File PDF
File PDF
SKRIPSI
WILLEM THUNGGARA
0706262893
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2012
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains
WILLEM THUNGGARA
0706262893
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2012
xiv
NPM : 0706262893
Tanda Tangan :
ii
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 13 Juni 2012
iii
Puji serta syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis boleh menyelesaikan tugas
akhir yang berjudul : “Perhitungan volume batubara berdasarkan distribusi
lithofasies studi kasus : Formasi muara enim Lapangan “P” Riau” dengan baik.
Laporan tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana dari Departemen Fisika, Universitas Indonesia. Selama penulisan mulai
dari awal hingga laporan ini selesai tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih
kepada :
Sekali lagi terima kasih banyak, semoga kebaikan kalian semua dibalas dengan
lebih baik oleh Tuhan Yang maha Esa. Penulis menyadari bahwa laporan ini
masih jauh dari kata sempurna, maka dari saran dan kritik dari semua yang
membaca laporan ini sangatlah diperlukan demi perbaikan penulis dimasa yang
akan datang. Akhir kata semoga laporan ini membawa manfaat bagi semua
pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.
Penulis
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak
menyimpan,mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan
data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 13 Juni 2012
Yang menyatakan
(Willem Thunggara)
vi
Pemetaan distribusi lithofasies dari lapisan batubara telah berhasil dilakukan pada
formasi Muara Enim Lapangan “P” Riau. Studi ini mengacu pada data sumur dan
data seismik 2D. 19 sumur utama dengan kedalaman 400 ft dan satu sumur
pendukung dengan kedalaman 2000 ft. 3 line seismik 2D digunakan sebagai
koreksi lateral daerah studi. Pemetaan distribusi lithofasies ini merupakan cara
yang cukup baik untuk menentukan persebaran lateral batubara. Persebarannya
dapat dilihat dengan melakukan beberapa langkah yaitu melakukan pemodelan
dari sebaran fasies batubara. Pemodelan ini didasarkan pada data sumur dan data
seismik, yang pada tahapannya menghasilkan marker geologi, struktur waktu dan
juga struktur kedalaman. Kemudian dari struktur waktu dibuat 4 zona batubara
dan lapisan dari tiap zona yang akan dihitung volumenya. Setelah persebaran dari
batubara sudah dapat dimodelkan, maka selanjutnya dilakukan proses perhitungan
volume batubara untuk tiap lapisannya berdasarkan batasan daerah penelitian,
ketebalan tiap lapisan dan juga persentase batubara pada tiap lapisannya.
vii
viii
LAMPIRAN
xi
Gambar 2.1 Lokasi cekungan Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan ............... 5
Gambar 2.2 Peta daerah penelitian ...................................................................... 6
Gambar 2.3 Kolom stratigrafi sub-cekungan Palembang Selatan (Modifikasi dari
Sardjito dkk, 1991). ........................................................................................... 13
Gambar 3.1 Klasifikasi Maseral (dalam Part II Coal, Reservoir Issue menurut
Crain.E. R. (Ross),P.Eng, 2010,) ........................................................................ 19
Gambar 4.1 Tampak burung line seismik .......................................................... 25
Gambar 4.2 Peta basemap daerah penelitian ..................................................... 26
Gambar 4.3 (a) Poligon section 1 (b) Stratigrafi section 1 ................................. 29
Gambar 4.4 (a) Poligon section 2 (b) Stratigrafi section 2 ................................. 30
Gambar 4.5 (a) Poligon section 3 (b) Stratigrafi section 3 ................................. 31
Gambar 4.6 (a) Poligon section 4 (b) Stratigrafi section 4 ................................. 32
Gambar 4.7 (a) Poligon section 5 (b) Stratigrafi section 5 ................................. 33
Gambar 4.8 (a) Poligon section 6 (b) Stratigrafi section 6 ................................. 34
Gambar 4.9 Picking horizon ............................................................................. 35
Gambar 4.10 Hasil pembuatan pillar gridding ................................................... 36
Gambar 4.11 Peta struktur waktu horizon 4 ...................................................... 37
Gambar 4.12 Peta struktur waktu horizon 3 ...................................................... 37
Gambar 4.13 Peta struktur waktu horizon 2 ...................................................... 38
Gambar 4.14 Peta struktur waktu horizon 1 ...................................................... 38
Gambar 4.15 Peta struktur kedalaman Horizon 4 .............................................. 39
Gambar 4.16 Peta struktur kedalaman Horizon 3 .............................................. 40
Gambar 4.17 Peta struktur kedalaman Horizon 2 .............................................. 40
Gambar 4.18Peta struktur kedalaman Horizon 1 ............................................... 41
Gambar 4.19 Hasil layering .............................................................................. 42
Gambar 5.1 Bulk volume .................................................................................. 43
xii
xiii
xiv
Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam dan merupakan salah satu
penyumbang devisa negara. Berbagai macam kegiatan eksplorasi telah dilakukan
untuk mendapatkan sumber minyak dan gas bumi yang baru dan ekonomis untuk
kemudian diproduksi, ataupun dengan meningkatkan perolehan minyak dan gas
bumi dari sumur-sumur minyak dan gas bumi yang sudah ada.
Mengingat pentingnya minyak dan gas bumi bagi kelangsungan hidup manusia,
maka perlu dipertimbangkan bagaimana caranya agar kita dapat menemukan
kandungan minyak dan gas bumi yang baru dan prospek untuk diproduksi.
Kandungan minyak dan gas bumi di bumi ini semakin lama semakin menipis
karena minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber kekayaan alam yang
tidak dapat diperbaharui, Sehingga perlu dilakukan estimasi cadangan
hidrokarbon pada reservoir. Maka kita dapat memprediksikan kapan hidrokarbon
dalam reservoir tersebut akan habis bila disesuaikan dengan kegiatan eksplorasi
dan eksploitasi yang dilakukan oleh suatu perusahaan.
Maka dari itu di perlukan solusi atau di temukannya sumber energi lain, salah
satunya adalah batubara yang beberapa tahun terakhir menjadi kandidat salah satu
sumber energi alternatif. Jumlahnya di bumi ini juga cukup banyak, bahkan lebih
banyak dari minyak dan gas bumi. Batubara merupakan salah satu sumber energi
yang mengalami pertumbuhan paling cepat, bahkan lebih cepat dibanding minyak,
gas, atapun nuklir sekalipun. Batubara telah memainkan peran yang sangat
penting selama berabad-abad, tidak hanya membangkitkan listrik namun juga
merupakan bahan bakar utama bagi produksi baja dan semen, serta kegiatan-
kegiatan industri lainnya di Indonesia. Sumber daya batubara menyajikan tinjauan
lengkap mengenai batubara dan maknanya bagi kehidupan kita.
1 Universitas Indonesia
Maksud dari penyusunan tugas akhir ini adalah untuk memenuhi persyaratan
dalam menyelesaikan program pendidikan sarjana sains strata satu di Program
Studi Fisika, fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Indonesia.
Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
3
lithofasies. Kemudian dilakukan korelasi antara data sumur dan data seismik
sehingga dapat dilakukan pemodelan struktur, pendekatan geostatistik antara
sumur yang satu dengan yang lainnya dan juga didukung oleh data geologi.
1. Data yang digunakan merupakan data seismik 2D, data sumur bor (log),
marker geologi dan hasil dari interpretasi seismik (horizon).
2. Atribut seismik untuk pemodelan struktur bawah permukaan.
3. Pemodelan volume batubara dilakukan pada daerah batasan (boundary) yang
sudah dibuat.
4. Pemodelan daerah prospek batubara yang merupakan hasil integrasi analisa
struktur dan penggunaan atribut seismik untuk memetakan lapisan batubara.
5. Perhitungan volume batubara dengan melihat persebaran lithofasies batubara
dan juga non batubara.
Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
4
Sistematika penulisan skripsi terdiri atas lima bab yang secara garis besar dapat
diuraikan sebagai berikut:
Bagian awal dari penelitian ini yaitu BAB 1 akan membahas tentang latar
belakang penulisan, batasan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian
serta sistematika penulisan.
Setelah itu pada bagian ketiga yaitu BAB 3 akan dibahas tentang teori dasar
dari batubara dan kandungannya, proses korelasi antara data sumur dengan
data seismik maupun korelasi antar data sumur serta proses pemodelan lapisan
batubara yang kemudian digunakan untuk mendukung interpretasi.
Sebagai bagian terakhir dari penelitian ini adalah bagian kesimpulan dari
seluruh rangkaian prosedur yang telah dilakukan dan beberapa saran untuk
penelitian kedepan agar hasil yang didapat menjadi maksimal, semua ini
terangkum dalam BAB 6.
Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
BAB 2
TINJAUAN UMUM KONDISI GEOLOGI REGIONAL
Daerah penelitian ini terletak didaerah transisi antara cekungan Sumatera Selatan
dan Sumatera Tengah, cekungan ini merupakan cekungan Tersier yang
mempunyai potensi besar mengandung endapan bitumen padat. Cekungan
Sumatera Selatan dibatasi oleh Paparan Sunda di sebelah timur laut, daerah
ketinggian Lampung di sebelah tenggara, Pegunungan Bukit Barisan di sebelah
barat daya serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di sebelah
barat laut. Evolusi cekungan ini diawali sejak Mesozoic dan merupakan cekungan
busur belakang (back arc basin). Tektonik cekungan Sumatera dipengaruhi oleh
pergerakkan konvergen antara lempeng Hindia-Australia dengan lempeng Paparan
Sunda.
5 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dibatasi oleh tinggian Pegunungan Tiga Puluh. Kedua daerah tinggian tersebut
tertutup oleh laut dangkal saat Miosen awal sampai Miosen tengah. Cekungan-
cekungan tersier tersebut juga terhampar ke arah barat dan juga seringkali
dihubungkan oleh jakur-jalur laut dengan Samudera-Hindia. Berdasarkan unsur
tektoniknya, fisiografi regional cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi :
Universitas Indonesia
Pada dasarnya stratigrafi cekungan Sumatera Selatan terdiri dari satu siklus besar
sedimentasi yang dimulai dari fase transgresi pada awal siklus dan fase regresi di
akhir siklus. Siklus ini dimulai dengan siklus non-marine, yaitu proses di
endapkannya formasi lahat pada oligocene awal dan setelah itu diikuti oleh
formasi Talang akar yang di endapkan diatasnya secara tidak selaras. Fase
transgresi berlangsung terus-menerus hingga miosen awal, dan kemudian
berkembang formasi Batu Raja yang terdiri dari batuan karbonat yang diendapkan
pada lingkungan back reef, fore reef dan intertidal. Fase transgresi maksimum
terjadi pada saat diendapkannya foramsi Gumai bagian bawah yang terdiri dari
shale laut dalam secara selaras diatas formasi Batu Raja. Fase regresi terjadi pada
saat diendapkannya formasi Gumai bagian atas kemudian dilanjutkan dengan
pengendapan formasi Air Benakat secara selaras yang didominasi oleh litologi
batupasir pada lingkungan pantai dan delta. Pada pliosen awal , laut menjadi
semakin dangkal karena terdapat dataran delta dan non-marine yang terdiri dari
perselingan batupasir dan claystone dengan sisipan batubara. Pada masa pliosen
awal inilah menjadi waktu pembentukan dari formasi Muara Enim yang
berlangsung sampai pliosen akhir, yang didalamnya terdapat pengendapan batuan
konglomerat, batu apung dan lapisan batupasir tuffa.
Batuan dasar (pra tersier) terdiri dari batuan kompleks paleozoikum dan batuan
Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku, dan batuan karbonat. Batuan dasar
yang paling tua, terdeformasi paling lemah, dianggap bagian dari lempeng-mikro
Malaka, mendasari bagian utara dan timur cekungan. Lebih ke selatan lagi
terdapat Lempeng-mikro Mergui yang terdeformasi kuat, kemungkinan
merupakan fragmen kontinental yang lebih lemah. Lempeng-mikro Malaka dan
Mergui dipisahkan oleh fragmen terdeformasi dari material yang berasal dari
selatan dan bertumbukan. Bebatuan granit, vulkanik, dan metamorf yang
Universitas Indonesia
terdeformasi kuat (berumur Kapur Akhir) mendasari bagian lainnya dari cekungan
Sumatera Selatan. Morfologi batuan dasar ini dianggap mempengaruhi morfologi
rift pada Eosen-Oligosen, lokasi dan luasnya gejala inversi/pensesaran mendatar
pada Plio-Pleistosen, karbon dioksida lokal yang tinggi yang mengandung
hidrokarbon gas, serta rekahan-rekahan yang terbentuk di batuan dasar.
Formasi Talang Akar diperkirakan berumur oligosen akhir sampai miosen awal.
Formasi ini terbentuk secara tidak selaras dan kemungkinan paraconformable di
atas Formasi Lahat dan selaras di bawah Formasi Gumai atau anggota Basal
Telisa/formasi Batu Raja. Formasi Talang Akar pada cekungan Sumatera Selatan
terdiri dari batulanau, batupasir dan sisipan batubara yang diendapkan pada
lingkungan laut dangkal hingga transisi. Bagian bawah formasi ini terdiri dari
batupasir kasar, serpih dan sisipan batubara. Sedangkan di bagian atasnya berupa
perselingan antara batupasir dan serpih. Ketebalan Formasi Talang Akar berkisar
antara 460 – 610 m di dalam beberapa area cekungan.
Universitas Indonesia
Formasi Batu Raja diendapkan secara selaras di atas formasi Talang Akar pada
kala miosen awal. Formasi ini tersebar luas terdiri dari karbonat platforms dengan
ketebalan 20-75 m dan tambahan berupa karbonat build-up dan reef dengan
ketebalan 60-120 m. Didalam batuan karbonatnya terdapat shale dan calcareous
shale yang diendapkan pada laut dalam dan berkembang di daerah platform dan
tinggian (Bishop, 2001). Produksi karbonat berjalan dengan baik pada masa
sekarang dan menghasilkan pengendapan dari batugamping. Keduanya berada
pada platforms di pinggiran dari cekungan dan reef yang berada pada tinggian
intra-basinal. Karbonat dengan kualitas reservoir terbaik umumnya berada di
selatan cekungan, akan tetapi lebih jarang pada bagian utara sub-cekungan Jambi
(Ginger dan Fielding, 2005). Beberapa distribusi fasies batugamping yang
terdapat dalam formasi Batu Raja diantaranya adalah mudstone, wackestone, dan
packstone. Bagian bawah terdiri dari batugamping kristalin yang didominasi oleh
semen kalsit dan terdiri dari wackstone bioklastik, sedikit plentic foram, dan di
beberapa tempat terdapat vein.
Universitas Indonesia
Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas formasi Batu Raja pada kala
oligosen sampai dengan tengah miosen. Formasi ini tersusun oleh fosilliferous
marine shale dan lapisan batugamping yang mengandung glauconitic (Bishop,
2001). Bagian bawah formasi ini terdiri dari serpih yang mengandung calcareous
shale dengan sisipan batugamping, napal dan batulanau. Sedangkan di bagian
atasnya berupa perselingan antara batupasir dan shale. Ketebalan formasi Gumai
ini diperkirakan 2700 m di tengah-tengah cekungan. Sedangkan pada batas
cekungan dan pada saat melewati tinggian ketebalannya cenderung tipis.
Formasi Air Benakat diendapkan selama fase regresi dan akhir dari pengendapan
formasi Gumai pada kala tengah miosen. Pengendapan pada fase regresi ini terjadi
pada lingkungan neritik hingga shallow marine, yang berubah menjadi lingkungan
delta plain dan coastal swamp pada akhir dari siklus regresi pertama. Formasi ini
terdiri dari batulempung putih kelabu dengan sisipan batupasir halus, batupasir
abu-abu hitam kebiruan, glaukonitan setempat mengandung lignit dan di bagian
atas mengandung tufaan sedangkan bagian tengah kaya akan fosil foraminifera.
Ketebalan formasi ini diperkirakan antara 1000-1500 m.
Formasi ini diendapkan pada kala akhir miosen sampai pliosen dan merupakan
siklus regresi kedua sebagai pengendapan laut dangkal sampai continental sands,
delta dan batu lempung. Siklus regresi kedua dapat dibedakan dari pengendapan
siklus pertama (formasi Air Benakat) dengan ketidakhadirannya batupasir
glaukonit dan akumulasi lapisan batubara yang tebal. Pengendapan awal terjadi di
sepanjang lingkungan rawa-rawa dataran pantai, sebagian di bagian selatan
cekungan Sumatra Selatan, menghasilkan deposit batubara yang luas.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Secara umum batubara dapat diartikan sebagai bahan bakar hidrokarbon yang
terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh
panas serta tekanan yang berlangsung lama sekali. Secara garis besar batubara
terdiri dari zat organik, air dan bahan mineral. Batubara dapat diklasifikasikan
menurut tingkatan yaitu lignit, sub bituminous, bituminous dan antrasit.
Penyebaran endapan batubara di Indonesia cukup meluas baik di Indonesia bagian
barat maupun Indonesia bagian timur. Kebanyakan terdapat di cekungan-
cekungan batubara pada beberapa tempat di Pulau Sumatera dan Pulau
Kalimantan, seperti Cekungan Sumatera Selatan, Cekungan Kutai, Cekungan
Barito dan sebagainya. Definisi batubara dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu
sifat fisiknya, asal kejadiannya, dan pemanfaatannya. Untuk memberikan
gambaran mengenai pengertian batubara secara umum oleh beberapa penulis
dapat diuraikan sebagai berikut :
Batubara adalah suatu benda padat yang kompleks, terdiri dari bermacam-macam
unsur yang mewakili banyak komponen kimia, dimana hanya sedikit dari
komponen kimia tersebut yang dapat diketahui. Pada umumnya benda padat
tersebut homogen, tetapi hampir semua berasal dari sisa-sisa tumbuhan. Sisa-saisa
tumbuhan tersebut sangatlah kompleks, terdiri dari berbagai macam tissue dimana
setiap tissue terdiri dari beberapa sel. Dengan sendirinya akan berkomposisi
sejumlah komponen kimia dalam perbandingan yang bervariasi. Jadi dapat
disimpulkan bahwa batubara adalah suatu benda padat organik yang mempunyai
komposisi kimia yang sangat rumit.
14 Universitas Indonesia
Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, berasal dari tumbuh-
tumbuhan (komposisi utamanya adalah karbon, hidrogen dan oksigen), berwarna
cokelat sampai hitam, dan saat terjadi proses kimia dan fisika dapat
mengakibatkan kandungan karbonnya meningkat. Jadi dari dua pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa batubara adalah batuan karbonat berlapis yang
terbentuk oleh akumulasi sisa-sisa tumbuhan bersama hasil dekomposisinya yang
terawetkan dalam lapisan sedimen dan menjadi kaya akan unsur karbon dengan
adanya proses diagenesis.
Batubara adalah batuan sedimen organoklastik yang berasal dari tumbuhan yang
pada kondisi tertentu tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran
sempurna. Umumnya proses pembentukan batubara terjadi pada zaman karbon
yaitu sekitar 270 sampai 350 tahun yang lalu. Pada zaman tersebut terbentuk
batubara di belahan bumi utara seperti Eropa, Asia, dan Amerika. Di Indonesia
batubara yang ditemukan dan ditambang umumnya berumur jauh lebih muda
yaitu terbentuk pada zaman tersier. Batubara tertua yang di Indonesia berumur
Eosen (40 – 60 juta tahun yang lalu) namun sumberdaya batubara di Indonesia
umumnya berumur antara Miosen dan Pliosen (2 – 15 juta tahun yang lalu).
Proses pembentukan batubara dari tumbuhan melalui dua tahap, yaitu :
Tumbuhan yang tumpang atau mati pada umumnya akan menglami proses
pembusukan dan penghancuran yang sempurna sehingga setelah beberapa waktu
kemudian tidak terlihat lagi bentuk asalnya. Pembusukan dan penghancuran
tersebut pada dasarnya merupakan proses oksidasi yang disebabkan oleh
Universitas Indonesia
pertumbuhan dan aktivasi bakteri serta jasad renik lainnya. Proses oksidasi
material penyusun utama cellulose (C6H10O5) dapat digambarkan sebagai berikut :
Tumbuhan yang mati pada daerah rawa ditandai dengan kandungan oksigen yang
rendah karena pada air rawa hanya mengandung sedikit oksigen, sehingga tidak
memungkinkan bakteri aerob (yang memerlukan oksigen) dapat hidup. Maka
tumbuhan yang sudah mati tadi tidak mengalami proses pembusukan dan
penghancuran yang sempurna atau dengan kata lain tidak terjadi proses oksidasi
yang sempurna. Pada kondisi ini hanya bakteri anaerob saja yang bekerja
melakukan proses dekomposisi yang kemudian membentuk gambut (peat).
Dengan tidak adanya oksigen, maka hidrogen dan karbon akan menjadi H2O,
CH4, CO, dan CO2. Tahap pembentukan gambut ini disebut juga proses biokimia.
Gambut yang berwarna kecoklatan sampai hitam ini porositasnya tinggi dan
masih menampilkan wujud aslinya (tumbuhan), kandungan air dari gambut juga
tinggi yaitu bisa mencapai 50% lebih.
Universitas Indonesia
kandungan air, pelepasan gas-gas (CO2, H2O, CO, CH4), peningkatan kepadatan
dan kekerasan, serta peningkatan nilai kalor. Proses pembusukan terjadi pada
lingkungan yang oksigennya kurang, sehingga terjadi pembakaran tidak
sempurna.
Maseral pada batubara analog dengan mineral pada batuan. Maseral merupakan
bagian terkecil dari batubara yang dapat diamati dengan mikroskop. Maseral
dikelompokkan berdasarkan tumbuhan atau bagian tumbuhan menjadi tiga grup
(gambar 3.1), yaitu :
Vitrinite
Vitrinite adalah maseral yang paling dominan dalam batubara. Maseral ini
berasal dari batang pohon, cabang, atau dahan, tangkai, daun, dan akar tumbuhan
pembentuk batubara. Nilai reflectance dari Vitrinite dijadikan penentu peringkat
batubara, dan sering dikorelasikan dengan nilai volatile matter seperti yang
terdapat pada ASTM standard.
Liptinite (Exinite)
Seperti namanya, Liptinite berasal dari spora, resin, alga, cutikula (yang
terdapat pada permukaan daun) lilin/parafin, lemak dan minyak. Suberinite, tidak
Universitas Indonesia
tercantum diatas, hanya terdapat pada batubara tersier. Maseral ini berasal dari
substansi semacam gabus yang terdapat pada kulit kayu, dan pada permukaan
akar, batang dan buah - buahan. Fungsi dari maseral ini sebenarnya untuk
mencegah pengeringan pada tanaman.
Inertinite
Gambar 3.1 Klasifikasi Maseral (dalam Part II Coal, Reservoir Issue menurut
Crain.E. R. (Ross),P.Eng, 2010,)
Universitas Indonesia
Log merupakan suatu grafik kedalaman (bisa juga waktu) dari suatu data set yang
menunjukkan parameter yang diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah
sumur (Harsono, 1997). Adapun parameter-parameter yang bisa diukur adalah
sifat kelistrikan (spontaneous potensial), tahanan jenis batuan, daya hantar listrik,
sifat keradioaktifan dan sifat meneruskan gelombang suara. Metode
perekamannya dengan menggunakan cara menurunkan suatu sonde atau sensor ke
dasar lubang pemboran. Beberapa jenis log yang digunakan dalam eksplorasi
batubara diantaranya adalah :
Batubara biasanya mempunyai respon natural gamma ray yang rendah karena
batubara murni mengandung unsur – unsur radioaktif alami yang rendah. Tetapi
kadang – kadang, pembacaan gamma ray lebih tinggi pada batubara karena
batubara teresebut mengandung mineral lempung yang kaya akan unsur-unsur
radioaktif alami. Peningkatan proses resolusi vertikal pada pengukuran natural
gamma ray dapat direkombenasikan dalam praktek aplikasi pada CBM. Proses
matematik ini mengurangi resolusi vertikal pada pengukuran, sharpening the bed
boundary membantu menyelidiki batubara secara teliti dan akhirnya akan
mendapatkan hasil yang lebih akurat dalam pengukuran ketebalan batubara.
Universitas Indonesia
Kurva Log SP adalah rekaman perbedaan potensial antara elektroda yang bergerak
didalam lubang bor dengan elektroda dipermukaan yang disebabkan oleh adanya
3 fenomena, yaitu : perbedaan salinitas antara fluida yang ada pada lubang bor
dan fluida yang ada pada reservoar, streaming potential, dan electrochemical
invasion. Pada batubara defleksi Spontaneous potential (SP) menunjukkan
permeabilitas pada batubara. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya kombinasi
dari perbedaan salinitas dan juga potensial yang dibangkitkan oleh akiran air pada
medium berpori atau sering disebut streaming potential effects.
Log density merupakan suatu tipe log porositas yang mengukur densitas elektron
suatu formasi. Prinsip pencatatan dari log density adalah suatu sumber radioaktif
yang dimasukkan kedalam lubang bor mengemisikan sinar gamma ke dalam
Universitas Indonesia
formasi. Pada formasi tersebut sinar akan bertabrakan dengan elektron dari
formasi. Pada setiap tabrakan sinar gamma akan berkurang energinya. Sinar
gamma yang terhamburkan dan mencapai detektor pada suatu jarak tertentu dari
sumber dihitung sebagai indikasi densitas formasi. Jumlah tabrakan merupakan
fungsi langsung dari jumlah elektron didalam suatu formasi. Karena itu log
densitas dapat mendeterminasi densitas elektron formasi dihubungkan dengan
densitas bulk sesungguhnya didalam gr/cc. Harga densitas matrik batuan,
porositas, dan densitas fluida pengisi formasi. Log density merupakan log yang
sangat baik digunakan untuk megidentifikasi batubara. Pada log ini batubara
memiliki harga density yang rendah karena batubara memiliki density matrix
batuan yang rendah. Log density ini dibagi menjadi dua yaitu Long Density (LD)
dan Short Density (SD).
Long density atau detektor sumbu panjang merupakan log density dengan detektor
yang lebih jauh dari sumber radiasi. Detektor ini memegang peranan penting
dalam pengukuran densitas batuan yang sebenarnya.
Short density atau detektor sumbu pendek merupakan log density dengan detektor
yang lebih pendek dari sumber radiasi. Detektor ini sebenarnya merupakan
detektor pembantu untuk kompensasi pengaruh kerak lumpur dan lubang yang
buruk.
Dari beda antara pengukuran short density dan juga long density dapat diukur
koreksi densitas atau sering disebut dengan DRHO. Kemudian dari koreksi ini
dapat dicari density yang sebenarnya dari batuan yang diukur yaitu dengan
menjumlahkan atau mengurangkan nilai long density dengan koreksi densitas.
Log neutron merupakan tipe log porositas yang mengukur konsentrasi ion
hidrogen dalam suatu formasi. Di dalam formasi bersih di mana porositas diisi air
Universitas Indonesia
atau minyak, log neutron mencatat porositas yang diisi cairan. Neutron energi
tinggi yang dihasilkan oleh suatu sumber kimia ditembakkan ke dalam formasi,
sebagai akibatnya neutron kehilangan energinya. Kehilangan energi maksimum
akan terjadi pada saat neutron bertabrakan dengan atom hidrogen karena kedua
materi tersebut mempunyai massa yang hampir sama. Karena itu kehilangan
energi maksimum merupakan fungsi dari konsentrasi hidrogen dalam formasi,
karena dalam formasi yang sarang hidrogen terkonsentrasi didalam pori-pori yang
terisi cairan, maka kehilangan energi akan dapat dihubungkan dengan porositas
formasi. Log neutron merupakan salah satu log yang baik dalam mengidentifikasi
batubara. Pada log ini batubara memiliki harga neutron tinggi karena umumnya
batubara banyak mengandung unsur Hidrogen. Tetapi, kandungan komponen ash
yang lain, seperti kuarsa yang berbutir halus, dapat mengurangi porositas neutron
pada batubara.
Log sonik merupakan suatu log yang mengukur interval waktu lewat dari suatu
gelombang suara kompressional untuk melalui suatu feet formasi. Interval waktu
lewat dengan satuan mikrodetik per kaki merupakan kebalikan kecepatan
gelombang suara kompresional (satuan feet per detik). Harga log sonik tergantung
pada litologi dan porositas. Pada log ini batubara memiliki porositas yang tinggi.
Kandungan mineral lempung pada batubara tidak memiliki pengaruh yang besar
terhadap pembacaan porositas pada log ini. Hal tersebut karena porositas pada
mineral lempung murni memiliki kisaran yang sama dengan porositas batubara.
Tetapi, kandungan komponen ash yang lainnya, seperti kuarsa yang berbutir halus
dapat menyebabkan penurunan porosity pada batubara.
Universitas Indonesia
Pada penelitian ini menggunakan 20 log sumur, yaitu 19 sumur utama dan 1
sumur pendukung. Dari log sumur ini dapat diketahui ketebalan dari lapisan
batubara untuk tiap lognya, mengetahui batas atas (top) dan batas bawah (bottom)
dari tiap lapisannya dan kemudian berguna juga untuk memodelkan volume dari
tiap lapisan yang ada. Dibawah ini dapat dilihat sumur data yang tersedia pada
tiap sumurnya pada Tabel 4.1(sumur utama) dan Tabel 4.2 (sumur pendukung).
23 Universitas Indonesia
20 H 9919047,2 169654,23 96 √ √ √
12 5 9921221.93 169755,95 80 √ √ √
85 9922184.19 171407 88 √ √ √
Data seismik yang digunakan merupakan data seismik 2D yang sudah di post
stack terlebih dahulu sehingga data ini sudah berada pada domain waktu. Data
seismik yang digunakan sebanyak 3 line, yaitu obt97-02, ot13 dan ot28. Dibawah
ini merupakan Gambar 4.1 yaitu tampak burung dari ketiga line seismik yang
digunakan dan juga Gambar 4.2 yaitu peta basemap daerah penelitian.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Dilakukan pengecekan terhadap kelengkapan data yaitu merubah format data yang
akan digunakan pada software PETREL 7 karena data yang digunakan haruslah
sesuai dengan format software yang digunakan.
Melakukan analisis bagaimana anomali yang ada pada daerah target penelitian.
Daerah penelitian yang digunakan daerah yang merupakan daerah yang dominan
pada batu pasir yang ditunjukkan pada nilai gamma ray yang lebih rendah
dibandingkan dengan batuan lempung. Dan juga dengan melihat data dari log
gamma ray (GR), log densitas (RHOB) dan log resistivitas (ILD) dapat ditentukan
adanya anomali batubara. Bahwa nilai resistivitas yang tinggi dan densitas yang
rendah dapat diindikasikan merupakan lapisan batubara. Namun karena pada
penelitian ini pada sumur utama tidak terdapat data log densitas yang sudah di
ubah menjadi RHOB, maka yang digunakan adalah log Short Density (SD) dan
juga Long Density (LD).
Proses korelasi antar sumur dilakukan untuk menentukan zona batubara pada
marker yang telah dibuat pada sumur. Marker geologi dibutuhkan untuk
mengetahui batasan zona batubara dari informasi data sumur dengan korelasi
sumur (well seismic tie yang telah dilakukan). Penentuan zona batubara pada
penelitian ditinjau dari log gamma ray dan log densitas (SD dan LD). Zona
batubara ditandai dengan log gamma ray yang bernilai rendah dan log densitas
bernilai tinggi, hal ini dikarenakan umumnya batubara memiliki kandungan unsur
radioaktif yang jauh lebih sedikit dibanding material lainnya dan juga matriks
batuan dari batubara sangat rendah. Gambar 4.3 – 4.8 dibawah ini merupakan
Universitas Indonesia
proses korelasi antar sumur untuk tiap-tiap section yang telah dibuat. Tahap ini
dilakukan proses korelasi antara data seismik data sumur terlebih dahulu atau
lebih dikenal dengan istilah seismic well tie. Kemudian setelah didapat korelasi
yang baik antara data sumur dan data seismik yang ditunjukkan dengan nilai
korelasi yang baik, maka selanjutnya dilakukan penarikan korelasi antara data
sumur. Proses penarikan korelasi antar sumur ini dilakukan dengan membagi-bagi
section yang akan dikorelasikan. Pembagian section dilakukan agar proses
korelasi yang dilakukan lebih mudah sehingga mendapatkan hasil yang baik
secara lateral dan juga secara vertikal.
a. Section 1
(a)
Universitas Indonesia
(b)
b. Section 2
(a)
Universitas Indonesia
(b)
c. Section 3
(a)
Universitas Indonesia
(b)
Gambar 4.5 (a) Poligon section 3 (b) Stratigrafi section 3
d. Section 4
(a)
Universitas Indonesia
(b)
e. Section 5
(a)
Universitas Indonesia
(b)
f. Section 6
(a)
Universitas Indonesia
(b)
Universitas Indonesia
Pada proses ini akan dibangun model berdasarkan data input yang telah dibuat
pada proses-proses sebelumnya. Hasil picking horizon akan digunakan sebagai
dasar pembuatan model pada tahap ini yang berguna untuk pembuatan lapisan dan
batas-batasnya.
Pembuatan pillar gridding digunakan untuk membangun kerangka dari grid 3D.
Pada tahap ini dimasukkan satu pillar grid ke area penelitian. Grid skeleton terdiri
dari tiga bagian, yaitu bagian atas, bawah dan tengah skeleteon. Gambar 4.10
dibawah ini merupakan hasil pembuatan pillar gridding dimana terlihat ukuran
Universitas Indonesia
grid dan juga batasan (boundary) dari lokasi penelitian. Setiap grid dari pillar
gridding ini merepresentasikan jenis batuannya.
Struktur geologi dalam model volumetrik akan terlihat setelah penentuan dan
pembuatan model horizon. Pada peta struktur ini dibagi menjadi dua, yaitu peta
struktur waktu dan peta struktur kedalaman.
Permukaan struktur-struktur utama yang telah dimasukkan tadi akan muncul pada
3D grid time model. 3D grid ini merupakan model awal yang masih dalam
domain waktu, selanjutnya model domain waktu ini akan dikonversi ke model
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Untuk dapat mengkonversi peta struktur waktu menjadi peta struktur kedalaman,
dibutuhkan model kecepatan yang secara umum merepresentasikan variasi
litologi. Model kecepatan ini dikontrol oleh data marker geologi. Pada peta
kedalaman ini sudah dapat dilihat kedalaman dari tiap-tiap lapisan yang telah
dibuat. Dibawah ini Gambar 4.15 – 4.17 merupakan peta struktur kedalaman
untuk tiap lapisannya, jadi dari hasil struktur kedalaman dapat diketahui letak dari
tiap lapisannya pada kedalaman berapa. Dapat dilihat dari skala warna, makin
dalam lapisannya ditunjukkan oleh warna hijau.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tahap pembuatan zona dan perlapisan ini merupakan tahap akhir dalam membuat
kerangka struktur. Pada tahap ini harus mendefinisikan ketebalan dan area
perlapisan antar horizon. Pada penelitian ini dibuat 4 zona dengan masing-masing
diasumsikan memiliki 7 layer. Gambar 4.19 dibawah ini merupakan hasil
pembuatan zona dan perlapisan pada batasan (boundary) yang diinginkan.
Universitas Indonesia
5.1 Pemodelan
Pembuatan model geometri digunakan untuk mengisi model horizon yang telah
dibuat. Model-model horizon yang berisikan zona-zona dan layer-layer akan diisi
oleh properti yang ditentukan pada saat setting properti model. Karena akan
membuat pemodelan lithofasies batubara, maka yang akan digunakan hanya fasies
saja. Gambar 5.1 dibawah ini merupakan hasil pemodelan volume total yang
akan dimodelkan.
42 Universitas Indonesia
Karena cakupan dari data properti log areanya sangat terbatas, maka diperlukan
scale up yang dapa membantu untuk memperluas cakupan atau batasan dari nilai
properti yang diinginkan. Scale up pada dasarnya merupakan nilai rata-rata
properti yang diekspansikan ke sekitar daerah sumur. Hasil scaled up inilah yang
kemudian akan digunakan dalam pemodelan selanjutnya. Proses scaled up ini
sangat berguna apabila tingkat akurasi atau kemiripan antara data properti yang
telah dibuat kurang mirip dengan informasi yang berasal dari data sumur,
sehingga dengan adanya data scaled up maka yang digunakan adalah properti-
properti yang hampir mirip saja dengan informasi data sumur (log). Dalam
penelitian ini properti yang di scaled up yaitu fasies. Dibawah ini merupakan
Gambar 5.2 yaitu hasil scaled up coal fasies untuk tiap sumurnya dan juga
histogram dari coal fasies.
Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
44
Terlihat pada Gambar 5.2 diatas hasil scale up untuk beberapa sumur didaerah
penelitian, untuk fasies batubara ditunjukkan oleh lapisan yang berwarna hitam
sedangkan untuk fasies non batubara ditunjukkan oleh lapisan berwarna biru tua.
Terlihat pada setiap data sumur, keberadaan batubara jauh lebih sedikit dibanding
yang non batubara.
Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
45
Setelah data log sudah di upsclase kedalam 3D grid, maka sudah dapat dilakukan
pemodelan properti. Penentuan litofasies dari coal ditentukan secara qualitatif
berdasarkan nilai gamma ray dan nilai Long serta Short density. Karena batubara
diindikasikan dengan nilai gamma ray rendah dan Long serta Short density yang
tinggi, maka akan sangat jelas perbedaan antara batubara dan non batubara.
Persebaran lithofasies ini dilakukan dengan metode SIS (Sequence Indicator
Simulation). Pemodelan fasies pada penelitian ini menggolongkan antara batubara
dan non batubara saja. Gambar 5.4 – 5.7 merupakan hasil analisis variogram dari
tiap coal fasies.
Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
46
Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
47
Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
48
data sumur yang tidak sampai kedalaman tersebut. Untuk toleransi kesalahan pada
histogram coal 6 yaitu sekitar 30 %, karena disebabkan pada lapisan ini banyak
sekali terdapat perselingan antara batupasir dan batubara yang secara umum
memliki nilai gamma ray yang rendah, sehingga agak sulit dalam melakukan
korelasi antar sumur-sumurnya. Untuk histogram coal 5 dan 7 sudah cukup
mendekati data riil (sumur), karena toleransi kesalahannya hanya sebesar 10-15
%.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 5.9 Histogram coal 5 (a), coal 6 (b), coal 7 (c) dan coal (8)
Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
49
Data pemodelan fasies, persentase batubara untuk tiap lapisannya dan juga batas
(boundary) dari daerah penelitian merupakan input yang akan digunakan dalam
perhitungan volume dari tiap zona batubara yang telah dibuat. Perhitungan ini
dilakukan secara sederhana saja, yaitu dengan cara mengalikan batas daerah
penelitian yang telah ditentukan dengan tebal dari tiap zona yang telah dibuat
kemudian hasilnya dikalikan kembali dengan persentase batubara pada masing-
masing lapisan. Dapat dirumuskan seperti Persamaan 5.1dibawah ini.
V coal = × ℎ × % (5.1)
Keterangan :
Dari perumusan diatas didapat volume dari tiap zona batubara yaitu seperti terlihat
pada tabel dibawah ini.
Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
50
1. Data sumur utama yang hanya memiliki log gamma ray dan densitas saja, jadi
agak sulit dalam menentukan marker geologi.
2. Pembuatan picking horizon yang kurang sesuai dengan marker geologi pada
sumur.
3. Pembuatan sebaran lithofasies hanya dilakukan pada 4 zona saja dan berada
di bagian bawah data sumur, padahal dibagian atas masih ada lapisan-lapisan
yang lain.
4. Klasifikasi fasies yang hanya membagi 2 fasies saja yaitu coal dan non coal,
sedangkan seharusnya masih banyak fasies-fasies lain seperti batupasir,
lempung atau gas sekalipun.
Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan sehubungan dengan penelitian ini sebagai berikut :
1. Dalam menentukan zona batubara sebaiknya dilihat tidak hanya dari log
gamma ray dan densitas saja, tetapi lebih baik lagi apabila terdapat data
log resistivitas, neutron porositas, sonik dan lain-lain.
51 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
53
DAFTAR ACUAN
Chilès, J.-P., and Delfiner, P., 1999, Geostatistics, modeling spatial uncertainty,
John Wiley and Sons, New York.
Davis, J.C., 1973. Statistical and data analysis in Geology, John Wiley & Sons,
Toronto.
De. Coster G.L. 1974. The Geology of the Central Sumatra and South Sumatra
Basins, Proceeding Indonesia Petroleum Assoc., 4 Annual Convention.
F. Leba, Ajun, 2011, Penaksiran Sumber Daya Batubara dengan metode Cross
Section di PT Satria mayangkara Sejahtera Tanjung Telang Lahat
Sumatera Selatan, Universitas Pembangunan Nasional, Yogyakarta.
Harsono, Adi. 1997. Evaluasi Formasi dan Aplikasi log. Schlumberger Oilfield
Services.
Mussett, Alan and Khan, M. Aftab. 2000. Looking Into the Earth. Cambridge
University Press.
Shell Mijnbouw. 1978, Geological Map of the South Sumatra Coal Province,
scale 1:250.000
Speight, J.G.( 2005). Handbook of Coal Analysis: John Wiley & Sons, Inc.,
Hoboken, New Jersey.
Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
54
Universitas Indonesia
Perhitungan volume..., Willem Thunggara, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN