Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI BAHAN PENYEGAR

ACARA 2
PENGOLAHAN KOPI

Disusun Oleh:
Kelompok 2
Ayunda Nurchandra A1M013029
Nadhila Benita Prabawati A1M013040

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PURWOKERTO
2016
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kopi adalah sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan dan
ekstraksi biji tanaman kopi. Secara umum terdapat dua jenis biji kopi, yaitu kopi
arabika (Coffea arabica) dan kopi robusta (Coffea canephora) (Edy Panggabean,
2011). Kopi merupakan salah satu minuman yang tersebar luas dan termasuk
minuman yang mayoritas banyak diminum di dunia (Sofyana Nadya, 2011).
Teknologi budi daya dan pengolahan kopi meliputi pemilihan bahan tanam
kopi unggul, pemeliharaan, pemangkasan tanaman dan pemberian penaung,
pengendalian hama dan gulma, pemupukan yang seimbang, pemanenan, serta
pengolahan kopi pasca panen. Pengolahan kopi sangat berperan penting dalam
menentukan kualitas dan cita rasa kopi (Rahardjo, 2012).
Saat ini, peningkatan produksi kopi di Indonesia masih terhambat oleh
rendahnya mutu biji kopi yang dihasilkan sehingga mempengaruhi pengembangan
produksi akhir kopi. Hal ini disebabkan, karena penanganan pasca panen yang tidak
tepat antara lain proses fermentasi, pencucian, sortasi, pengeringan, dan
penyangraian. Selain itu spesifikasi alat/mesin yang digunakan juga dapat
mempengaruhi setiap tahapan pengolahan biji kopi.
Kopi mengandung senyawa antioksidan dalam jumlah yang cukup banyak.
Adanya antioksidan dapat membantu tubuh dalam menangkal efek perusakan oleh
senyawa radikal bebas dalam tubuh dan memperbaiki sel-sel yang rusak. Kopi dapat
membantu kita agar tetap terjaga dan fokus (Edy Panggabean, 2011).
Komponen yang terdapat pada biji kopi adalah kafein, kaffeol, trigonelline,
amino acid, karbohidrat, alifatik acid, chlorogenat acid, lemak, mineral, komponen
volatil, dan komponen karbonil. Kafein yang terdapat dalam kopi merupakan
stimulan dari sistem saraf pusat sehingga dapat meningkatkan kinerja otak.
B. Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah :


1. Membuat kopi bubuk dengan perlakuan dekafeinasi dan tanpa dekafeinasi pada
biji kopi serta waktu penyangraian yang berbeda, yaitu 20, 30, dan 40 menit.
2. Melakukan pengamatan terhadap rendemen, kadar air, dan sifat sensori yang
dihasilkan.
3. Mengetahui pengaruh tahapan pengolahan kopi terhadap karakteristik
fisikokimia dan sensori kopi yang dihasilkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Kopi adalah salah satu komoditi andalan Indonesia. Hasil komoditi ini
menempati urutan ketiga setelah karet dan lada. Pada tahun 2008 produksi kopi di
Sumatera Selatan telah mencapai 155.372 ton terbagi dalam beberapa daerah
penghasil kopi. Kopi digemari tidak hanya dikarenakan citarasanya yang khas, kopi
memiliki manfaat sebagai antioksidan karena memiliki polifenol dan merangsang
kinerja otak. Kopi juga memiliki banyak kekurangan. Masalah utama dari
pengkonsumsian kopi adalah nilai kafein yang terkandung dalam kopi. Kafein apabila
dikonsumsi berlebihan dapat meningkatkan ketegangan otot, merangsang kerja
jantung, dan meningkatkan sekresi asam lambung (Mulato, 2001). Pengurangan kadar
kafein (dekafeinasi) dalam kopi perlu dilakukan sampai batas aman konsumsi kafein
yaitu pada dosis 100-200 mg per hari. Sehingga kopi hanya dapat dikonsumsi pada
ambang batas aman konsumsi kafein yaitu 2 sampai 4 gelas per hari. Penurunan kadar
kafein kopi dapat dilakukan dengan melakukan proses dekafeinasi.
Pengolahan Biji Kopi, dilakukan dengan metoda pengolahan basah atau semi-
basah, agar diperoleh biji kopi kering dengan tampilan yang bagus, sedangkan buah
campuran hijau, kuning, merah diolah dengan cara pengolahan kering. Hal yang
harus dihindari adalah menyimpan buah kopi di dalam karung plastik atau sak selama
lebih dari 12 jam, karena akan menyebabkan pra-fermentasi sehingga aroma dan
citarasa biji kopi menjadi kurang baik dan berbau busuk (fermented). Biji kopi dapat
diolah dengan beberapa cara yaitu: pengolahan cara kering, pengolahan basah, dan
pengolahan semi basah.(Ernawati., et al., 2008)

A. Pengolahan Cara kering


Metoda pengolahan cara kering banyak dilakukan di tingkat petani karena
mudah dilakukan, peralatan sederhana dan dapat dilakukan di rumah petani.
Tahap-tahap pengolahan kopi cara kering :1) Kopi yang sudah dipetik dan disortasi
(dipilih) harus sesegera mungkin dikeringkan agar tidak mengalami proses kimia
yang bisa menurunkan mutu. Kopi dikatakan kering apabila waktu diaduk terdengar
bunyi gemerisik, 2) Beberapa petani mempunyai kebiasaan merebus kopi gelondong
lalu dikupas kulitnya, kemudian dikeringkan. Kebiasaan merebus kopi gelondong lalu
dikupas kulit harus dihindari karena dapat merusak kandungan zat kimia dalam biji
kopi sehingga menurunkan mutu, 3) Apabila udara tidak cerah pengeringan dapat
menggunakan alat pengering mekanis, 4) Tuntaskan pengeringan sampai kadar air
mencapai maksimal 12,5%, 5) Pengeringan memerlukan waktu 2-3 minggu dengan
cara dijemur, 6) Pengeringan dengan mesin pengering tidak diharuskan karena
membutuhkan biaya mahal.
Lalu dilakukan Pengupasan kulit (Hulling), 1) Hulling pada pengolahan
kering bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari kulit buah, kulit tanduk dan kulit
arinya, 2) Hulling dilakukan dengan menggunakan mesin pengupas (huller). Tidak
dianjurkan untuk mengupas kulit dengan cara menumbuk karena mengakibatkan
banyak biji yang pecah. Beberapa tipe huller sederhana yang sering digunakan adalah
huller putar tangan (manual), huller dengan penggerak motor, dan hummermill.

B. Pengolahan Cara Basah (Fully Washed)


Tahap-tahap pengolahan cara basah terdiri dari:
a. Pengupasan Kulit Buah
b. Fermentasi
c. Pencucian
d. Pengeringan
e. Pengupasan kulit kopi HS

C. Pengolahan Cara Semi Basah (Semi Washed Process)


Pengolahan secara semi basah saat ini banyak diterapkan oleh petani kopi
arabika di Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Cara
pengolahan tersebut menghasilkan kopi dengan citarasa yang sangat khas, dan
berbeda dengan kopi yang diolah secara basah penuh. Ciri khas kopi yang diolah
secara semi-basah ini adalah berwarna gelap dengan fisik kopi agak melengkung.
Kopi Arabika cara semi-basah biasanya memiliki tingkat keasaman lebih
rendah dengan body lebih kuat dibanding dengan kopi olah basah penuh. Proses cara
semi-basah juga dapat diterapkan untuk kopi Robusta. Secara umum kopi yang diolah
secara semibasah mutunya sangat baik. Proses pengolahan secara semibasah lebih
singkat dibandingkan dengan pengolahan secara basah penuh.
Tahap-tahap pengolahan biji kopi semi basah:
a. Pengupasan kulit buah
b. Pemeraman (fermentasi) dan pencucian
c. Pengeringan awal
d. Pengupasan kulit tanduk/cangkang
e. Pengeringan biji kopi.
Jenis-jenis kopi berdasarkan pengolahannya terdiri dari 2 jenis yaitu kopi
bubuk dan kopi instan. Kopi Bubuk diolah dengan tiga tahapan yaitu: penyangraian
(roasting), penggilingan (grinding) dan pengemasan. Penyangraian sangat
menentukan warna dan cita rasa produk kopi yang akan dikonsumsi sedangkan
penggilingan yaitu menghaluskan partikel kopi sehingga dihasilkan kopi coarse
(bubuk kasar), medium (bubuk sedang), fine (bubuk halus), very fine (bubuk amat
halus). Pilihan kasar halusnya bubuk kopi berkaitan dengan cara menyeduh kopi yang
digemari oleh masyarakat (Ridwansyah, 2003). Kopi bubuk yang langsung diseduh
dengan air panas akan meninggalkan ampas di dasar cangkir. Kopi bubuk mempunyai
kandungan kafein sebesar 115 mg per 10 gram kopi (± 1-2 sendok makan) dalam 150
ml air (Dollemore D. dan Mark Giuliucci, 2001).
Sedangkan Kopi instan dibuat dari ekstrak kopi dari proses penyangraian.
Kopi sangrai yang masih melalui tahapan: ekstraksi, drying (pengeringan) dan
pengemasan. Kopi yang telah digiling, diekstrak dengan menggunakan tekanan
tertentu dan alat pengekstrak. Ekstraksi bertujuan untuk memisahkan kopi dari
ampasnya. Proses drying bertujuan untuk menambah daya larut kopi terhadap air,
sehingga kopi instan tidak meninggalkan endapan saat diseduh dengan air
(Ridwansyah, 2003). Kopi instan mempunyai kandungan kafein sebesar 69-98 mg per
sachet kopi dalam 150 ml air (Dollemore D. dan Mark Giuliucci, 2001).
Proses pengolahan bubuk kopi terdiri dari beberapa tahapan proses yaitu
sebagai berikut:
1. Penyangraian
Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Proses ini
merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dari dalam biji kopi
dengan perlakuan panas. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa
organik calon pembentuk citarasa dan aroma khas kopi. Waktu sangrai ditentukan
atas dasar warna biji kopi sangrai atau sering disebut derajat sangrai. Makin lama
waktu sangrai, warna biji kopi sangrai mendekati cokelat tua kehitaman (Mulato,
2002).
Roasting merupakan proses penyangraian biji kopi yang tergantung pada
waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Terjadi
kehilangan berat kering terutama gas dan produk pirolisis volatil lainnya.
Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan citarasa kopi. Kehilangan berat
kering terkait erat dengan suhu penyangraian. Berdasarkan suhu penyangraian yang
digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu light roast suhu yang
digunakan 193 °C sampai 199 °C, medium roast suhu yang digunakan 204 °C dan
dark roast suhu yang digunakan 213 °C sampai 221 °C. Light roast menghilangkan
3-5% kadar air, medium roast menghilangkan 5-8% dan dark roast menghilangkan 8-
14% kadar air (Varnam and Sutherland, 1994).
Penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara batch atau continous.
Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfer dengan media udara panas atau gas
pembakaran. Pemanasan dapat juga dilakukan dengan melakukan kontak dengan
permukaan yang dipanaskan, dan pada beberapa desain pemanas, hal ini merupakan
faktor penentu pada pemanasan. Desain paling umum yang dapat disesuaikan baik
untuk penyangraian secara batch maupun continous yaitu berupa drum horizontal
yang dapat berputar. Umumnya, biji kopi dicurahkan sealiran dengan udara panas
melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster dimana dimungkinkan terjadi aliran
silang dengan udara panas. Udara yang digunakan langsung dipanaskan
menggunakan gas atau bahan bakar, dan pada desain baru digunakan sistem udara
daur ulang yang dapat menurunkan polusi di atmosfer serta menekan biaya
operasional (Ciptadi dan Nasution, 1985).
Tingkat penyangraian dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu ringan (light),
medium dan gelap (dark). Secara laboratoris tingkat kecerahan warna biji kopi
sangrai diukur dengan pembeda warna lovibond. Biji kopi beras sebelum disangrai
mempunyai warna permukaan kehijauan yang bersifat memantulkan sinar sehingga
nilai Lovibondnya (L) berkisar antara 60-65. Pada penyangraian ringan (light),
sebagian warna permukaan biji kopi berubah kecoklatan dan nilai L turun menjadi
44-45. Jika proses penyangraian dilanjutkan pada tingkat medium, maka nilai L biji
kopi makin berkurang secara signifikan kekisaran 38-40. Pada penyangraian gelap,
warna biji kopi sangrai makin mendekati hitam karena senyawa hidrokarbon
terpirolisis menjadi unsur karbon. Sedangkan senyawa gula mengalami proses
karamelisasi dan akhirnya nilai L biji kopi sangria tinggal 34-35. Kisaran suhu
sangrai untuk tingkat sangrai ringan adalah antara 190oC-195oC, sedangkan untuk
tingkat sangrai medium adalah di atas 200oC. Untuk tingkat sangrai gelap adalah di
atas 205oC (Mulato, 2002).
Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, menurut
Ukers dan Prescott dalam Ciptadi dan Nasution (1985) seperti swelling, penguapan
air, tebentuknya senyawa volatil, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar,
denaturasi protein, terbentuknya gas sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma
yang karakteristik pada kopi. Swelling selama penyangraian disebabkan karena
terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri dari kemudian gas-gas ini mengisi
ruang dalam sel atau pori-pori kopi. Senyawa yang membentuk aroma dan rasa di
dalam kopi menurut Mabrouk dan Deatherage dalam Ciptadi dan Nasution (1985)
adalah:
1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam kofeat, asam
klorogenat, asam ginat dan riboflavin.
2. Golongan senyawa karbonil yaitu asetaldehid, propanon, alkohol, vanilin aldehid.
3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto asetat, hidroksi pirufat,
keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat, merkaptopiruvat.
4. Golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline, hidroksiproline, alanin,
threonin, glisin dan asam aspartat.
5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat, butirat dan volerat.
Di dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kafein akan menguap dan
terbentuk komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia, trimethilamin,
asam formiat dan asam asetat. Kafein di dalam kopi terdapat baik sebagai senyawa
bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai senyawa kalium
kafein klorogenat. Biji kopi yang disangrai dapat langsung dikemas. Pengemasan
dilakukan dengan kantong kertas, ketika kopi dipisahkan dari outlet khusus dan
digunakan langsung oleh konsumen. Tempat penyimpanan yang lebih baik serta
kemasan vakum diperlukan untuk mencegah deteriorasi oksidatif jika kopi tidak
melewati outlet khusus. Saat ini digunakan kemasan vakum dari kaleng yang mampu
menahan tekanan yang terbentuk atau menggunakan kantung yang dapat melepaskan
tetapi menerima oksigen (Ciptadi dan Nasution ,1985).
2. Pendinginan Biji Sangrai
Proses pendinginan biji kopi yang telah disangrai sangat perlu dilakukan. Ini
untuk mencengah agar tidak terjadi pemanasan lanjutan yang dapat mengubah warna,
flavor, volume atau tingkat kematangan biji yang diinginkan. Beberapa cara dapat
dilakukan antara lain pemberian kipas, ataupun dengan menaruhnya kebidang datar
(Pangabean, 2012).
Setelah proses sangrai selesai, biji kopi harus segera didinginkan di dalam bak
pendingin. Pendinginan yang kurang cepat dapat menyebabkan proses penyangraian
berlanjut dan biji kopi menjadi gosong (over roasted). Selama pendinginan biji kopi
diaduk secara manual agar proses pendinginan lebih cepat dan merata. Selain itu,
proses ini juga berfungsi untuk memisahkan sisa kulit ari yang terlepas dari biji kopi
saat proses sangrai (Mulato, 2002).
3. Penghalusan/Pengilingan Biji Kopi Sangrai
Biji kopi sangrai dihaluskan dengan mesin penghalus sampai diperoleh
butiran kopi bubuk dengan ukuran tertentu. Butiran kopi bubuk mempunyai luas
permukaan yang relatif besar dibandingkan jika dalam keadaan utuh. Dengan
demikian, senyawa pembentuk citarasa dan senyawa
penyegar mudah larut dalam air seduhan (Mulato, 2002).
Salah satu perubahan kimiawi biji kopi selama penyangraian dapat dimonitor
dengan perubahan nilai pH. Biji kopi secara alami mengandung berbagai jenis
senyawa volatil seperti aldehida, furfural, keton, alkohol, ester, asam format, dan
asam asetat yang mempunyai sifat mudah menguap. Makin lama dan makin tinggi
suhu penyangraian, jumlah ion H+ bebas di dalam seduhan makin berkurang secara
signifikan. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa calon
pembentuk cita rasa dan aroma khas kopi antara lain asam amino dan gula. Selama
penyangraian beberapa senyawa gula akan terkaramelisasi menimbulkan aroma khas.
Senyawa yang menyebabkan rasa sepat atau rasa asam seperti tanin dan asam asetat
akan hilang dan sebagian lainnya akan bereaksi dengan asam amino membentuk
senyawa melanoidin yang memberikan warna cokelat (Mulato, 2002).
III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


 Alat :
1. Wadah Plastik 9. Saringan ampas
2. Penggorengan tanah liat 10. Gelas plastik untuk organoleptik
3. Soled Kayu 11. Sendok
4. Kompor gas 12. Form organoleptik
5. Ayakan 60 mesh 13. Timbangan analitik
6. Nampan plastik 14. Oven memert
7. Plastik PP 15. Oven biasa
8. Wadah untuk menyeduh

 Bahan :
1. Biji kopi
2. Air
3. Gula pasir
B. Prosedur Kerja

Dibagi biji kopi menjadi 2 perlakuan yaitu biji A (melalui proses dekafeinasi)
dan Biji B (tanpa dekafeinasi)

Ditimbang biji kopi 100g untuk masing-masing perlakuan

Dilakukan proses dekafeinasi pada biji kopi A (rebus pada air mendidih
selama 15 menit) setelah itu dioven terlebih dahulu selama 2 jam

Biji kopi A dan B disangrai pada waktu tertentu (20, 30, 40 menit)

Dinginkan biji

Digiling dengan blender

Diayak dengan ayakan 60 mesh

Disimpan dalam plastik PP sebelum uji organoleptik

Diuji sensori dengan menyeduh 5% bubuk kopi dalam 10% larutan gula
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Data Pengamatan Kopi

Parameter 1 2 3 4 5 6
Berat awal biji (g) 100 100,1 100 100,06 100,07 100,4
Berat awal biji sangai (g) 86,4 85,7 84,8 81,5 80,6 82,3
Rendemen biji sangrai (%) 86,4 85,61 84,8 81,45 80,54 81,97
Berat awal bubuk setelah 50,37 52,99 54,02 50,19 50,63 52,02
diayak (g)
Rendemen bubuk kopi (%) 50,37 52,94 54,02 50,16 50,59 51,81
Kadar air biji kopi mentah 12,91 12,40 13,27 13,17 13,06 12,5
(%) bk
Kadar air bubuk kopi 4,65 3,75 2,04 8,09 7,73 6,64
sangrai (%) bk

2. Data Pengamatan Kadar Air Biji Kopi Mentah (gram)

Tim Berat cawan Sampel awal Cawan + Cawan + Sampel


sampel awal sampel akhir akhir
1 40,1770 2,0277 42,2047 41,9429 1,7659
2 42,3843 2,037 44,4213 44,1687 1,7844
3 48,8901 2,00 50,8901 50,6248 1,7347
4 42,5267 2,0511 44,578 44,3079 1,7812
5 40,4130 2,0272 42,4402 42,1755 1,7353
6 42, 3843 2,1 44,95508 44,6925 1,83742

3. Data Pengamatan Kadar Air Bubuk Kopi (gram)

Tim Berat cawan Sampel awal Cawan + Cawan + Sampel


sampel awal sampel akhir akhir
1 62,5405 2,0091 64,5496 64,4562 1,9157
2 59,2717 2,0442 61,3159 61,2392 1,9675
3 50,6390 2,0430 52,682 52,6404 2,0014
4 64,2103 2,0913 66,3016 66,1325 1,9312
5 59,4420 2,0829 61,5249 61,3538 1,9118
6 64,9815 2,0593 67,0408 66,9041 1,9226

Keterangan:
1 = Dekafeinasi, penyangraian 20 menit
2 = Dekafeinasi, penyangraian 30 menit
3 = Dekafeinasi, penyangraian 40 menit
4 = Tanpa dekafeinasi, penyangraian 20 menit
5 = Tanpa dekafeinasi, penyangraian 30 menit
6 = Tanpa dekafeinasi, penyangraian 40 menit

4. Perhitungan
 Rendemen biji kopi setelah disangrai
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑛𝑔𝑟𝑎𝑖
x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑗𝑖

86,4 81,5
Tim 1 = x 100% = 86,4 % Tim 4 = 100,06 x 100% = 81,45%
100
85,7 80,6
Tim 2 = 100,1 x 100% = 85,61% Tim 5 = 100,07 x 100% = 80,54%
84,8 82,3
Tim 3 = x 100% = 84,8% Tim 6 = 100,4 x 100% = 81,97%
100

 Rendemen bubuk kopi


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑏𝑢𝑏𝑢𝑘
x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑗𝑖
50,37 50,19
Tim 1 = x 100% = 50,37 % Tim 4 = 100,06 x 100% = 50,16 %
100
52,99 50,63
Tim 2 = 100,1 x 100% = 52,94 % Tim 5 = 100,07 x 100% = 50,59 %
54,02 52,02
Tim 3 = x 100% = 54,02 % Tim 6 = 100,4 x 100% = 51,81 %
100
 Kadar air biji kopi mentah
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛+𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙)− (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛+𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟)
x 100 %
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛+𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙)− 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛

42,2047−41,9429
Tim 1 = 42,2047−40,1770 x 100 % = 12,91 %

44,4213−44,1687
Tim 2 = 44,4213−42,3843 x 100 % = 12,40 %

50,8901−50,6248
Tim 3 = x 100 % = 13,27 %
50,8901−48,8901

44,578−44,3079
Tim 4 = 44,578−42,5267 x 100 % = 13,17 %

42,4402−42,1755
Tim 5 = 42,4402−40,4130 x 100 % = 13,06 %

44,95508−44,6925
Tim 6 = 44,95508−42,85508 x 100 % = 12,50 %

 Perhitungan kadar air bubuk kopi

(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛+𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙)− (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛+𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟)


x 100 %
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛+𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙)− 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛

64,5496−64,4562
Tim 1 = 64,5469−62,5402 x 100 % = 4,65 %

61,3159−61,2392
Tim 2 = 61,3159−59,2717 x 100 % = 3,75 %

52,682−52,6404
Tim 3 = 52,682−50,6390 x 100 % = 2,04 %

66,3016−66,1325
Tim 4 = 66,3016−64,2103 x 100 % = 8,09 %

61,5249−61,3538
Tim 5 = 61,5249−59,4420 x 100 % = 7,73 %

67,0408−66,9041
Tim 6 = 67,0408−64,9815 x 100 % = 6,64 %
5. Uji organoleptik
 Sampel 123 (Dekafeinasi, penyangraian 20 menit)
Panel Warna Warna Warna Aroma Rasa Rasa Kesukaan
bubuk ampas seduhan pahit asam
P1 1 1 1 4 2 4 2
P2 1 1 1 1 1 2 2
P3 1 1 1 2 2 1 2
P4 1 2 2 2 2 1 2
P5 1 1 1 1 2 1 2
P6 1 1 1 2 3 3 2
P7 1 1 2 2 2 2 1
P8 1 1 1 2 1 1 3
P9 1 2 1 3 4 4 1
P10 1 1 1 2 1 1 1
P11 1 1 1 3 2 1 2
P12 1 1 1 2 2 3 2
P13 2 2 2 2 2 3 4
P14 1 1 1 2 2 2 2
P15 1 1 1 1 1 1 1
Jumlah 16 18 18 31 29 30 29
Rata- 1,0 1,2 1,2 2,0 1,9 2 1,9
rata

 Sampel 234 (Dekafeinasi, penyangraian 30 menit)


Panel Warna Warna Warna Aroma Rasa Rasa Kesukaan
bubuk ampas seduhan pahit asam
P1 2 2 2 3 3 3 2
P2 2 2 2 2 1 2 2
P3 2 2 1 2 2 1 2
P4 2 3 2 3 3 2 2
P5 1 2 2 1 1 1 2
P6 2 2 2 2 2 2 4
P7 2 2 3 2 3 3 2
P8 3 1 1 3 3 2 4
P9 1 2 1 3 3 5 1
P10 2 3 2 2 2 2 1
P11 2 2 2 3 2 1 3
P12 2 1 2 2 3 2 2
P13 2 3 3 3 3 2 3
P14 3 2 1 3 3 1 1
P15 1 2 2 2 1 1 1
Jumlah 29 31 28 36 35 30 32
Rata- 1,9 2,0 1,8 2,4 2,3 2 2,1
rata

 Sampel 345 (Dekafeinasi, penyangraian 40 menit)


Panel Warna Warna Warna Aroma Rasa Rasa Kesukaan
bubuk ampas seduhan pahit asam
P1 5 5 5 5 5 3 3
P2 5 5 4 3 2 1 3
P3 4 5 5 3 4 4 2
P4 3 5 4 3 5 3 1
P5 2 5 5 3 4 2 1
P6 4 4 4 2 4 3 1
P7 4 5 5 5 5 3 5
P8 4 5 5 5 5 4 3
P9 3 3 3 5 3 4 3
P10 3 4 4 3 3 4 4
P11 3 5 5 4 3 1 3
P12 4 5 5 4 5 2 3
P13 4 5 5 4 5 2 3
P14 4 4 3 2 3 1 3
P15 2 5 5 5 4 2 2
Jumlah 54 66 67 56 60 39 39
Rata- 3,6 4,4 4,46 3,73 4 2,6 2,6
rata

 Sampel 456 (Tanpa dekafeinasi, penyangraian 20 menit)


Panel Warna Warna Warna Aroma Rasa Rasa Kesukaan
bubuk ampas seduhan pahit asam
P1 1 1 1 1 2 5 1
P2 1 1 1 3 3 4 1
P3 1 1 1 1 1 2 1
P4 1 1 5 1 1 3 2
P5 1 1 1 1 1 1 1
P6 3 1 1 1 3 4 4
P7 1 1 1 1 1 2 5
P8 1 1 1 1 1 1 4
P9 1 1 1 1 1 5 1
P10 1 1 1 1 1 1 1
P11 1 1 5 4 3 4 1
P12 1 1 5 4 1 5 1
P13 1 1 5 3 1 4 1
P14 1 1 3 2 1 3 1
P15 1 1 5 5 1 1 1
Jumlah 17 15 37 30 22 45 26
Rata- 1,1 1 2,46 2 1,46 3 1,7
rata

 Sampel 567 (Tanpa dekafeinasi, 30 menit)


Panel Warna Warna Warna Aroma Rasa Rasa Kesukaan
bubuk ampas seduhan pahit asam
P1 3 3 3 4 4 4 4
P2 3 4 3 4 4 1 4
P3 2 3 4 2 3 2 2
P4 2 4 3 4 3 2 3
P5 1 4 4 2 3 1 1
P6 3 3 3 4 5 3 1
P7 3 4 4 3 4 1 1
P8 2 3 1 3 4 4 1
P9 2 3 2 4 2 1 1
P10 2 3 2 4 4 1 1
P11 2 3 3 4 3 3 4
P12 2 3 3 2 3 3 3
P13 3 4 4 4 4 2 4
P14 2 4 3 2 3 1 1
P15 1 1 3 5 2 2 2
Jumlah 33 45 45 51 48 31 33
Rata- 2,2 3 3 3,4 3,2 2,06 2,2
rata
 Sampel 678 (Tanpa dekafeinasi, 40 menit)
Panel Warna Warna Warna Aroma Rasa Rasa Kesukaan
bubuk ampas seduhan pahit asam
P1 4 4 4 5 3 3 4
P2 3 4 3 4 4 1 3
P3 3 3 4 2 3 2 2
P4 2 4 3 4 3 1 2
P5 1 4 4 5 1 2 4
P6 4 3 3 4 4 2 3
P7 3 4 4 4 4 1 4
P8 3 3 2 3 3 1 2
P9 1 3 2 4 4 3 4
P10 2 4 2 4 1 2 1
P11 2 3 3 4 2 1 4
P12 2 3 3 3 3 3 5
P13 3 4 4 3 3 4 4
P14 1 2 3 3 4 1 4
P15 1 5 3 5 5 3 2
Jumlah 35 53 47 57 47 30 48
Rata- 2,3 3,53 3,13 3,8 3,13 2 3,2
rata

Keterangan:
- Warna bubuk kopi - Warna ampas
1 = cokelat 1 = cokelat
2 = cokelat tua 2 = cokelat tua
3 = cokelat kehitaman 3 = cokelat kehitaman
4 = hitam kecokelatan 4 = hitam kecokelatan
5 = hitam 5 = hitam
- Warna air seduhan - Kekuatan rasa pahit
1 = cokelat 1 = tidak kuat
2 = cokelat tua 2 = sedikit kuat
3 = cokelat kehitaman 3 = agak kuat
4 = hitam kecokelatan 4 = kuat
5 = hitam 5 = sangat kuat

- Kekuatan aroma kopi - Kekuatan rasa asam


1 = tidak kuat 1 = tidak kuat
2 = sedikit kuat 2 = sedikit kuat
3 = agak kuat 3 = agak kuat
4 = kuat 4 = kuat
5 = sangat kuat 5 = sangat kuat

- Tingkat kesukaan
1 = tidak suka
2 = sedikit suka
3 = agak suka
4 = suka
5 = sangat suka

B. Pembahasan
Kopi merupakan salah satu contoh minuman yang paling terkenal di kalangan
masyarakat. Kopi digemari karena memiliki cita rasa dan aroma yang khas
(Ramalakhsmi et al., 2008). Menurut Rejo et al. (2010), kopi dapat bermanfaat
sebagai zat antioksidan, merangsang kinerja otak an, zat anti kanker. Selain memiliki
kelebihan, kopi juga memiliki kekurangan yaitu mengandung kafein dan asam
organik yang tinggi. Kandungan kafein pada kopi berbeda-beda tergantung dari jenis
kopi dan kondisi geografis dimana kopi tersebut ditanam (Petracco, 2005).
Kandungan asam dan kafein yang tinggi pada kopi tersebut dapat berampak
negatif bagi kesehatan. Pada beberapa orang yang kondisi lambungnya sensitif,
kandungan asam yang berlebih pada kopi juga dapat menyebabkan sakit perut setelah
mengkonsumsinya. Pada praktikum ini, biji kopi diberi perlakuan dekafeinasi dan
tanpa dekafeinasi serta perbedaan lama penyangraian selama 20, 30, dan 40 menit.
Proses dekafeinasi dilakukan dengan perebusan selama 15 menit pada air mendidih
dan dipanaskan dengan oven selama 2 jam. Kadar air bubuk kopi yang dihasilkan
dipengaruhi oleh variasi perlakuan. Proses dekafeinasi yang berupa perebusan dan
pemanggangan dengan oven, akan menguapkan air sehingga kadar air bubuk kopi
terdekafeinasi lebih rendah dari pada bubuk kopi non dekafeinasi. Lama
penyangraian juga mempengaruhi kadar air bubuk kopi. Semakin lama penyangraian
yang dilakukan, akan semakin banyak air yang menguap sehingga kadar airnya lebih
rendah.
Hasil rendemen biji kopi setelah disangrai pada masing-masing perlakuan
semakin menurun ketika lama penyangraian semakin lama. Rendemen adalah
perbandingan antara berat kopi bubuk dibandingkan berat kopi beras. Selama
penyangraian berat biji kopi menyusut karena penguapan air dan senyawa-senyawa
volatile serta pelepasan kulit ari. Bersamaan dengan penguapan air, beberapa
senyawa volatile yang terkandung didalam biji kopiseperti aldehid, furfural, keton,
alkohol, dan ester ikut teruapkan. Selain karena proses sangria, susut berat juga
terjadi selama proses penghalusan karena partikel bubuk yang sangat halus
terbangkelingkungan akibat gaya sentrifugal putaran pemukul mesin dengan teori
menyatakan bahwa penurunan berat biji kopi selama penyangraian akan
menyebabkan nilai rendemen berkurang sesuai dengan lama penyangraian. Kulit biji
kopi yang ikut atau hilang dalam proses penghalusan juga dapat mempengaruhi
banyaknya rendemen yang dihasilkan.
Pada praktikum ini dilakukan uji sensori terhadap kopi yang telah diberi
variasi perlakuan. Variabel yang diamati anatar lain adalah warna bubuk kopi, warna
ampas, warna air seduhan, aroma kopi, rasa pahit, rasa asam, serta tingkat kesukaan.

a) Pengaruh Dekafeninasi / Non Dekafeinasi Terhadap Warna Bubuk Kopi

Warna Bubuk Kopi


4
3.5
3
2.5 Dekaf
2
Non dekaf
1.5
1
0.5
0
20 menit 30 menit 40 menit

Warna merupakan kualitas sensori yang menjadi faktor utama dalam


menentukan kesukaan konsumen terhadap produk. Berdasarkan hasil uji
sensori, bubuk kopi dengan perlakuan 1 (dekafeinasi dan lama penyangraian
20) menit memiliki nilai rata-rata 1,0 sehingga termasuk warna cokelat. Kopi
dengan perlakuan 2 (dekafeinasi dan lama penyangraian 30 menit) memiliki
nilai rata-rata 1,9. Berdasarkan penilaian panelis, kopi ini tergolong mendekati
warna cokelat kehitaman. Perlakuan 3 (dekafeinasi dan lama penyangraian 40
menit) menghasilkan nilai rata-rata 3,6 sehingga warnanya tergolong
mendekati hitam kecokelatan. Pada perlakuan 4 (tanpa dekafeinasi dan lama
penyangraian 20 menit) menghasilkan nilai rata-rata 1,1 sehingga termasuk
warna cokelat. Berdasarkan hasil uji sensori, nilai warna perlakuan 4, lebih
gelap dari perlakuan dekafeinasi dengan waktu yang sama. Pada perlakuan 4,
hasil warna sebenarnya adalah cokelat muda, namun warna tersebut tidak ada
dalam kategori skor yang ditentukan. Seharusnya nilai warna perlakuan non
dekafeinasi lebih rendah daripada perlakuan dekafeinasi, namun panelis
nomor 6 memberikan penilaian yang tidak sesuai yaitu cokelat kehitaman.
Kemungkinan terjadi kesalahan saat panelis member penilaian. Perlakuan
dekafeinasi memberikan hasil bubuk kopi dengan warna yang lebih gelap
daripada perlakuan non dekafeinasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Wijaya
dan Yuwono (2015), bahwa warna kopi dekafeinasi jika dibandingkan dengan
kontrol (non dekafeinasi) memiliki warna yang lebih hitam.
Pada perlakuan tanpa dekafeinasi dan lama penyangraian 30 menit
menghasilkan nilai rata-rata 2,2 sehingga termasuk warna cokelat tua. Kopi
dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dan lama penyangraian 40 menit
menghasilkan nilai rata-rata 2,3 sehingga tergolong warna cokelat tua.
Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa kopi yang memiliki
warna coklat kehitaman bila dilakukan penyangraian dalam waktu yang lama.
Hal ini sesuai dengan literatur bahwa perubahan warna disebabkan ketika
suhu diatas 205oC untuk tingkat sangrai gelap (warna coklat tua cenderung
agak hitam). Warna menjadi lebih gelap karena reaksi maillard yang
melibatkan senyawa bergugus karbonil (gula reduksi) dan bergugus amino
(asam amino). Reaksi maillard merupakan reaksi browning non enzimatik
yang menghasilkan senyawa kompleks dengan berat molekul yang tinggi
(Primadia, 2009). Menurut Nurbaya dan Estiasih (2013), pada reaksi Maillard
akan terbentuk senyawa berwarna cokelat yang disebut melanoidin.
b) Pengaruh Dekafeninasi / Non Dekafeinasi Terhadap Warna Ampas

Warna Ampas

5
4.5
4
3.5
3 Dekaf
2.5 Non dekaf
2
1.5
1
0.5
0
20 menit 30 menit 40 menit

Kopi dengan perlakuan dekafeinasi dan penyangraian 20 menit


menghasilkan warna ampas dengan nilai rata-rata 1,2 yang berarti cokelat.
Kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dan penyangraian 20 menit
menghasilkan warna ampas dengan nilai rata-rata 1 yaitu warna cokelat. Kopi
dengan perlakuan dekafeinasi dan penyangraian 30 menit menghasilkan
warna ampas dengan nilai rata-rata 2,0 yang berarti cokelat tua. Kopi dengan
perlakuan tanpa dekafeinasi dan penyangraian 30 menit menghasilkan warna
ampas dengan nilai rata-rata 3 yang berarti cokelat kehitaman. Kopi dengan
perlakuan dekafeinasi dan penyangraian 40 menit menghasilkan warna ampas
dengan nilai rata-rata 4,4 yang berarti hitam kecokelatan. Kopi dengan
perlakuan tanpa dekafeinasi dan penyangraian 40 menit menghasilkan warna
ampas dengan nilai rata-rata 3,53 yang berarti cokelat kehitaman. Hasil warna
ampas kopi tidak berbeda jauh dengan warna bubuk kopi. Semakin lama
waktu penyangraian, makan warna ampas juga semakin hitam karena adanya
pengaruh reaksi Maillard.
c) Pengaruh Dekafeninasi / Non Dekafeinasi Terhadap Warna Seduhan Kopi

Warna Seduhan Kopi

5
4.5
4
3.5
3 Dekaf
2.5 Non dekaf
2
1.5
1
0.5
0
20 menit 30 menit 40 menit

Warna seduhan merupakan warna ketika kopi sudah diseduh dengan


air. Kopi dengan perlakuan dekafeinasi dan penyangraian 20 menit
menghasilkan warna seduhan dengan nilai rata-rata 1,2 yang berarti cokelat.
Sedangkan kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dan penyangraian 20
menit menghasilkan warna seduhan dengan nilai rata-rata 2,46 yaitu warna
cokelat tua. Kopi dengan perlakuan dekafeinasi dan penyangraian 30 menit
menghasilkan warna seduhan dengan nilai rata-rata 1,8 yang berarti
mendekati cokelat tua. Sedangkan kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi
dan penyangraian 30 menit menghasilkan warna ampas dengan nilai rata-rata
3 yang berarti cokelat kehitaman. Kopi dengan perlakuan dekafeinasi dan
penyangraian 40 menit menghasilkan warna ampas dengan nilai rata-rata 4,46
yang berarti hitam kecokelatan. Sedangkan kopi dengan perlakuan tanpa
dekafeinasi dan penyangraian 40 menit menghasilkan warna ampas dengan
nilai rata-rata 3,13 yang berarti cokelat kehitaman.
Berdasarkan literatur, seharusnya warna kopi dengan perlakuan non
dekafeinasi lebih cerah dari kopi dengan perlakuan dekafeinasi. Hasil warna
seduhan pada lama penyangraian 20 dan 30 menit tidak sesuai dengan
literatur. Hal ini terjadi karena perbedaan suhu kompor yang digunakan pada
tiap kombinasi perlakuan. Suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan
pencoklatan yang lebih tinggi. Teknik penyangraian juga mempengaruhi
warna kopi. Jika selama penyengraian kurang pengadukan, warna kopi akan
menjadi lebih hitam.

d) Pengaruh Dekafeninasi / Non Dekafeinasi Terhadap Aroma Kopi

Aroma Kopi

4
3.5
3
2.5 Dekaf
2 Non dekaf
1.5
1
0.5
0
20 menit 30 menit 40 menit

Aroma merupakan salah satu faktor penting bagi konsumen dalam


memilih produk makanan dan minuman yang disukai. Kriteria aroma kopi
diterapkan untuk menentukan aspek mutu melalui kesan ordo (bau) yang
diakibatkan oleh senyawa-senyawa yang timbul dari suatu bahan makanan
dan minuman.
Kopi dengan perlakuan dekafeinasi dan penyangraian 20 menit
menghasilkan aroma khas kopi yang sedikit kuat dengan nilai rata-rata 2,0.
Kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dan penyangraian 20 menit
menghasilkan aroma khas kopi yang sama dengan perlakuan sebelumnya
yaitu sedikit kuat dengan nilai rata-rata 2,0. Kopi dengan perlakuan
dekafeinasi dan penyangraian 30 menit menghasilkan aroma khas kopi yang
sedikit kuat dengan nilai rata-rata 2,4. Sedangkan kopi dengan perlakuan
tanpa dekafeinasi dan penyangraian 30 menit menghasilkan aroma khas kopi
yangagak kuat dengan nilai rata-rata 3,4. Kopi dengan perlakuan dekafeinasi
dan penyangraian 40 menit menghasilkan aroma khas kopi yang mendekati
kuat dengan nilai rata-rata 3,73. Sedangkan kopi dengan perlakuan tanpa
dekafeinasi dan penyangraian 40 menit menghasilkan aroma khas kopi yang
mendekati kuat dengan nilai rata-rata 3,8.
Secara garis besar, semakin lama waktu penyangraian, maka aroma
khas kopi semakin kuat. Hal ini karena senyawa volatile pada kopi semakin
keluar ketika penyangraian yang dilakukan semakin lama. Kopi dengan
perlakuan dekafeinasi menghasilkan aroma yang kurang kuat jika
dibandingkan dengan kopi tanpa dekafeinasi. Pada suhu penyangraian 2000C
menyebabkan senyawa trigonelin terurai menjadi senyawa alkil-piridin dan
pirol. Senyawa piridin bersifat volatil dan diketahui mempunyai peran penting
dalam pembentukan aroma roasty yang khas (Barbara, 2005). Berkurangnya
senyawa trigonelin selama proses dekafeinasi karena terlarut dalam air telah
mengurangi jumlah senyawa piridin dan pada akhirnya menurunkan cita rasa
dan aroma kopi secara menyeluruh.

e) Pengaruh Dekafeninasi / Non Dekafeinasi Terhadap Rasa Pahit Kopi

Rasa Pahit

4.5
4
3.5
3 Dekaf
2.5
Non dekaf
2
1.5
1
0.5
0
20 menit 30 menit 40 menit
Kopi memiliki cita rasa pahit yang khas. Cita rasa tersebut dapat
mempengaruhi kesukan konsumen terhadap kopi. Kopi dengan perlakuan
dekafeinasi dan penyangraian 20 menit memiliki rasa pahit yang sedikit kuat
dengan nilai rata-rata 1,9. Sedangkan kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi
dan penyangraian 20 menit memiliki rasa pahit yang tidak kuat dengan nilai
rata-rata 1,46. Kopi dengan perlakuan dekafeinasi dan penyangraian 30 menit
memiliki rasa pahit yang sedikit kuat dengan nilai rata-rata 2,3. Sedangkan
kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dan penyangraian 30 menit memiliki
rasa pahit yang agak kuat dengan nilai rata-rata 3,2. Kopi dengan perlakuan
dekafeinasi dan penyangraian 40 menit memiliki rasa pahit yang kuat dengan
nilai rata-rata 4. Sedangkan kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dan
penyangraian 40 menit memiliki rasa pahit yang agak kuat dengan nilai rata-
rata 3,13.
Makin rendahnya nilai sensoris kepahitan berhubungan dengan makin
berkurangnya kandungan kafein, asam klorogenat dan trigonelin dalam biji
kopi. Hal ini terkait dengan proses dekafeinasi dan lama penyangraian. Kafein
merupakan senyawa yang menyebabkan rasa pahit. Proses dekafeinasi dapat
menurunkan kadar kafein sehingga rasa pahit pun ikut menurun.

f) Pengaruh Dekafeninasi / Non Dekafeinasi Terhadap Rasa Asam Kopi

Rasa Asam
3.5
3
2.5
Dekaf
2
Non dekaf
1.5
1
0.5
0
20 menit 30 menit 40 menit
Kopi dengan perlakuan dekafeinasi dan penyangraian 20 menit
memiliki rasa asam yang sedikit kuat dengan nilai rata-rata 2. Sedangkan kopi
dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dan penyangraian 20 menit memiliki rasa
asam yang agak kuat dengan nilai rata-rata 3. Kopi dengan perlakuan
dekafeinasi dan penyangraian 30 menit memiliki rasa asam yang sedikit kuat
dengan nilai rata-rata 2. Kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dan
penyangraian 30 menit memiliki rasa asam yang sama dengan perlakuan
sebelumnya dengan nilai rata-rata 2,06. Kopi dengan perlakuan dekafeinasi
dan penyangraian 40 menit memiliki rasa asam yang agak kuat dengan nilai
rata-rata 2,6. Sedangkan kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dan
penyangraian 40 menit memiliki rasa asam yang sedikit kuat dengan nilai
rata-rata 2.
Nilai keasaman atau pH biji sangat dipengaruhi oleh kandungan
senyawa asam asam volatil dan non volatil. Senyawa asam volatil seperti
asam asetat, butirat, propionate dan valerat mempunyai titik didik rendah
sehingga akan mudah menguap pada suhu dekafeinasi 1000C. Senyawa asam
non volatil terdiri dari asam klorogenat, oksalat, malat, sitrat dan tartrat akan
terurai membentuk senyawa lain (Charley dan Weaver, 1998). Semakin lama
waktu penyangraian, maka rasa asam akan semakin menurun. Hal ini karena
senyawa yang menyebabkan rasa asam telah terurai pada proses dekafeinasi
dan penyangraian. Namun, terdapat hasil yang kurang sesuai pada perlakuan
dekafeinasi dan lama penyangraian 40 menit yang nilai keasaman nya
meningkat. Hal ini terjadi karena adanya salah persepsi tentang rasa asam
yang dinilai panelis. Panelis belum mampu memahami bagaimana rasa asam
pada kopi.
g) Pengaruh Dekafeninasi / Non Dekafeinasi Terhadap Kesukaan Kopi

Kesukaan

3.5
3
2.5
Dekaf
2
Non dekaf
1.5
1
0.5
0
20 menit 30 menit 40 menit

Berdasarkan uji sensori yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa kopi


yang paling disukai adalah kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dengan
lama penyangraian 40 menit dengan nilai rata-rata 3,2. Panelis menyatakan
agak suka dengan kopi perlakuan tersebut.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Variasi proses pengolahan yaitu dekafeinasi dan tanpa dekafeinasi, serta
perbedaan lama penyangraian yaitu 20, 30, dan 40 menit mempengaruhi berbagai
variabel yang diamati seperti warna bubuk kopi, warna ampas, warna seduhan, rasa
asam, rasa pahit, aroma, dan rendemen. Kopi yang paling disukai konsumen adalah
kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dengan lama penyangraian 40 menit.

B. Saran
Sebaiknya pada saat dilakukan uji organoleptik, diusahakan agar panelis lebih
memahami variabel yang diuji sehingga hasil yang didapat tidak bias.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, R. S. 2005. Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Edisi 3. Jakarta. EGC.

Charley, H., dan Weaver, C. 1998. Foods (A Scientific Approach). New Jersey.
Prentice Hall Inc.

Ciptadi, W. dan Nasution, M.Z. 1985. Pengolahan Kopi. Fakultas Teknologi Institut
Pertanian Bogor.

Danarti dan Najayati, S. 2004. Kopi : Budidaya dan Penanganan Pasca Panen.
Penebar Swadaya. Jakarta.

Ernawati., et al.2008. Teknologi Budidaya Kopi Poliklonal. Balai Besar Pengkajian


dan Pengembangan teknologi Pertanian. Agro Inovasi. Bogor

Mulato, Sri. 2002. Simposium Kopi 2002 dengan tema Mewujudkan perkopian
Nasional Yang Tangguh melalui Diversifikasi Usaha Berwawasan Lingkungan
dalam Pengembangan Industri Kopi Bubuk Skala Kecil Untuk Meningkatkan
Nilai Tambah Usaha Tani Kopi Rakyat. Denpasar : 16 – 17 Oktober 2002. Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia

Nurbaya, S. R. dan Estiasih T. 2013. Pemanfaatan Talas Berdaging Umbi Kuning


dalam Pembuatan Cookies. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 1(1): 46-55.

Panggabean , Edy. (2011). Buku Pintar Kopi. 1st edition. Jakarta : Agromedia
Pustaka

Petracco, M. J. 2005. Our Everuday Cup of Ceffee: The Chemistry Behind Its Magic.
Chemical Education. 82 (8): 1161.

Primadia, A.D . 2009. Pengaruh Peubah Proses Dekafinasi Kopi dalam Reaktor
Kolom Tunggal terhadap Mutu Kopi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan
Robusta. Penebar Swadaya. Jakarta
Ramalakhsmi, K., Kubra I. R., dan Rao LJM. 2008. Antioxidant Potential of Low-
Grade Coffee Beans. Food Research International. 41: 96-103.
Rejo, A., Sri R., dan Tamaria P. 2010. Karakteristik Mutu Biji Kopi pada Proses
Dekafeinasi. Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.
Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas
Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Soekarno. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian.
Bharata Karya Aksara. Jakarta.
Sofyana, Nadya. (2011). 1001 Fakta Tentang Kopi. 1st edition. Yogyakarta : Cahya
Atma Pustaka
Sutistyowati. 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terhadap Citarasa Seduhan
Kopi. Pelatihan Uji citarasa Kopi. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Jakarta.
Wijaya, D. A. dan Yuwono S. S. 2015. Pengaruh Lama Pengukusan dan Konsentrasi
Etil Asetat Terhadap Karkteristik Kopi Pada Proses Dekafeinasi Kopi
Robusta. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(4): 1560-1566.
Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
LAMPIRAN

Gambar Keterangan
Biji kopi mentah yang akan
disangrai

Biji kopi mentah yang digunakan


untuk mengukur kadar air

Biji kopi yang sedang disangrai


di atas penggorengan tanah liat
Biji kopi yang telah disangrai

Bubuk kopi hasil 6 perlakuan

Bubuk kopi yang digunakan


untuk mengukur kadar air

Anda mungkin juga menyukai