Anda di halaman 1dari 75

UNIVERSITAS INDONESIA

PERHITUNGAN VOLUME BATUBARA BERDASARKAN


DISTRIBUSI LITHOFASIES STUDI KASUS : FORMASI
MUARA ENIM LAPANGAN “P” RIAU

SKRIPSI

WILLEM THUNGGARA
0706262893

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2012

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

PERHITUNGAN VOLUME BATUBARA BERDASARKAN


DISTRIBUSI LITHOFASIES STUDI KASUS : FORMASI
MUARA ENIM LAPANGAN “P” RIAU

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains

WILLEM THUNGGARA
0706262893

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2012
xiv

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Willem Thunggara

NPM : 0706262893

Tanda Tangan :

Tanggal : 13 Juni 2012

ii

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh

Name : Willem Thunggara


NPM : 0706262893
Program Studi : Fisika
Judul : Perhitungan volume batubara berdasarkan distribusi
lithofasies studi kasus : Formasi Muara Enim Lapangan
“P” Riau

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada
Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. rer. nat. Abdul Haris (……………………………)

Penguji I : Dr. Eng. Supriyanto S. (……………………………)

Penguji II : Dr. Dede Djuhana (……………………………)

Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 13 Juni 2012

iii

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis boleh menyelesaikan tugas
akhir yang berjudul : “Perhitungan volume batubara berdasarkan distribusi
lithofasies studi kasus : Formasi muara enim Lapangan “P” Riau” dengan baik.

Laporan tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana dari Departemen Fisika, Universitas Indonesia. Selama penulisan mulai
dari awal hingga laporan ini selesai tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih
kepada :

1. Kedua orang tua yang telah memberikan semuanya selama masa


perkuliahan sampai tugas akhir ini selesai, baik dari segi moril maupun
materil.
2. Bapak Dr. rer. nat. Abdul Haris, selaku Pembimbing Tugas Akhir yang
telah memberikan arahan, bimbingan, dan pengertian kepada penulis.
3. Bapak Dr. Santoso, selaku ketua Departemen Fisika FMIPA UI.
4. Bapak Dr. Syamsu Rosid, selaku Ketua Program peminatan Geofisika
FMIPA UI dan sekaligus pembimbing akademis penulis.
5. Yella Thunggara, Wilsen Thunggara dan Willyandro Thunggara yang
selalu memberikan dukungan dan masukan selama masa pengerjaan tugas
akhir.
6. Sdr. Ng Bei Berger M.Si, Sdr. Aryo Aviarto, S.Si, Sdr. Erlangga Wibisono
S.Si, Amar, Apip yang telah banyak membantu dan memberikan masukan
kepada penulis.
7. Rekan seperjuangan Puri : Byantara hermansyah, semok, homo, genggong,
muladay, tom lae, ucup gila.
8. Teman-teman “LASKAR FIVE”.
iv

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


9. Anak-anak Pondok Cening : palgun, gembul, ojan.
10. Teman-teman angkatan 2006, 2007, 2008 dan seluruh keluarga besar fisika
yang tidak dapat disebutkan satu persatu karena terlalu banyak.
11. Jajaran karyawan Departemen Fisika UI, atas bantuan teknis yang penulis
peroleh selama menjadi mahasiswa Fisika UI.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih
banyak atas dukungannya.

Sekali lagi terima kasih banyak, semoga kebaikan kalian semua dibalas dengan
lebih baik oleh Tuhan Yang maha Esa. Penulis menyadari bahwa laporan ini
masih jauh dari kata sempurna, maka dari saran dan kritik dari semua yang
membaca laporan ini sangatlah diperlukan demi perbaikan penulis dimasa yang
akan datang. Akhir kata semoga laporan ini membawa manfaat bagi semua
pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Depok, Juni 2012

Penulis

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama : Willem Thunggara


NPM : 0706262893
Program Studi : Geofisika
Departemen : Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan


kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

PERHITUNGAN VOLUME BATUBARA BERDASARKAN DISTRIBUSI


LITHOFASIES STUDI KASUS : FORMASI MUARA ENIM LAPANGAN
“P” RIAU

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak
menyimpan,mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan
data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 13 Juni 2012
Yang menyatakan

(Willem Thunggara)

vi

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


ABSTRAK

Nama : Willem Thunggara


Program Studi : S-1 (Reguler) Fisika
Judul : Perhitungan Volume batubara Berdasarkan Distribusi
Lithofasies Studi Kasus : Formasi Muara Enim Lapangan “P”
Riau

Pemetaan distribusi lithofasies dari lapisan batubara telah berhasil dilakukan pada
formasi Muara Enim Lapangan “P” Riau. Studi ini mengacu pada data sumur dan
data seismik 2D. 19 sumur utama dengan kedalaman 400 ft dan satu sumur
pendukung dengan kedalaman 2000 ft. 3 line seismik 2D digunakan sebagai
koreksi lateral daerah studi. Pemetaan distribusi lithofasies ini merupakan cara
yang cukup baik untuk menentukan persebaran lateral batubara. Persebarannya
dapat dilihat dengan melakukan beberapa langkah yaitu melakukan pemodelan
dari sebaran fasies batubara. Pemodelan ini didasarkan pada data sumur dan data
seismik, yang pada tahapannya menghasilkan marker geologi, struktur waktu dan
juga struktur kedalaman. Kemudian dari struktur waktu dibuat 4 zona batubara
dan lapisan dari tiap zona yang akan dihitung volumenya. Setelah persebaran dari
batubara sudah dapat dimodelkan, maka selanjutnya dilakukan proses perhitungan
volume batubara untuk tiap lapisannya berdasarkan batasan daerah penelitian,
ketebalan tiap lapisan dan juga persentase batubara pada tiap lapisannya.

Kata Kunci : lithofasies, volume, batubara, sumur.


xv + 54 halaman ; 32 gambar
Daftar Pustaka : 17 (1968-2011)

vii

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


ABSTRACT

Name : Willem Thunggara


Major : S-1 (Reguler) Fisika
Title : The Calculations of Coal Volume Based on Lithofacies
Distribution Case Study : Muara enim Formation Field “P” Riau

Lithofasies distribution mapping of coal seams have been successfully performed


in the formation of Muara Enim Field "P" Riau. The study is based on well data
and 2D seismic data. 19 main wells with a depth of 400 ft and a support wells
with a depth of 2000 ft. 3 2D seismic line is used as a correction of the lateral
study area. Lithofasies distribution mapping is good enough way to determine the
lateral distribution of coal. The distribution can be viewed with doing several
steps that perform modeling of coal facies distribution. This modeling is based on
well data and seismic data, which in geological marker of subsequent yield, time
structure and also the depth of the structure. Then from the structure of the coal
zone and made 4 layering of each zone to be calculated volume. After the
distribution of coal is to be modeled, then the calculation process is performed for
each layers of coal volume based on boundary study area, the thickness of each
layer and also the percentage of coal in each layer.

Keywords : lithofacies, volume, coal, well.


xv + 54 pages ; 32 pictures
Bibliography : 17 (1968-2011)

viii

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… .......... ii


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iiiv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................ vi
ABSTRAK ........................................................................................................ vii
ABSTRACT ..................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. 14
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1


1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................. 2
1.3 Batasan Masalah ................................................................................... 3
1.4 Metodologi Penelitian ........................................................................... 3
1.5 Sistematika Penulisan............................................................................ 4

BAB 2 TINJAUAN UMUM KONDISI GEOLOGI REGIONAL......................... 5

2.1 Geologi Regional .................................................................................. 5


2.2 Geologi Struktur Cekungan Sumatera Selatan ....................................... 7
2.3 Stratigrafi Struktur Cekungan Sumatera Selatan .................................... 8
2.3.1 Batuan Dasar (Basement) ............................................................ 8
2.3.2 Formasi Lahat ............................................................................. 9
2.3.3 Formasi Talang Akar ................................................................... 9
2.3.4 Formasi Batu Raja ..................................................................... 10
2.3.5 Formasi Gumai.......................................................................... 11
ix

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


2.3.6 Formasi Air Benakat ................................................................. 11
2.3.7 Formasi Muara Enim ................................................................. 11
2.3.8 Formasi Kasai ........................................................................... 12

BAB 3 TEORI DASAR ..................................................................................... 14

3.1 Pengertian Batubara ............................................................................ 14


3.2 Proses Pembentukan Batubara............................................................. 15
3.2.1 Tahap Pembentukan Gambut (Peat) dari tumbuhan (Peatification)
......................................................................................................... 15
3.2.2 Tahap pembentukan batubara dari gambut (coalification) .......... 16

3.3 Maseral pada Batubara ........................................................................ 17


3.4 Data Log Sumur Pemboran (Well Log)................................................ 19
3.4.1 Log Gamma Ray (GR) .............................................................. 19
3.4.2 Log Spontaneous Potensial (SP) ................................................ 20
3.4.3 Log Resistivity ........................................................................... 20
3.4.4 Log Density ............................................................................... 20
3.4.5 Log Neutron .............................................................................. 21
3.4.6 Log Sonik .................................................................................. 22

BAB 4 PENYAJIAN DAN PENGOLAHAN DATA ......................................... 23

4.1 Penyajian Data .................................................................................... 23


4.1.1 Data Log Sumur ........................................................................ 23
4.1.2 Data seismik .............................................................................. 24
4.1.3 Geologi Regional ...................................................................... 25
4.1.4 Data Checkshot ......................................................................... 25

4.2 Pengolahan data .................................................................................. 26


4.2.1 Analisis Data Log...................................................................... 26
4.2.2 Korelasi antar sumur ................................................................. 26
4.2.3 Picking Horizon ........................................................................ 33
x

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


4.3 Pemodelan Struktur ............................................................................. 34
4.3.1 Pillar Gridding .......................................................................... 34

4.4 Peta Struktur ....................................................................................... 35


4.41 Peta Struktur Waktu ................................................................... 35
4.4.2 Peta Struktur Kedalaman ........................................................... 38

4.5 Pembuatan Zona dan Perlapisan .......................................................... 41

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 42

5.1 Pemodelan .......................................................................................... 42


5.1.1 Pemodelan geometri .................................................................. 42
5.1.2 Scale up data log ....................................................................... 43
5.1.3 Pemodelan lithofasies ................................................................ 45
5.1.4 Analisa pemodelan .................................................................... 47

5.2 Perhitungan volumetrik ....................................................................... 49

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 51

6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 51


6.2 Saran...... ............................................................................................. 51
DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 53

LAMPIRAN

xi

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lokasi cekungan Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan ............... 5
Gambar 2.2 Peta daerah penelitian ...................................................................... 6
Gambar 2.3 Kolom stratigrafi sub-cekungan Palembang Selatan (Modifikasi dari
Sardjito dkk, 1991). ........................................................................................... 13
Gambar 3.1 Klasifikasi Maseral (dalam Part II Coal, Reservoir Issue menurut
Crain.E. R. (Ross),P.Eng, 2010,) ........................................................................ 19
Gambar 4.1 Tampak burung line seismik .......................................................... 25
Gambar 4.2 Peta basemap daerah penelitian ..................................................... 26
Gambar 4.3 (a) Poligon section 1 (b) Stratigrafi section 1 ................................. 29
Gambar 4.4 (a) Poligon section 2 (b) Stratigrafi section 2 ................................. 30
Gambar 4.5 (a) Poligon section 3 (b) Stratigrafi section 3 ................................. 31
Gambar 4.6 (a) Poligon section 4 (b) Stratigrafi section 4 ................................. 32
Gambar 4.7 (a) Poligon section 5 (b) Stratigrafi section 5 ................................. 33
Gambar 4.8 (a) Poligon section 6 (b) Stratigrafi section 6 ................................. 34
Gambar 4.9 Picking horizon ............................................................................. 35
Gambar 4.10 Hasil pembuatan pillar gridding ................................................... 36
Gambar 4.11 Peta struktur waktu horizon 4 ...................................................... 37
Gambar 4.12 Peta struktur waktu horizon 3 ...................................................... 37
Gambar 4.13 Peta struktur waktu horizon 2 ...................................................... 38
Gambar 4.14 Peta struktur waktu horizon 1 ...................................................... 38
Gambar 4.15 Peta struktur kedalaman Horizon 4 .............................................. 39
Gambar 4.16 Peta struktur kedalaman Horizon 3 .............................................. 40
Gambar 4.17 Peta struktur kedalaman Horizon 2 .............................................. 40
Gambar 4.18Peta struktur kedalaman Horizon 1 ............................................... 41
Gambar 4.19 Hasil layering .............................................................................. 42
Gambar 5.1 Bulk volume .................................................................................. 43

xii

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


Gambar 5.2 Hasil upscaled untuk beberapa sumur ............................................ 44
Gambar 5.3 Histogram hasil scaled up untuk semua sumur ............................... 45
Gambar 5.4 Variogram coal 5 .......................................................................... 46
Gambar 5. 5 Variogram coal 6.......................................................................... 46
Gambar 5.6 Variogram coal 7 .......................................................................... 47
Gambar 5.7 Variogram coal 8 .......................................................................... 47
Gambar 5.8 Hasil pemodelan lithofasies pada batasan daerah penelitian ........... 48
Gambar 5.9 Histogram coal 5 (a), coal 6 (b), coal 7 (c) dan coal (8) ................ 49

xiii

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Sumur utama ..................................................................................... 24


Tabel 4.2 Sumur pendukung .............................................................................. 25
Tabel 5.1 Perhitungan volume dar tiap lapisan batubara .................................... 50

xiv

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam dan merupakan salah satu
penyumbang devisa negara. Berbagai macam kegiatan eksplorasi telah dilakukan
untuk mendapatkan sumber minyak dan gas bumi yang baru dan ekonomis untuk
kemudian diproduksi, ataupun dengan meningkatkan perolehan minyak dan gas
bumi dari sumur-sumur minyak dan gas bumi yang sudah ada.

Mengingat pentingnya minyak dan gas bumi bagi kelangsungan hidup manusia,
maka perlu dipertimbangkan bagaimana caranya agar kita dapat menemukan
kandungan minyak dan gas bumi yang baru dan prospek untuk diproduksi.
Kandungan minyak dan gas bumi di bumi ini semakin lama semakin menipis
karena minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber kekayaan alam yang
tidak dapat diperbaharui, Sehingga perlu dilakukan estimasi cadangan
hidrokarbon pada reservoir. Maka kita dapat memprediksikan kapan hidrokarbon
dalam reservoir tersebut akan habis bila disesuaikan dengan kegiatan eksplorasi
dan eksploitasi yang dilakukan oleh suatu perusahaan.

Maka dari itu di perlukan solusi atau di temukannya sumber energi lain, salah
satunya adalah batubara yang beberapa tahun terakhir menjadi kandidat salah satu
sumber energi alternatif. Jumlahnya di bumi ini juga cukup banyak, bahkan lebih
banyak dari minyak dan gas bumi. Batubara merupakan salah satu sumber energi
yang mengalami pertumbuhan paling cepat, bahkan lebih cepat dibanding minyak,
gas, atapun nuklir sekalipun. Batubara telah memainkan peran yang sangat
penting selama berabad-abad, tidak hanya membangkitkan listrik namun juga
merupakan bahan bakar utama bagi produksi baja dan semen, serta kegiatan-
kegiatan industri lainnya di Indonesia. Sumber daya batubara menyajikan tinjauan
lengkap mengenai batubara dan maknanya bagi kehidupan kita.

1 Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


2

Sebelum melakukan eksploitasi, diperlukan tahapan eksplorasi terlebih dahulu


yang akan memudahkan dalam penentuan suatu cebakan-cebakan batubara,
menentukan kecenderungan akumulasi endapan batubara dan penyebarannya
secara lateral. Disamping itu potensi kuantitas dan kualitas dari sumberdaya
batubara dapat ditentukan dari tahapan eksplorasi. Eksplorasi lapangan batubara
biasanya ada empat tahap yaitu suvei tinjau, prospeksi, eksplorasi pendahuluan
dan eksplorasi rinci. Semua tahapan ini intinya bertujuan untuk mengidentifikasi
keterdapatan, keberadaan, ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas, serta kualitas suatu
endapan batu bara.

Sebagian besar perusahaan tambang di Indonesia, dalam melakukan eksploitasi


lapangan batubara hanya melakukan survey tinjau saja dan langsung melakukan
tambang terbuka (open pit). Dengan melakukan tambang terbuka berarti
mengeksploitasi suatu lapangan batubara tanpa melihat secara rinci prospeknya,
baik itu sifat fisik batubara maupun kemenerusannya. Untuk itu diperlukan suatu
metode yang lebih baik untuk menjelaskan secara rinci keberadaan batubara di
bawah permukaan. Metode interpretasi seismik merupakan salah satu metode
yang dapat melihat keberadaan batubara dari segi volume dan kemenerusannya,
bahkan dapat dilihat sifat fisik dari batubara. Dengan melakukan pemodelan
lithofasies dan juga perhitungan seam batubara pada lapangan tersebut kita dapat
mengetahui seberapa banyak batubara yang ada dan juga kemenerusan dari
batubara itu kearah mana.

1.2 Tujuan Penelitian

Maksud dari penyusunan tugas akhir ini adalah untuk memenuhi persyaratan
dalam menyelesaikan program pendidikan sarjana sains strata satu di Program
Studi Fisika, fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk memodelkan lithofasies batubara serta menghitung


volume lapisan batubara pada lapangan “P” Riau, dengan melihat distribusi

Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
3

lithofasies. Kemudian dilakukan korelasi antara data sumur dan data seismik
sehingga dapat dilakukan pemodelan struktur, pendekatan geostatistik antara
sumur yang satu dengan yang lainnya dan juga didukung oleh data geologi.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Data yang digunakan merupakan data seismik 2D, data sumur bor (log),
marker geologi dan hasil dari interpretasi seismik (horizon).
2. Atribut seismik untuk pemodelan struktur bawah permukaan.
3. Pemodelan volume batubara dilakukan pada daerah batasan (boundary) yang
sudah dibuat.
4. Pemodelan daerah prospek batubara yang merupakan hasil integrasi analisa
struktur dan penggunaan atribut seismik untuk memetakan lapisan batubara.
5. Perhitungan volume batubara dengan melihat persebaran lithofasies batubara
dan juga non batubara.

1.4 Metodologi Penelitian

Metode penelitian terdiri dari beberapa tahap antara lain:

1. Mempelajari teori tentang interpretasi struktural maupun non-struktural pada


data seismik, serta memahami geologi regional dari daerah yang akan diteliti.
2. Menganalisa dan membuat marker geologi pada tiap sumur.
3. Mempelajari software yang akan digunakan dalam hal ini adalah petrel.
4. Menggunakan data real 2D sebagai input software, kemudian melakukan
langkah-langkah interpretasi seperti marking, picking horizon sampai didapat
model volumetrik.
5. Mendapatkan hasil dan melakukan analisis.

Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
4

6. Membuat laporan akhir.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi terdiri atas lima bab yang secara garis besar dapat
diuraikan sebagai berikut:

 Bagian awal dari penelitian ini yaitu BAB 1 akan membahas tentang latar
belakang penulisan, batasan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian
serta sistematika penulisan.

 Pembahas mengenai kondisi geologi regional daerah yang diteliti, sejarah


struktural, tinjauan stratigrafi, dan keberadaan batubara dijelaskan pada BAB 2.

 Setelah itu pada bagian ketiga yaitu BAB 3 akan dibahas tentang teori dasar
dari batubara dan kandungannya, proses korelasi antara data sumur dengan
data seismik maupun korelasi antar data sumur serta proses pemodelan lapisan
batubara yang kemudian digunakan untuk mendukung interpretasi.

 Melakukan korelasi sumur, pembuatan sintetik seismogram, seismik well tie,


picking horizon, picking struktur stratigrafi, pemetaan dalam 2D (peta struktur
waktu maupun peta struktur ketebalan). kemudian melakukan pemodelan
sebaran dan menghitung volume dari tiap lapisan batubara merupakan bagian
dari BAB 4.

 BAB 5 akan dilakukan analisa interpolasi dari data sumur menggunakan


metode geostatistik, membahas mengenai model persebaran fasies batubara
serta perhitungan volume tiap lapisannya.

 Sebagai bagian terakhir dari penelitian ini adalah bagian kesimpulan dari
seluruh rangkaian prosedur yang telah dilakukan dan beberapa saran untuk
penelitian kedepan agar hasil yang didapat menjadi maksimal, semua ini
terangkum dalam BAB 6.

Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
BAB 2
TINJAUAN UMUM KONDISI GEOLOGI REGIONAL

2.1 Geologi Regional

Daerah penelitian ini terletak didaerah transisi antara cekungan Sumatera Selatan
dan Sumatera Tengah, cekungan ini merupakan cekungan Tersier yang
mempunyai potensi besar mengandung endapan bitumen padat. Cekungan
Sumatera Selatan dibatasi oleh Paparan Sunda di sebelah timur laut, daerah
ketinggian Lampung di sebelah tenggara, Pegunungan Bukit Barisan di sebelah
barat daya serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di sebelah
barat laut. Evolusi cekungan ini diawali sejak Mesozoic dan merupakan cekungan
busur belakang (back arc basin). Tektonik cekungan Sumatera dipengaruhi oleh
pergerakkan konvergen antara lempeng Hindia-Australia dengan lempeng Paparan
Sunda.

Gambar 2.1 Lokasi cekungan Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan.


Samantaka, 2010

5 Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


6

Gambar 2.2 Peta daerah penelitian. Samantaka, 2010

Sejarah terbentuknya cekungan Sumatera Selatan memiliki beberapa kesamaan


dengan sejarah terbentuknya cekungan Sumatera Tengah. Batas antara kedua
cekungan tersebut adalah kawasan yang membujur timur laut – barat daya melalui
bagian utara Pegunungan Tigapuluh. Cekungan-cekungan tersebut memiliki
bentuk asimetrik dan di sebelah barat daya dibatasi oleh sesar-sesar dan
singkapan-singkapan batuan pra-Tersier yang terangkat di sepanjang kawasan
kaki Pegunungan Barisan. Di sebelah timur laut dibatasi oleh formasi-formasi
sedimen dari Paparan Sunda. Pada bagian selatan dan timur, cekungan tersebut

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


7

dibatasi oleh tinggian Pegunungan Tiga Puluh. Kedua daerah tinggian tersebut
tertutup oleh laut dangkal saat Miosen awal sampai Miosen tengah. Cekungan-
cekungan tersier tersebut juga terhampar ke arah barat dan juga seringkali
dihubungkan oleh jakur-jalur laut dengan Samudera-Hindia. Berdasarkan unsur
tektoniknya, fisiografi regional cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi :

1. Tinggian Meraksa, yang terdiri dari Kuang, Tinggian Palembang, Tinggian


Tamiang, Tinggian Palembang bagian utara dan Tinggian Senbilang.
2. Depresi Lematang (Muaraenim Dalam).
3. Antiklinorium Pedopo Limau dan Antiklinorium Palembang bagian utara.

Ketiga fisiografi diatas memisahkan cekungan Sumatera Selatan menjadi tiga


bagian, yaitu sub-cekungan Palembang bagian selatan, sub-cekungan Palembang
bagian tengah dan sub-cekungan Jambi. Dibawah ini merupakan peta regional
daerah penelitian dan stratigrafinya :

2.2 Geologi Struktur Cekungan Sumatera Selatan

Pembentukan cekungan (basin) Sumatera Selatan merupakan suatu sistem reaksi


gerak sesar geser makro (strike slip fault) yang umumnya akan menghasilkan
pola-pola sesar normal (fase ekstensional), sear naik dan sesar geser (fase uplift).
Faktor utama yang mempengaruhi pembentukan cekungan biasanya adalah
konfigurasi dari basement dan danya perubahan pada daerah subduksi, baik
spasial atau temporal. Cekungan Sumatera Selatan merupakan tipe cekungan
tersier, sehingga perkembangannya dipengaruhi oleh basement pra-tersier.
Basement pra-tersier pada cekungan ini terdiri dari beberapa micro-plate
kontingen dan samudera. Elemen-elemen struktur yang utama pada cekungan
Sumatera Selatan menunjukkan arah orientasi regangan dengan arah timur laut-
barat daya pada zaman eosen-oligosen yang selanjutnya dipotong oleh inversi
pliosen-pleistosen.

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


8

2.3 Stratigrafi Struktur Cekungan Sumatera Selatan

Pada dasarnya stratigrafi cekungan Sumatera Selatan terdiri dari satu siklus besar
sedimentasi yang dimulai dari fase transgresi pada awal siklus dan fase regresi di
akhir siklus. Siklus ini dimulai dengan siklus non-marine, yaitu proses di
endapkannya formasi lahat pada oligocene awal dan setelah itu diikuti oleh
formasi Talang akar yang di endapkan diatasnya secara tidak selaras. Fase
transgresi berlangsung terus-menerus hingga miosen awal, dan kemudian
berkembang formasi Batu Raja yang terdiri dari batuan karbonat yang diendapkan
pada lingkungan back reef, fore reef dan intertidal. Fase transgresi maksimum
terjadi pada saat diendapkannya foramsi Gumai bagian bawah yang terdiri dari
shale laut dalam secara selaras diatas formasi Batu Raja. Fase regresi terjadi pada
saat diendapkannya formasi Gumai bagian atas kemudian dilanjutkan dengan
pengendapan formasi Air Benakat secara selaras yang didominasi oleh litologi
batupasir pada lingkungan pantai dan delta. Pada pliosen awal , laut menjadi
semakin dangkal karena terdapat dataran delta dan non-marine yang terdiri dari
perselingan batupasir dan claystone dengan sisipan batubara. Pada masa pliosen
awal inilah menjadi waktu pembentukan dari formasi Muara Enim yang
berlangsung sampai pliosen akhir, yang didalamnya terdapat pengendapan batuan
konglomerat, batu apung dan lapisan batupasir tuffa.

2.3.1 Batuan Dasar (Basement)

Batuan dasar (pra tersier) terdiri dari batuan kompleks paleozoikum dan batuan
Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku, dan batuan karbonat. Batuan dasar
yang paling tua, terdeformasi paling lemah, dianggap bagian dari lempeng-mikro
Malaka, mendasari bagian utara dan timur cekungan. Lebih ke selatan lagi
terdapat Lempeng-mikro Mergui yang terdeformasi kuat, kemungkinan
merupakan fragmen kontinental yang lebih lemah. Lempeng-mikro Malaka dan
Mergui dipisahkan oleh fragmen terdeformasi dari material yang berasal dari
selatan dan bertumbukan. Bebatuan granit, vulkanik, dan metamorf yang

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


9

terdeformasi kuat (berumur Kapur Akhir) mendasari bagian lainnya dari cekungan
Sumatera Selatan. Morfologi batuan dasar ini dianggap mempengaruhi morfologi
rift pada Eosen-Oligosen, lokasi dan luasnya gejala inversi/pensesaran mendatar
pada Plio-Pleistosen, karbon dioksida lokal yang tinggi yang mengandung
hidrokarbon gas, serta rekahan-rekahan yang terbentuk di batuan dasar.

2.3.2 Formasi Lahat

Formasi Lahat diperkirakan berumur oligosen awal. Formasi ini merupakan


batuan sedimen pertama yang diendapkan pada cekungan Sumatera Selatan.
Pembentukannya hanya terdapat pada bagian terdalam dari cekungan dan
diendapkan secara tidak selaras. Pengendapannya terdapat dalam lingkungan
darat/aluvial-fluvial sampai dengan lacustrine. Fasies batupasir terdapat di bagian
bawah, terdiri dari batupasir kasar, kerikilan, dan konglomerat. Sedangkan fasies
shale terletak di bagian atas (Benakat Shale) terdiri dari batu serpih sisipan
batupasir halus, lanau, dan tufa. Sehingga shale yang berasal dari lingkungan
lacustrine ini merupakan dapat menjadi batuan induk. Pada bagian tepi graben
ketebalannya sangat tipis dan bahkan tidak ada, sedangkan pada bagian tinggian
intra-graben sub cekungan selatan dan tengah Palembang ketebalannya mencapai
1000 m.

2.3.3 Formasi Talang Akar

Formasi Talang Akar diperkirakan berumur oligosen akhir sampai miosen awal.
Formasi ini terbentuk secara tidak selaras dan kemungkinan paraconformable di
atas Formasi Lahat dan selaras di bawah Formasi Gumai atau anggota Basal
Telisa/formasi Batu Raja. Formasi Talang Akar pada cekungan Sumatera Selatan
terdiri dari batulanau, batupasir dan sisipan batubara yang diendapkan pada
lingkungan laut dangkal hingga transisi. Bagian bawah formasi ini terdiri dari
batupasir kasar, serpih dan sisipan batubara. Sedangkan di bagian atasnya berupa
perselingan antara batupasir dan serpih. Ketebalan Formasi Talang Akar berkisar
antara 460 – 610 m di dalam beberapa area cekungan.

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


10

Variasi lingkungan pengendapan formasi ini merupakan fluvial-deltaic yang


berupa braidded stream dan point bar di sepanjang paparan (shelf) berangsur
berubah menjadi lingkungan pengendapan delta front, marginal marine, dan
prodelta yang mengindikasikan perubahan lingkungan pengendapan ke arah
cekungan (basinward). Sumber sedimen batupasir Talang Akar Bawah ini berasal
dari dua tinggian pada kala oligosen akhir, yaitu di sebelah timur (Wilayah Sunda)
dan sebelah barat (deretan Pegunungan Barisan dan daerah tinggian dekat Bukit
Barisan).

2.3.4 Formasi Batu Raja

Formasi Batu Raja diendapkan secara selaras di atas formasi Talang Akar pada
kala miosen awal. Formasi ini tersebar luas terdiri dari karbonat platforms dengan
ketebalan 20-75 m dan tambahan berupa karbonat build-up dan reef dengan
ketebalan 60-120 m. Didalam batuan karbonatnya terdapat shale dan calcareous
shale yang diendapkan pada laut dalam dan berkembang di daerah platform dan
tinggian (Bishop, 2001). Produksi karbonat berjalan dengan baik pada masa
sekarang dan menghasilkan pengendapan dari batugamping. Keduanya berada
pada platforms di pinggiran dari cekungan dan reef yang berada pada tinggian
intra-basinal. Karbonat dengan kualitas reservoir terbaik umumnya berada di
selatan cekungan, akan tetapi lebih jarang pada bagian utara sub-cekungan Jambi
(Ginger dan Fielding, 2005). Beberapa distribusi fasies batugamping yang
terdapat dalam formasi Batu Raja diantaranya adalah mudstone, wackestone, dan
packstone. Bagian bawah terdiri dari batugamping kristalin yang didominasi oleh
semen kalsit dan terdiri dari wackstone bioklastik, sedikit plentic foram, dan di
beberapa tempat terdapat vein.

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


11

2.3.5 Formasi Gumai

Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas formasi Batu Raja pada kala
oligosen sampai dengan tengah miosen. Formasi ini tersusun oleh fosilliferous
marine shale dan lapisan batugamping yang mengandung glauconitic (Bishop,
2001). Bagian bawah formasi ini terdiri dari serpih yang mengandung calcareous
shale dengan sisipan batugamping, napal dan batulanau. Sedangkan di bagian
atasnya berupa perselingan antara batupasir dan shale. Ketebalan formasi Gumai
ini diperkirakan 2700 m di tengah-tengah cekungan. Sedangkan pada batas
cekungan dan pada saat melewati tinggian ketebalannya cenderung tipis.

2.3.6 Formasi Air Benakat

Formasi Air Benakat diendapkan selama fase regresi dan akhir dari pengendapan
formasi Gumai pada kala tengah miosen. Pengendapan pada fase regresi ini terjadi
pada lingkungan neritik hingga shallow marine, yang berubah menjadi lingkungan
delta plain dan coastal swamp pada akhir dari siklus regresi pertama. Formasi ini
terdiri dari batulempung putih kelabu dengan sisipan batupasir halus, batupasir
abu-abu hitam kebiruan, glaukonitan setempat mengandung lignit dan di bagian
atas mengandung tufaan sedangkan bagian tengah kaya akan fosil foraminifera.
Ketebalan formasi ini diperkirakan antara 1000-1500 m.

2.3.7 Formasi Muara Enim

Formasi ini diendapkan pada kala akhir miosen sampai pliosen dan merupakan
siklus regresi kedua sebagai pengendapan laut dangkal sampai continental sands,
delta dan batu lempung. Siklus regresi kedua dapat dibedakan dari pengendapan
siklus pertama (formasi Air Benakat) dengan ketidakhadirannya batupasir
glaukonit dan akumulasi lapisan batubara yang tebal. Pengendapan awal terjadi di
sepanjang lingkungan rawa-rawa dataran pantai, sebagian di bagian selatan
cekungan Sumatra Selatan, menghasilkan deposit batubara yang luas.

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


12

Pengendapan berlanjut pada lingkungan delta plain dengan perkembangan secara


lokal sekuen serpih dan batupasir yang tebal. Siklus regresi kedua terjadi selama
kala Miosen akhir dan diakhiri dengan tanda-tanda awal tektonik Plio-Pleistosen
yang menghasilkan penutupan cekungan dan onset pengendapan lingkungan non
marine. Batupasir pada formasi ini dapat mengandung glaukonit dan debris
volkanik. Pada formasi ini terdapat oksida besi berupa konkresi-konkresi dan
silisified wood. Sedangkan batubara yang terdapat pada formasi ini umumnya
berupa lignit. Ketebalan formasi ini tipis pada bagian utara dan maksimum berada
di sebelah selatan dengan ketebalan 750 m.

2.3.8 Formasi Kasai

Formasi ini diendapkan pada kala pliosen sampai dengan pleistosen.


Pengendapannya merupakan hasil dari erosi dari pengangkatan Bukit Barisan dan
pegunungan Tigapuluh, serta akibat adanya pengangkatan pelipatan yang terjadi
di cekungan. Pengendapan dimulai setelah tanda-tanda awal dari pengangkatan
terakhir Pegunungan Barisan yang dimulai pada miosen akhir. Kontak formasi ini
dengan formasi Muara Enim ditandai dengan kemunculan pertama dari batupasir
tufaan. Karakteristik utama dari endapan siklus regresi ketiga ini adalah adanya
kenampakan produk volkanik. Formasi Kasai tersusun oleh batupasir kontinental
dan lempung serta material piroklastik. Formasi ini mengakhiri siklus susut laut.
Pada bagian bawah terdiri atas tuffaceous sandstone dengan beberapa selingan
lapisan-lapisan tuffaceous claystone dan batupasir yang lepas, pada bagian teratas
terdapat lapisan tuff, batu apung yang mengandung sisa tumbuhan dan kayu
berstruktur sedimen silang siur. Lignit terdapat sebagai lensa-lensa dalam
batupasir dan batulempung yang terdapat tuff.

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


13

Gambar 2.3 Kolom stratigrafi sub-cekungan Palembang Selatan (Modifikasi dari


Sardjito dkk, 1991).

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


BAB 3
TEORI DASAR

3.1 Pengertian Batubara

Secara umum batubara dapat diartikan sebagai bahan bakar hidrokarbon yang
terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh
panas serta tekanan yang berlangsung lama sekali. Secara garis besar batubara
terdiri dari zat organik, air dan bahan mineral. Batubara dapat diklasifikasikan
menurut tingkatan yaitu lignit, sub bituminous, bituminous dan antrasit.
Penyebaran endapan batubara di Indonesia cukup meluas baik di Indonesia bagian
barat maupun Indonesia bagian timur. Kebanyakan terdapat di cekungan-
cekungan batubara pada beberapa tempat di Pulau Sumatera dan Pulau
Kalimantan, seperti Cekungan Sumatera Selatan, Cekungan Kutai, Cekungan
Barito dan sebagainya. Definisi batubara dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu
sifat fisiknya, asal kejadiannya, dan pemanfaatannya. Untuk memberikan
gambaran mengenai pengertian batubara secara umum oleh beberapa penulis
dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Thiessen (1947) mendefinisikan batubara sebagai berikut :

Batubara adalah suatu benda padat yang kompleks, terdiri dari bermacam-macam
unsur yang mewakili banyak komponen kimia, dimana hanya sedikit dari
komponen kimia tersebut yang dapat diketahui. Pada umumnya benda padat
tersebut homogen, tetapi hampir semua berasal dari sisa-sisa tumbuhan. Sisa-saisa
tumbuhan tersebut sangatlah kompleks, terdiri dari berbagai macam tissue dimana
setiap tissue terdiri dari beberapa sel. Dengan sendirinya akan berkomposisi
sejumlah komponen kimia dalam perbandingan yang bervariasi. Jadi dapat
disimpulkan bahwa batubara adalah suatu benda padat organik yang mempunyai
komposisi kimia yang sangat rumit.

14 Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


15

2. Menurut Wolf (1984) :

Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, berasal dari tumbuh-
tumbuhan (komposisi utamanya adalah karbon, hidrogen dan oksigen), berwarna
cokelat sampai hitam, dan saat terjadi proses kimia dan fisika dapat
mengakibatkan kandungan karbonnya meningkat. Jadi dari dua pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa batubara adalah batuan karbonat berlapis yang
terbentuk oleh akumulasi sisa-sisa tumbuhan bersama hasil dekomposisinya yang
terawetkan dalam lapisan sedimen dan menjadi kaya akan unsur karbon dengan
adanya proses diagenesis.

3.2 Proses Pembentukan Batubara

Batubara adalah batuan sedimen organoklastik yang berasal dari tumbuhan yang
pada kondisi tertentu tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran
sempurna. Umumnya proses pembentukan batubara terjadi pada zaman karbon
yaitu sekitar 270 sampai 350 tahun yang lalu. Pada zaman tersebut terbentuk
batubara di belahan bumi utara seperti Eropa, Asia, dan Amerika. Di Indonesia
batubara yang ditemukan dan ditambang umumnya berumur jauh lebih muda
yaitu terbentuk pada zaman tersier. Batubara tertua yang di Indonesia berumur
Eosen (40 – 60 juta tahun yang lalu) namun sumberdaya batubara di Indonesia
umumnya berumur antara Miosen dan Pliosen (2 – 15 juta tahun yang lalu).
Proses pembentukan batubara dari tumbuhan melalui dua tahap, yaitu :

3.2.1 Tahap Pembentukan Gambut (Peat) dari tumbuhan (Peatification)

Tumbuhan yang tumpang atau mati pada umumnya akan menglami proses
pembusukan dan penghancuran yang sempurna sehingga setelah beberapa waktu
kemudian tidak terlihat lagi bentuk asalnya. Pembusukan dan penghancuran
tersebut pada dasarnya merupakan proses oksidasi yang disebabkan oleh

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


16

pertumbuhan dan aktivasi bakteri serta jasad renik lainnya. Proses oksidasi
material penyusun utama cellulose (C6H10O5) dapat digambarkan sebagai berikut :

C6H10O5 + 6 O2 6CO2 + 5 H2O (3.1)

Tumbuhan yang mati pada daerah rawa ditandai dengan kandungan oksigen yang
rendah karena pada air rawa hanya mengandung sedikit oksigen, sehingga tidak
memungkinkan bakteri aerob (yang memerlukan oksigen) dapat hidup. Maka
tumbuhan yang sudah mati tadi tidak mengalami proses pembusukan dan
penghancuran yang sempurna atau dengan kata lain tidak terjadi proses oksidasi
yang sempurna. Pada kondisi ini hanya bakteri anaerob saja yang bekerja
melakukan proses dekomposisi yang kemudian membentuk gambut (peat).
Dengan tidak adanya oksigen, maka hidrogen dan karbon akan menjadi H2O,
CH4, CO, dan CO2. Tahap pembentukan gambut ini disebut juga proses biokimia.
Gambut yang berwarna kecoklatan sampai hitam ini porositasnya tinggi dan
masih menampilkan wujud aslinya (tumbuhan), kandungan air dari gambut juga
tinggi yaitu bisa mencapai 50% lebih.

3.2.2 Tahap pembentukan batubara dari gambut (coalification)

Proses pembentukan gambut akan berhenti dengan tidak adanya regenerasi


tumbuhan. Hal ini terjadi karena kondisi yang tidak memungkinkan tumbuhnya
vegetasi, misalnya penurunan dasar cekungan yang terlalu cepat. Jika lapisan
gambut yang terbentuk kemudian ditutupi oleh lapisan sedimen, maka lapisan
gambut tersebut mengalami tekanan darilapisan sedimen dimana tekanan akan
meningkat dengan bertambahnya ketebalan lapisan sedimen akibat adanya
penurunan dasar rawa yang signifikan. Peningkatan temperatur disebabkan oleh
bertambahnya tekanan dan kedalaman. Kenaikan temperatur karena bertambahnya
kedalaman disebut gradient geotermik. Kenaikan temperatur dan tekanan dapat
juga disebabkan oleh aktivitas magma, proses pembentukan gunung, dan aktivitas
tektonik lainnya. Peningkatan tekanan dan temperatur pada lapisan gambut akan
mengkonversi gambut menjadi batubara dimana terjadi proses pengurangan

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


17

kandungan air, pelepasan gas-gas (CO2, H2O, CO, CH4), peningkatan kepadatan
dan kekerasan, serta peningkatan nilai kalor. Proses pembusukan terjadi pada
lingkungan yang oksigennya kurang, sehingga terjadi pembakaran tidak
sempurna.

5(C6H10O5) C20H22O4 + 3 CH4 + 8 H2O + 6 CO2 + CO (3.2)


Pada tahap ini terbentuk lignit.

6(C6H10O5) C20H22O3 + 5 CH4 + 10 H2O + 8 CO2 + CO (3.3)


Pada tahap ini terbentuk bituminous coal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelas (rank) dan kualitas batubara diantaranya


adalah tekanan, temperatur dan waktu pembentukan. Proses pembentukan
batubara pada tahap ini biasa disebut proses termodinamika.

3.3 Maseral pada Batubara

Maseral pada batubara analog dengan mineral pada batuan. Maseral merupakan
bagian terkecil dari batubara yang dapat diamati dengan mikroskop. Maseral
dikelompokkan berdasarkan tumbuhan atau bagian tumbuhan menjadi tiga grup
(gambar 3.1), yaitu :

 Vitrinite

Vitrinite adalah maseral yang paling dominan dalam batubara. Maseral ini
berasal dari batang pohon, cabang, atau dahan, tangkai, daun, dan akar tumbuhan
pembentuk batubara. Nilai reflectance dari Vitrinite dijadikan penentu peringkat
batubara, dan sering dikorelasikan dengan nilai volatile matter seperti yang
terdapat pada ASTM standard.

 Liptinite (Exinite)

Seperti namanya, Liptinite berasal dari spora, resin, alga, cutikula (yang
terdapat pada permukaan daun) lilin/parafin, lemak dan minyak. Suberinite, tidak

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


18

tercantum diatas, hanya terdapat pada batubara tersier. Maseral ini berasal dari
substansi semacam gabus yang terdapat pada kulit kayu, dan pada permukaan
akar, batang dan buah - buahan. Fungsi dari maseral ini sebenarnya untuk
mencegah pengeringan pada tanaman.

 Inertinite

Material pembentuk inertinite sebenarnya sama dengan pembentuk


Vitrinite. Yang membedakannya adalah historikal pembentukannya yang disebut
fusination. Charring atau oksidasi pada saat proses pembentukan batubara
berlangsung merupakan proses yang membedakan substansi Vitrinite dan
Inertinite. Inertinite ini biasanya memiliki kadar carbon yang tinggi, hydrogen
yang rendah serta derajat aromatisisty yang tinggi.

Gambar 3.1 Klasifikasi Maseral (dalam Part II Coal, Reservoir Issue menurut
Crain.E. R. (Ross),P.Eng, 2010,)

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


19

3.4 Data Log Sumur Pemboran (Well Log)

Log merupakan suatu grafik kedalaman (bisa juga waktu) dari suatu data set yang
menunjukkan parameter yang diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah
sumur (Harsono, 1997). Adapun parameter-parameter yang bisa diukur adalah
sifat kelistrikan (spontaneous potensial), tahanan jenis batuan, daya hantar listrik,
sifat keradioaktifan dan sifat meneruskan gelombang suara. Metode
perekamannya dengan menggunakan cara menurunkan suatu sonde atau sensor ke
dasar lubang pemboran. Beberapa jenis log yang digunakan dalam eksplorasi
batubara diantaranya adalah :

3.4.1 Log Gamma Ray (GR)

Prinsip log GR adalah perekaman radioaktivitas alami bumi. Radioaktivitas GR


berasal dari 3 unsur radioaktif yang ada dalam batuan yaitu Uranium – U,
Thorium – Th, dan Potasium – K, yang secara continue memancarkan GR dalam
bentuk pulsa – pulsa energi radiasi tinggi. Sinar Gamma ini mampu menembus
batuan dan dideteksi oleh sensor sinar gamma yang umumnya berupa detektor
sintilasi. Setiap GR yang terdeteksi akan menimbulkan pulsa listrik pada detektor.
Parameter yang direkam adalah jumlah dari pulsa yang tercatat per satuan waktu
(sering disebut cacah GR).

Batubara biasanya mempunyai respon natural gamma ray yang rendah karena
batubara murni mengandung unsur – unsur radioaktif alami yang rendah. Tetapi
kadang – kadang, pembacaan gamma ray lebih tinggi pada batubara karena
batubara teresebut mengandung mineral lempung yang kaya akan unsur-unsur
radioaktif alami. Peningkatan proses resolusi vertikal pada pengukuran natural
gamma ray dapat direkombenasikan dalam praktek aplikasi pada CBM. Proses
matematik ini mengurangi resolusi vertikal pada pengukuran, sharpening the bed
boundary membantu menyelidiki batubara secara teliti dan akhirnya akan
mendapatkan hasil yang lebih akurat dalam pengukuran ketebalan batubara.

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


20

3.4.2 Log Spontaneous Potensial (SP)

Kurva Log SP adalah rekaman perbedaan potensial antara elektroda yang bergerak
didalam lubang bor dengan elektroda dipermukaan yang disebabkan oleh adanya
3 fenomena, yaitu : perbedaan salinitas antara fluida yang ada pada lubang bor
dan fluida yang ada pada reservoar, streaming potential, dan electrochemical
invasion. Pada batubara defleksi Spontaneous potential (SP) menunjukkan
permeabilitas pada batubara. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya kombinasi
dari perbedaan salinitas dan juga potensial yang dibangkitkan oleh akiran air pada
medium berpori atau sering disebut streaming potential effects.

3.4.3 Log Resistivity

Alat pengukur resistivitas dibagi menjadi 2, yaitu : induction-based tool dan


lateralog. Alat pengukuran resistivitas yang sering digunakan dalam aplikasi
CBM adalah Induction-based tool. Umumnya batubara memiliki pengukuran
resistivitas yang tinggi pada batubara yang murni. Sedangkan pada batubara yang
telah terkontaminasi oleh mineral – mineral atau pengotor seperti mineral
lempung, pyrites, volcanic dan fluida yang mengisi cleat maka resistivitas pada
batubara tersebut dapat berkurang. Alat pengukuran resistivitas lateralog
digunakan untuk mengidentifikasi batubara yang permeabel dan batubara non
permeabel. Batubara permeabel dicirikan adanya invasion profile sedangkan
batubara yang tight menunjukan resistivitas yang sangat tinggi dengan tidak ada
invasi.

3.4.4 Log Density

Log density merupakan suatu tipe log porositas yang mengukur densitas elektron
suatu formasi. Prinsip pencatatan dari log density adalah suatu sumber radioaktif
yang dimasukkan kedalam lubang bor mengemisikan sinar gamma ke dalam

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


21

formasi. Pada formasi tersebut sinar akan bertabrakan dengan elektron dari
formasi. Pada setiap tabrakan sinar gamma akan berkurang energinya. Sinar
gamma yang terhamburkan dan mencapai detektor pada suatu jarak tertentu dari
sumber dihitung sebagai indikasi densitas formasi. Jumlah tabrakan merupakan
fungsi langsung dari jumlah elektron didalam suatu formasi. Karena itu log
densitas dapat mendeterminasi densitas elektron formasi dihubungkan dengan
densitas bulk sesungguhnya didalam gr/cc. Harga densitas matrik batuan,
porositas, dan densitas fluida pengisi formasi. Log density merupakan log yang
sangat baik digunakan untuk megidentifikasi batubara. Pada log ini batubara
memiliki harga density yang rendah karena batubara memiliki density matrix
batuan yang rendah. Log density ini dibagi menjadi dua yaitu Long Density (LD)
dan Short Density (SD).

1. Long Density (LD)

Long density atau detektor sumbu panjang merupakan log density dengan detektor
yang lebih jauh dari sumber radiasi. Detektor ini memegang peranan penting
dalam pengukuran densitas batuan yang sebenarnya.

2. Short Density (SD)

Short density atau detektor sumbu pendek merupakan log density dengan detektor
yang lebih pendek dari sumber radiasi. Detektor ini sebenarnya merupakan
detektor pembantu untuk kompensasi pengaruh kerak lumpur dan lubang yang
buruk.

Dari beda antara pengukuran short density dan juga long density dapat diukur
koreksi densitas atau sering disebut dengan DRHO. Kemudian dari koreksi ini
dapat dicari density yang sebenarnya dari batuan yang diukur yaitu dengan
menjumlahkan atau mengurangkan nilai long density dengan koreksi densitas.

3.4.5 Log Neutron

Log neutron merupakan tipe log porositas yang mengukur konsentrasi ion
hidrogen dalam suatu formasi. Di dalam formasi bersih di mana porositas diisi air

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


22

atau minyak, log neutron mencatat porositas yang diisi cairan. Neutron energi
tinggi yang dihasilkan oleh suatu sumber kimia ditembakkan ke dalam formasi,
sebagai akibatnya neutron kehilangan energinya. Kehilangan energi maksimum
akan terjadi pada saat neutron bertabrakan dengan atom hidrogen karena kedua
materi tersebut mempunyai massa yang hampir sama. Karena itu kehilangan
energi maksimum merupakan fungsi dari konsentrasi hidrogen dalam formasi,
karena dalam formasi yang sarang hidrogen terkonsentrasi didalam pori-pori yang
terisi cairan, maka kehilangan energi akan dapat dihubungkan dengan porositas
formasi. Log neutron merupakan salah satu log yang baik dalam mengidentifikasi
batubara. Pada log ini batubara memiliki harga neutron tinggi karena umumnya
batubara banyak mengandung unsur Hidrogen. Tetapi, kandungan komponen ash
yang lain, seperti kuarsa yang berbutir halus, dapat mengurangi porositas neutron
pada batubara.

3.4.6 Log Sonik

Log sonik merupakan suatu log yang mengukur interval waktu lewat dari suatu
gelombang suara kompressional untuk melalui suatu feet formasi. Interval waktu
lewat dengan satuan mikrodetik per kaki merupakan kebalikan kecepatan
gelombang suara kompresional (satuan feet per detik). Harga log sonik tergantung
pada litologi dan porositas. Pada log ini batubara memiliki porositas yang tinggi.
Kandungan mineral lempung pada batubara tidak memiliki pengaruh yang besar
terhadap pembacaan porositas pada log ini. Hal tersebut karena porositas pada
mineral lempung murni memiliki kisaran yang sama dengan porositas batubara.
Tetapi, kandungan komponen ash yang lainnya, seperti kuarsa yang berbutir halus
dapat menyebabkan penurunan porosity pada batubara.

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


BAB 4
PENYAJIAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Penyajian Data

Studi perhitungan volume batubara dengan berdasarkan distribusi lithofasies pada


Lapangan “P” Riau menggunakan data seismik dan juga data log sumur. Data log
sumur yang digunakan yaitu sebanyak 20 log sumur. Sedangkan data seismik
yang digunakan merupakan data seismik 2D sebanyak 3 line seismik.

4.1.1 Data Log Sumur

Pada penelitian ini menggunakan 20 log sumur, yaitu 19 sumur utama dan 1
sumur pendukung. Dari log sumur ini dapat diketahui ketebalan dari lapisan
batubara untuk tiap lognya, mengetahui batas atas (top) dan batas bawah (bottom)
dari tiap lapisannya dan kemudian berguna juga untuk memodelkan volume dari
tiap lapisan yang ada. Dibawah ini dapat dilihat sumur data yang tersedia pada
tiap sumurnya pada Tabel 4.1(sumur utama) dan Tabel 4.2 (sumur pendukung).

Tabel 4.1 Sumur utama

BH UTM Y UTM X ELEVASI GR LD SD


16 5 9923478.91 166167,22 88.206 √ √ √
16 12 9924757.83 167029,16 71 √ √ √
12 9 9921961,5 159333,56 96 √ √ √
10 8 9925520,7 167647,12 69 √ √ √
12 7 9924536.16 167625,7 72.780 √ √ √
10 7 9924853.82 168129,63 79 √ √ √
8 7A 9926233,8 169260,76 68 √ √ √
16 6 9925191.47 167248.63 65 √ √ √
15 5 9922322.46 167761,33 90 √ √ √
10 1 9924205.38 168564,4 73 √ √ √
12 6 9922988.00 168728,43 89 √ √ √
24 2A 9916834,7 166768,16 93 √ √ √
18 2 9920410.26 166685,75 99 √ √ √
10 5 9923163,6 169289,47 71 √ √ √
15 4 9921662.09 167986,54 101.479 √ √ √
20 7A 9917908.02 167283,08 90 √ √ √

23 Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


24

20 H 9919047,2 169654,23 96 √ √ √
12 5 9921221.93 169755,95 80 √ √ √
85 9922184.19 171407 88 √ √ √

Tabel 4.2 Sumur pendukung

BH UTM Y UTM X ELEVASI GR DT RHOB DRHO


WCL0002426 9919880.23 177400.41 2000 √ √ √ √

4.1.2 Data seismik

Data seismik yang digunakan merupakan data seismik 2D yang sudah di post
stack terlebih dahulu sehingga data ini sudah berada pada domain waktu. Data
seismik yang digunakan sebanyak 3 line, yaitu obt97-02, ot13 dan ot28. Dibawah
ini merupakan Gambar 4.1 yaitu tampak burung dari ketiga line seismik yang
digunakan dan juga Gambar 4.2 yaitu peta basemap daerah penelitian.

Gambar 4.1 Tampak burung line seismik

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


25

Gambar 4.2 Peta basemap daerah penelitian

4.1.3 Geologi Regional

Data geologi regional berguna untuk mengetahui gambaran umum mengenai


kondisi geologi pada lapangan batubara ini, dan juga dapat terlihat stratigrafi dari
bawah permukaan.

4.1.4 Data Checkshot

Data checkshot digunakan untuk mendapatkan korelasi antara waktu dan


kedalaman. Data ini penting karena perbedaan domain yang ada pada data sumur
dengan data seismik, dimana data sumur memiliki domain kedalaman sedangkan
data seismik berada pada domain waktu. Sehingga dengan adanya data checkshot
kita dapat mencocokan posisi sumur secara vertikal pada data seismik.

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


26

4.2 Pengolahan data

Dilakukan pengecekan terhadap kelengkapan data yaitu merubah format data yang
akan digunakan pada software PETREL 7 karena data yang digunakan haruslah
sesuai dengan format software yang digunakan.

4.2.1 Analisis Data Log

Melakukan analisis bagaimana anomali yang ada pada daerah target penelitian.
Daerah penelitian yang digunakan daerah yang merupakan daerah yang dominan
pada batu pasir yang ditunjukkan pada nilai gamma ray yang lebih rendah
dibandingkan dengan batuan lempung. Dan juga dengan melihat data dari log
gamma ray (GR), log densitas (RHOB) dan log resistivitas (ILD) dapat ditentukan
adanya anomali batubara. Bahwa nilai resistivitas yang tinggi dan densitas yang
rendah dapat diindikasikan merupakan lapisan batubara. Namun karena pada
penelitian ini pada sumur utama tidak terdapat data log densitas yang sudah di
ubah menjadi RHOB, maka yang digunakan adalah log Short Density (SD) dan
juga Long Density (LD).

4.2.2 Korelasi antar sumur

Proses korelasi antar sumur dilakukan untuk menentukan zona batubara pada
marker yang telah dibuat pada sumur. Marker geologi dibutuhkan untuk
mengetahui batasan zona batubara dari informasi data sumur dengan korelasi
sumur (well seismic tie yang telah dilakukan). Penentuan zona batubara pada
penelitian ditinjau dari log gamma ray dan log densitas (SD dan LD). Zona
batubara ditandai dengan log gamma ray yang bernilai rendah dan log densitas
bernilai tinggi, hal ini dikarenakan umumnya batubara memiliki kandungan unsur
radioaktif yang jauh lebih sedikit dibanding material lainnya dan juga matriks
batuan dari batubara sangat rendah. Gambar 4.3 – 4.8 dibawah ini merupakan

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


27

proses korelasi antar sumur untuk tiap-tiap section yang telah dibuat. Tahap ini
dilakukan proses korelasi antara data seismik data sumur terlebih dahulu atau
lebih dikenal dengan istilah seismic well tie. Kemudian setelah didapat korelasi
yang baik antara data sumur dan data seismik yang ditunjukkan dengan nilai
korelasi yang baik, maka selanjutnya dilakukan penarikan korelasi antara data
sumur. Proses penarikan korelasi antar sumur ini dilakukan dengan membagi-bagi
section yang akan dikorelasikan. Pembagian section dilakukan agar proses
korelasi yang dilakukan lebih mudah sehingga mendapatkan hasil yang baik
secara lateral dan juga secara vertikal.

a. Section 1

(a)

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


28

(b)

Gambar 4.3 (a) Poligon section 1 (b) Stratigrafi section 1

b. Section 2

(a)

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


29

(b)

Gambar 4.4 (a) Poligon section 2 (b) Stratigrafi section 2

c. Section 3

(a)

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


30

(b)
Gambar 4.5 (a) Poligon section 3 (b) Stratigrafi section 3

d. Section 4

(a)

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


31

(b)

Gambar 4.6 (a) Poligon section 4 (b) Stratigrafi section 4

e. Section 5

(a)

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


32

(b)

Gambar 4.7 (a) Poligon section 5 (b) Stratigrafi section 5

f. Section 6

(a)

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


33

(b)

Gambar 4.8 (a) Poligon section 6 (b) Stratigrafi section 6

4.2.3 Picking Horizon

Horison digunakan sebagai pemandu dalam ektrapolasi data sumur pada


pembuatan model geologi awal. Sehingga dalam picking horison harus dilakukan
secara konsisten pada data seismik, apakah akan picking di through atau di peak.
Dalam penelitian ini, dibuat empat horison yang dalam hal ini diasumsikan
sebagai lapisan batubara (coal). Gambar 4.9 dibawah ini merupakan hasil picking
horizon untuk tiap line seismik 2D.

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


34

Gambar 4.9 Picking horizon

4.3 Pemodelan Struktur

Pada proses ini akan dibangun model berdasarkan data input yang telah dibuat
pada proses-proses sebelumnya. Hasil picking horizon akan digunakan sebagai
dasar pembuatan model pada tahap ini yang berguna untuk pembuatan lapisan dan
batas-batasnya.

4.3.1 Pillar Gridding

Pembuatan pillar gridding digunakan untuk membangun kerangka dari grid 3D.
Pada tahap ini dimasukkan satu pillar grid ke area penelitian. Grid skeleton terdiri
dari tiga bagian, yaitu bagian atas, bawah dan tengah skeleteon. Gambar 4.10
dibawah ini merupakan hasil pembuatan pillar gridding dimana terlihat ukuran

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


35

grid dan juga batasan (boundary) dari lokasi penelitian. Setiap grid dari pillar
gridding ini merepresentasikan jenis batuannya.

Gambar 4.10 Hasil pembuatan pillar gridding

4.4 Peta Struktur

Struktur geologi dalam model volumetrik akan terlihat setelah penentuan dan
pembuatan model horizon. Pada peta struktur ini dibagi menjadi dua, yaitu peta
struktur waktu dan peta struktur kedalaman.

4.41 Peta Struktur Waktu

Permukaan struktur-struktur utama yang telah dimasukkan tadi akan muncul pada
3D grid time model. 3D grid ini merupakan model awal yang masih dalam
domain waktu, selanjutnya model domain waktu ini akan dikonversi ke model

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


36

kedalaman dengan terlebih dahulu membuat model kecepatan. Gambar 4.11 –


4.14 dibawah ini merupakan peta struktur dari tiap lapisannya. Peta struktur waktu
ini merupakan hasil picking horizon, jadi menggambarkan waktu yang dibutuhkan
suatu gelombang untuk melewati tiap lapisannya. Waktu yang lebih tinggi
ditunjukkan oleh warna orange sedangkan waktu yang lebih rendah ditunjukkan
oleh warna ungu.

Gambar 4.11 Peta struktur waktu horizon 4

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


37

Gambar 4.12 Peta struktur waktu horizon 3

Gambar 4.13 Peta struktur waktu horizon 2

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


38

Gambar 4.14 Peta struktur waktu horizon 1

4.4.2 Peta Struktur Kedalaman

Untuk dapat mengkonversi peta struktur waktu menjadi peta struktur kedalaman,
dibutuhkan model kecepatan yang secara umum merepresentasikan variasi
litologi. Model kecepatan ini dikontrol oleh data marker geologi. Pada peta
kedalaman ini sudah dapat dilihat kedalaman dari tiap-tiap lapisan yang telah
dibuat. Dibawah ini Gambar 4.15 – 4.17 merupakan peta struktur kedalaman
untuk tiap lapisannya, jadi dari hasil struktur kedalaman dapat diketahui letak dari
tiap lapisannya pada kedalaman berapa. Dapat dilihat dari skala warna, makin
dalam lapisannya ditunjukkan oleh warna hijau.

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


39

Gambar 4.15 Peta struktur kedalaman Horizon 4

Gambar 4.16 Peta struktur kedalaman Horizon 3

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


40

Gambar 4.17 Peta struktur kedalaman Horizon 2

Gambar 4.18Peta struktur kedalaman Horizon 1

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


41

4.5 Pembuatan Zona dan Perlapisan

Tahap pembuatan zona dan perlapisan ini merupakan tahap akhir dalam membuat
kerangka struktur. Pada tahap ini harus mendefinisikan ketebalan dan area
perlapisan antar horizon. Pada penelitian ini dibuat 4 zona dengan masing-masing
diasumsikan memiliki 7 layer. Gambar 4.19 dibawah ini merupakan hasil
pembuatan zona dan perlapisan pada batasan (boundary) yang diinginkan.

Gambar 4.19 Hasil layering

Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pemodelan

Untuk dapat melakukan pemodelan lithofasies harus dilakukan langkah-langkah


diantaranya pemodelan geometri, scale up data log dan juga analisis data.
Pemodelan ini didasarkan pada marker geologi yang membagi atau
mengklasifikasikan zona batubara dan bukan batubara.

5.1.1 Pemodelan geometri

Pembuatan model geometri digunakan untuk mengisi model horizon yang telah
dibuat. Model-model horizon yang berisikan zona-zona dan layer-layer akan diisi
oleh properti yang ditentukan pada saat setting properti model. Karena akan
membuat pemodelan lithofasies batubara, maka yang akan digunakan hanya fasies
saja. Gambar 5.1 dibawah ini merupakan hasil pemodelan volume total yang
akan dimodelkan.

Gambar 5.1 Bulk volume

42 Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


43

5.1.2 Scale up data log

Karena cakupan dari data properti log areanya sangat terbatas, maka diperlukan
scale up yang dapa membantu untuk memperluas cakupan atau batasan dari nilai
properti yang diinginkan. Scale up pada dasarnya merupakan nilai rata-rata
properti yang diekspansikan ke sekitar daerah sumur. Hasil scaled up inilah yang
kemudian akan digunakan dalam pemodelan selanjutnya. Proses scaled up ini
sangat berguna apabila tingkat akurasi atau kemiripan antara data properti yang
telah dibuat kurang mirip dengan informasi yang berasal dari data sumur,
sehingga dengan adanya data scaled up maka yang digunakan adalah properti-
properti yang hampir mirip saja dengan informasi data sumur (log). Dalam
penelitian ini properti yang di scaled up yaitu fasies. Dibawah ini merupakan
Gambar 5.2 yaitu hasil scaled up coal fasies untuk tiap sumurnya dan juga
histogram dari coal fasies.

Gambar 5.2 Hasil upscaled untuk beberapa sumur

Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
44

Terlihat pada Gambar 5.2 diatas hasil scale up untuk beberapa sumur didaerah
penelitian, untuk fasies batubara ditunjukkan oleh lapisan yang berwarna hitam
sedangkan untuk fasies non batubara ditunjukkan oleh lapisan berwarna biru tua.
Terlihat pada setiap data sumur, keberadaan batubara jauh lebih sedikit dibanding
yang non batubara.

Gambar 5.3 Histogram hasil scaled up untuk semua sumur

Gambar 5.3 merupakan histogram hasil scaled up untuk keseluruhan sumur.


Histogram berwarna biru menunjukkan hasil pemodelan properti yaitu fasies,
warna hijau hasil scale up properti dengan data sumur, dan yang berwarna merah
menunjukkan data log. Hasil pembuatan histogram diatas didapat keakuratan
antara data sumur dengan data properti yang dibuat sekitar 30-40 %, hal ini
dikarenakan sebenarnya pada setiap zona batubara yang dipilih tidak seluruhnya
merupakan batubara, tetapi terdapat perselingan batupasir dan lain-lain.

Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
45

5.1.3 Pemodelan lithofasies

Setelah data log sudah di upsclase kedalam 3D grid, maka sudah dapat dilakukan
pemodelan properti. Penentuan litofasies dari coal ditentukan secara qualitatif
berdasarkan nilai gamma ray dan nilai Long serta Short density. Karena batubara
diindikasikan dengan nilai gamma ray rendah dan Long serta Short density yang
tinggi, maka akan sangat jelas perbedaan antara batubara dan non batubara.
Persebaran lithofasies ini dilakukan dengan metode SIS (Sequence Indicator
Simulation). Pemodelan fasies pada penelitian ini menggolongkan antara batubara
dan non batubara saja. Gambar 5.4 – 5.7 merupakan hasil analisis variogram dari
tiap coal fasies.

Gambar 5.4 Variogram coal 5

Gambar 5. 5 Variogram coal 6

Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
46

Gambar 5.6 Variogram coal 7

Gambar 5.7 Variogram coal 8

Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
47

Gambar 5.8 Hasil pemodelan lithofasies pada batasan daerah penelitian

5.1.4 Analisa pemodelan

Hasil pemodelan lithofasies ditunjukkan oleh Gambar 5.8 diatas menunjukkan


persebaran fasies batubara dan non batubara pada batasan daerah penelitian.
Batubara ditunjukkan oleh warna hitam keabu-abuan, sedangkan untuk fasies non
batubara ditunjukkan oleh warna biru tua. Untuk setiap zona batubara yang dibuat
telah dilakukan pendekatan geostatistik untuk menyebarkan nilai properti dari data
sumur yang ada. Perbandingan antara data sumur dan data persebaran fasies
batubara yang telah dibuat dapat dilihat pada histogram untuk masing-masing
zona. Pada Gambar 5.9 dibawah ini merupakan hasil pembuatan histogram, dapat
terlihat persebaran lithofasiesnya, dan juga toleransi kesalahan antara pemodelan
yang dibuat dengan informasi yang berasal dari data sumur. Toleransi kesalahan
paling besar ada pada histogram coal 8 yaitu sekitar 40 %, hal ini disebabkan
karena lapisan coal ini berada pada lapisan paling bawah sehingga ada beberapa

Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
48

data sumur yang tidak sampai kedalaman tersebut. Untuk toleransi kesalahan pada
histogram coal 6 yaitu sekitar 30 %, karena disebabkan pada lapisan ini banyak
sekali terdapat perselingan antara batupasir dan batubara yang secara umum
memliki nilai gamma ray yang rendah, sehingga agak sulit dalam melakukan
korelasi antar sumur-sumurnya. Untuk histogram coal 5 dan 7 sudah cukup
mendekati data riil (sumur), karena toleransi kesalahannya hanya sebesar 10-15
%.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 5.9 Histogram coal 5 (a), coal 6 (b), coal 7 (c) dan coal (8)

Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
49

5.2 Perhitungan volumetrik

Data pemodelan fasies, persentase batubara untuk tiap lapisannya dan juga batas
(boundary) dari daerah penelitian merupakan input yang akan digunakan dalam
perhitungan volume dari tiap zona batubara yang telah dibuat. Perhitungan ini
dilakukan secara sederhana saja, yaitu dengan cara mengalikan batas daerah
penelitian yang telah ditentukan dengan tebal dari tiap zona yang telah dibuat
kemudian hasilnya dikalikan kembali dengan persentase batubara pada masing-
masing lapisan. Dapat dirumuskan seperti Persamaan 5.1dibawah ini.

V coal = × ℎ × % (5.1)

Keterangan :

V coal = Volume batubara

% Coal = Persentase batubara pada tiap zona

Boundary = Batas daerah penelitian

Thickness = Ketebalan dari tiap zona

Dari perumusan diatas didapat volume dari tiap zona batubara yaitu seperti terlihat
pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.1 Perhitungan volume dar tiap lapisan batubara

SEAM Thickness (ft) Boundary (ft) % Coal Volume Coal (ft3)


Coal 5 12,14 1,81E+08 0,5152 1,13E+09
Coal 6 11,3 1,81E+08 0,4615 9,44E+08
Coal 7 9,1 1,81E+08 0,5802 9,56E+08
Coal 8 15,29 1,81E+08 0,7464 2,07E+09

Perhitungan diatas merupakan perhitungan kasar dalam menghitung persebaran


volume dari batubara. Perhitungan ini hanya didasarkan pada persebaran
lithofasies batubara pada tiap lapisannya. Sehingga masih banyak terdapat

Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
50

kesalahan-kesalahan dalam perhitungan volumenya. Beberapa faktor yang


mempengaruhi kesalahan dalam persebaran dan perhitungan volume berdasarkan
persebaran lithofasies diantaranya :

1. Data sumur utama yang hanya memiliki log gamma ray dan densitas saja, jadi
agak sulit dalam menentukan marker geologi.
2. Pembuatan picking horizon yang kurang sesuai dengan marker geologi pada
sumur.
3. Pembuatan sebaran lithofasies hanya dilakukan pada 4 zona saja dan berada
di bagian bawah data sumur, padahal dibagian atas masih ada lapisan-lapisan
yang lain.
4. Klasifikasi fasies yang hanya membagi 2 fasies saja yaitu coal dan non coal,
sedangkan seharusnya masih banyak fasies-fasies lain seperti batupasir,
lempung atau gas sekalipun.

Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan pembahasan diatas, penelitian perhitungan volume


batubara berdasarkan distribusi lithofasies studi kasus : formasi muara enim
Lapangan “P” Riau memiliki kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada daerah batasan penelitian ditemukan 4 zona batubara yang sifatnya


menerus dengan ketebalan maksimum masing-masing lapisan berbeda-
beda.
2. Semakin banyak data sumur dan semakin dekat jarak antar sumurnya
dapat mengurangi nilai error dalam proses interpolasi data.
3. Terdapat 4 zona batubara yaitu zona coal 5, coal 6, coal 7 dan coal 8
dengan volume masing-masing sebesar 2,80E+09, 2,93E+09, 1,36E+09,
3,51E+09 ft3.
4. Lapisan coal 5 memiliki ketebalan maksimum kearah selatan, coal 6
kearah tenggara, coal 7 lebih terpusat ditengah dan coal 8 kearah utara.
5. Ketebalan maksimum lapisan adalah 15,19 ft yaitu pada lapisan coal 8.

6.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan sehubungan dengan penelitian ini sebagai berikut :

1. Dalam menentukan zona batubara sebaiknya dilihat tidak hanya dari log
gamma ray dan densitas saja, tetapi lebih baik lagi apabila terdapat data
log resistivitas, neutron porositas, sonik dan lain-lain.

51 Universitas Indonesia

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


52

2. Dilakukan pembuatan sebaran lithofasies yang lebih kompleks lagi,


misalnya ditambahkan fasies batupasir dan lempung .
3. Untuk memperoleh bentuk dari lapisan batubara yang lebih akurat,
sebaiknya dilakukan pemboran yang lebih detail lagi, yaitu
dengan jarak antar lubang bor yang lebih dekat.

Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
53

DAFTAR ACUAN

Chilès, J.-P., and Delfiner, P., 1999, Geostatistics, modeling spatial uncertainty,
John Wiley and Sons, New York.

Damsleth, Elvind., 1997. Geostatistical Approaches in Reservoar Evaluation.


Jurnal of Petroleum Technology.

Davis, J.C., 1973. Statistical and data analysis in Geology, John Wiley & Sons,
Toronto.

De. Coster G.L. 1974. The Geology of the Central Sumatra and South Sumatra
Basins, Proceeding Indonesia Petroleum Assoc., 4 Annual Convention.

F. Leba, Ajun, 2011, Penaksiran Sumber Daya Batubara dengan metode Cross
Section di PT Satria mayangkara Sejahtera Tanjung Telang Lahat
Sumatera Selatan, Universitas Pembangunan Nasional, Yogyakarta.

Haris, Abd., 2004. Panduan kuliah Seismik Eksplorasi. Universitas Indonesia,


Depok : 119 hlm.

Harsono, Adi. 1997. Evaluasi Formasi dan Aplikasi log. Schlumberger Oilfield
Services.

Isaaks, E. H., and Srivastava, R. M., 1989, Applied geostatistic: Oxford


University Press.

Mussett, Alan and Khan, M. Aftab. 2000. Looking Into the Earth. Cambridge
University Press.

Schlumberger, 2007, Petrel Introduction, Schlumberger Innovation Solutions.

Schlumberger, 2004, Petrel Workflow Tools: Property Modeling, Schlumberger


Innovation Solutions.

Shell Mijnbouw. 1978, Geological Map of the South Sumatra Coal Province,
scale 1:250.000

Speight, J.G.( 2005). Handbook of Coal Analysis: John Wiley & Sons, Inc.,
Hoboken, New Jersey.

Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
54

Suhandojo, 1998, Teknik Eksplorasi dan Eksploitasi batubara, VEC, Jakarta.

Sukandarrumidi, 1995, Batubara dan Gambut, Universitas Gajah Mada


Yogyakarta.

Sukmono, Sigit. 2007. Fundamental of Seismic Interpretation. Volume 1. Dept. of


Geophysical Engineering, ITB.

Sukmono, Sigit. 2007. Fundamental of Seismic Interpretation. Volume 2. Dept. of


Geophysical Engineering, ITB.

T. Mudd, Henry, 1968 , Surface Mining, The American Institute of Mining,


Metallurgical and Petroleum Engineers, Inc., New York.

V. Dinata, Fransisca, 2011 , Analisis Fasies Batubara dan Karakteristik Petrofisik


Formasi Balikpapan Lapangan “X” Cekungan Kutai Berdasarkan Data
Log Sumur dan Inti Batuan, Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran”, Yogyakarta.

Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN

Gambar peta isochore coal 5

Gambar peta isochore coal 6

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


Gambar peta isochore coal 7

Gambar peta isochore coal 8

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


Gambar kolom stratigrafi cekungan Sumatera selatan menurut Silitonga dkk, 1995

Proses Pembatubaraan (dalam Coalbed methane characteristics of the Gates


Formation coals, northestern British Columbia: effect of maceral composition,
menurut Lamberson, M.N. and Bustin, R.M., 1993)

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


Gambar hasil scaled up pada setiap sumur

Gambar hasil simulasi distribusi lithofasies pada lapisan coal 5

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


Gambar hasil simulasi distribusi lithofasies pada lapisan coal 6

Gambar hasil simulasi distribusi lithofasies pada lapisan coal 7

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012


Gambar hasil simulasi distribusi lithofasies pada lapisan coal 8

Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai