Anda di halaman 1dari 7

ARTIKEL NO :1

TOPIK : Evaluasi penggunaan obat asma

NAMA PENELITI : Simon Andi Wibowo

JUDUL : Kajian Profil Peresepan Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap
RSUD Bangli–Bali Tahun 2005

TUJUAN : untuk mengetahui gambaran peresepan pasien asma bronkial di


Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli-Bali tahun
2005.

METODE : penelitian deskriptif non ekperimental (observasional) yang dilakukan


dengan metode retrospektif

VARIABEL : jumlah obat terbanyak yang diberikan pada pasien asma, distribusi
golongan obat yang digunakan untuk terapi, cara pemberian obat yang
digunakan untuk pasien asma bronkial

POPULASI : Semua pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap RSUD Bangli-
Bali Tahun 2005

SAMPEL : 18 pasien dewasa penderita asma bronkial di Instalasi Rawat Inap


RSUD Bangli-Bali Tahun 2005

ANALISA DATA : 1. Perencanaan

Pada tahap ini dilakukan analisis situasi, penentuan masalah serta


pencarian informasi standar penatalaksanaan asma bronkialdi RSUD
Bangli-Bali. Pada tahap analisis situasi dilakukan dengan mencari
informasi pada bagian rekam medik mengenai distribusi penyakit asma
bronkial pada pasien dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUD Bangli-Bali
pada tahun 2005.

2. Pencarian dan pencatatan Data


Proses pencarian data diawali dengan penelusuran data pasien yang
mengalami penyakit asma bronkial. Selanjutnya dilakukan
pengumpulan bahan dan pencatatan data ke dalam lembaran laporan.
a. Proses pencarian data, diperolah dengan melihat laporan sub-bagian
rekam medik yang berupa laporan jumlah kasus pasien dewasa asma
bronkial di Instalasi Rawat Inap yang berisi nama, umur dan jenis
kelamin pasien. Kemudian dilakukan pengambilan data pada lembar-
lembar rekam medik sesuai jumlah sampel yang ada serta pencarian
informasi dari bagian rekam medik mengenai kekurangan data bila
ditemukan data yang tidak lengkap.
b. Proses pencatatan data, yaitu dengan mencatat yang ada di lembar
rekam medik tiap pasien . Data yang diambil adalah meliputi nomor
rekam medik, umur, jenis kelamin, lama perawatan, anamnesis, hasil
diagnosis awal, hasil diagnosis keluar, obat yang diberikan, dosis,
komplikasi penyakit lain, cara pemberian obat, jumlah obat, bentuk
sediaan dan keterangan akhir pasien.

3. Pengolahan Data
Data yang diperoleh kemudian diolah, hasil yang diperoleh disajikan
dalam bentuk tabel dan ada pula yang disajikan dalam bentuk gambar.

4. Tahap analisis hasil


Data dianalisis secara deskriptif kemudian hasilnyadisajikan dalam
bentuk tabel beserta uraian penjelasan. Analisis tersebut berdasarkan :
a. Jenis kelamin, umur
b. Golongan dan jenis obat
c. Evaluasi kasus asma bronkial yang terjadi dengan melihat data pada
rekam medik

HASIL : Perbandingan jumlah dan persentase dari pasien laki-laki dan


perempuan pada pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Umum Daerah Bangli-Bali tahun 2005 adalah 66,7% untuk jenis
kelamin laki-laki dan 33,3% untuk jenis kelamin perempuan.
Data penelitian di atas menunjukan bahwa pasien asma bronkial di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli-Bali pada
tahun 2005 didominasi oleh pasien balita dan dewasa, yakni masing-
masing 33,3% dan 38,9% dari seluruh kasus yang ada. Sedangkan
pasien lanjut usia sebesar 22,2% dari seluruh kasus yang ada.

Dari pengambilan data diketahui 16 kasus pasien asma bronkial


terdiagnosis awal sebagai penderita asma bronkial dan hanya 2 kasus
yang terdiagnosis awal sebagai penderita asmatikus,namun pada
diagnosis akhir ditetapkan bahwa ke-18 kasus asma bronkial
tersebutsebagai penderita asma bronkial.

KESIMPULAN : Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang penatalaksanaan


peresepan pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Daerah Bangli-Bali tahun 2005, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :

1. distribusi jenis kelamin pasien asma bronkial laki-laki sebesar


66,7%, dan perempuan sebesar 33,3% sedangkan distribusi umur
pasien asma bronkial dibagi menjadi 4 kelompok antara lain, Balita
(0≤5 tahun) sebesar 33,3%, anak-anak (5<n≤12 tahun)sebesar
5,6%, dewasa (12<n≤65 tahun) sebesar 38,9%, dan lanjut usia (>
65 tahun) sebesar 22,2%.
2. Gambaran umum peresepan antara lain :
a. jumlah obat yang terbanyak diberikan pada pasien asma
bronkial dalam satu periode pengobatan adalah 6 obat sebesar
33,3%
b. distribusi golongan obat yang digunakan untuk terapi antara
lain, bronkodilator 22,9%, mukolitik 12,8%, kortikosteroid
13,5%, pengganti ion tubuh 11,5%, anti-mikroba 14,9%, anti-
hipoksemia 8,8%, analgesik 4,1, anti-histamin 3,4% dan obat-obat
penyerta (anti-diabetik, anti-serotonin, anti-epilepsi, anti-
hipertensi, anti-angina, anti-koagulan dan vitamin) yang diberikan
masing-msing sebesar 0,7%
c. cara pemberian obat yang digunakan untuk pasien asma
bronkial antara lain secara oral sebesar 55,4%, parenteral sebesar
25%, dan inhalasi sebesar 19,6%
3. Distribusi ketidaksesuaian dalam pemberian obat berdasarkan
standar Informatorium Obat Nasional Indonesia sebesar 15,4%,
Physicians Drug Handbook 11,5%, dan Drug Information
Handbook 16,9% serta interakasi obat terjadi pada pemberian
Teofilin dan ranitidine, teofilin dan penobarbital, teofilin dan
simetidine, teofilin dan salbutamol, teofilin dan siprofloksasin,
aminofilin dan eritromisin, methil prednisolon dan eritromisin
ARTIKEL NO. :2

TOPIK : Interaksi Obat Antihipertensi

NAMA PENELITI : Risna Agustina, Nurul Annisa, Wisnu Cahyo Prabowo

JUDUL : Potensi Interaksi Obat Resep Pasien Hipertensi di Salah Satu Rumah
Sakit Pemerintah di Kota Samarinda

TUJUAN : untuk mengetahui potensial interaksi obat-obat

METODE : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif evaluatif dengan


penelusuran data secara retrospektif terhadap rekam medik

VARIABEL : obat-obatan yang dapat berinteraksi dengan obat antihipertensi

POPULASI : 139 rekam medic periode Januari – Juli 2015

SAMPEL : pasien dengan diagnosa utama hipertensi, pasin yang menjalani rawat
inap > 24 jam, pasien dengan usia ≥ 18 tahun

ANALISA DATA : Penelusuran data dilakukan dengan jalan mengamati satu persatu
kartu rekam medik pasien. Untuk kasus hipertensi secara keseluruhan
periode Januari-Juli 2015 dengan total jumlah 139 rekam medik. Pada
penelusuran data ini didapatkan 65 responden. Pasien hipertensi dengan
jenis kelamin perempuan memiliki jumlah lebih banyak yaitu sebesar
65% dibandingkan laki-laki yaitu sebesar 35%. Hal ini diduga bahwa
kemungkinan perempuan lebih mudah stres dibandingkan dengan laki-
laki.

HASIL : Interaksi obat-obat banyak terjadi pada peresepan pasien hipertensi,


hal ini mungkin dikarenakan jenis obat yang digunakan pada
pengobatan hipertensi beragam, sehingga penggunaan kombinasi dari
obat-obat tersebut tidak mudah untuk teridentifikasi, untuk
memudahkan dalam pengecekkan interaksi antar obat-obat ada baiknya
pada apotek tiap instalasi di rumah sakit dilengkapi dengan software
interaction checkers.

KESIMPULAN : Berdasarkan hasil dari penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa
pasien hipertensi yang menjalani rawat inap di salah satu rumah sakit
pemerintah yang ada di kota Samarinda berisiko mendapatkan potensial
interaksi obat-obat (DDIs). Dari total 290 resep hipertensi tersebut,
terdapat sebesar 147 (50,69%) lembar resep termasuk dalam kategori
polifarmasi minor dan sejumlah 126 (43,45%) lembar resep masuk
dalam kategoripolifarmasi mayor . Dari keseluruhan lembar resep yang
memiliki potensi interaksi obat-obat, total potensial interaksi obat-obat
yang terjadi adalah 183 interaksi dengan rincian, interaksi minor
sebesar 66(22,75%) interaksi, interaksi moderat sebesar 99 (34,13%)
interaksi, dan interaksi mayor sebesar 18 (6,21%) interaksi.
ARTIKEL NO :3

TOPIK : Evaluasi Penggunaan Antibiotik

NAMA PENELITI : Miss Ilyana Sama

JUDUL : Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Communiti-Acquired


Pneumonia Rawat Inap di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2016

TUJUAN : untuk analisis ketepatan indikasi, ketepatan pasien, ketepatan obat,


dan ketepatan dosis

METODE : metode non eksperimental dengan pengambilan data secara


retrospektif dan data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif

VARIABEL : Obat-obat antibiotic untuk penderita Pneumonia

POPULASI : Pasien penderita pneumonia

SAMPEL : 28 pasien dewasa yang terdiagnosis pneumonia

ANALISA DATA : Kriteria inklusidari penelitian yaitu Pasien rawat inap dengan
diagnosis CAP dan tertera pada rekam medis di RSUD Dr. Moewardi
tahun 2016, Pasien CAP yang mendapat antibiotik sebagai pengobatan,
Pasien dewasa yang berusia ≥ 17 tahun, 4.Data rekam medis pasien
CAP yang digunakan meliputi : no rekam medis, data demografi (usia
dan jenis kelamin), terapi (nama obat, rute pemberian, dosis, frekuensi
pemberian), data suhu badan awal (saat masuk) dan suhu badan akhir
(saat keluar dari RS), data pemeriksaan laboratorium (jumlah leukosit),
tanggal masuk dan keluar rumah sakit, dan kondisi pasien pulang.

Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah pasien yang


terdiagnosa CAP dengan penyakit infeksi lain yang mendapatkan lebih
dari 1 obat dan meninggal

HASIL : Berdasarkan hasil penelitian, dari 47 kasus tepatpasien, diperoleh data


sebanyak 26 kasus (55,31%) yang dinyatakan tepat obat karena
antibiotik yang diberikan merupakan drug of choice untuk pasien CAP
dan sesuai dengan standar terapi Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Pneumonia komuniti di Indonesia (PDPI) tahun 2003
yang merujuk pada Tabel 1.

Terapi standar yang direkomendasikan oleh Infectious Diseases Society


of America(IDSA) / American Thoracic Society (ATS) dan British
Thoracic Society (BTS) yang telah dicantumkan dalam Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia komuniti di Indonesia
(PDPI) tahun 2003 untuk community acquired pneumonia (CAP)
adalah kombinasi β-lactam penicillin atau cephalosporin dengan
macrolid. Sebagai alternatif, dapat digunakan levofloxacin sebagai agen
tunggal untuk merawat pasien CAP rawat inap (PDPI, 2003). Yang
tidak tepat obat terdapat 21 kasus (44,68%). Antibiotik yang tidak tepat
obat yang digunakan yaitu kombinasi antibiotik lebih dari 3 jenis, obat
tunggal dan obat yang dikombinasi bukan golongan yang sesuai dengan
standar terapi, dan pemberian antibiotik yang tidak sesuai dengan
patogen spesifik pada kasus no. 9 bakteri penyebab adalah Acinobacter
speciesdan kasus no. 26 bakteri penyebab adalah Enterobacteriaceae.
Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik pada Tabel 7tidak
sesuai dengan standar terapi pada Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Pneumonia komuniti di Indonesia (PDPI) tahun 2003
yang merujuk pada Tabel 1 dan 2 maka dikatakan tidak tepat obat

KESIMPULAN : Antibiotik Dari data penelitian telah didapatkan hasil evaluasi


penggunaan antibiotik yang masuk kriteria tepat indikasi sebanyak
47pasien (100%), tepat pasien sebanyak 47 pasien (100%), tepat obat
sebanyak 26 pasien (55,31%), dan tepat dosis sebesar 18 pasien
(38,29%). Dari data tersebut didapatkan data penggunaan antibiotik
yang rasional sebesar 38,29%.
ARTIKEL NO :4

TOPIK : Evaluasi Terapi Obat Antidepresan

NAMA PENELITI : Yuniastuti

JUDUL : Evaluasi Terapi Obat Antidepresan pada Pasien Depresi di Rumah


Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2011 - 2012

TUJUAN : untuk mengetahui gambaran penggunaan obat antidepresan pada


pasien depresi rawat jalan di RSJ di Surakarta pada tahun 2011-2012
dan mengevaluasi ketepatan penggunaan obat antidepresan berdasarkan
pedoman terapi

METODE : penelitian non eksperimental, secara deskriptif dan teknik


pengambilan data dilakukan secara retrospektif.

VARIABEL : Terapi obat antidepresan pada pasien dengan gangguan jiwa

POPULASI : Populasi untuk penelitian ini adalah semua pasien di instalasi rawat
jalan Rumah Sakit Jiwa di Surakarta tahun tahun 2011-2012 yang
terdiagnosis episode depresi.

SAMPEL : Sampel pada penelitian ini adalah semua pasien yang terdiagnosis
episode depresi yang memenuhi kritria inklusi di Rumah Sakit Jiwa di
Surakarta tahun 2011- 2012. Kriteria inklusi dalam penelitian sebagai
berikkut :

a. Pasien dewasa dengan usia ≥18 tahun


b. Pasien yang mendapat terapi obat antidepresan
c. Pasien yang mempunyai data rekam medis : nomor registrasi,
nama, umur, diagnosis, terapi obat yang diberikan, frekuensi
pemberian obat atau aturan minum, data laboratorium ( SrCr,
SGPT, SGOT ).
d. Episode depresi yaitu periode terganggunya aktivitas sehari-hari,
yang ditandai dengan suasana murung, perubahan pola tidur dan
makan, perubahan berat badan, perasaan putus asa dan tidak
berdaya serta pikiran untuk bunuh diri (Depkes, 2007).

ANALISA DATA : Data-data yang didapat kemudian dianalisis secara dekriptif dan
ditampilkan dalam bentuk tabel untuk memuat penggunaan obat
antidepresan dan terapi non farmakologi pada pasien depresi di Rumah
Sakit Jiwa di Surakarta tahun 2011-2012.

a. Persentase perhitungan karakteristik pasien berdasarkan jenis


kelamin dan umur, umur dibandingkan banyaknya pasien laki –
laki dan perempuan.
b. Perhitungan tingkat ketepatan terapi yang meliputi : 1) Persentase
tepat indikasi dihitung dari banyaknya kasus yang tepat indikasi
dibagi banyaknya kasus yang diteliti dikalikan 100%. 2) Persentase
tepat pasien dihitung dari banyaknya kasus yang tepat pasien
dibagi banyaknya kasus yang diteliti dikalikan 100%. 3) Persentase
tepat obat dihitung dari banyaknya kasus yang tepat obat dibagi
banyaknya kasus yang diteliti dikalikan 100%. 4) Persentase tepat
dosis dihitung dari jumlah banyaknya kasus yang tepat dosis dibagi
banyaknya kasus yang diteliti dikalikan 100%.
c. Analisis pada penlitian ini menggunakan pedoman :
Pharmaceutical CareUntuk Penderita Depresi, Pharmacotherapy A
Phatophysiologic Approach7th dan British National Formulary61
March 2011.

HASIL : Berdasarkan jenis kelamin, pasien dengan diagnosa episode depresi di


instalasi rawat jalan lebih banyak diderita oleh pasien perempuan dari
pada pasien laki-laki. Menurut Ismail dan Siste (2010), perempuan dua
kali lipat beresiko mengalami depresi dibandingkan dengan laki-laki.
Hal ini diperkirakan adanya perbedaan hormon, pengaruh melahirkan
dan perbedaan stressor psikososial.

Dari data tersebutkasus episode depresi yang terjadi pada usia 18 – 40


tahun sebanyak 13 pasien (92,8%), untuk pasien dengan rentang usia
41 – 60 tahun sebanyak 1 pasien ( 7,1%), dan pada usia > 60 tahun
tidak ada. pasien yang mendapatkan terapi antidepresan golongan
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor(SSRI) yaitu fluoxetin sebanyak
9 pasien (64,3%) dan escitalopram sebanyak 1 pasien (7,1%).
Antidepresan lain yang digunakan untuk terapi yaitu antidepresan
golongan Tricyclic antidepresan (TCA), obat yang digunakan untuk
terapi yaitu Amitriptylin sebanyak 4 pasien (28,6%)
.
KESIMPULAN : Berdasarkan dari hasil penelitian dari rekam medis instalasi rawat
jalan RSJ Daerah Surakarta pasien episode depresi tahun 2011-2012
dapat disimpulkan:

1) Antidepresan yang banyak digunakan pada pasien episode depresi


di instalasi rawat jalan RSJ Daerah Surakarta yaitu antidepresan
golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor(SSRI) 71,4%,
jenis antidepresan yang digunakan yaitu Fluoxetine 64,2% dan
escitalopram 7,1%. Antidepresan lain yang digunakan yaitu
Amitriptylin 28,6% dari golongan Tricyclic Antidepresan (TCA) .
2) Berdasarkan kriteria 4 tepat (4T) ( Tepat indikasi, Tepat pasien,
Tepat Obat dan Tepat dosis), 100% tepat indikasi, 92,8% tepat
pasien, 100% tepat obat dan 78,6% tepat pemberian besaran dosis,
100% tepat frekuensi pemberian.
ARTIKEL NO :5

TOPIK : Evaluasi Penggunaan Obat Antidiabetik

NAMA PENELITI : Dedy Almasdy, Dita Permata Sari, Suharti, Deswinar Darwin, & Nina
Kurniasih

JUDUL : Evaluasi Penggunaan Obat Antidiabetik pada Pasien Diabetes Melitus


Tipe-2 di Suatu Rumah Sakit Pemerintah Kota Padang - Sumatera
Barat

TUJUAN : untuk mengetahui ketepatan penggunaan obat antidiabetik

METODE : Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Data dikumpulkan secara


prospektif,

VARIABEL : obat antidiabetik yang digunakan pasien penderita diabetes

POPULASI : semua pasien di RS Pemerintah Kota Padang

SAMPEL : 59 orang penderita diabetes

ANALISA DATA : Jumlah pasien DM tipe-2 yang medapatkan perawatan selama waktu
penelitian adalah sebayak 59 orang, sedangkan yang memenuhi kriteria
inklusi adalah sebanyak 40 orang. Mayoritas pasien adalah perempuan.
Rata-rata usia pasien adalah 49,5 ± 18,7 tahun, dengan rentang usia 27-
72 tahun, sedangkan jumlah pasien terbanyak pada rentang umur 50-59
tahun. Penelitian ini juga mendapatkan bahwa hipertensi dan ulkus
diabetikum merupakan penyakit penyerta terbanyak pada pasien yang
mengalami DM tipe-2.

HASIL : Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan obat antidiabetik


pada rumah sakit tersebut 100% tepat indikasi dan tepat rute
pemberian. Sedangkan kajian terhadap ketepatan penderita dan regimen
dosis masing-masingnya hanya sebesar 95.59% dan 40.82%. Selain itu
juga ditemukan potensi interaksi obat.

KESIMPULAN : Penggunaan obat antidiabetik pada suatu rumah sakit pemerintah di


Kota Padang telah tepat indikasi dan tepat rute pemberian. Meskipun
demikian evelauasi terhadap ketepatan penderita dan regimen dosis
belum sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan. Hal lain adalah
adanya interaksi obat berupa interaksi farmakodinamik dan
farmakokinetik. Oleh karena itu diharapkan kepada rumah sakit untuk
menerapkan pelayan farmasi klinik, khususnya asuhan kefarmasian
(pharmaceutical care), sehingga pencapaian hasil terapi obat serta
keaman pasien menjadi lebih optimal.

Anda mungkin juga menyukai