disampaikan
terutama oleh seorang apoteker tunggal. Setelah pengacakan, apoteker meninjau obat yang
digunakan sebelumnya dan mengidentifikasi tujuan fungsional individu. Rejimen pengobatan
awal ditentukan oleh kelompok yang ditugaskan dan pertimbangan seperti terhadap
preferensi pasien dan komorbiditas. Kunjungan follow-up dilakukan setiap bulan hingga
rejimen stabil ditetapkan, kemudian kunjungan dilakukan setiap 1 sampai 3 bulan. Kunjungan
dilakukan secara langsung pada 6 dan 12 bulan jika memungkinkan dan sebagian besar
melalui telepon. Kedua intervensi menggunakan 3 langkah pengobatan. Obat-obatan
disesuaikan dalam kelompok yang ditugaskan untuk mencapai peningkatan target skor PEG
dan perkembangan terhadap sasaran individu. Obat-obatan studi dibagikan dari apotek VA.

Per protokol, pasien dalam kelompok opioid mulai mendapatkan opioid immediate-
release (IR). Langkah 1 adalah morfin IR, hydrocodone / acetaminophen, dan oxycodone IR.
Langkah 2 adalah morfin sustained-action (SA) dan oxycodone SA. Langkah 3 adalah
fentanyl transdermal. Terapi opioid tunggal lebih disukai, tetapi terapi ganda dengan opioid
SA dijadwalkan dan opioid IR yang diperlukan dipertimbangkan berdasarkan kebutuhan dan
preferensi pasien. Opioid dititrasi dengan dosis harian maksimum 100 morfin-equivalent
(ME) mg. Jika dosis dititrasi hingga 60 ME mg/d tanpa respon, rotasi ke opioid lain
dipertimbangkan sebelum dosis eskalasi.

Dalam kelompok obat nonopioid, langkah 1 adalah pemberian acetaminophen


(parasetamol) dan obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID). Langkah 2 termasuk obat oral
adjuvan (seperti nortriptyline, amitriptyline, gabapentin) dan analgesik topikal (seperti,
capsaicin, lidocaine). Langkah 3 termasuk obat yang membutuhkan otorisasi sebelumnya dari
klinik VA (yaitu, pregaba-lin, duloxetine) dan tramadol. Pasien awalnya diberi resep obat
langkah 1, kecuali semuanya secara klinis tidak sesuai. Perubahan selanjutnya termasuk
titrasi, penggantian, atau penambahan obat.

Pasien diinstruksikan untuk menerima obat untuk nyeri punggung, pinggul, atau lutut
hanya dari penelitian. Terapi nonfarmakologis di luar penelitian diizinkan. Jika pasien
menginginkan penghentian semua obat studi, mereka dialihkan kembali ke obat nyeri
sebelum pendaftaran penelitian. Kepatuhan obat dipantau melalui diskusi dengan pasien dan
memeriksa situs web program pemantauan resep negara.

Sebelum pengacakan, pasien diminta untuk menyatakan kelompok perlakuan yang


mereka sukai, persepsi efektivitas dan keamanan obat opioid dan nonopioid, dan harapan
untuk perbaikan pada skala 0 hingga 10 (skor lebih tinggi = lebih menguntungkan).

Hasil utama adalah fungsi yang terkait dengan nyeri, dinilai dengan 7-item skala Brief
Pain Inventory (BPI) interference. Intensitas nyeri, yang merupakan hasil sekunder utama,
dinilai dengan 4-item skala keparahan BPI. Kedua skala BPI menghasilkan skor 0 hingga 10
(skor lebih tinggi = fungsi atau intensitas nyeri yang lebih buruk). Hasil yang merugikan
utama adalah daftar laporan pasien mengenai 19 gejala terkait penggunaan obat, dimodifikasi
dari versi asli dengan menambahkan efek analgesik umum (mis., masalah ingatan dan
berkeringat).

Hasil sekunder adalah sebagai berikut: pengukuran kualitas hidup 12-item Veteran
RAND (VR-12) (rentang, 0-100; skor lebih tinggi = kualitas hidup yang lebih baik, standar
rata-rata 50), 11 -Item Roland-Morris Disability Questionnaire (RMDQ) mengukur fungsi
fisik yang terkait dengan nyeri (rentang, 0-11; skor lebih tinggi = fungsi buruk, MCID = 2.0),
8-Item Patient Health Questionnaire (PHQ-8) mengenai pengukuran depresi (kisaran, 0-24;
skor yang lebih tinggi = depresi yang lebih buruk, MCID = 5), 7-Item Generalized Anxiety
Disorder measure (GAD-7; rentang, 0-21; skor yang lebih tinggi = kecemasan yang lebih
buruk, MCID = 5); Patient-Reported Outcomes Measurement Information System (PROMIS)
mengenai gangguan tidur bentuk pendek (kisaran, 8-32; skor lebih tinggi = gangguan tidur
yang lebih buruk); kuesioner Migraine Disability Assessment (MIDAS) (kisaran, 0-270; skor
yang lebih tinggi = sakit kepala yang lebih buruk), Arizona Sexual Experience Scale (ASEX;
kisaran 5-30; skor lebih tinggi = fungsi seksual yang lebih buruk); dan skala
Multidimensional Fatigue Inventory (MFI) mengenai kelelahan umum, kelelahan mental,
kelelahan fisik, berkurangnya aktivitas, dan berkurangnya motivasi (untuk setiap skala:
rentang, 4-20; skor lebih tinggi = lebih buruk, MCID = 2). Tambahan hasil sekunder yang
tidak dilaporkan di sini adalah kesan global perubahan nyeri, Fullerton Advanced Balance
scale, kecepatan jalan 6 meter, chair stand, tes kekuatan genggaman, toleransi nyeri dingin,
free testosterone, dan Indiana University Telephone-Based Assessment of
Neuropsychological Status.

Pada setiap penilaian, pasien melaporkan mengenai riwayat rawat inap baru,
kunjungan gawat darurat (IGD), dan berapa kali pasien terjatuh. Rawat inap VA dan kejadian
DE diidentifikasi dengan mencari database EHR dari pendaftaran hingga 13 bulan setelah
pengacakan. Dua penilai independen menentukan apakah kejadian terkait analgesik.
Perbedaan dipecahkan dengan diskusi.

Penyalahgunaan opioid menggambarkan penggunaan opioid dengan cara selain dari


yang ditentukan. Penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan untuk mengevaluasi
potensi penyalahgunaan, termasuk pengawasan catatan media untuk bukti " doctor-shopping
" (mencari pengobatan dari beberapa dokter), pengalihan, gangguan penggunaan zat, atau
kematian; memeriksa situs web program pemantauan keadaan resep pada setiap kunjungan
dan sesuai kebutuhan; dan melengkapi Addiction Behavior Checklist pada setiap kunjungan
intervensi. Addiction Behavior Checklist mengukur perilaku yang berhubungan dengan obat
yang salah yang mungkin menunjukkan penyalahgunaan (rentang, 0-20; skor yang lebih
tinggi = perilaku yang lebih menyimpang; 3 = lama untuk penyalahgunaan opioid). Pada
penilaian 6 bulan dan 12 bulan, pasien menyelesaikan pengukuran laporan diri dan menjalani
tes obat urin. Penggunaan zat dinilai dengan Alcohol Use Disorders Identification Test
(AUDIT) dan pertanyaan penggunaan obat dari National Institute on Drug Abuse screening
tool.

Analisis adalah niat untuk mengobati, dengan semua pasien termasuk dalam
kelompok perawatan yang ditugaskan. Skala tidak dinilai jika kurang dari 70% dari item-item
yang diselesaikan. Ketika kurang dari 30% item hilang, rata-rata item yang tidak digunakan
untuk pengukuran yang dinilai sebagai rata-rata, dan data “hitungan” yang hilang dihitung
sebagai 0.

Hasil Penelitian:

Dari 265 pasien yang terdaftar, 25 pasien mengundurkan diri sebelum pengacakan dan
240 pasien telah diacak. Tingkat follow-up adalah 92% pada 3 bulan (106 pada kelompok
opioid dan 115 pada kelompok nonopioid), 97% pada 6 bulan (116 pada setiap kelompok),
90% pada 9 bulan (108 pada kelompok opioid dan 107 di kelompok nonopioid), dan 98%
pada 12 bulan (117 dalam setiap kelompok). Dua pasien dikeluarkan sebelum menyelesaikan
penilaian follow-up dan dieksklusikan; 1 pasien yang diacak untuk opioid menolak untuk
memulai terapi opioid; semua yang lain menerima terapi yang ditugaskan.

Usia rata-rata adalah 58,3 tahun (kisaran, 21-80) dan 32 pasien (13,0%) adalah
perempuan. Untuk diagnosis nyeri primer, 156 pasien (65%) mengalami nyeri punggung dan
84 pasien (35%) mengalami nyeri osteoarthritis pinggul atau lutut. Kelompok opioid
memiliki 25 perokok aktif (21%) dan kelompok nonopioid memiliki 13 perokok aktif (11%).
Mengenai preferensi kelompok pengobatan, pada kelompok opioid, 72 pasien (60%) tidak
memiliki preferensi dan 25 pasien (21%) memilih opioid. Pada kelompok nonopioid, 51
pasien (43%) tidak memiliki preferensi dan 44 pasien (37%) memilih opioid.

Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam fungsi yang terkait dengan nyeri antara
dua kelompok selama 12 bulan (secara keseluruhan P = 0,58). Pada 12 bulan, rata-rata nilai
skala BPI interference adalah 3,4 pada kelompok opioid (SD, 2,5) vs 3,3 pada kelompok
nonopioid (SD, 2,6); perbedaan, 0,1 (95% CI, −0,5 hingga 0,7). Intensitas nyeri secara
signifikan lebih baik pada kelompok nonopioid selama 12 bulan (secara keseluruhan P = .03).
Pada 12 bulan, rata-rata nilai skala BPI severity adalah 4.0 pada kelompok opioid (SD, 2.0)
vs 3.5 pada kelompok nonopioid (SD, 1.9); perbedaan, 0,5 (95% CI, 0,0-1,0).
Respon fungsional (≥30% peningkatan pada BPI interference ) terjadi pada 69 pasien
(59,0%) pada kelompok opioid vs 71 pasien (60,7%) pada kelompok nonopioid; perbedaan,
−1,7% (95% CI, −14,4 hingga 11,0); P = 0,79. Respon intensitas nyeri (≥30% peningkatan
pada BPI severity) terjadi pada 48 pasien (41,0%) pada kelompok opioid vs 63 pasien
(53,9%) pada kelompok nonopioid; perbedaan, −12.8% (95% CI, −25.6 hingga 0.0); P =
0.05.

Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan tidak berbeda secara signifikan
antara 2 kelompok (kesehatan fisik secara keseluruhan: P = 0,23; perbedaan pada 12 bulan,
−1,3 [95% CI, −3,8 hingga 1,3]; kesehatan mental secara keseluruhan: P = 0,40 ; perbedaan
pada 12 bulan, 0,7 [95% CI, −2,4 hingga 3,8]). Dari hasil sekunder yang tersisa, hanya
kecemasan yang secara signifikan berbeda antar kelompok.

Kelompok opioid memiliki gejala yang berhubungan dengan obat secara signifikan
lebih dari 12 bulan dibandingkan kelompok nonopioid (secara keseluruhan: P = 0.03;
perbedaan pada 12 bulan, 0,9 [95% CI, 0,3 hingga 1,5]).

Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hasil yang merugikan atau kemungkinan
tindakan penyalahgunaan. Dua kunjungan rawat inap atau kunjungan ED ditentukan terkait
analgesik: 1 rawat inap di kelompok nonopioid dan 1 kunjungan ED dalam kelompok opioid.
Tidak ada kematian, "doctor-shopping", pengalihan, atau diagnosis gangguan penggunaan
opioid terdeteksi.

Jumlah dan durasi kunjungan studi serupa dalam 2 kelompok. 23 pasien (19%) pada
kelompok opioid dan 10 pasien (8%) pada kelompok nonopioid yang menghentikan
pengobatan studi. Sebagian besar pasien dalam kelompok opioid menerima terapi dosis
rendah atau sedang. Dalam setiap periode 90-hari follow-up, kurang dari 15% pasien pada
kelompok opioid memiliki dosis rata-rata 50 mg / d atau lebih.

Pada kelompok nonopioid, tramadol dibagikan kepada 4 pasien (3%), 6 pasien (5%),
8 pasien (7%), dan 13 pasien (11%) pada hari pertama, kedua, ketiga, dan keempat dalam 90
hari follow-up windows.

Tes pasca hoc untuk interaksi diagnosis nyeri primer (mis. Nyeri punggung, nyeri
osteoarthritis) oleh kelompok perlakuan terhadap nyeri yang dideritanya tidak signifikan
secara statistik (P = 0.25 untuk BPI interference, P = 0.34 untuk BPI severity). Untuk subgrup
nyeri punggung pada 12 bulan, BPI interference 2,9 pada kelompok opioid (SD, 2.1) vs 3.3
pada kelompok nonopioid (SD, 2.6); perbedaan, −0.4 (95% CI, −1.2 hingga 0.3); Pada BPI
severity yaitu 3,7 pada kelompok opioid (SD, 1,8) vs 3,6 pada kelompok nonopioid (SD, 2,0);
perbedaan, 0,1 (95% CI, −0,5 hingga 0,8). Untuk subgroup nyeri osteoarthritis pinggul atau
lutut pada 12 bulan, skala BPI interference adalah 4,4 pada kelompok opioid (SD, 2.8) vs 3.4
pada kelompok nonopioid (SD, 2.6); perbedaan, 1.1 (95% CI, −0.1 hingga 2.3); Pada BPI
severity adalah 4,5 dalam kelompok opioid (SD, 2.2) vs 3.4 pada kelompok nonopioid (SD,
1.8); perbedaan, 1.1 (95% CI, 0,2 hingga 2,0).

Dalam analisis sensitivitas pasca hoc, disesuaikan untuk status merokok dasar, hasil
tidak secara substansial berubah (BPI interference disesuaikan secara keseluruhan, P = 0,65;
BPI severity disesuaikan secara keseluruhan, P = 0,05; gejala yang terkait dengan
penggunaan obat yang disesuaikan secara keseluruhan, P =0.03).

Diskusi:

Di antara pasien dengan nyeri punggung kronis atau nyeri osteoarthritis pinggul atau
lutut, pengobatan dengan opioid dibandingkan dengan obat-obatan non-opioid tidak
menghasilkan fungsi terkait nyeri yang lebih baik secara signifikan selama 12 bulan.
Perawatan nonopioid dikaitkan dengan intensitas nyeri yang secara signifikan lebih baik,
tetapi kepentingan klinis dari temuan ini tidak jelas; nilainya kecil (0,5 poin pada skala 0-10
BPI severity) dan kurang dari MCID 1,0. Opioid menyebabkan gejala merugikan terkait obat
yang lebih signifikan dibandingkan dengan pengobatan nonopioid. Secara keseluruhan,
opioid tidak menunjukkan keuntungan apa pun dibandingkan obat nonopioid yang memiliki
potensi risiko bahaya yang lebih besar.

Di antara hasil sekunder, hanya gejala kecemasan yang secara statistik lebih baik pada
kelompok opioid. Temuan ini konsisten dengan peran sistem opioid endogen dalam stres dan
gangguan emosional. Pentingnya temuan ini tidak pasti karena besarnya perbedaan dalam
kecemasan kecil dan tingkat kecemasan keseluruhan rendah (9% pasien memiliki gejala
kecemasan dengan tingkat keparahan sedang pada awal).

Tinjauan sistematis terbaru telah menyimpulkan bahwa opioid memiliki efek


menguntungkan yang lebih kecil pada nyeri dibandingkan dengan plasebo yang mungkin
melebihi efek samping yang umum. Penelitian observasional telah menemukan bahwa
pengobatan dengan terapi opioid jangka panjang dikaitkan dengan hasil nyeri yang buruk,
lebih besar gangguan fungsional, dan tingkat pasien yang kembali bekerja lebih rendah.
Dalam uji coba ini, fungsi yang terkait dengan nyeri meningkat untuk sebagian besar pasien
di masing-masing kelompok. Hasil yang buruk terhadap rasa nyeri terkait dengan pengobatan
opioid jangka panjang dalam penelitian observasional mungkin disebabkan oleh kelebihan
peresepan obat dan tidak cukupnya sumber daya dalam manajemen nyeri daripada
disebabkan akibat efek negatif opioid. Percobaan ini tidak memiliki kekuatan statistik yang
cukup untuk memperkirakan tingkat kematian, gangguan penggunaan opioid, atau bahaya
serius lainnya yang terkait dengan opioid yang ditentukan.

Desain pragmatis percobaan ini memiliki beberapa keunggulan. Pertama, pasien yang
terdaftar memiliki karakteristik yang mirip dengan pasien yang menerima opioid dalam
perawatan primer VA, termasuk pasien dengan depresi dan gangguan stres pasca trauma.
Kedua, fleksibilitas pengobatan dalam kelompok yang ditugaskan memfasilitasi retensi studi
yang tinggi. Ketiga, pendekatan treat-to-target mencerminkan praktik klinis lebih dekat
daripada pendekatan yang membandingkan obat tunggal atau dosis tetap dan memungkinkan
manfaat yang maksimal untuk pasien. Karena pengobatan individu efektif hanya untuk
sebagian kecil pasien dengan nyeri kronis, pemeriksaan ulang terstruktur dan penyesuaian
obat mungkin diperlukan untuk pengobatan farmakologis yang efektif.

Hanya sedikit data yang tersedia mengenai dosis opioid optimal untuk nyeri, fungsi,
dan tolerabilitas. Sebuah uji meta-analisis dari nyeri punggung kronis menemukan manfaat
tambahan dari dosis opioid yang lebih besar, tetapi menyimpulkan manfaat terlalu kecil
"menjadi penting secara klinis bahkan pada dosis tinggi." Studi meta-analisis lain dari uji
coba opioid untuk nyeri muskuloskeletal pada orang dewasa yang lebih tua tidak ditemukan
hubungan dosis dengan rasa nyeri atau fungsi. Pedoman peresepan opioid terbaru
merekomendasikan penggunaan dosis harian yang rendah. Penelitian ini dirancang untuk
mengidentifikasi rejimen pengobatan dengan keseimbangan terbaik antara manfaat dan
tolerabilitas untuk setiap pasien dan pengobatan yang diizinkan dengan kisaran dosis opioid
rendah hingga dosis sedang-tinggi.

Dengan desain pragmatis, percobaan ini tidak membutuhkan tingkat kepatuhan yang
tinggi untuk mempelajari obat-obatan tersebut. Penelitian ini memiliki kelanjutan pengobatan
aktif yang tinggi dan mempelajari tingkat retensi, sehingga hasilnya mencerminkan hasil pada
berbagai tingkat kepatuhan pengobatan.
Keterbatasan:

Studi ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, kerumitan intervensi menghalangi


masking pasien. Karena hasil penelitian utama adalah dari laporan pasien, maka dapat
berpotensi menjadi bias pada hasil pelaporan yang kemungkinan akan mendukung
penggunaan opioid. Kedua, terdapat ketidakseimbangan dalam preferensi pengobatan
sebelum pengacakan pasien. Efek apa pun dari ketidakseimbangan ini kemungkinan akan
mendukung penggunaan opioid. Ketiga, karena penelitian ini dilakukan di klinik VA,
karakteristik pasien berbeda dari populasi umum, terutama dalam distribusi jenis kelamin.
Keempat, pasien dengan ketergantungan opioid fisiologis karena penggunaan opioid yang
sedang dieksklusikan, sehingga hasilnya tidak berlaku untuk populasi ini.

Kesimpulan:

Pengobatan dengan opioid tidak lebih unggul daripada pengobatan dengan obat
nonopioid untuk meningkatkan fungsi terkait nyeri selama 12 bulan. Hasil penelitian tidak
mendukung penggunaan awal terapi opioid untuk nyeri punggung kronis atau nyeri
osteoarthritis pinggul atau lutut dengan intensitas nyeri sedang atau berat.

Anda mungkin juga menyukai