Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESAREA HARI KE -2 INDIKASI SEROTINUS DI RUANG MELATI


RSUD dr.R.SOETIJONO BLORA

DI SUSUN OLEH:

NAMA : DIAH AYU SITI YULIANTI

NIM : N520184564

PROGRAM PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN SEROTINUS

A. Definisi
Serotinus adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau 42 minggu lengkap.
Diagnosa usia kehamilan didapatkan dengan perhitungn usia kehamilan dengan rumus
Naegele atau dengan penghitungan tinggi fundus uteri ( Kapita Selekta Kedokteran
jilid 1, 1999).
B. Etiologi
Penyebab terjadinya kehamilan post matur belum diketahui dengan jelas, namun
diperkirakan dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu:
Masalah ibu:
1. Cervix belum matang
2. Kecemasan ibu
3. Persalinan traumatis
4. Hormonal
5. Factor herediter
Masalah bayi:
1. Kelainan pertumbuhan janin
2. Oligohidramnion.
C. Tanda dan Gejala
1. Gerakan janin jarang ( secara subjektif kurang dari 7x / 20 menit atau secara
objektif kurang dari 10x / menit.
2. Pada bayi ditemukan tanda lewat waktu yang terdiri dari:
a. Stadium I : kulit kehilangan vernix caseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit
menjadi kering, rapuh dan mudah terkelupas.
b. Stadium II : seperti stadium I, ditambah dengan pewarnaan mekoneum (
kehijuan di kulit.
c. Stadium III : seperti stadium I, ditambah dengan warna kuning pada kuku, kulit
dan tali pusat.
3. Berat badan bayi lebih berat dari bayi matur.
4. Tulang dan sutura lebih keras dari bayi matur
5. Rambut kepala lebih tebal
D. Pemeriksaan Penunjang
1. USG : untuk mengetahui usia kehamilan, derajat maturitas plasenta.
2. Kardiotokografi : untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin.
3. Amniocentesis : pemeriksaan sitologi air ketuban.
4. Amnioskopi : melihat kekeruhan air ketuban.
5. Uji Oksitisin : untuk menilai reaksi janin terhadap kontraksi uterus.
6. Pemeriksaan kadar estriol dalam urine.
7. Pemeriksaan sitologi vagina.
E. Pengaruh terhadap ibu dan bayi
Ibu:
Persalinan postmatur dapat menuebabkan distosia karena kontraksi uterus tidak
terkoordinir, janin besar, molding kepala kurang, sehingga sering dijumpai partus lama,
kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu, perdarahan post partum yag mengakibatkan
meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas.
Bayi :
Jumlah kematian janin atau bayi pada kehamilan 42 minggu 3x lebih besar dari
kehamilan 40 minggu. Pengaruh pada janin bervariasi, biantaranya berat janin bertambah,
tetap atau berkurang,
F. Penatalaksanaan
1. Setelah usia kehamilan lebih dari 40- 42 minggu, yang terpenting adalah
monitoring janin sebaik – baiknya.
2. Apabila tidak ada tanda – tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan dapat
ditunggu dengan pengawasan ketat.
3. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan kematangan cervik, apabila sudah
matang, boleh dilakukan induksi persalinan.
4. Persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan sangat
merugikan bayi, janin postmatur kadang – kadang besar dan kemungkinan
disproporsi cephalopelvix dan distosia janin perlu diperhatikan. Selain itu janin
post matur lebih peka terhadap sedative dan narkosa.
5. Tindakan operasi section caesarea dapat dipertimbangkan bila pada keadaan
onsufisiensi plasenta dengan keadaan cervix belum matang, pembukaan belum
lengkap, partus lama dan terjadi gawat janin, primigravida tua, kematian janin
dalam kandungan,pre eklamsi, hipertensi menahun, anak berharga dan kesalahan
letak janin.
LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA

A. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding uterus (Sarwono , 2005).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk
melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 1998).
Partus tak maju adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah berlangsung 12
jam atau lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks di kanan garis waspada persalinan Fase aktif
(Prawirohardjo, 2002).
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka perut
dan dinding rahim. Tujuan dasar pelahiran adalah memelihara kehidupan atau kesehatan ibu
dan anak. Atau SC adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin diatas 500 gram.

B. Penyebab / factor predisposisi


1. Partus Tak Maju.
2. Pre eklampsia.
C. Klasifikasi Operasi Sectio Caesarea (SC)
1. Abdomen (SC Abdominalis)
a) Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus
uteri ya n g mempunyai kelebihan mengeluarkan janin lebih
c e p a t , tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan
sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal . Sedangkan kekurangan
dari cara ini adalah infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak
ada reperitonealisasi yang baik danuntuk persalinan berikutnya lebih sering
terjadi ruptura uteri spontan.
b) Sectio caesarea profunda
Insisi pada segmen bawah rahim dengan kelebihan penjahitan luka
lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik, perdarahan
kurang dan kemungkinan rupture uteri spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki
kekurangan luka dapat melebar kekiri, bawah, dan kanan sehingga
mengakibtakan pendarahan yang banyak serta keluhan pada kandung kemih.
c) Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
a) Sayatan memanjang (longitudinal)
b) Sayatan melintang (tranversal)
c) Sayatan huruf T (T Insisian)
3. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan :
a) Mengeluarkan janin lebih memanjang
b) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
a) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang
baik.
b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
c) Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan
dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat
terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya
baru terjadi dalam persalinan.
d) Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah
mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat
istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka
sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka
rahim.
4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim
kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
a) Penjahitan luka lebih mudah.
b) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik.
c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga
perineum.
d) Perdarahan kurang.
e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil.
Kekurangan :
a) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri
uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
b) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

D. Patofisiologi / Patways
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi
tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis,
panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus
tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien
mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya
kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu
melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit
perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan
post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar
daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan
menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan
ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah resiko infeksi.
Patway

Insisi Bedah

Perlukaan pada Abdomen

Terputusnya inkontinuitas Fisiologis Luka insisi bedah tidak terawat


Jaringan

Hal ini merangsang pengeluaran Laktasi Adanyan peningkatan


Histamine & Prostaglandin Leukosit

Prolaktin meningkat
Nyeri Resiko tinggi infeksi

Produksi ASI meningkat


Intoleransi aktivitas

Payudara membengkak

Hipertermi Ansietas
E. Penatalaksanaan

Perawatan pasca partum (post Op)

1) Pengkajian keperawatan segera setelah melahirkan meliputi pemulihan dari


efek anastesi, status pasca operasi dan pasca melahirkan dan derajat nyeri.

2) Kepatenan jalan napas dipertahankan dan posisi wanita tersebut diatur untuk
mencegah kemungkinan aspirasi.

3) Tanda-tanda vital diukur setiap 15 menit selama 1-2 jam sampai wanita itu
stabil. Kondisi balutan insisi, fundus dan jumlah lokea, dikaji demikian pula
masukan dan haluaran.

4) Perawat membantu wanita tersebut untuk mengubah posisi dan melakukan


napas dalam serta melatih gerakan kaki. Obat-obatan untuk mengatasi nyeri
dapat diberikan

5) Masalah fisiologis selama beberapa hari pertama dapat didominasi oleh nyeri
akibat insisi dan nyeri dari gas di usus halus dan kebutuhan untuk
menghilangkan nyeri.

6) Tindakan lain untuk mengupayakan kenyamanan, seperti mengubah posisi,


mengganjal insisi dengan bantal, memberi kompres panas pada abdomen dan
tehnik relaksasi.

7) Ambulasi dan upaya menghindari makanan yang menghasilkan gas dan


minuman berkarbonat bisa mengurangi nyeri yang disebabkan gas.

8) Perawatan sehari-hari meliputi perawatan perineum, perawatan payudara dan


perawatan higienis rutin termasuk mandi siram setelah balutan luka diangkat.

9) Setiap kali berdinas perawat mengkaji tanda-tanda vital, insisi, fundus uterus,
dan lokia. Bunyi napas, bising usus, tanda homans, eliminasi urine serta
defekasi juga dikaji.

10) Pasangan atau suami dapat dilibatkan dalam sesi pengajaran dan penjelasan
tentang pemulihan pasangannnya. Beberapa orangtua akan marah,frustasi atau
kecewa karena wanita tidak dapat melahirkan pervaginam. Beberapa wanita
mengungkapkan perasaan seperti harga diri rendah atau citra diri yang
negative. Akan sangat berguna bila ada perawat yang hadir selama wanita
melahirkan, mengunjungi dan membantu mengisi “kesenjangan” tentang
pengalaman tersebut.

11) Rencana pulang terdiri dari informasi tentang diet, latihan fisik, pembatasan
aktifitas, perawatan payudara, aktifitas seksual dan kontrasepsi, medikasi, dan
tanda-tanda komplikasi serta perawatan bayi.

F. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung jawab.
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat, status
perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang mengirim,
cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
d. Data Riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit
dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama (Plasenta
previa).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
4) Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga
mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.
e. Keadaan klien meliputi :
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan
atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas
emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
3) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
4) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
5) Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi
kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
6) Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan
8) Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
9) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.

G. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin)
akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas operasi.
d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi.

H. Rancangan Tindakan Keperawatan


a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin)
akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
Tujuan dan kriteria hasil:
- Menggunakan skala nyeri untuk mengidentifikasi tingkat nyeri
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen nyeri
- Melaporkan kebutuhan tidur dan istirahat cukup
Intervensi :
1. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
2. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah meringis)
terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
3. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur,
istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial)
4. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas dalam,,
sentuhan terapeutik, distraksi.)
5. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara)
6. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.

b. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi


Tujuan : pasien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Kriteria hasil : pasien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri
Intervensi :
1. Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas.
2. Ajarkan pasien tentang perlunya mobilisasi.
3. Rencanakan wakru kegiatan yang akan dilakukan untuk memulai latihan
mobilisasi.
4. Bantu pasien dan libatkan keluarga dalam memenuhi ADL.
5. Monitor tanda-tanda vital.

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka bekas
operasi.
Tujuan dan kriteria hasil :
- Terbebas dari tanda atau gejala infeksi
- Menunjukkan hygiene pribadi yang adekuat
- Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi
Intervensi :
1. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu pecah
ketuban.
2. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa).
3. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
4. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan. Lepaskan balutan sesuai
indikasi.
5. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum / sesudah menyentuh
luka
6. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah WBC / sel
darah putih.
7. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan darah
selama prosedur pembedahan.
8. Anjurkan intake nutrisi yang cukup.
9. Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi.
d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi.
Tujuan dan kriteria hasil :
- Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
- Tanda vital dalam batas normal
- Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
Intervensi :
1. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem pendukung
2. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati
3. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan ansietas
yang dirasakan.
4. Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping
5. Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan, penyembuhan,
dan perawatan post operasi.
6. Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa lalu.
7. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC


Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta :
EGC
Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana
Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan
KB. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif, Kapita selekta kedokteran jilid 1 Ed 3, Jakarta : Media Aesculapius.
1999
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT
Gramedi

Anda mungkin juga menyukai