Anda di halaman 1dari 96

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN

MINUM OBAT PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI

SKRIPSI

Oleh :

TUTIK HANDAYANI

NIM. 15.20.035

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

MALANG

2019

i
LEMBAR PERSETUJUAN

MENGIKUTI UJIAN SIDANG AKHIR

Bahwa Proposal Skripsi ini :


Nama : Tutik Handayani
NIM : 15.20.035
Judul Skripsi : Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Minum Obat
Pada Lansia Penderita Hipertensi
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan
Pada Tanggal 21 Januari 2019

Oleh :

Kepanjen, 16 Januari 2019

Pembimbing I Pembimbing II

RIZA FIKRIANA, M.Kep FRASTIQA FAHRANY, M.BIOMED


NIK. 200712004 NIK. 201609063

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Proposal ini telah disetujui oleh pembimbing penyusunan Skripsi Program


Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kepanjen pada :

Hari / Tanggal : 21 Januari 2019

Kepanjen, 16 Januari 2019

Pembimbing I Pembimbing II

RIZA FIKRIANA, M.Kep FRASTIQA FAHRANY, M.BIOMED


NIK. 200712004 NIK. 201609063

Mengetahui,

Ketua Program Studi S1 Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kepanjen

TRI NURHUDI SASONO, M.Kep


NIK. 200811005

iii
SURAT PERNYATAAN

SKRIPSI BUKAN JIPLAKAN

Sebagai bentuk pertanggung jawaban saya sebagai mahasiswa Sekolah


Tinggi Ilmu Kesehatan Kepanjen Kabupaten Malang dalam rangka penyusunan
Skripsi dengan ini menyatakan bahwa saya :

Nama : Tuitk Handayani

NIM : 15.20.035

Judul Skripsi : Hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat


pada lansia penderita hipertensi di wilayah Turen Kabupaten
Malang.

Menyatakan bahwa skripsi sebagaimana judul tersebut diatas adalah betul-


betul bukan skripsi jiplakan milik orang lain, dengan demikian bila nanti ada yang
membuktikan secara syah adalah jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi
gugur dan wajib membuat kembali dengan judul baru dan bila diketahui setelah
saya lulus sebagaimana UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional siap dicabut gelar/ijazahnya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan agar dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.

Yang membuat pernyataan

Mahasiswa

Tutik Handayani

NIM. 15.20.021

iv
CURRICULUM VITAE

Nama : Tutik Handayani

NIM : 15.20.035

Progam studi : S1-Keperawatan

Tempat/Tanggal lahir : Malang, 02 Agustus 1997

Alamat : Jl. Ragil 15/06 Sidorejo-Pagelaran

Kecamatan Pagelaran Kabupaten Malang

Riwayat Pendidikan

Tahun : Lulus TK

Tahun : Lulus SDN Sidorejo 02

Tahun : Lulus SMPN 1 Pagelaran

Tahun : Lulus SMK Islam Kepanjen

Tahun : Terdaftar sebagai Mahasiswi Progam Studi S1

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kepanjen

v
MOTTO

Bekerja keras dan bersikap baiklah. Hal luar biasa akan terjadi.

Conan O’ Brien

vi
HALAMAN PERSEMBAHAN

ِ‫الر ِحي ِْم‬


َّ ‫ن‬ِِ ‫الر ْح َم‬ ِِّ ‫ِب ْس ِِم‬
َّ ‫للا‬
Allhamdulillah Hirobbil Alamin

Teriring doa dan segala rasa syukur kehadirat Allah SWT

Kupersembahkan harta kecil ini sebagai tanda bakti dan cinta kasih teruntuk
orang-orang yang tersayang

Buat Ayah yang aku sayangi yang selalu mengawasi meski berada ditempat yang
jauh disana

Dan ibu yang selalu aku cintai yang telah memberikan cinta kasih, kesabaran,
bekerja kerja dan doa-doa setiap nafasnya

Sahabat-sahabatku,

Melya Intan dan Dita Ayuhana

Terima kasih untuk 4 tahun ini yang selalu membuatku bahagia selalu
memberikan keceriaan dalam hidupku, semoga kita selalu bersama seperti ini
sampai kita tua nanti

Teman seperjuangan

Teman-teman S1-4A yang telah berjuang bersama selama 4 tahun ini demi
menggapai mimpi dan masa depan

Serta Bapak/Ibu dosen yang telah senantiasa sabar membimbing dan membantu
dengan ikhlas

vii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah
dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Proposal Penelitian Skripsi
dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Minum
Obat Pada Penderita Hipertensi Pada Lansia Penderita Hipertensi” sebagai
salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Program Studi S1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kepanjen.

Selesainya penulisan Proposal Penelitian Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
dan dukungan berbagai pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, maka
dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:

1. Ibu Riza Fikriana, S.Kep, Ns., M.Kep selaku Ketua STIKes Kepanjen, yang
telah memberikan izin sekaligus menyetujui penyusunan proposal penelitian.

2. Bapak Tri Nurhudi Sasono, S.Kep, Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi
S1 Keperawatan STIKes Kepanjen, yang telah memberikn izinnya untuk
melakukakan penelitian.

3. Ibu Riza Fikriana, S.Kep, Ns., M.Kep, selaku pembimbing I. Termakasih atas
kesediaan meluangkan waktu serta motivasinya selama proses bimbingan.

4. Ibu Frastiqa Fahrany, S.Kep, Ns., M.Biomed, selaku pembimbing II.


Terimakasih atas kesabaran serta arahan yang telah diberikan dalam
membimbing peneliti.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dan kelemahan dalam


penulisan Proposal Penelitian Skripsi ini. Oleh sebab itu penulis mengharapkan
kritik dan saran dari berbagai pihak demi perbaikan dan penyempurnaan Proposal
ini dan semoga karya ini berguna bagi penulis sendiri maupun pihak lain.

Malang, 14 Januari 2019

Penulis

viii
ABSTRAK

ix
ABSTRAK

x
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN MENGIKUTI UJIAN PROPOSAL ............. ii
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN ........................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI................................................................................................... v
DAFTAR TABEL.......................................................................................... viii
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xi
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................ 3
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................... 3
1.3.2 Tujuan khusus .................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 4
1.4.1 Manfaat Teknis .................................................................. 4
1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................. 4
1.5 Batasan Penelitian ....................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN TEORI ........................................................................... 6
2.1 Konsep Pengetahuan ................................................................... 6
2.1.1 Pengertian Pengetahuan ..................................................... 6
2.1.2 Tingkat Pengetahuan.......................................................... 6
2.1.3 Kriteria Pengetahuan.......................................................... 7
2.1.4 Cara memperoleh Pengetahuan ......................................... 8
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengetahuan ............... 10
2.1.6 Pengukuran Pengetahuan ................................................... 12
2.2 Konsep Hipertensi....................................................................... 13
2.2.1 Pengertian Hipertensi ......................................................... 13
2.2.2 Klasifikasi Hipertensi ........................................................ 13
2.2.3 Etiologi Hipertensi ............................................................. 14
2.2.4 Patofisiologi Hipertensi ..................................................... 15
xi
2.2.5 Faktor yang mempengaruhi Hipertensi .............................
2.2.6 Tanda dan Gejala Hipertensi.............................................. 17
2.2.7 Komplikasi Hipertensi ....................................................... 17
2.2.8 Usaha Pencegahan Hipertensi ............................................ 18
2.2.9 Penatalaksanan Hipertensi ................................................. 19
2.3 Konsep Kepatuhan ...................................................................... 22
2.3.1 Pengertian Kepatuhan ........................................................ 22
2.3.2 Ketidakpatuhan .................................................................. 22
2.3.3 Faktor yang mempengaruhi Kepatuhan ............................ 22
2.3.4 Cara Mengukur Kepatuhan ............................................... 24
2.4 Konsep Lansia............................................................................. 25
2.4.1 Pengertian Lansia ............................................................... 25
2.4.2 Teori Proses Lansia ............................................................ 25
2.4.3 Klasifikasi Lansia .............................................................. 30
2.4.4 Batasan Lansia ................................................................... 30
2.4.5 Karakteristik Lansia ........................................................... 31
2.4.6 Tipe-Tipe Lansia ................................................................ 32
2.4.7 Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia .................. 33
2.4.8 Tugas Perkembangan Lansia ............................................. 36
2.4.9 Penyakit yang sering di jumpai pada lansia ...................... 38
2.5 Kerangka Konsep ....................................................................... 39
2.6 Hipotesa ...................................................................................... 40
BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................. 42
3.1 Desain Penelitian ......................................................................... 42
3.2 Waktu Dan Tempat Penelitian ..................................................... 42
3.3 Kerangka Kerja (Frame Work) .................................................... 43
3.4 Desain Sampling .......................................................................... 44
3.4.1 Populasi .............................................................................. 44
3.4.2 Sample ............................................................................... 44
3.4.3 Sampling ............................................................................ 45
3.4.4 Besar Sample ..................................................................... 45
3.5 Definisi Operasional .................................................................... 46
3.6 Proses Pengumpulan Data............................................................ 48
3.6.1 Instrumen Penelitian .......................................................... 48
xii
3.6.2 Uji Validitas Dan Uji Reabilitas ........................................ 49
3.6.3 Pengolahan Data ................................................................ 49
3.7 Proses pengolahan data ................................................................ 51
3.8 Teknik Analisa data ..................................................................... 52
3.9 Etika Penelitian ............................................................................ 53
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 54
LAMPIRAN

xiii
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7.......................... ... 13
Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan tingkat pengetahuan dengan
kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi
......................................................... 47

xiv
DAFTAR BAGAN
Hal
Bagan 2.1 Hubungan Hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum
obat pada lansia penderita
hipertensi................................................ .......................... 25
Bagan 3.1 Kerangka kerja Hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan
minum obat pada Lansia penderita
hipertensi........................................................................... 39

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Lembar Permohonan Ijin Studi Pendahuluan

Lampiran 2:

Lampiran 3: Surat-surat

Lampiran 4: Lembar Konsultasi

Lampiran 5:

xvi
DAFTAR SINGKATAN

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar


Lansia : Lanjut Usia
WHO : World Health Organization
JNC : Join National Committe
ACE : Angiotensin-Converting Enzyme
SPSS : Statistical Package for Social Science
MMAS : Modified Morisky Adherence Scale
Dinkes : Dinas Kesehatan

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi seringkali disebut Tekanan darah tinggi suatu penyakit pada

sistem peredaran darah, yang ditandai dengan kenaikan tekanan darah diatas

batas normal 140/90 mmHg. Hipertensi ini dapat menyerang siapa saja

seringkali hipertensi tidak menimbulkan gejala jika tidak segera di tangani

akan menimbulkan komplikasi. Penyakit ini menjadi muara beragam penyakit

degeneratif yang bisa mengakibatkan kematian (Purnomo, 2009 ; Susilo,

2012).

Saat ini terdapat 600 juta penderita darah tinggi, di dunia, hipertensi

diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian, sekitar 13% dari total seluruh

kematian dan memperkirakan pada tahun 2025 terjadi kenaikan sekitar 80 %,

Menurut World Health Organization (WHO,2013). Di Indonesia pada orang

usia 18 tahun ke atas di sejumlah daerah telah mencapai 31,7% dari total

penduduk dewasa. Data hasil Riskesdas (2013), menunjukkan hipertensi di

Indonesia sebesar 26%. Data dinas kesehatan provinsi Jawa Timur pada tahun

2011, di Malang hipertensi urutan ke tiga dari 10 kasus rawat jalan di rumah

sakit yaitu sebanyak 424 kasus (10%) dan urutan ke empat dalam 10 penyebab

kematian yaitu 11% (Profil Dinkes Provini Jawa Timur, 2011).

Salah satu faktor terjadinya peningkatan prevalensi pada lansia penderita

hipertensi diatas salah satunya dikarenakan ketidakpatuhan dalam minum obat

pada lansia penderita hipertensi. Ketidakpatuhan lansia dalam menjalani terapi

pengobatan perlu mendapat perhatian khusus (Erdine & Arslan, 2013). Klien
1
2

yang tidak patuh terhadap pengobatan akan memperburuk kondisinya, tanpa

penanganan yang baik, penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi seperti

stroke, serangan jantung, gagal jantung bahkan menyebabkan kematian.

(Sinuraya, dkk, 2018), Beberapa alasan lansia tidak patuh adalah sifat

penyakit yang tidak menimbulkan gejala, pengobatan jangka panjang, efek

samping obat, biaya yang mahal serta pengetahuan yang kurang tentang

kepatuhan minum obat (Morgado et al, 2011).

Pentingnya kepatuhan lansia dalam pengobatan hipertensi, maka

diperlukan pengetahuan tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan

hipertensi. Pengetahuan merupakan hal yang penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang. Perilaku seseorang didasari oleh pengetahuan

(Notoatdmojo, 2011). Kurangnya pengetahuan lansia penderita hipertensi

tentang bahaya penyakit hipertensi itu sendiri banyak yang mengabaikan

pengobatan pada penyakitnya (Morisky & Munter,2009).

Salah satu cara untuk mengontrol tekanan darah pada lansia penderita

hipertensi yaitu dengan rutin minum obat. Tapi kenyataanya banyak lansia

yang mengabaikan pengobatannya dengan tidak minum obat secara rutin,

penderita hipertensi tidak mematuhi anjuran tenaga kesehatan, dan seringkali

meminum obat jika sedang sakit. Salah satu upaya dalam mengontrol tekanan

darah pada penderita hipertensi dengan cara minum obat secara teratur. Maka

diharapkan penderita hipertensi minum obat secara teratur setiap hari, serta

memberikan infromasi tentang pengetahuan kepatuhan minum obat pada

penderita hipertensi (Morisky & Munter, 2009).


3

Berdasarakan studi pendahuluan yang dilaksanakan pada bulan oktober

2018 tentang tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pada

penderita hipertensi di wilayah Turen Kabupaten Malang. Hasil wawancara

dengan pengurus posyandu lansia terdapat 150 lansia yang memiliki hipertensi

dan mengkonsumi obat. Mereka yang menderita hipertensi mengabaikan

pengobatannya, karena mereka kurang pengetahuan tentang kepatuhan minum

obat.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pada

penderita hipertensi di Posyandu Wilayah Turen Kabupaten malang.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah yang dapat

diambil adalah ‘’ Apakah ada hubungan tingkat pengetahuan dengan

kepatuhan minum obat pada lansia penderita hipertensi di Posyandu Lansia

Wilayah Turen Kabupaten malang.?’’

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan

minum obat pada lansia penderita hipertensi di Posyandu Lansia

Wilayah Turen Kabupaten malang.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan pada lansia penderita

hipertensi di Posyandu Lansia Wilayah Turen Kabupaten malang.


4

2. Mengidentifikasi Kepatuhan minum obat pada lansia penderita

hipertensi di Posyandu Lansia Wilayah Turen Kabupaten malang.

3. Mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan

minum obat pada lansia penderita hipertensi di Posyandu Lansia

Wilayah Turen Kabupaten malang.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi referensi atau masukan

bagi perkembangan ilmu keperawatan dan menambah kajian ilmu

khususnya dalam ilmu keperawatan.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan Hasil dari penelitian ini bisa dipakai sebagai acuan

pengetahuan dan sumber informasi dalam mengembangkan

penlitian selanjutnya di bidang keperawatan mengenai Hubungan

tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat penderita

lansia hipertensi di Posyandu Lansia Wilayah Turen Kabupaten

malang.

2. Bagi ilmu keperawatan

Diharapkan Dari hasil penelitian ini bisa digunakan tenaga

kesehatan sebagai masukan dalam memberikan asuhan

keperawatan pada penderita hipertensi.


5

3. Bagi Instansi pendidikan

Penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai sumber informasi

dalam pengembangan keperawatan sekaligus sumber data bagi

penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan tingkat pengetahuan

dengan kepatuhan minum obat pada lansia penderita hipertensi.

4. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan dan kemampuan peneliti dalam

memberikan intervensi pada penderita hipertensi.

1.5 Batasan Penelitian

Penelitian ini di batasi yaitu pasien yang menderita hipertensi di Posyandu

Lansia Wilayah Turen Kabupaten malang, dengan tingkat pengetahuan

menggunakan kuisioner dan kepatuhan minum obat dengan menggunkan

kuisioner MMAS-8, subyek dalam penelitian ini adalah penderita hipertensi

yang telah terdata di Posyandu Lansia Wilayah Turen Kabupaten malang.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan domain yang penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau

hasil tahu seseorang terhadap suatu objek dari indra yang dimilikinya

(Notoatmodjo, 2012).

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Notoadmodjo (2012) tedapat 6 tingkat pengetahuan, yaitu:

1. Tahu (Know)

Tahu merupakan tingkatan terendah dalam tingkatan

pengetahuan.Tahu diartikan sebagai proses recall atau mengingat

kembali materi yang telah diberikan. Pada proses ini seseorang dapat

menjelaskan, mendefenisikan, menyatakan suatu materi.

(Notoadmodjo,2010)

2. Memahami (Comprehension)

Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan tentang suatu

objek yang diketahui dan diinterpretasikan secara benar. Merupakan

tingkatan pengetahuan dimana orang tersebut Dapat mempresentasikan

suatu materi secara benar,dalam artian orang tersebut tidak menghapal

materi objek. Pada tahap inisesorang mampu untuk memberikan


6
7

contoh, menjelaskan secara rinci,meramalkan dan memberikan

Kesimpulan suatu materi.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi adalah suatu kemampuan untuk mempraktekkan materi yang

sudah dipelajari pada kondisi real (sebenarnya).

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan menjabarkan atau menjelaskan suatu

objek atau materi tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan

masih ada kaitannya satu dengan yang lainnya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan menghubungkan bagian-bagian di

dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi adalah pengetahuan untuk melakukan penilaian terhadap

suatu materi atau objek.

2.1.3 Kriteria Pengetahuan

Menurut (Nursalam,2008) Pengetahuan dan penerapan tugas sesorang

dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang berifat kualitatif

yaitu :

1. Tingkat pengetahuan baik bila nilai 76-100 %

2. Tingkat pengetahuan cukup baik nilai 56-75 %

3. Tingkat pengetahuan kurang bila nilai ≤ 56 %


8

2.14 Cara Memperoleh pengetahuan

Menurut Notoadmodjo (2010) cara memperoleh pengetahuan dibagi

menjadi dua, yaitu :

1. Cara Tradisional

Cara ini adalah tanpa melakukan penelitian ilmiah dibagi menjadi :

a. Cara coba salah (Trial and Error)

a. Secara kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak

disengaja oleh seseorang yang bersangkutan

b. Cara otoriter

Pengetahuan diperoleh berdasarkan pada pemegang otoritas

yaitu, orang yang punya kuasa, baik secara pemimpin agama,

tradisi, maupun ahli pengetahuan.

c. Pengalaman pribadi

Hal ini dilakukan dengan mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada

masa lampau.

d. Cara akal sehat

Metode ini telah digunakan oleh orang dalam waktu yang cukup

lama untuk memecahkan berbagai masalah. Bahkan sampai saat

ini metode ini masih digunakan, terutama oleh yang mereka

belum tahu atau tidak mengetahui cara dalam memecahkan

masalah.
9

e. Kebenaran dalam wahyu

Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh pengikut agama

yang bersangkutan, terlepas dari apakah rasional atau tidak.

f. Kebenaran secara intuitif

Diperoleh manusia melalui proses diluar alam sadar tanpa

proses berpikir. Kebenaran ini hanya berdasarkan suara hati atau

bisikan hati saja.

g. Melalui jalan pikiran

Dari sini manusia telah menggunakan jalan pikirannya dalam

memperoleh pengetahuan.

h. Induksi

Proses penarikan kesimpulan dari pernyataan – pernyataan

khusus sampai bersifat umum. Proses berfikir induksi beranjak

dari hasil pengamatan indra/hal yang nyata.

i. Deduksi

Pembuatan kesimpulan dari pernyataan umum ke khusus. Proses

berfikir deduksi berlaku bahwa sesuatu yang dianggap benar

secara umum, berlaku juga kebenarannya pada semua peristiwa

yang terjadi.

2. Cara modern

Cara modern ini menggunakan dengan cara ilmiah/penelitian atau

lebih populer disebut Metodologi Penelitian.


10

2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Budiman dan Riyanto (2013) faktor yang mempengaruhi

pengetahuan meliputi:

1. Pendidikan

Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan perilaku seseorang atau

kelompok dan merupakan usaha mendewasakan manusia melalui

upaya pengajaran dan pelatihan (Budiman & Riyanto, 2013). Semakin

tinggi pendidikan seseorang maka semakin capat menerima dan

memahami suatu informasi sehingga pengetahuan yang dimiliki juga

semakin tinggi.

2. Informasi/ Media Massa

Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,

menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisis dan

menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu.

3. Sosial, Budaya dan Ekonomi

Tradisi atau budaya seseorang yang dilakukan tanpa penalaran apakah

yang dilakukan baik atau buruk akan menambah pengetahuannya

walaupun tidak melakukan. Status ekonomi juga akan menentukan

tersedianya fasilitas yang dibutuhkan untuk kegiatan tertentu sehingga

status ekonomi akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

Seseorang yang mempunyai sosial budaya yang baik maka

pengetahuannya akan baik tapi jika sosial budayanya kurang baik

maka pengetahuannya akan kurang baik. Status ekonomi seseorang

mempengaruhi tingkat pengetahuan karena seseorang yang memiliki


11

status ekonomi dibawah rata-rata maka seseorang tersebut akan sulit

untuk memenuhi fasilitas yang diperlukan untuk meningkatkan

pengetahuan.

4. Lingkungan

Lingkungan mempengaruhi proses masuknya pengetahuan kedalam

individu karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan

direspons sebagai pengetahuan oleh individu. Lingkungan yang baik

akan pengetahuan yang didapatkan akan baik tapi jika lingkungan

kurang baik maka pengetahuan yang didapat juga akan kurang baik.

5. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman orang lain maupun diri

sendiri sehingga pengalaman yang sudah diperoleh dapat

meningkatkan pengetahuan seseorang. Pengalaman seseorang tentang

suatu permasalahan akan membuat orang tersebut mengetahui

bagaimana cara menyelesaikan permasalahan dari pengalaman

sebelumnya yang telah dialami sehingga pengalaman yang didapat

bisa dijadikan sebagai pengetahuan apabila medapatkan masalah yang

sama.

6. Usia

Semakin bertambahnya usia maka akan semakin berkembang pula

daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh

juga akan semakin membaik dan bertambah.


12

2.1.6 Pengukuran Pengetahuan

Pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

berisi tentang isi materi yang ingin diukur. Menurut Arikunto (2010),

pengukuran pengetahuan ada dua yaitu, pertanyaan subjektif dan

pertanyaan objektif.

Rumus Pengukuran Pengetahuan

P = f / N x 100 %

Keterangan :

P : adalah prosentase

f : frekuensi item soal benar

N : jumlah soal
13

2.2 Konsep Hipertensi

2.2.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistol dan diastol

dimana tekanan sistol diatas 140 mmHg dan tekanan diastol 90 mmHg

(Signory, 2009 ; Susilo, 2011 ). Hipertensi adalah peningkatan tekanan

darah diatas batas normal > 140/90 mmHg secara menerus (Tanto Chris,

2014). Hipertensi adalah salah satu penting sebagai pemicu penyakit tidak

menular seperti penyakit jantung, stroke yang saat ini menjadi penyebab

kematian (Kemenkes RI, 2015).

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi

Menurut The Seventh Report Of the joint national commitee on

prevention, detection, evaluation, and Treatment of high blood pressure

(JNC VII). Klasifikasi hipertensi pada lansia dapat dibagi menjadi

kelompok normal, prahipertensi, hipertensi tingkat 1, hipertensi tingkat 2,

hipertensi tingkat 3.( Table 1).

Table. 1 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII

Kategori Sistolik Diastolik


Normal ≤ 120 mmHg ≤ 80 mmHg
Prahipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi tingkat 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi tingkat 2 160-179 mmHg 100-109 mmHg
Hipertensi tingkat 3 ≥ 180 mmHg ≥ 110 mmHg

Sumber : (Kotchen,2012)
14

2.2.3 Etiologi Hipertensi

Menurut Triyanto (2014) Hipertensi dapat dikelompokan menjadi

dua golongan yaitu:

1. Hipertensi Esensial atau primer

Hipertensi primer saat ini tidak diketahui penyebabnya. Hampir 90%

pasien hipertensi primer, biasanya dikaitkan dengan faktor – faktor

sebagai berikut :

a. Keturunan

Jika kedua orang tua kita menderita hipertensi kemungkinan kita

terkena penyakit ini sebesar 60 % karena menunjukkan ada faktor

gen keturunan.

b. Usia

Jika bertambahnya usia maka produktivitas ogan dalam tubuh akan

menurun. Hampir survei yang telah dilakukan rata-rata naiknya

usia (Maya Apriyani, 2013).

c. Jenis kelamin

Pria cenderung terkena dibandingkan wanita, risiko wanita terkena

setelah menopouse.

d. Obesitas

Walaupun belum diketahui pasti hubungannya dengan obesitas

bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita

obesitas lebih tinggi dengan berat badan normal. Memang tak

semua orang obesitas terkena hipertensi tidak menutup


15

kemungkinan orang yang berbadan kurus juga bisa terkena

hipertensi.

e. Konsumsi garam

Jika seseorang terlalu banyak mengkonsumsi garam akan dapat

menahan air (retensi) sehingga meningkatkan jumlah volume

darah, sehingga jantung memompa darah akan jauh lebih berat.

f. Gaya hidup

Faktor kebiasaan seseorang misalnya merokok, mengkonsumsi

alkohol, pola makan yang kurang sehat, kurangnya aktivitas fisik.

2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder hanya terjadi 10%. Hipertensi pada sekunder ini

merupakan penyakit ikutan/penyakit sebelumnya seperti kelainan

pembuluh darah ginjal, hipertiroid, penyakit parenkimal, efek obat-

obatan, dan kehamilan/ pre eklamsia. Bus dan Labbus (2013).

2.2.4 Patofisiologi Hipertensi

Proses terjadinya hipertensi adalah menurunnya tonus otot vaskuler

merangsang saraf simpatis yang diturunkan ke sel jugularis, dari sel

jugularis ini dapat meningkatkan tekanan darah, apabila diteruskan pada

ginjal, maka akan mempengaruhi ektensi renin yang berkaitan dengan

angiostensinogen, dengan adanya perubahan angiostensinogen II berakibat

pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi

kenaikan tekanan darah, selain itu dapat meningkatkan hormon adesteron

yang menyebabkan retensi natrium, hal tersebut akan berakibat pada

peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah maka akan


16

menimbulkan kerusakan padaorgan seperti ginjal, dan mata, maka dari itu

jika hipertensi tidak ditangani akan berakibat lanjut seperti stroke, gagal

ginjal, gagal jantung dan gangguan penglihatan.

Tingkat tekanan darah suatu sifat kompleks yang ditentukan oleh

interaksi berbagai faktor genetik, lingkungan dan demografik yang

mempengerahui hemodinamik yaitu curah jantung dan resistensi perifer.

Total curah jantung dipengaruhi oleh volume darah, sementara

volume darah sangat berpengaruh pada homeostatis natrium. Resistensi

perifer total terutama ditentukan ditingkat arteriol dan bergantung pada

efek pengaruh saraf dan hormon. Tonus vaskular normal mencermikan

keseimbangan antara pengaruh vasokontriksi humoral (termasuk

angiotensin II dan katekolamin) dan vasodilator ( termasuk kinin,

prostaglandin, dan oksida nitrat). Resistensi pembuluh juga

memperlihatkan autoregulasi, peningkatan aliran darah memicu

vasokontriksi agar tidak terjadi hiperperfusi jaringan. Faktor lokal lain

seperti pH dan hipoksia, serta interaksi saraf (sistem adregenik α- dan β-).

Ginjal berperan penting dalam pengendalian tekanan darah, melalui sistem

renin-angiotensin, ginjal mempengaruhi resistensi dan perifer dan

homeostatis natrium. Angiostensin II meningkatkan resitensi perifer (efek

langsung padasel otot polos vaskuler) dan volume darah (stimulasi sekresi

aldosteron, peningkatan reabsorsi natrium dalam tubulus distal ). Ginjal

juga menghasilkan berbagai zat vasodepresor atau antihipertensi yang

mungkin melawan efek vasopresor angiostensin. Bila volume darah

berkurang, laju filtrasi glomerulus turun sehingga terjadi peningkatan


17

reabsorsbi natrium oleh tubulus proksimal sehingga natrium ditahan dan

volume darah meningkat (Kumar, et al, 2007).

2.2.5 Faktor yang mempengaruhi Hipertensi

1. Genetik

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan

keluarga tersebut mempunyai resiko menderita hipertensi. Hal ini

berhubungan dengan peningkatan kadar Sodium intraseluler dan

rendahnya rasio antara potasium terhadap Sodium, seseorang dengan

orangtua yang menderita hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih

besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak

mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi (Anggraini, 2015).

2. Jenis Kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan pada wanita sama, akan

tetapi wanita pramenopause (sebelum menopause) prevalensinya lebih

terlindung dari pada pria pada usia yang sama. Wanita yang belum

menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam

meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar

kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam

mencegah proses terjadinya aterosklerosis yang dapat menyebabkan

hipertensi (Price & Wilson, 2012).

3. Etniss

Berdasarkan data statistik mortalitas mengungkapkan jika angka

kematian pada wanita yang berkulit putih dengan hipertensi memiliki

jumlah lebih rendah yakni 4,7%, pria berkulit putih juga memiliki
18

tingkat rendah yakni sebesar 6,3%, pria berkulit hitam berada pada

tingkat terendah berikutnya yakni sebesar 22,5% dan angka kematian

tertinggi yakni pada wanita berkulit hitam dengan angka 29,3%.

Penyebab peningkatan prevalensi hipertensi pada seseorang yang

berkulit dengan lebih rendahnya kadar renin, vasopresin yang lebih

kecil terhadap sensitivitas, tingginya asupan (pemasukan) garam, dan

tingginya faktor stress di sekitar lingkungan (Joyce M.B & Jane H.H,

2014).

4. Stress

Stress bisa mengakibatkan peningkatan resistensi curah jantung dan

vaskular perifer serta menghambat aktivitas sistem saraf simpatis.

Selama kurun waktu tertentu hipertensi akan terus berkembang apabila

tidak dilakukan pengobatan dan perawatan. Berbagai stressor dapat

berbentuk berbagai banyak hal, seperti dari suara, infeksi, peradangan

(inflamasi), nyeri, menurunnya suplai oksigen, panas, dingin, trauma,

pengeluaran tenaga berkepanjangan, respon pada peristiwa kehidupan,

obesitas, usia yang menua, obat-obatan, berbagai penyakit,

pembedahan dan pengobatan medis yang bisa memungkinkan

terjadinya stress. Rangsangan berbahaya ini bisa mengakibatkan

bahaya dan dianggap sebagai ancaman.

5. Pola Makan

Pola makan tinggi gula akan menyebabkan penyakit diabetes melitus.

Diabtes melitus menginduksi hiperkolesterolimia dan berkaitan juga

dengan proliferasi sel otot polos dalam pembuluh darah arteri koroner,
19

sintesis kolesterol, trigliserida dan fosfolipid, peningkatan kadar LDL-

C (Low Density Lipoprotein - Cholesterol) dan penurunan kadar HDL-

C (High Density Lipoprotein - Cholesterol). Makanan tinggi kalori,

lemak total, lemak jenuh, gula dan garam turut berperan dalam

berkembangnya hiperlipidemia dan obesitas. Obesitas dapat

meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan akan oksigen, serta

obesitas akan berperan dalam gaya hidup pasif (Price & Wilson, 2012).

6. Aktifitas Fisik

Olah raga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena

olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang

akan menurunkan tekanan darah. Kurangnya aktifitas fisik dapat

meningkatkan resiko menderita hipertensi. Karena orang yang tidak

aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih

tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap

kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin

besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Anggara & Prayitno,

2013).

7. Merokok

Zat-zat beracun seperti nikotin dan karbon yang dihisap melalui rokok

akan masuk kedalam aliran darah dan merusak lapisan endotel

pembuluh darah arteri, mengakibatkan proses aterosklerosis dan

hipertensi. Nikotin dalam tembakau yang menjadi penyebab

meningkatnya tekanan darah segera setelah isapan pertama. Hanya

dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi


20

terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk

melepaskan epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan

menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja

lebih keras karena tekanan yang lebih tinggi (Maryanti, 2015).

8. Pengetahuan

Pengetahuan yang cukup baik dan sikap yang tepat mendorong untuk

berperilaku yang tepat, perilaku biasanya dipengaruhi oleh respon

individu terhadap stimulus atau pengetahuan dan tergantung pula

bagaimana reaksi individu untuk merespon terhadap stimulus yang ada

pada suatu tindakan atau perilaku

2.2.6 Tanda dan Gejala Hipertensi

Menurut Ardiansyah (2012) gejala ini pada penderita hipertensi

yang sudah kronis.

1. Kerusakan susunan saraf pusat sehingga melangkah menjadi tidak

mantap

2. Nyeri kepala saat bangun di pagi hari dikarenakan kenaikan tekanan

intrakranial disertai mual dan muntah.

3. Mimisan karena kelainan vaskuler

4. Sakit kepala dan pusing , keletihan yang sering kali dianggap biasa

sama penderita hipertensi

5. Penglihatan kabur

6. Nokturia akibat peningkatan aliran darah ke ginjal dan kenaikan

filtrasi ke glomelurus.
21

Hipertensi terkadang tanpa gejala (asimptomatik), gejala lain dapat

dialami penderita adalah keringat berlebih, kejang otot, takikardi.

2.2.7 Komplikasi

Menurut (Sulastri, 2015) Komplikasi pada penderita hipertensi yaitu :

1. Jantung

Akan menyebabkan Infark miokard sehingga oksigen pada miokard

tidak terpenuhi menyebabkan iskemia pada jantung serta terjadilah

infark.

2. Ginjal

Kerusakan pada glomelurus mengakibatkan aliran darah ke unit

fungsional juga ikut terganggu sehingga tekanan osmotik menurun

sehingga hilangnya pemekatan pada urin yang mengakibatkan

nokturia.

3. Otak

Tekanan yang tinggi di otak diakibatkan oleh embolus yang terlepas

dari pembuluh darah otak , sehingga terjadi stroke.

2.2.8 Usaha Pencegahan Hipertensi

Usaha pencegahan ini bermanfaat bagi penderita hipertensi agar

penyakit tidak menjadi parah dan terhindar dari komplikasi. Usaha

pencegahan dapat dilakukan dengan cara (valentine, 2013) :

a. Mengurangi konsumsi garam

Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan, maksiamal 2 gram

garam dapur untuk diet setiap hari.


22

b. Menghindari kegemukan

Dengan menjaga berat badan. Batas kegemukan adalah jika berat

badan lebih dari 15% pada laki-laki dan wanita 20% dari berat bedan

ideal.

c. Membatasi konsumsi lemak

Agar kadar kolesterol darah tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol yang

tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol pada

dinding pembuluh darah yang akan menyubambat pembuluh nadi dan

mengnggu peredarah darah.

d. Olahraga teratur

Olahraga teratur dapat menyerap atau menghilangkan endapan

kolesterol pada pembuluh darah. Olahraga yang dimaksud adalah

latihan menggerakkan semua sendi dan otot tubuh seperti : gerak

jalan, naik sepeda. Tidak dianjurkan melakukan olahraga yang

menegangangkan.

e. Perbanyak makan buah dan sayur

Buah dan sayur banyak mengandung vitamin dan mineral. Buah yang

mengandung mineral kalium dapat membantu menurunkan tekanan

darah.

f. Tidak merokok dan meminum minuman beralkohol.

g. Berusaha dan membina hidup yang positif

h. Dalam kehidupan penuh dengan persaingan, tuntutan atau tantangan

yang menumpuk menjadi tekanan dan beban stress bagi setiap orang.

i.
23

2.2.9 Penatalaksanaan Hipertensi

Menurut Susilo (2011) pengobatan pada hipertensi bertujuan

mengurangi morbiditas dan mortalitas dan mengontol tekanan darah.

Pengobatan dibagi menjadi 2 cara yaitu farmakologi dan non farmakologi.

1. Pengobatan Nonfarmakologi

a. Perubahan gaya hidup

Gaya hidup yang baik dan sehat adalah upaya untuk menghindari

terjadinya hipertensi atau timbul komplikasi yang berlanjut seperti,

tidak merokok, olahraga teratur, tidak minum alkohol, mengurangi

asupan garam.

b. Upaya menghindari stress dapat dilakukan, yoga, dan berlibur

untuk mengurangi stress.

c. Berat badan yang berlebihan merupakan faktor resiko hipertensi,

sehingga penurunan berat badan sangat penting.

2. Pengobatan Farmakologi

Menurut Susilo dan Ari (2011) pengobatan farmakologi pada setiap

penderita hipertensi memerlukan pertimbangan berbagai faktor seperti

beratnya hipertensi, kelainan organ dan faktor lainnya. Jenis obat

antihipertensi yang sering digunakan adalah sebagai berikut :

a. Diuretik

Obat yang memperbanyak kencing, mempertinggi pengeluaran

garam (Nacl) dengan turunnya kadar Na+, maka tekanan darah

akan turun dan efek hipotensifnya kurang kuat. Obat yang beredar

adalah spironolactone, HCT, dan indopanide.


24

b. Alfa – blocker

Obat yang dapat memblokir reseptor alfa dan menyebabkan

vasodilatasi perifer serta turunnya tekanan darah. Karena efek

hipotensifnya ringan sedangkan efek sampingnya agak kuat. Obat

yang termasuk dalam jenis alfa-blocker adalah prazosin dan

terazosin.

c. Beta-blocker

Mekanisme kerja obat beta-blocker belum diketahui dengan pasti.

Diduga kerjannya berdasarkan beta blokase pada jantung

sehingga mengurangi daya dan frekuensi jantung. Obat yang

terkenal dari jenis beta-blocker adalah propanol, atenal, dan

sebagainya.

d. Obat yang bekerja sentral

Obat yang bekerja sentral dapat mengurangi pelepasan

noradrenalin sehingga menurunkan aktivitas saraf adrenergic

perifer dan turunnya tekanan darah. Penanganan obat ini perlu

memperhatikan efek hipotensi ortostatik. Obat yang termasuk

dalam jenis ini adalah cloridine, gauanfacine, metilpoda.

e. Obat vasodilator

Obat ini dapat langsung mengembangkan dinding arteriole

sehingga daya tahan pembuluh perifer berkurang dan tekanan

darah menurun. Obat yang termasuk adalah hidralazine, dan

ecarazine.
25

f. Antagonis kalsium

Menghambat pemasukan ion kalsium kedalam sel otot polos

pembuluh dengan efek vasodiltasi dan turunnya tekanan darah.

Obat jenis antagonis kalsium nifedipin dan verapamil.

2.3 Konsep Kepatuhan

2.3.1 Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti disiplin. Patuh

adalah sikap positif individu yang ditunjukkan dengan adanya perubahan

secara berarti sesuai dengan tujuan yang ditetapkan atau patuh

(Oktaviani,2011).

2.3.2 Ketidakpatuhan

Ketidakpatuhan perilaku merupakan perilaku yang ditandi

beberapa bentuk tindakan seperti menunda pengobatan, tidak

berpartisipasi, gagal mengikuti intruksi (Bittikaka, 2011).

2.3.3 Faktor yang mempengaruhi Kepatuhan

Tingkat kepatuhan dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan

eksternal (Anggina, 2010).

1. Faktor Internal

a. Usia

Semakin cukup usia tingkat kematangan dan kekuatan seseorang

akan lebih matang dalam berpikir. Dari segi kepercayaan,

masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada orang


26

yang belum cukup tinggi tingkat kedewasaanya. Hal ini sebagai

akibat dari pengalaman dan kematangan jiwa.

b. Intelegensi

Intelegensi diartikan suatu kemampuan untuk belajar dan perpikir

abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dan situasi baru.

Intelegensi mrupakan salah satu modal untuk berpikir dan

mengolah berbagai informasi secara terarah sehingga mampu

menguasai lingkungan. Dengan demikian disimpulkan bahwa

perbedaan intelegensi dari seseorang akan berpengaruh pula

terhadap tingkat pengetahuan (Notoatmojo, 2007).

c. Alat indera

Seseorang akan tahu, mengerti dan memahami suatu objek apabila

ia memiliki alat indera yang baik. Sebab pengetahuan merupakan

hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,

penciuman, pendengaran, rasa dan raba.

2. Faktor Eksternal

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasi tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu, dari

pengalaman akan lebih langsung dari perilaku yang tidak didasari

oleh pengetahuan.
27

b. Faktor lingkungan dan sosial

Lingkungan berpengaruh besar pada tingkat kepatuhan seseorang,

lingkungan yang harmonis dan positif akan membawa dampak

yang positif pada kepatuhan seseorang.

c. Akomodasi

Suatu cara dilakukan untuk memahami ciri kepribadian yang dapat

mempengaruhi kepatuhan. Karena pengaruh jarak dan waktu

membuat seseorang cenderung malas untuk melakukan suatu hal

yang jauh.

d. Pendidikan

Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia yang

diperlukan masyarakat

e. Dukungan keluarga

Dukungan dari keluarga dapat meningkatkan kepatuhan pasien.

f. Pekerjaan

Kesibukan menjadi salah satu alasan sehingga pasien seringkali

lupa dalam meminum obatnya.

2.3.4 Cara mengukur kepatuhan

Kepatuhan pasien dapat di ukur dengan berbagai metode,

salah satunya adalah metode MMAS-8 (Modified Morisky Adherence

Scale) metode ini adalah metode yang dibuat morisky untuk mengukur
28

kepatuhan minum obat dengan delapan item pertanyaan yang berisi

frekuensi kelupaan dalam minum obat, kesengajaan berhenti minum

obat, kemampuan untuk mengendalikan untuk minum obat, (Morisky,

2009).

2.4 Konsep Lansia

2.4.1 Pengertian Lansia

Menurut World Health Organisation (WHO), menggolongkan lansia

menjadi empat, yaitu usia pertengahan (middle age) adalah 45−59 tahun,

lanjut usia (elderly) adalah 60−74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75−90

tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Lansia merupakan

kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase

kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu

proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-

tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan

semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat

menyebabkan kematian, misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh

darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut

disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam

struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada

umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada

akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara

umum akan berpengaruh pada activity of daily living (Fatmah, 2010).


29

2.4.2 Teori proses menua

Teori yang berkaitan dengan proses penuaan menurut Maryam (2008), yaitu

teori biologi, teori psikologi, teori sosial, dan teori spiritual.

1. Teori Biologis

Teori biologis mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow

theory, teori stress, teori radikal bebas, dan teori rantai silang.

a) Teori Genertik dan Mutasi

Menurut teori genetik dan mutasi, menuaterpogram secara genetik

untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari

perubahan biokimia yang terprogram oleh molekul-molekul DA dan

setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang

khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan

kemampuan fungsi sel).

b) Immunology Slow Theory

Menurut Immunology slow theory, sistim imun menjadi efektif

dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang

dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.

c) Teori Stress

Teori stress mengungkapkan menua terjadi akibat kehilangan sel-sel

yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat

mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha,


30

dan stress yang menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan

regenerasi.

d) Teori Radikal Bebas

Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal

bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-

bahan organic seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini

menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi.

e) Teori Rantai Silang

Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang

tua menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen.

Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan dan

hilangnya fungsi sel.

2. Teori Psikologis

Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan

penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan

pula dengan kekurangan mental dan keadaan fungsional yang efektif.

Kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan intelegensi dapat

menjadi karakteristik konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang

positif dapat menjadikan seorang lansia mampu berinteraksi dengan

mudah terhadap nilai-nilai yang ada ditunjang dengan status sosialnya.


31

3. Teori Sosial

Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu

teori interaksi sosial (social exchange theory), teori penarikan diri

(disengagement theory), teori aktivitas (activity theory), teori

kesinambungan (continuity theory), teori perkembangan (development

theory), dan teori stratifikasi usia (age stratification theory).

a) Teori Interaksi Sosial.

Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu

situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.

Pada lansia, kekuasaan dan prestasinya berkurang sehingga

menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa

hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti

perintah.

b) Teori Penarikan Diri.

Teori ini menyatakan bahwa kemiskinan yang diderita lansia dan

menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara

perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan di sekitarnya.

c) Teori Aktivitas.

Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung

bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan

aktivitas serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting

dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang dilakukan.


32

d) Teori Kesinambungan.

Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus

kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat

merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini

dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang

ternyata tidak berubah meskipun ia telah menjadi lansia.

e) Teori Perkembangan.

Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua

merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap

berbagai tantangan tersebut yang dapat bernilai positif ataupun

negatif. Akan tetapi, teori ini tidak menggariskan bagaimana cara

menjadi tua yang diinginkan atau yang seharusnya diterapkan oleh

lansia tersebut.

f) Teori Stratifikasi Usia.

Keunggulan teori stratifikasi usia adalah bahwa pendekatan yang

dilakukan bersifat deterministik dan dapat dipergunakan untuk

mempelajari sifat lansia secara kelompok dan bersifat makro. Setiap

kelompok dapat ditinjau dari sudut pandang demografi dan

keterkaitannya dengan kelompok usia lainnya. Kelemahannya adalah

teori ini tidak dapat dipergunakan untuk menilai lansia secara

perorangan, mengingat bahwa stratifikasi sangat kompleks dan

dinamis serta terkait dengan klasifikasi kelas dan kelompok etnik.


33

4. Teori Spiritual

Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian

hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang

arti kehidupan.

2.4.3 Klasifikasi Lansia

Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari :

1. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

2. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

dengan masalah kesehatan.

4. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan

dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.

5. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,

sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

2.4.4 Batasan Lansia

Lanjut usia memiliki patokan umur yang berbeda-beda, umumnya berkisar

antara 60-65 tahun. Menurut WHO terdapat empat tahap batasan umur yaitu

masuk usia pertengahan (middle age) antara 45-59 tahun, usia lanjut

(elderly) antara 60-74 tahun, dan usia lanjut usia (old) antara 75-90 tahun,

serta usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2008).
34

Menurut pendapat berbagai ahli batasan-batasan umur yang mencakup

batasan umur lansia adalah sebagai berikut :

1. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal

1 ayat 2 yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai

usia 60 tahun keatas”.

2. Menurut World Health Organisation (WHO), usia lanjut dibagi

menjadi empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-

59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old)

ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah diatas 90 tahun.

3. Menurut Dra. Jos Masdani (psikolog UI), terdapat empat fase yaitu :

pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-

55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65tahun, keempat (fase

senium) ialah 65 hingga tutup usia.

4. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia

(geriatric age) ialah usia lebih dari 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut

usia (geriatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu

young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old (80 tahun

keatas) (Efendi, 2009).

2.4.5 Karakteristik Lansia

Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut : berusia lebih dari 60 tahun

(sesuai dengan pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 tentang

kesehatan), kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat


35

sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari

kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif (Maryam, 2008).

2.4.6 Tipe-tipe Lansia

Menurut Maryam (2008), beberapa tipe lansia bergantung pada karakter,

pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan

ekonominya.

Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Tipe arif bijaksana, yaitu kaya dengan hikmah, pengalaman,

menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan,

bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi

undangan dan menjadi panutan.

2. Tipe mandiri, yaitu menganti kegiatan yang hilang dengan yang baru,

selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan

memenuhi undangan.

3. Tipe tidak puas, yaitu konflik lahir batin menentang proses penuaan

sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit

dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.

4. Tipe pasrah, yaitu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti

kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.

5. Tipe bingung, yaitu mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan

acuh tak acuh.


36

2.4.7 Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Seiring bertambahnya usia seseorang akan menimbulkan perubahan-

perubahan pada struktur dan fisiologis dari berbagai sel / jaringan / organ

dan sistem yang ada pada tubuh manusia sehingga menyebabkan sebagian

besar lansia mengalami kemunduran atau perubahan pada fisik, psikologis,

dan sosial (Mubarak, et al., 2015; Putri dkk., 2008).

Salah satu perubahan fisik yang terjadi pada lansia yaitu perubahan

dalam memasuki usia tua, dimana lansia akan mengalami kemunduran,

misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur,

rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,

pengelihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan kurang lincah

(Maryam dkk., 2008). Adapun kemunduran fisik lainnya seperti kehilangan

salah satu anggota tubuh yang mengakibatkan penurunan kemampuan

mempertahankan keseimbangan postural atau keseimbangan tubuh lansia.

Berikut perubahan fisik yang terjadi pada lansia meliputi :

1. Sistem Persarafan

Terjadi penurunan berat otak sebesar 10 hingga 20%, cepatnya menurun

hubungan persarafan, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi

khususnya stress, mengecilnya saraf panca indra, serta kurang sensitifnya

terhadap sentuhan. Pada sistem pendengaran terjadi presbiakusis

(gangguan dalam pendengaran) hilangnya kemampuan pendengaran pada

telinga dalam terutama terhadap bunyi-bunyi atau nada-nada yang tinggi,

suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, otosklerosis, atrofi membran


37

timpani, serta biasanya pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia

yang mengalami ketegangan jiwa / stres (Nugroho, 2008).

2. Sistem Penglihatan

Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih

terbentuk sferis (bola), kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak,

meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap

kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap, hilangnya

daya akomodasi, menurunnya lapangan pandang, serta menurunnya daya

membedakan warna biru atau hijau (Nugroho, 2008).

3. Sistem Kardiovaskular

Terjadi penurunan elastisitas aorta, katup jantung menebal dan menjadi

kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun, kurangnya

elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer

untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk

ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun, mengakibatkan

pusing mendadak, serta meningginya tekanan darah akibat meningkatnya

resistensi pembuluh darah perifer (Nugroho, 2008).

4. Sistem Respirasi

Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, paru-paru

kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan

maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun, ukuran alveoli

melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang, kemampuan untuk batuk


38

berkurang, serta kemampuan kekuatan otot pernafasan menurun

(Nugroho, 2008).

5. Sistem Gastrointestinal

Terjadi kehilangan gigi akibat periodontal disease, kesehatan gigi

memburuk dan gizi yang buruk, indra pengecap menurun, berkurangnya

sensitivitas saraf pengecap di lidah terhadap rasa manis, asin, asam, atau

pahit, esofagus melebar, rasa lapar menurun, asam lambung menurun,

peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi, serta melemahnya daya

absorbsi (Nugroho, 2008).

6. Sistem Perkemihan

Terjadi atrofi nefron dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%,

otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil

meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada pria (Nugroho,

2008).

7. Sistem Integumen

Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak,

permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi,

serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis, rambut menipis

berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal,

berkurangnya elastisitas akibat menurunya cairan dan vaskularisasi,

pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh,
39

pudar dan kurang bercahaya, serta kelenjar keringat yang berkurang

jumlah dan fungsinya (Nugroho, 2008).

8. Sistem Muskuloskeletal

Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, kifosis, pergerakan

pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas, persendian membesar dan menjadi

kaku, tendon mengerut dan mengalami sklerosis, serta atrofi serabut otot

(Nugroho, 2008).

2.4.8 Tugas Perkembangan Lansia

Lansia harus menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang terjadi

seiring penuaan. Waktu dan durasi perubahan ini bervariasi pada tiap

individu, namun seiring penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan

fungsi tubuh akan terjadi. Perubahan ini tidak dihubungkan dengan penyakit

dan merupakan perubahan normal. Adanya penyakit terkadang mengubah

waktu timbulnya perubahan atau dampaknya terhadap kehidupan sehari-

hari. Seiring tahap kehidupan, lansia memiliki tugas perkembangan khusus.

Menurut Potter & Perry (2009), tujuh kategori utama tugas perkembangan

lansia meliputi :

1. Beradaptasi terhadap penurunan kesehatan dan kekuatan fisik.

Lansia harus menyesuaikan dengan perubahan fisik seiring terjadinya

penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi. Hal ini tidak

dikaitkan dengan penyakit, tetapi hal ini adalah normal.


40

2. Beradaptasi terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan.

Lansia umumnya pensiun dari pekerjaan purna waktu, dan oleh karena

itu mungkin perlu untuk meyesuaikan dan membuat perubahan karena

hilangnya peran bekerja.

3. Beradaptasi terhadap kematian pasangan.

Mayoritas lansia dihadapkan pada kematian pasangan, teman, dan

kadang anaknya. Kehilangan ini sering sulit diselesaikan, apalagi bagi

lansia yang menggantungkan hidupnya dari seseorang yang

meninggalkannya dan sangat berarti bagi dirinya.

4. Menerima diri sebagai individu yang menua.

Beberapa lansia menemukan kesulitan untuk menerima diri sendiri

selama penuaan. Mereka dapat memperlihatkan ketidakmampuannya

sebagai koping dengan menyangkal penurunan fungsi, meminta cucunya

untuk tidak memanggil mereka “nenek” atau menolak meminta bantuan

dalam tugas yang menempatkan keamanan mereka pada resiko yang

besar.

5. Mempertahankan kehidupan yang memuaskan.

Lansia dapat mengubah rencana kehidupannya. Misalnya adanya

kerusakan fisik dapat mengharuskan pindah ke rumah yang lebih kecil

dan untuk seorang diri.

6. Menetapkan kembali hubungan dengan anak yang telah dewasa.


41

Lansia sering memerlukan penetapan hubungan kembali dengan anak-

anaknya yang telah dewasa.

7. Menemukan cara mempertahankan kualitas hidup.

Lansia harus belajar menerima akivitas dan minat baru untuk

mempertahankan kualitas hidupnya. Seseorang yang sebelumnya aktif

secara sosial sepanjang hidupnya mungkin merasa relatif mudah untuk

bertemu orang baru dan mendapat minat baru. Akan tetapi, seseorang

yang introvert dengan sosialisasi terbatas, mungkin menemui kesulitan

bertemu orang baru selama pensiun.

2.4.9 Penyakit yang Sering Dijumpai pada Lansia

Menurut Azizah (2011), dikemukakan adanya empat penyakit yang sangat

erat hubungannya dengan proses menua yakni :

1. Gangguan sirkulasi darah, seperti : hipertensi, kelainan pembuluh

darah, gangguan pembuluh darah di otak (koroner) dan ginjal

2. Gangguan metabolisme hormonal, seperti: diabetes mellitus,

klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid

3. Gangguan pada persendian, seperti osteoartitis, gout arthritis, atau

penyakit kolagen lainnya

4. Berbagai macam neoplasma


42

2.5 Kerangka Konsep


Hipertensi Penatalaksanaan Pengobatan Farmakologi
Hipertensi
Lansia
Faktor yang mempengaruhi Faktor-faktor yang
hipertensi mempengaruhi Kepatuhan minum
Perubahan yang terjadi pada obat :
1. Genetik
lansia akibat proses menua
2. Jenis kelamin 1. Faktor Internal
1. Sistem Kardiovaskular 3. Etnis 2. Faktor Eksternal
2. Sistem Persarafan 4. Stress Kategori pengetahuan
3. Sistem Integumen 5. Pola makan a. Baik : 76-100%
: Diteliti b. Cukup: 56-75 % Kepatuhan minum obat
4. Sistem Gastrointestinal 6. Aktivitas fisik
7. Merokok c. Kurang : < 56 %
5. Sistem Respirasi
: Tidak di teliti Kategori :
6. Sistem Muskuloskeletal 8. Pengetahuan 1. Kepatuhan rendah : <6
7. Sistem Perkemihan 2. Kepatuhan sedang : 6-<8
3. kepatuhan tinggi : 8
8. Sistem Sensori Faktor mempengaruhi
pengetahuan

Bagan 2.1 Kerangka Konsep Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan minum obat pada Penderita Hipertensi
43

2.6 Hipotesa

Dari penelitian ini dapat ditarik hipotesa sebagai berikut :

Ha : Ada Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum Obat Pada

Lansia Hipertensi.
44
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analitik kolerasi dengan

pendekatan cross sectional, yaitu penelitian atau penelaan hubungan antara

dua variabel pada situasi atau kelompok subyek. Hal ini dilakukan untuk

melihat hubungan antara gejala yang satu dengan yang lainnya, antara

variabel satu dengan variabel lain (Notoatmojo, 2012).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat

pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi di

Posyandu Lansia Wilayah Turen Kabupaten Malang.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Penilitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Maret 2019.

3.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Posyandu Lansia di Wilayah Turen Kabupaten

Malang.

45
46

3.3 Kerangka Kerja

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Hubungan Tingkat pengetahuan dengan

Kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi.

Populasi
Lansia yang terdaftar di posyandu lansia di wilayah Turen Kabupaten Malang
sebanyak 150 orang.

Sampel
Lansia yang terdaftar di posyandu lansia di wilayah Turen Kabupaten Malang
yang menderita hipertensi sebanyak 110 orang

Sampling
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Simple Random
Sampling

Desain Penelitian
Menggunakan metode analitik dengan pendekatan cross sectional

Variabel 1 Variabel 2
Tingkat Pengetahuan tentang Hipertensi Kepatuhan Minum Obat

Pengumpulan data Pengumpulan data


Kuesioner Kuesioner MMAS-8

Pengolahan data
Editing, Coding, Entry Data, Processing Data, dan Cleaning

Analisis data
Uji Spearman rank

Pembahasan

Kesimpulan
47

3.4 Desain Sampling

3.4.1. Populasi

Sugiyono (2013) mengemukakan jika populasi merupakan

sekumpulan subjek dan objek dalam suatu wilayah yang memiliki kualitas

dan karakteristik sama dan ditentukan oleh peneliti. Populasi adalah

kesuluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Populasi dalam

penelitian ini merupakan Populasi pada penelitian ini adalah seluruh lansia

yang menderita hipertensi dan terdaftar di posyandu lansia di wilayah Turen

Kabupaten Malang dengan jumlah 150 orang.

3.4.2. Sample

Sample adalah bagian kecil dari populasi yang akan dilakukan

penelitian sehingga jumlahnya tidak terlalu banyak (Imron&munif, 2010).

Penentuan kriteria sample dalam sebuah penelitian merupakan salah satu

prosedur penting untuk menghindari adanya bias penelitian terlebih jika

terdapat variable kontrol dalam penelitian tersebut, hal ini dapat

mempengaruhi variabel yang akan kita teliti, dalam menentukan kriteria

sample terdapat dua cara yaitu kriteria inklusi dan eklusi yang dapat

membantu peneliti menentukan sample (Nursalam, 2014).

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dapat diartikan sebagai subjek penelitian yang

dapat mewakili sample dan memenuhi syarat sebagai sample


48

(Nursalam, 2014). Dalam penelitian ini terdapat beberapa

kriteria inklusi diantaranya :

a. Lansia yang terdiagnosis Hipertensi ≥140/90 mmHg.

b. Lansia yang terdaftar di posyandu lansia di wilayah turen.

c. Responden yang bersedia

2. Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi merupakan mengeluarkan atau menghilangkan

subyek yang tidak memenuhi kriteria (Notoatmojo, 2012).

Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah :

a. Lansia yang tidak kooperatif.

3.4.3 Sampling

Dalam penelitian ini sampling yang digunakan adalah probability

sampling dengan jenis teknik Simple Random Sampling proses ini adalah

cara yang sederhana (Nursalam, 2014) . Teknik random ini dilakukan

dengan cara undian. Nama-nama lansia yang terdaftar ditulis oleh peneliti

sebanyak 150 orang. Kemudian dimaksukan botol dan akan diambil secara

acak sebanyak 110 orang. Jadi, nama yang keluar dari botol undian akan

menjadi sample penelitian.

3.4.4 Besar Sample

Menurut Nursalam (2014) besar sampel dalam penelitian ini ditentukan

dengan rumus sebagai berikut :

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁 (𝑑)2
49

Keterangan :

n : jumlah sampel

N : jumlah populasi

d : tingkat signifikasi yang dipilih 0,05

Jumlah sampel penderita hipertensi:

150
n=
1+150 (0.05)2

150
n=
1+150 (0,0025)

150
n=
1+0,375

150
n=
1,375

n = 109,090

n = 110

Jadi besar sampel yang diambil 110 Lansia penderita hipertensi.

3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjabaran operasional dan berdasarkan

karakteristik variable yang akan diteliti. Definisi operasional dibuat untuk

memudahkan pengelompokan data dan membatasi variable serta menghindari

adanya kesalahan interprestasi yang akan diteliti sehingga peneliti dapat


50

terbantu dalam melakukan penelitian (Nursalam, 2013). Definisi operasional

dijelaskan lebih lanjut dalam tabel.


51

Tabel 3.2 Definisi operasional Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum obat pada penderita hipertensi di Wilayah Turen
Kabupaten Malang

Identifikasi Variabel Definisi Operasioanal Indikator Alat Ukur Skala Skoring


Ukur

Tingkat Pengetahuan Kemampuan dalam 1. Pengertian Hipertensi Kuesioner Ordinal 1. Ya : 1


menjawab pertanyaan 2. Tanda gejala (data yang 2. Tidak : 0
tentang pengertian 3. Penyebab Hipertensi disusun
hipertensi, gejala hipertensi, 4. Kepatuhan minum obat berjenjang Klasifikasi :
penyebab hipertensi, obat- atau Baik : 76%-100%
obat anti hipertensi berbentuk Cukup : 56%-75%
peringkat) Kurang : < 56%
(Setiadi,
2013).
Kepatuhan Minum Obat Keteraturan responden dalam 1. Lupa mengkonsumsi Menggunakan Ordinal Kategori :
mentaati jadwal minum obat obat. kuesioner 1. Kepatuhan rendah : <6
2. Tidak minum obat MMAS-8 2. Kepatuhan sedang : 6-<8
3. Berhenti minum obat 3. kepatuhan tinggi := 8
4. Terganggu oleh jadwal
minum obat.
48

3.6 Pengumpulan Data

3.6.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat-alat yang digunakan untuk

pengumpulan data (Wasis, 2008). Untuk melakukan pengumpulan data

penelitian menggunkan alat berupa pertanyaan dan angket yang dibuat

peneliti dengan mengacu pada teori dan konsep. Angket berisi data

pengetahuan penderita hipertensi tentang hipertensi dengan pertanyaan 12

item soal, dan kuisioner yang dibuat dalam mengukur kepatuhan minum

obat pada penderita hipertensi menggunakan Kuisioner MMAS-8 dengan

jumlah pertanyaan 8 item soal. Pada pertanyaan soal nomor 1-7

menggunakan jawaban ‘’Ya dan Tidak’’ sedangkan nomer soal 8 memiliki

5 jawaban yaitu, Tidak pernah/jarang, Beberapa kali, Kadang kala, Sering,

Selalu. Kategori respon terdiri dari “ya” atau” tidak”untuk item pertanyaan

nomer 1-8. Pada item pertanyaan nomer 1-4 dan 6-7 nilainya 1 bila

jawaban “tidak” dan 0 jika jawaban “ya”, sedangkan pertanyaan nomer 5

dinilai 1 bila “ya” dan 0 bila “tidak”.

MMAS-8 mengkategorikan kepatuhan sebagai berikut :

1. Kepatuhan Rendah : <6

2. Kepatuhan Sedang : 6-<8

3. Kepatuhan Tinggi : = 8
49

Kuisioner ini dilakukan dengan metode mengedarkan suatu daftar

pertanyaan yang berupa formulir, diajukan secara tertulis kepada sejumlah

responden untuk mendapatkan informasi dan jawaban.

3.6.2 Uji Validitas dan Reabilitas

1. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kelayakan

pertanyaan yang digunakan oleh peneliti. Penelitian ini menggunakan

instrumen berupa kuisioner untuk mengukur tingkat pengetahuan

penderita hipertensi dan kepatuhan minum obat.

2. Uji Reabilitas

Uji reabilitas adalah usaha untuk mengetahui sejauh mana alat

ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmojo, 2012). Uji

reabilitas penelitian ini dengan instrumen satu kali tetapi ada beberapa

pertanyaan yang perlu diubah kemudian hasil yang diperoleh dianalisis

dengan teknik tertentu untuk menguji reabilitas digunakan rumus

koefisien reabilitas Alfa dari Cronbach, dengan bantuan SPSS versi 18

yang dilakukan di Posyandu Lansia Wilayah Turen Kabupaten Malang.

3.6.3 Proses Pengumpulan Data

1. Tahap Persiapan

Peneliti telah memperoleh izin dari ketua STIKes Kepanjen setelah itu

melakukan koordinasi dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik dan

Negara serta Dinas Kesehatan kabupaten Malang untuk meminta izin


50

penelitian kemudian memberikan surat pengantar kepada Puskesmas

Turen untuk meminta surat izin penelitian di Posyandu Lansia wilayah

Turen Kabupaten Malang setelah itu memberikan pengantar tersebut

kepada ketua posyandu lansia wilayah Turen Kabupaten Malang

dengan maksud untuk melakukan penelitian di posyandu lansia wilayah

Turen Kabupaten Malang.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Setelah mendapatkan izin dari ketua pelaksana posyandu lansia

peneliti mendatangi rumah responden yaitu lansia yang terdaftar di

data posyandu lansia untuk mengumpulkan data penelitian secara

door to door. Penelitian secara door to door ini dilakukan pada

waktu pagi hari, dan siang hari. Dengan membutuhkan waktu 25

menit.

b. Peneliti menjelakan tentang tujuan penelitian, tentang manfaat

dilakukannya penelitian kepada responden dan tentang kerahasiaan

dari jawaban responden. Sesudah memahami dan mengerti tujuan

penelitian, responden dimintai untuk menandatangani surat

pernyataan atas kesediaan untuk menjadi responden.

c. Peneliti meminta agar responden mengisi informed consent (surat

persetujuan) sebagai bentuk kesediaan untuk menjadi subyek

penelitian dan tentunya disertai jaminan kerahasiaan atas jawaban

yang akan diberikan.

d. Peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang petunjuk

pengisian kuesioner pada lembar yang disediakan.


51

e. Peneliti memberikan kesempatan kepada responden untuk mengisi

kuesioner selama waktu 20 menit.

f. Peneliti membantu membacakan pengisian kuesioner bagi lansia

yang tidak bisa membaca.

g. Setelah responden mengisi kuesioner, peneliti melakukan

pengambilan data pengetahuan dan kepatuhan minum obat. Peneliti

mengambil dan mengumpulkan kembali kuesioner yang telah diisi

oleh responden serta diteliti lagi kelengkapannya, apabila belum

lengkap, peneliti meminta agar responden melengkapi jawaban

yang belum lengkap.

h. Seluruh data yang telah terkumpul kemudian dianalisis.

3. Tahap akhir meliputi hasil penelitian

4. Uji Statistik

3.7 Proses Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul kemudian dioalah melalui beberapa tahapan.

Pengolahan data dapat diartikan data dapat diartikan sebagai cara untuk

mengubah data menjadi informasi. Tahapan pengolahan data meliputi :

1. Editing

Editing merupakan suatu proses dimana peneliti mengecek kembali

kuisioner yang telah terisi mulai dari kelengkapan pengisian, kejelasan

pengisian, kesesuaian dengan jawaban oleh responden sehingga data

dapat diolah dengan baik.

2. Coding
52

Coding adalah mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi

data angka atau bilangan (Notoatmojo,2012). Pada tahap ini data

diberi code yang sesuai dengan karakteristik responden sehingga dapat

membantu peneliti dalam mengolah data penelitian. Berikut adalah

pengkodean yang digunakan :

1) Nama Responden

2) Jenis Kelamin

a. Perempuan : 1

b. Laki-laki :2

3) Pendidikan

a. SD :1

b. SMP :2

c. SMA :3

4) Pekerjaan

a. Tidak bekerja :1

b. Buruh :2

c. Wiraswasta :3

d. Swasta :4

e. PNS :5

5) Obat yang dikonsumsi

a. Captopril : 1

b. Amlodipine : 2

3. Memproses Data (Protecting)


53

Setelah data dikumpulkan kemudian diproses dengan komputer dengan

menggunakan program SPSS untuk di analisis.

4. Scoring

Setelah beberapa tahap diatas kemudian data diberi skor penelitian

(Arikunto,2013). Pengolahan data dilakukan untuk memberikan

penilaian pada hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

5. Cleaning

Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali

data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan

tersebut sangat memungkinkan terjadi pada saat kita meng-entry data

ke komputer (Setiadi, 2013).

3.8 Teknik Analisa Data

Dalam sebuah penelitian, jika semua data telah terkumpul maka

dibutuhkan cara untuk menganalisa data tersebut. Proses analisa data

dilakukan untuk menguji hipotesa yang telah dibuat oleh peneliti. Penelitian

ini terdapat dua metode analisa data yaitu analisa univariat dan analisa

bivariat.

1. Analisa univariat

Analisa univariat dapat diartikan sebagai analisa yang dilakukan untuk

mendefinisikan serta menggambarkan karakteristik setiap variable yang

diteliti dan analisis univariat pada umumnya menghasilkan distribusi

frekuensi dan presentasi dari setiap variable (Notoatmojo,2010). Analisis

univariat pada penelitian ini adalah tingkat pengetahuan.


54

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat merupakan analisa yang digunakan untuk mengetahui

hubungan dan kolerasi variable yang diteliti (Notoatmojo,2010).

Dalam penelitian ini kepatuhan minum obat.

3.9 Etika Penelitian

1. Informed consent

Peneliti menjelaskan maksud kedatangan sebelum menyerahkan angket,

apabila responden setuju maka peneliti memberikan lembar persetujuan

kepada responden, kemudian peneliti memberikan kuisioner.

2. Anonymity

Suatu masalah etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak

memberikan nama responden pada lembar alat ukur hanya menuliskan

kode pada lembar pengumpulan data. Untuk menjaga kerahasiaan

peneliti tidak akan mencamtukan nama responden pada lembar

pengumpulan data dan hanya mencantumkan kode pada lembar

pengumpulan data.

3. Confidentially

Masalah etika dengan kerahasiaan menjamin dari hasil penelitian,

informasi maupun masalah lainnya, semua informasi yang dikumpulkan

dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang

akan dilaporkan.
55

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian, Data Geografi dan Data Gemografi

Penelitian dilakukan pada wilayah kerja posyandu lansia Turen

yang telah dipilih oleh peneliti berdasarkan jumlah penderita hipertensi

terbanyak antara lain wilayah Talok Madyorenggo dilanjutkan di wilayah

Talok Jatirenggo, wilayah Sanan Rejo, serta wilayah Turen RW 18.

4.1.2 Data Umum

Penelitian ini dilakukan di wilayah Turen Kabupaten Malang. Data

umum dalam penelitian ini meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan

terakhir, pekerjaan, obat yang konsumsi, lama mengkonsumsi obat pada

lansia penderita hipertensi.

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Lansia Penderita

Hipertensi

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia


lansia penderita hipertensi di wilayah Turen Kabupaten
Malang, Tahun 2019.

No Usia Lansia Frekuensi Presentse (%)


1. 45-59 110 100
(Sumber : data primer lembar identitas responden, Februari 2019).
56

Pada tabel 4.1 berdasarkan tabel diatas karakteristik responden

berdasarkan usia pada lansia hipertensi menunjukkan bahwa seluruh

responden berusia 45-59 tahun dengan presentase 100 %.

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Lansia

Penderita Hipertensi

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis


kelamin lansia penderita hipertensi di wilayah Turen
Kabupaten Malang, Tahun 2019.

No Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)


1. Perempuan 89 81
2. Laki-Laki 21 19
Total 110 100
(Sumber : data primer lembar identitas responden, Februari 2019).

Pada tabel 4.2 berdasarkan tabel diatas karakteristik responden

berdasarkan jenis kelamin lansia penderita hipertensi menunjukkan bahwa

responden sebagian besar yaitu jenis kelamin perempuan dengan

presentase 81% berjumlah 89 orang.

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Lansia

Penderita Hipertensi

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan


pendidikan terakhir lansia penderita hipertensi di wilayah
Turen Kabupaten Malang, Tahun 2019.

No Pendidikan Terakhir Frekuensi Presentase (%)


1. Tidak Sekolah 3 2
2. SD 48 44
3. SMP 35 32
4. SMA 24 22
Total 110 100
(Sumber : data primer lembar identitas responden, Februari 2019).
57

Pada tabel 4.3 berdasarkan tabel diatas karakteristik responden

berdasarkan pendidikan terakhir lansia penderita hipertensi menunjukkan

bahwa hampir setengah responden yaitu pendidikan terakhir SD dengan

presentase 44% berjumlah 48 orang.

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Lansia Penderita

Hipertensi

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan


pekerjaan lansia penderita hipertensi di wilayah Turen
Kabupaten Malang, Tahun 2019.

No Pekerjaan Frekuensi Presentase (%)


1. Swasta 25 23
2. Wiraswasta 21 19
3. PNS 0 0
4. TNI/POLRI 0 0
5. Buruh 38 34
6. Tidak Bekerja 26 24
Total 110 100
(Sumber : data primer lembar identitas responden, Februari 2019).
Pada tabel 4.4 berdasarkan tabel diatas karakteristik responden

berdasarkan pekerjaan lansia pendeita hipertensi menunjukkan bahwa

responden sebagian besar yaitu pekerjaan buruh dengan presentase 34%

berjumlah 38 orang.
58

5. Karakteristik Responden Berdasarkan Obat Yang DiKonsumsi

Lansia Penderita Hipertensi Hipertensi

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan


konsumsi obat lansia penderita hipertensi di wilayah Turen
Kabupaten Malang, Tahun 2019.

No Konsumsi Obat Frekuensi Presentase (%)


1. Captopril 78 71
2. Amlodipine 32 29
Total 110 100
(Sumber : data primer lembar identitas responden, Februari 2019).

Pada tabel 4.9 berdasarkan tabel diatas karakteristik responden

berdasarkan konsumsi obat lansia penderita hipertensi menunjukkan

bahwa responden sebagian besar mengkonsumsi obat captopril dengan

presentase 71% berjumlah 78 orang.

6. Karakteristik Responden Berdasarkan Derajat Tekanan Darah

Lansia Hipertensi

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan derajat


tekanan darah lansia penderita hipertensi di wilayah Turen
Kabupaten Malang, Tahun 2019.

No Derajat Tekanan Darah Frekuensi Presentase (%)


1. Grade I (140-159/90-99) 60 54
2. Grade II (160-179/100-109) 35 32
3. Grade III (≥ 180/ ≥ 110) 15 14
Total 110 100
(Sumber : data primer lembar identitas responden, Februari 2019).
Pada tabel 4.6 berdasarkan tabel diatas karakteristik responden

berdasarkan derajat tekanan darah lansia penderita hipertensi menunjukkan

bahwa setengah responden yaitu responden dengan derajat tekanan darah

grade I dengan presentase 54% berjumlah 60 orang.


59

7. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Mengkonsumsi Obat

pada Lansia Penderita Hipertensi

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan lama


konsumsi obat lansia penderita hipertensi di wilayah Turen
Kabupaten Malang, Tahun 2019.

No Lama Konsumsi Frekuensi Presentase (%)


1. > 6 bulan 110 100
2. < 6 bulan 0 0
Total 110 100
(Sumber : data primer lembar identitas responden, Februari 2019).
Pada tabel 4.7 berdasarkan tabel diatas karakteristik responden

berdasarkan lama konsumsi obat lansia penderita hipertensi menunjukkan

bahwa seluruh responden mengkonsumsi lebih dari 6 bulan dengan

presentase 100%.
60

4.1.3 Data Khusus

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

Lansia Penderita Hipertensi

(Tabel 4.8) Distribusi frekuensi karakteristik responden


berdasarkan tingkat pengetahuan pada lansia
penderita hipertensi di Wilayah Turen Kabupaten
Malang, Tahun 2019
No Tingkat Pengetahuan Frekuensi Presentase (%)
1. Kurang 35 32
2. Cukup 47 43
3. Baik 28 25
Total 110 100
(Sumber: Data pengukuran penelitian lembar koesioner, Februari 2019)

Pada tabel 4.8 berdasarkan tabel diatas karakteristik

responden berdasarkan Tingkat pengetahuan lansia penderita

hipertensi menunjukkan bahwa responden sebagian besar dengan

Pengetahuan cukup, dengan presentase 43% berjumlah 47 orang

dan presentase paling sedikit yaitu pengetahuan baik dengan

presentase 28% berjumlah 25 orang.


61

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Kepatuhan Minum Obat

Pada Lansia Penderita Hipertensi

(Tabel 4.9) Distribusi frekuensi karakteristik responden


berdasarkan kepatuhan minum obat pada lansia
penderita hipertensi di Wilayah Turen Kabupaten
Malang, Tahun 2019
No Tekanan Darah Frekuensi Presentase (%)
1. Rendah 58 53
2. Sedang 11 10
3. Tinggi 28 37
Total 110 100
(Sumber: Data pengukuran penelitian lembar koesioner, Februari

2019)

Pada tabel 4.9 berdasarkan tabel diatas karakteristik

responden berdasarkan Kepatuhan minum obat pada lansia

penderita hipertensi menunjukkan bahwa lebih setengah

responden yaitu kepatuhan rendah dengan presentase 53%

berjumlah 58 orang dan presentase paling sedikit yaitu kepatuhan

sedang dengan presentase 28% berjumlah 37 orang.

3. Analisa Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan kepatuhan

minum obat pada lansia penderita hipertensi

Dari hasil uji spearman’s rho dengan bantuan SPSS 18

dengan taraf signifikasi 0.05 diperoleh nilai significiancy 0.036

yang menunjukkan bahwa Hubungan antara Tingkat pengetahuan

dengan Kepatuhan minum obat pada Lansia penderita hipertensi

di Wilayah Kerja Posyandu Turen Kabupaten Malang adalah

bermakna. Karena nilai ρ-value 0.036 lebih kecil dari level alfa
62

(0.05), maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga ada bahwa

Hubungan antara Tingkat pengetahuan dengan Kepatuhan minum

obat pada Lansia penderita hipertensi. Untuk menilai ada bahwa

Hubungan antara Tingkat pengetahuan dengan Kepatuhan minum

obat pada Lansia penderita hipertensi menggunakan uji statistik

spearman’rho dan diperoleh nilai korelasi spearman sebesar

0.200 menunjukkan bahwa kekuatan korelasi yang lemah dan

searah.

4. Tabulasi silang tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum

obat pada lansia penderita hipertensi.

Tabel 4.10 Tabulasi silang tingkat pengetahuan dengan kepatuhan


minum obat pada lansia penderita hipertensi di wilayah
Turen Kabupaten Malang, Tahun 2019.

Tingkat Kepatuhan Total


Pengetahua Ringan Sedang Tinggi
n Frek % Frek % Frek % Frek %
Baik 13 11,8 0 0 15 13,6 28 25,5
Cukup 22 20,0 7 6,4 18 16,4 47 42,7
Kurang 23 20,9 6 3,6 3 7,3 35 31,8
Total 58 52,7 11 10,0 41 37,3 110 100
(Sumber : data primer lembar identitas responden, Februari 2019).

Berdasarkan tabel 4.10 diketahui bahwa sebagian tingkat

pengetahuan lansia penderita hipertensi cukup dengan tingkat kepatuhan

minum obat yang rendah yaitu sebanyak 22 orang (20,0%), dan sebagian

kecil tingkat pengetahuan baik dengan tingkat kepatuhan minum obat

sedang yaitu sebanyak 0 orang (0%).


63

5. Analisa hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum

obat pada lansia penderita hipertensi.

Tabel 4.11 Hasil uji korelasi Spearmen tingkat pengetahuan dengan


kepatuhan minum obat pada lansia penderita hipertensi
di wilayah Turen Kabupaten Malang, Tahun 2019.

Kepatuhan

Tingkat Pengetahuan r ,200*


p < 0,036
n 110

(Sumber : Uji korelasi Spearmen, Februari 2019).

Berdasarkan tabel 4.11 hasil analisa data yang dilakukan

dengan menggunakan uji statistik korelasi Spearmen Rho dengan

taraf signifikan 0,05. Teknik tersebut digunakan untuk menentukan

adanya hubungan antar dua variabel dengan menggunakan skala

data ordinal. Dengan melihat signifikasi (p) yang besarnya 0,036

yang dibandingkan dengan nilai p < 0,05 sehingga Ho ditolak,

artinya ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan

kepatuhan minum obat pada lansia penderita hipertensi.

menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi

lemah.
64

4.2 Pembahasan

Pada bagian ini akan diuraikan pembahasan hasil penelitian

mengenai hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat

pada lansia penderita hipertensi di Posyandu Lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Turen Kabupaten Malang.

4.2.1 Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Hipertensi

Dari hasil data peneliti didapatkan bahwa responden dengan

tingkat pengetahuan Baik sebanyak 28%, responden dengan tingkat

pengetahuan cukup sebanyak 43% dan responden dengan tingkat

pengetahuan kurang sebanyak 32%. Hal ini menunjukkan bahwa

pengetahuan lansia tentang hipertensi tergolong cukup baik. bahwa

pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap suatu objek dari indra yang dimilikinya (Notoatmodjo,

2012). Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu

pendidikan, informasi dari media massa, sosial dan budaya, pengalaman

dan usia.

Hasil penelitian oleh Sarampang pada tahun 2014 mengemukakan

bahwa pengetahuan yang cukup baik dan sikap yang tepat mendorong

untuk berperilaku yang tepat, perilaku biasanya dipengaruhi oleh respon

individu terhadap stimulus atau pengetahuan dan tergantung pula

bagaimana reaksi individu untuk merespon terhadap stimulus yang ada

pada suatu tindakan atau perilaku (Hamid,2013). Menurut Titik (2015),

faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain tingkat


65

pendidikan yakni upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi

perubahan perilaku positif yang meningkat, informasi yaitu seseorang

yang mendapatkan informasi lebih banyak akan menambah pengetahuan

yang lebih luas, pengalaman yakni sesuatu yang pernah

dilakukanseseorang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang

bersifat informasi, budaya yakni tingkah laku manusia dalam memenuhi

kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan dan sosialekonomi yaitu

kemampuan seseorang memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil penelitian

(Artini,2017) Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kepatuhan pengobatan hipertensi, semakin tinggi tingkat

pengetahuan seserang semakin tinggi pula kepatuhan penderita tersebut

dan begitupula sebaliknya semakin rendah tingkat pengetahuan seseorang

semakin rendah pula tingkat kepatuhannya.

4.2.2 Identifikasi Kepatuhan minum obat Pada Lansia Penderita Hipertensi

Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa paling banyak 58

responden (53%) dengan kepatuhan rendah dan paling sedikit 28 responden

(37%) dengan kepatuhan tinggi. Hal ini sejalan dengan jurnal yang diteliti

oleh yugo santoso, et al., (2015) dengan judul hubungan dukungan keluarga

dengan kepatuhan minum obat yang sebagian besar responden dengan

kepatuhan rendah yaitu sebanyak 75 responden (45,7%) dan 30 responden

(18,3%) dengan kepatuhan tinggi. Kepatuhan pengobatan pasien hipertensi

merupakan hal penting karena hipertensi merupakan penyakit yang tidak

dapat disembuhkan tetapi harus selalu dikontrol atau dikendalikan agar tidak

terjadi komplikasi yang dapat berujung pada kematian (Palmer dan


66

William,2007). Natalia (2016) berpendapat bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah segala sesuatu yang dapat

mempengaruhi penderita sehingga penderita tidak mampu lagi

mempertahankan kepatuhannya, sampai menjadi kurang patuh dan tidak

patuh. Adapun faktor-faktor tersebut yaitu pemahaman tentang instruksi,

tingkat pendidikan, kesakitan dan pengobatan, keyakinan, sikap dan

kepribadian, dukungan keluarga, dan tingkat ekonomi.

Pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa pendidikan terakhir SD dengan

presentase 44% berjumlah 48 orang, dan presentase paling sedikit yaitu

pendidikan tidak sekolah dengan presentase 3% berjumlah 3 orang.

Hal ini disebabkan karena kepatuhan pasien dalam pengobatan atau

minum obat bukan hanya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan saja tetapi

faktor lain juga turut mempengaruhi seperti sikap, keyakinan, motivasi dan

lain-lain.

Pada tabel 4.4 menujukkan bahwa pekerjaan buruh dengan

presentase 34% berjumlah 38 orang, dan presentase paling sedikit yaitu

pekerjaan swasta dengan presentase 25% berjumlah 23 orang. Hal tersebut

Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pekerjaan

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan minum

obat. Kesibukan menjadi salah satu alasan sehingga pasien seringkali lupa

dalam meminum obatnya.(Natalia, 2016). Hal ini selaras dengan penelitian

yang dilalukan oleh Ekarini (2011) menyebutkan bahwa faktor yang

mempengaruhi kepatuhan pasien hipertensi dalam menjalani pengobatan


67

hipertensi yaitu pendidikan, pengetahuan, dan tingkat motivasi. Kepatuhan

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pengetahuan. Semakin tinggi

pengetahuan, maka seseorang akan patuh dalam mejalankan diet hipertensi,

sedangkan semakin rendah pengetahuan maka sseorang cenderung tidak

patuh dalam menjalankan diet hipertensi (Kusumastuti, et. al., 2014).

Ketidakpatuhan pengobatan juga meningkat sejalan dengan semakin

banyaknya penggobatan yang dijalankan untuk mengobati penyakit kronis

ketidakpatuhan terhadap obat. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan

kardiovaskular telah dikaitkan dengan peningkatan risiko morbiditas dan

mortalitas (Artini,2017).

4.2.3 Analisis hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat

pada lansia penderita hipertensi

Dari analisa hasil uji statistik menggunakan Spearmen Rho

diketahui bahwa adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan

kepatuhan minum obat pada lansia penderita hipertensi di wilayah Turen

Kabupaten Malang. Hal ini didukung dengan hasil uji statistik yang

menunjukkan bahwa nilai (p) yang besarnya 0,036, maka p < 0,05

sehingga Ho ditolak, artinya ada hubungan antara tingkat pengetahuan

dengan kepatuhan minum obat pada lansia penderita hipertensi. Apabila

dalam pengujian nilai kriteria signifikan, maka pada Coefficient

Correlation akan terdapat tanda * yang artinya taraf kesalahan dalam

penelitian ini adalah 5% dari semua hasil yang didapat dibandingkan

dengan nilai korelasi spearmen yang besarnya ,200* menunjukkan bahwa

arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang lemah.


68

Dalam penelitian di posyandu lansia wilayah Turen Kabupaten

Malang didapatkan lansia yang menderita hipertensi menjadi reponden

sebanyak 110 lansia yang menjadi responden (25%) dengan tingkat

pengetahuan yang baik, (43%) dengan tingkat pengetahuan yang cukup,

sedangkan responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang

yaitu sebesar (32%).Selanjutnya lansia penderita hipertensi dengan

kepatuhan minum obat yaitu lansia yang menderita hipertensi dengan

kepatuhan rendah sebanyak 53 %, dengan kepatuhan sedang sebanyak

10%, sedangkan kepatuhan tinggi sebesar 37%.

Hal ini menujukkan bahwa tingkat pengetahuan lansia tentang

hipertensi cukup baik, Pengetahuan yang baik dapat diperoleh melalui

jenjang pendidikan formal maupun nonformal. (Tumenggung, 2017)

mengemukakan bahwa Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang lebih

tinggi akan memudahkan seseorang menyerap informasi dan

mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari.

Banyaknya responden dengan pengetahuan yang cukup dapat memahami

karena sebagian besar mereka adalah lulusan SD. Hal ini karena

dipengaruhi faktor pendidikan yang mayoriras lansia pendidikan terakhir

adalah SD sebanyak 44% senhingga pengetahuan yang dimiliki lansia

penderita hipertensi adalah cukup. Hal ini dikarenakan jika seseorang

memiliki pengetahuan tentang penyakit hipertensi seperti akibat dari

penyakit tersebut jika tidak patuh minum obat maka akan mengakibatkan

komplikasi yang lebih lanjut.


69

Kepatuhan minum obat adalah faktor terbesar yang mempengaruhi

terkontrolnya tekanan darah. Ditinjau bahwa pengetahuan yang baik dan

sikap yang tepat mendorong untuk berperilaku yang tepat, perilaku

biasanya dipengaruhi oleh respon individu terhadap stimulus atau

pengetahuan dan tergantung pula bagaimana reaksi individu untuk

merespon terhadap stimulus yang ada pada suatu tindakan atau perilaku

(Hamid,2013). Selain itu faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah

dukungan keluarga, motivasi, pendidikan dan pengetahuan.

Dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan pada lansia

hipertensi tentang pengobatan hipertensi semakin meningkat dan

kepatuhan pasien hipertensi dalam meminum obat juga dapat meningkat.

Pengetahuan pasien hipertensi yang cukup mengenai pengobatan dan

penyakit akan dapat mengontrol tekanan darah. Harthavan (2017)

Dari penelitian ini terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan

dengan kepatuhan minum obat. Pengetahuan adalah faktor yang dapat

mempengaruhi kepatuhan dalam minum obat. Pengetahuan yang cukup

akan mempengerahui kepatuhan minum obat pada lansia dikarenakan

banyak faktor yang terjadi, yaitu dukungan keluarga, motivasi dan

pendidikan. Pengetahuan yang baik memiliki kekuatan hubungan yang

erat dengan perilaku seseorang karena dengan pengetahuan menandai dan

dapat membantu seseorang dalam mengambil sikap terhadap perilaku

untuk mematuhi pengobatan hipertensi khususnya dalam kepatuhan

minum obat.
70

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan dengan

kepatuhan minum obat pada lansia penderita hipertensi di wilayah Turen

Kabupaten Malang dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Tingkat pengetahuan pada lansia penderita hipertensi di wilayah Turen

Kabupaten Malang sebagian besar berada dalam kategori cukup.

b. Kepatuhan minum obat pada lansia penderita hipertensi di wilayah Turen

kabupaten Malang sebagian besar dalam kategori rendah.

c. Ada hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pada

penderita hipertensi di wilayah Turen Kabupaten Malang.

5.2 Saran

Diharapkan peneliti ini dapat menjadi bahan masukkan untuk

peneliti selanjutnya meneliti secara keseluruhan faktor-faktor pengetahuan

dan kepatuhan minum obat sehingga hasilnya maksimal.

5.2.1 Bagi Peneliti Selanjutnya

Dalam penelitian selajutnya, maka perlu mempertimbangkan agar

dilakukannya peneliti lebih lanjut mengenai faktor yang memiliki

pengaruh terhadap kepatuhan minum obat, seperti dukungan

keluarga, pendidikan, faktor ekonomi.


71

5.2.2 Bagi Lahan Penelitian

Sebagai masukan untuk posyandu lansia di wilayah turen

kabupaten malang untuk lebih meningkatkan mempromosikan

kesehatan kepada masyarakat tentang pentingnya patuh minum

obat.

5.2.3 Bagi Institusi

Dapat memberikan masukan bagi mahasiswa prodi S1

Keperawatan STIKes PEMKAB MALANG tentang hipertensi

untuk memperkaya pengetahuan dan sebagai dokumentasi di

perpustakaan.

5.2.4 Bagi Bagi Profesi

Diharapkan sebagai acuan untuk meningkatkan kesadaran untuk

membantu masyarakat dalam meningkatkan kesehatan bagi

masyarakat.
72

DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah. Yogyakarta: DIVA Press.


Arikunto, S. 2010. Metodologi Penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Bittikaka, T. 2011. Hubungan Karakteristik Keluarga, Balita, dan Kepatuhan
Dalam Berkunjung ke Posyandu dengan Status Gizi Balita di Kelurahan
Kota Baru Abepura (Diakses pada: 1 Oktober 2018)
Budiman & Riyanto A. 2013. Kapita Selekta Kuisioner Pengetahuan Dan Sikap
Dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika pp 66-69.
Bus, Jaime Stockslager dan Diane Labus. (2015). Buku Saku
Patofisiologi.Jakarta: EGC.
Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Dinkes Prov. Jatim. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2013.
(Online). www.depkes.go.id.Diakses 15 oktober 2018 pukul 11.00.
Erdine S. & Arslan E. (2013). Monitoring Treatment Adherence in Hypertension.
Current hypertension reports, 15: 269-272.
Friedman. (2011). Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori, & Praktik :
ECG
Imron, Moch dan Munif, Amrul. 2010.Metodologi Penelitian Bidang
Kesehatan.Jakarta: Sagung Seto
JNC VII. 2012. The seventh report of the Joint National Committee on
prevention,detection,evaluation, andtreatment ofhigh blood pressure.
Hypertension.
Kemenkes Ri. 2013.Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:Balitbang
Kemenkes Ri
Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014.Jakarta : Kemenkes RI;
2015.
Morgado M., 2009. Predictors of Uncontrolled Hypertension and
Antyhypertensive Medication Nonadherence. Journal of Cardiovascular
Disease.
Morisky,D. & Munter, P. (2009). NewMedication Adherence Scale Fill Rates In
Senior With Hipertention. American Jurnal Of Managed Care, Vol.15No.
(1): Hal 59-66.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
73

Notoatmodjo, S., 2007, Promosi Kesehatan dan Teori-Teori Kesehatan, Rineka


Cipta, Jakarta.
Notoatmodjo,S.2012.Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmojo S. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta; 2011.
Nursalam. (2013). Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan:
Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba
Medika.
Nursalam.2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan, Jakarta : Salemba Medika
Purnomo, H., 2009, Penyakit Yang Paling Mematikan (Hipertensi). Buana
pustaka. Jakarta.
Sheps, S. G. (2005). Mayo Clinic Hipertensi; Mengatasi Tekanan Darah Tinggi.
Jakarta:Intisari Mediatama.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Penerbit Alfabeta
Tanto,chris. (2014).Kapita selekta kedoteran(2Thed).Jakarta : Media Aesculapius.
Triyanto, Endang. 2014. Pelayanan Keperawatan bagi Penderita Hipertensi
secara Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wasis. (2008). Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Perawat. Jakarta: EGC.
WHO. 2013. About Cardiovascular diseases. World Health Organization.Geneva.
Cited.
Azizah, 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Fatmah, 2010. Gizi Usia lanjut. Jakarta: Erlangga.
Maryam, 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Mubarak, Indrawati & Susanto, 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar.
Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho, 2008. Keperawatan Gerontik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Perry, P. &., 2009. Fundamental of Nursing. Buku 1, Edisi 7 penyunt. Jakarta:
Salemba Medika.
74
75

Anda mungkin juga menyukai