Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu teknik penggambaran

penampang tubuh berdasarkan prinsip resonansi magnetik inti atom

hidrogen. MRI memiliki kemampuan membuat gambaran potongan koronal,

sagital, aksial, dan oblik tanpa banyak memanipulasi tubuh pasien. Teknik

penggambaran MRI relatif kompleks karena gambaran yang dihasilkan

tergantung pada banyak parameter. Bila parameternya tepat, kualitas

gambar detail tubuh manusia akan tampak jelas, sehingga anatomi dan

patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara teliti (Notosiswoyo dan

Suswati, 2004).

Menurut Hashemi (2011), parameter yang mempengaruhi kualitas citra

terbagi menjadi dua yaitu, parameter primer dan sekunder. Parameter primer

yaitu Time Repetation (TR), Time Echo (TE), Time Inversion (TI), Flip Angle,

slice thickness, interslice gap, Field of View (FOV), frekuensi enchoding,

phase enchoding, bandwidth, dan Number of Excitation (NEX). Parameter

Time Repetation (TR), Time Echo (TE), Time Inversion (TI) dan Flip Angle

(FA) berpengaruh terhadap kontras citra. Slice thickness dan interslice gap

berpengaruh terhadap area daerah yang diperiksa (coverage). Field of View

(FOV), frekuensi encoding dan phase encoding berpengaruh terhadap

resolusi dan SNR. Sedangkan Number of Excitation (NEX) dan bandwidth

berpengaruh terhadap Signal to Noise Ratio (SNR). Parameter selanjutnya


2

yaitu parameter sekunder, terdiri atas Signal to Noise Ratio (SNR), scan

time, coverage, resolusi dan kontras citra.

Terdapat empat pertimbangan utama yang menentukan kualitas citra,

yaitu: Signal to Noise Ratio (SNR), Contrast to Noise Ratio (CNR), resolusi

spasial dan Scan time. Signal to Noise Ratio, Contrast to Noise Ratio dan

spatial resolution, dapat diperoleh dengan melakukan optimalisasi

parameter–parameter MRI dan scan time akan berubah mengikuti

optimalisasi parameter yang telah dilakukan (Westbrook, 2011). Signal to

Noise Ratio (SNR) menjadi parameter terpopuler untuk mengukur kualitas

citra MRI. Signal to Noise Ratio (SNR) menjadi parameter penting karena

dengan SNR yang baik akan memudahkan pengamat dalam membedakan

struktur yang berbeda pada suatu citra (Erdogmus dkk, 2004).

Signal to Noise Ratio (SNR) adalah perbandingan besarnya amplitudo

sinyal dan besarnya noise gambar MRI (Westbrook, dkk. 2011). Signal to

Noise Ratio (SNR) dapat ditingkatkan dengan meningkatkan sinyal

averaging (sinyal rata-rata). Peningkatan SNR dari sinyal rata-rata

sebanding dengan akar kuadrat dari Number of Excitation (NEX). Sinyal

rata-rata adalah pendekatan dimana sinyal akuisisi diulang beberapa kali

untuk masing-masing phase encoding (Woodward, 1997).

Pemeriksaan MRI lumbal sering digunakan untuk berbagai pemeriksaan

klinis diantaranya pada pemeriksaan sistem saraf serta untuk mengevaluasi

perubahan degeneratif, adanya kelainan misalnya Hernia Nukleus Pulposus

(HNP), spondilosis, kompresi pada lumbal, tumor dan lain-lain (Westbrook,

2008). Menurut Dr. Dr. Gunawan Santoso, Sp.Rad (K), M.Kes pada

pemeriksaan MRI lumbal rutin, anatomi yang dievaluasi pada citra lumbal
3

adalah corpus vertebrae lumbalis, discus intervertebrae lumbalis, spinal cord

dan Cerebro Spinal Fluid (CSF). Salah satu Pulse sekuen yang sering

digunakan pada MRI lumbal rutin adalah T2WI FSE dengan potongan

sagital. Potongan sagital akan menghasilkan gambaran yang lebih

bermanfaat dalam mengevaluasi vertebrae lumbalis (Westbrook, 2008).

Vertebrae lumbalis atau tulang pinggang merupakan bagian dari

columna vertebralis yang terdiri dari lima ruas tulang dengan ukuran

ruasnya lebih besar dibandingkan dengan ruas tulang leher maupun tulang

punggung. Dibagian atas tulang lumbal terdapat tulang punggung, yang

persendiannya disebut thoraco lumbal joint atau articulatio thoraco lumbalis.

Dibagian bawah tulang lumbal terdapat tulang sacrum dan persendiannya

disebut lumbo sacral joint atau articulatio lumbo sacralis ( PearceC. Evelyn,

2009).

Fast Spin Echo (FSE) adalah salah satu pengembangan dari sekuen

spin echo. Fast spin echo dilakukan untuk mempercepat scan time, yaitu

dengan mengaplikasikan beberapa kali pulse 180º rephasing dalam satu TR.

Fast spin echo sering dikombinasikan dengan pembobotan T2WI (T2

Weighted Image) yang membutuhkan waktu pencitraan yang lama, sehingga

kombinasi T2WI FSE dapat meminimalkan waktu pencitraan (Westbrook,

2008). Scan time atau waktu pencitraan menjadi salah satu pertimbangan

utama dalam memilih protokol pemeriksaan MRI, sehingga pulse sekuen

dan parameter yang optimal adalah dapat memberikan kualitas informasi

citra dengan scan time seminimal mungkin. Salah satu parameter yang juga

mempengaruhi kualitas citra (SNR) dan scan time pada pemeriksaan MRI

adalah parameter Number of Excitation (Hashemi, 2011).


4

Number of Excitation (NEX) adalah nilai yang menunjukkan jumlah

pengulangan pencatatan data selama akuisisi dengan amplitudo dan phase

encoding yang sama (Westbrook, 2011). Number of Excitation (NEX)

mengontrol sejumlah data yang masing-masing disimpan dalam lajur k-

space. Proses pengulangan data tanpa mengubah phase encoding akan

meningkatkan amplitudo sinyal secara linear yang menyebabkan nilai NEX

yang semakin tinggi akan meningkatkan SNR pula. Sebaliknya, penurunan

NEX juga akan menurunkan SNR yang berkaitan dengan kulitas citra yang

akan mempengaruhi informasi anatomi yang dihasilkan tidak optimal (Mc

Robbie, 2006). Peningkatan NEX juga menyebabkan scan time menjadi

panjang. Hal-hal tersebut menjadi pertimbangan ketika akan meningkatkan

dan menurunkan nilai NEX untuk mendapatkan kualitas citra (SNR) dan

informasi anatomi yang optimal dengan memperhatikan keadaan pasien

karena waktu yang dibutuhkan relatif lebih lama.

Menurut Elmouglu (2012), Number of Excitation (NEX) yang digunakan

pada pemeriksaan MRI lumbal T2 FSE sagital adalah 4. Hal ini berbeda

menurut George et al (2010) dalam protokol rutin MRI lumbal T2 FSE sagital

menggunakan parameter NEX 2. Terdapat juga penelitian yang dilakukan

oleh Rochmayanti tentang NEX , yaitu menganalisis pengaruh perubahan

scan parameter NEX terhadap SNR dan scan time pada vertebra cervical

dengan potongan sagital sekuen spin echo pembobotan T1 pada MRI 0.3

Tesla yang menyimpulkan bahwa prosentase kenaikan NEX untuk

mendapatkan SNR yang mendekati 100% adalah NEX 4.

Berdasarkan pengamatan peneliti selama melaksanakan praktek kerja

lapangan di rumah sakit, yaitu di RSUD. Dr. Soteomo Surabaya, radiografer


5

sering melakukan perubahan parameter NEX 2 dan 3 pada pemeriksaan

MRI lumbal dengan sekuen FSE potongan sagital. Berbeda dengan RS

Telogorejo yang menggunakan NEX 3 dengan kekuatan medan magnet

yang sama 1,5 T, radiografer hanya berpatokan pada paremeter yang sudah

ada tanpa melakukan perubahan parameter. Hal tersebut memungkinan

terjadinya kualitas citra (SNR) dengan scan time dan informasi anatomi yang

tidak optimal. Sehubungan dengan hal tersebut, dengan melakukan variasi

nilai NEX akan didapatkan gambaran dengan variasi SNR dengan scan time

yang berbeda-beda pula dan gambaran kualitas informasi citra yang

bervariatif. Hal ini bertujuan untuk mengetahui nilai NEX yang akan

menghasilkan SNR yang paling bagus dengan scan time yang singkat dan

informasi anatomis yang paling optimal. Berdasarkan hal tersebut maka

penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menjadikannya skripsi yang

berjudul “Optimalisasi Pengaturan Number Of Excitation pada

Pemeriksaan MRI Lumbal Sekuen T2WI FSE Potongan Sagital”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah diberikan pada latar belakang, adapun

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah ada perbedaan Signal to Noise Ratio (SNR) MRI lumbal

potongan sagital pada variasi Number of Excitation (NEX)?

2. Apakah ada perbedaan informasi anatomi MRI lumbal potongan sagital

pada variasi Number of Excitation (NEX)?

3. Berapa nilai optimal NEX pada pemeriksaan MRI lumbal potongan

sagital?

C. Tujuan Penelitian
6

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perbedaan Signal to Noise Ratio (SNR) MRI lumbal

potongan sagital pada variasi Number of Excitation (NEX).

2. Untuk mengetahui perbedaan informasi anatomi MRI lumbal potongan

sagital pada variasi Number of Excitation (NEX).

3. Untuk mengetahui nilai NEX yang optimal yang menghasilkan SNR yang

baik dengan scan time yang singkat dan informasi anatomi yang

informatif pada pemeriksaan MRI lumbal potongan sagital.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi

pembaca serta selanjutnya dapat digunakan sebagai kajian dalam

pengembangan studi khususnya perbedaan Signal to Noise Ratio (SNR)

dan informasi anatomi MRI lumbal potongan sagital pada variasi

Number of Excitation (NEX).

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai masukan bagi rumah sakit,

khususnya praktisi MRI untuk menentukan nilai Number of Excitation

(NEX) yang optimal yang menghasilkan SNR yang baik dengan scan

time yang singkat dan informasi anatomi yang optimal pada

pemeriksaan MRI lumbal.

E. Keaslian Penelitian
7

Kajian serupa yang pernah dilakukan :

1. Rochmayanti (2013) dalam jurnal JNTETI “Analisis Perubahan

Parameter Number of Signals Averaged terhadap Peningkatan SNR dan

Waktu Pencitraan pada MRI”, dengan pembobotan T1 sekuen spin

echo pada MRI cervical potongan sagital pada pesawat MRI 0,3 Tesla.

Hasil penelitian tersebut menyimpulkan prosentase kenaikan NEX untuk

mendapatkan SNR yang mendekati 100% adalah NEX 4.

Perbedaan penelitiannya yaitu terdapat pada objek yang diteliti serta

pembobotan, sekuen dan kekuatan medan magnet yang digunakan.

Perbedaanya berikutnya juga terletak pada tujuan penelitian, dimana

penelitian sebelumnya hanya meneliti perubahan parameter NEX

terhadap SNR dan scan time, sedangkan penulis meneliti kualitas citra

(SNR) beserta informasi anatominya.

2. Latifa (2017), “Pengaruh Variasi Number of Signal Average terhadap

Scan Time dan Informasi Anatomis MRI Lumbal Sekuens STIR Irisan

Sagital”. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan nilai Informasi

anatomi yang paling optimal adalah NEX 2 dengan scan time 02:18.

Perbedaan penelitiannya yaitu terdapat pada penggunaan sekuen yang

dipilih dan tujuan penelitian, dimana penelitian sebelumnya

menggunakan sekuen STIR sedangkan peneliti menggunakan sekuen

FSE. Selanjutnya, yaitu penelitian sebelumnya ingin mengetahui

pengaruh variasi NEX terhadap scan time dan informasi anatomi,

sedangkan penulis ingin mengetahui nilai optimal NEX yang

menghasilkan SNR dan informasi anatomi yang baik.


8

3. Prasetya (2012), “Pengaruh Perubahan Nilai NEX terhadap Informasi

Citra MRI Genu Potongan Sagital dengan Sekuen STIR”. Peneliti

sebelumnya melakukan penelitian di dua pesawat MRI dengan kekuatan

medan magnet yang berbeda, yaitu pada pesawat MRI 0,3 Tesla dan

1,5 Tesla. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan informasi anatomi

yang optimal adalah NEX 4 pada pesawat MRI 0,3 Tesla dan NEX 6

pada pesawat MRI 1,5 Tesla.

Perbedaan penelitiannya, yaitu pada objek yang digunakan dan tujuan

penelitian, dimana peneliti sebelumnya ingin mengetahui nilai NEX yang

optimal terhadap informasi anatomi dari genu, sedangkan peneliti

melihat dari segi kualitas citra (SNR) dan informasi anatomi dari vertebra

lumbal. Perbedaan berikutnya yaitu sekuen yang digunakan, dimana

penelitian sebelumnya menggunakan sekuen STIR sedangkan penulis

menggunakan sekuen FSE.

Anda mungkin juga menyukai