Anda di halaman 1dari 10

I.

LATAR BELAKANG MASALAH


Perdebatan mengenai seni dan kebudayaan adalah hal yang tidak pernah berhenti
dari masa ke masa. Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak pulau dengan segala
ciri khas budayanya justru terkadang tidak bisa sepenuhnya melestarikan kebudayaan itu
sendiri. Globalisasi dan modernisasi yang dialami bangsa Indonesia menjadi salah satu
penghambat regenerasi seni dan budaya. Salah satu contohnya adalah berkembangnya
budaya popular di kalangan anak muda dan hal ini mengakibatkan mereka melupakan
seni dan budaya lokal mereka sendiri. Mukhlis Paeni, Ketua Masyarakat Sejarawan
Indonesia (MSI) melalui tulisannya di Kompas 4 September 2014 dalam kolom “opini”
menyebutkan bahwa bangsa Indonesia memiliki kekayaan ekspresi budaya yang tak
terhitung jumlahnya. Baik dalam wujud tata nilai dan etika berperilaku yang menjadi
fondasi pembentukan karakternya maupun dalam wujud ekspresi budaya materi yang
diciptakannya sebagai hasil kreativitas dan inovasinya menjawab berbagai tantangan
zaman. Ia juga menyampaikan keprihatinannya pada perkembangan kebudayaan di
Indonesia. Salah satu keprihatinannya adalah bagaimana negeri ini kehilangan
manuskrip-manuskrip dalam berbagai jenis seperti lontara, babad, tambo, hikayat-
hikayat, dan naskah-naskah. Benda-benda bersejarah ini justru sangat serius dijadikan
kajian di berbagai universitas dan lembaga ilmu pengetahuan dunia. Selain itu, ia juga
menyampaikan berbagai keprihatinannya mengenai bagaimana seni dan kebudayaan kita
justru dibiarkan “berbunyi” di negara tetangga dan negara ini tidak mempedulikannya.
Padahal negara berkepentingan melindungi harta warisannya sebagai pemilik “deposit
budaya” dan negara berkepentingan melindungi masyarakatnya agar tidak menjadi obyek
eksplorasi karya-karya budaya bangsa, terutama jika eksplorasi itu akan merugikan
masyarakat dan negara secara umumnya.1
Dalam wawancara yang dilakukan Kompas dengan Kepala Taman Budaya
Provinsi Sumatera Barat, Asnam Rasyid, seniman tradisional dan Komite Tradisional
Dewan Kesenian Lampung Syafril Yamin dan Ketua Forum Taman Budaya se-Indonesia
Hj Ikke Dewi Sartika, menyebutkan bahwa kesenian tradisional Sumatera Barat yang
terancam punah antara lain Talempong Ungan, Gandai, dan Tupai Janjang, sedangkan di
Jawa Barat terdapat 43 kesenian tradisional yang hampir punah, dan baru dua yang bisa
direvitalisasi, yaitu Gendang Gugun dan Angklung Badun. Beberapa kondisi diatas
disebabkan karena tidak adanya regenerasi. Kesenian tradisional juga jarang

1
Dalam kolom “opini” Kompas , 4 September 2014 , hal.6

1
dipertunjukkan, pelaku seni juga sudah uzur dan meninggal. 2 Dalam sebuah atikel
wawancara dengan Kepala Pusat Studi Kebudayaan UGM Dr Aprinus Salam, disebutkan
bahwa dalam Perda Keistimewaan (Perdais), perhatian pemerintah terhadap budaya
rakyat sedikit sekali. Memang ada beberapa pasal yang mengatur soal kebudayaan, tetapi
ini juga hanya ber-fokus pada budaya yang ada di Keraton dan Pakualaman. Perda
Nomor 4 tahun 2011 mengenai Tata Nilai Budaya DIY sudah diberlakukan, namun
implementasinya tidak jelas. Hal ini menjadi ironis karena DIY dikatakan sebagai pusat
budaya namun proteksi terhadap budaya masih minim. Ketua Matram Bardikari sebagai
pelaku budaya tradisional mencontohkan makin punahnya seni budaya di DIY dengan
menyebutkan bahwa untuk budaya wayang orang Langen Wondro sendiri, hanya
menyisakan satu kelompok kesenian yang masih menjalani pengembangan seni tersebut.
3
Padahal sesungguhnya, dengan adanya kebijakan otonomi daerah, mereka
memiliki hak untuk mengembangkan daerahnya masing-masing. Kebanyakan
pembangunan yang terjadi di daerah mengarah kepada sektor ekonomi dan politik.
Akibatnya, pengembangan seni dan budaya menjadi terpinggirkan. Dengan adanya
berbagai kendala ini, maka perlu pihak ketiga untuk dapat menjadi penengah agar tidak
terjadi kesenjangan antara kebutuhan pengembangan seni dan budaya dan sektor
ekonomi politik tadi. Dalam hal ini, perusahaan sebagai sektor swasta dapat masuk dan
membantu pengembangan seni dan budaya melalui Corporate Social Responsibility
(CSR) dengan melakukan program pemberdayaan masyarakat khususnya dalam seni dan
budaya. Sayangnya, tidak banyak perusahaan yang peduli untuk mengalokasikan dana
CSR nya untuk pengembangan seni dan budaya lokal. Hal ini wajar ketika perusahaan
sebagai entitas bisnis, mereka hanya berpikir soal untung dan rugi. Ketika muncul
kewajiban perusahaan untuk melaksanakan CSR sebagai bentuk tanggung jawab mereka
kepada masyarakat, program yang dipilih pun lebih pada hal-hal yang bentuknya dapat
dilihat secara kasat mata, misalnya pembangunan infrastruktur, pelayanan kesehatan,
pemberdayaan sektor ekonomi,dsb. Hal ini bisa dimaklumi karena seni dan budaya
sifatnya abstrak. Hasil keluarannya tidak tampak seperti program-program CSR
kebanyakan. Pemikiran seni budaya di satu orang belum tentu sama dengan apa yang
dirasakan orang lain dan tidak semua orang dapat meeasakannya. Padahal seni dan

2
http://female.kompas.com/read/2009/04/24/19254434/Puluhan.Kesenian.Tradisional.Indonesia.Terancam.Punah., diunduh
30 Desember 2014
3
http://nasional.sindonews.com/read/776518/15/kurang-perlindungan-ratusan-budaya-tradisional-punah-1377684089,
diunduh 30 Desember 2014

2
budaya merupakan identitas negara yang harus terus menerus dilestarikan agar tidak
pudar.

II. KAJIAN PUSTAKA


Corporate Social Responsibility (CSR) didefinisikan sebagai komitmen
perusahaan untuk melaksanakan kewajibannya didasarkan atas keputusan untuk
mengambil kebijakan dengan memperhatikan kepentingan stakeholders dan lingkungan
dimana perusahaan melakukan aktivitasnya berlandaskan pada ketentuan hukum yang
4
berlaku. Menurut World Business Council for Sustainable Development pengertian
CSR adalah komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan
memberi konstribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas
kehidupan karyawan dan kluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada
umumnya. (Suharto, 2010, h.123) 5
Corporate Social Responsibility (CSR) sendiri memiliki tiga bentuk, yaitu : (1)
CSR berbasis karikatif (charity), program ini diwujudkan dalam bentuk memberikan
bantuan yang diinginkan oleh masyarakat, seperti pembagian sembako, membangun
masjid, membangun rumah adat, membangun jembatan desa dan lain-lain, (2) CSR
berbasis kedermawanan (philantrophy), program ini diwujudkan dalam bentuk hibah
untuk pembangunan, baik pembangunan infrastruktur maupun pembangunan sumber
daya manusia (SDM), seperti Bill Gates & Melinda Foundation, Sampoerna Foundation,
dan (3) CSR berbasis pemberdayaan masyarakat (community development), diwujudkan
dalam bentuk ke ikut sertaan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatannya yang
difokuskan pada aspek-aspek tertentu saja, seperti pengurangan kemiskinan (povety
reduction) dan penciptaan lapangan kerja (job creation).6
Dalam teori perilaku atau behaviour theory789, disebutkan bahwa ada dua buah
perilaku yang dapat memotivasi seseorang atau kelompok. Teori perilaku dalam paper
ini akan digunakan untuk menganalisis motivasi apa yang membuat perusahaan
melakukan kegiatan non profit, dalam program CSR nya, terutama dalam bidang seni

4
Wahyuningrum Y., Noor I., Wachid A (2014) Pengaruh Program Corporate Social Responsibility Terhadap Peningkatan Pemberdayaan
Masyarakat (Studi pada Implementasi CSR PT. Amerta Indah Otsuka Desa Pacarkeling Kecamatan Kejayan Kabupaten Pasuruan). 1(5),
hal. 3
5
Aisiqia, IA., Saleh C., Hadi M (2013) Corporate Social Responsibility (CSR) Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Pabrik
Gula (Studi pada PTPN X Persero PG. Kremboong Sidoarjo). I (4), hal. 78
6
Gunawan, Alex (2009), Membuat Program CSR Berbasis Pemberdayaan Partisipatif, Yogyakarta: Publisher Company
7
Baron., Robert A. & Byrne, Donn. (2005). Psikologi Sosial. Edisi Kesepuluh, Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
8
Santrock., John W. (2002). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Edisi 5, Jilid 1. Jakarta: Erlangga
9
Sears., David O. (1999). Psikologi Sosial 1. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga

3
dan budaya Indonesia. Kedua teori ini yaitu : (1) Altruism : Perilaku altruistik adalah
perilaku menolong yang timbul bukan karena adanya tekanan atau kewajiban, melainkan
tindakan tersebut bersifat sukarela dan tidak berdasarkan norma-norma tertentu, tidak
ada imbalan atau pun reward dari semua pengorbanan (Deaux, 1976). Altruisme adalah
tindakan sukarela yang dilakukan oleh seseorang ataupun kelompok orang untuk
menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan ataupun kecuali mungkin perasaan
telah melakukan perbuatan baik (Sears, 1994). (2) Pro Social Behaviour : Perilaku
prososial sebagai perilaku yang memiliki intensi untuk mengubah keadaan fisik atau
psikologis penerima bantuan dari kurang baik menjadi lebih baik, dalam arti secara
material maupun psikologis. (William, dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2003). Perilaku
prososial mencakup pada tindakan-tindakan : sharing (membagi), cooperative
(kerjasama), donating (menyumbang), helping (menolong), honesty (kejujuran),
generosity (kedermawanan), serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain.

III. PT DJARUM DAN DJARUM FOUNDATION


Djarum adalah perusahaan rokok yang didirikan tahun di Kudus tahun 1951 oleh
Oei Wie Gwan. Setelah Oei Wie Gwan meninggal, perusahaan ini dipegang oleh dua
anaknya, Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono. Djarum Foundation
merupakan divisi CSR yang dibangun PT Djarum pada 30 April 1986. Tujuan
dibentuknya Djarum Foundation adalah menjadi institusi yang terbaik dalam memajukan
Indonesia sebagai negara yang digdaya seutuhnya di bidang sosial (Djarum Sumbangsih
Sosial), olahraga (Djarum Beasiswa Bulutangkis), lingkungan (Djarum Trees for Life) ,
pendidikan (Djarum Beasiswa Plus) dan budaya. 10 Dalam bidang budaya sendiri, CSR
diaplikasikan dalam sebuah program yaitu Djarum Apresiasi Budaya. Djarum Apresiasi
Budaya merupakan program CSR yang paling baru di Djarum Foundation. Tujuan
diberlakukannya program ini adalah untuk meningkatkan kecintaan masyarakat
Indonesia terhadap kekayaan budaya Indonesia dan diharapkan dapat membantu
komunitas budaya di Indonesia agar seni dan budaya di Indonesia tidak berangsur punah.
Beberapa contoh kegiatan yang dilakukan Djarum Apresiasi Budaya yaitu pelestarian
kuliner daerah, sosialisasi tradisi serta ciri khas sebuah daerah, sebagai wadah para
seniman untuk ber-apresiasi bentuknya adalah melakukan kerjasama dengan komunitas

10
http://www.djarumfoundation.org/aktivitas.php, diunduh 30 Desember 2014

4
seni seperti Bengkel Teater Rendra, Teater Koma, Teater Gandrik, Butet Kertaradjasa
(yang sekarang dikelola oleh Padepokan Seni Bagong Kussudiardja PSBK ), dsb.

IV. PADEPOKAN SENI BAGONG KUSSUDIARDJA (PSBK)


PSBK merupakan salah satu dari sekian banyak komunitas seni budaya lokal yang
dikembangkan oleh Djarum Foundation. PSBK didirikan oleh Alm. Bagong Kussudiardja,
seorang koreografer dan pelukis Indonesia. Sepeninggal Alm Bagong, PSBK dikelola oleh
Butet Kartaradjasa. PSBK didirikan oleh Bagong Kussudiardja sebagai cara untuk
mengembangkan visi membangun manusia Indonesia melalui seni. PSBK didirikan
dengan orientasi sebagai organisasi yang memberikan pelayanan (service organization),
melalui pengolahan dan mengembangkan praktek-praktek di dalam aktivitas seni
pertunjukan sebagai media pembelajaran yang edukatif dan aplikatif kepada komunitas
seni dan masyarakat. PSBK terletak di Kembaran RT 04/RW 21, Kel. Tamantirto, Kec.
Kasihan, Kab. Bantul DI Yogyakarta. 11
Bentuk program CSR Djarum Foundation yang diberikan kepada PSBK adalah
dengan memberikan pendanaan bagi proses “sekolah” seniman di PSBK yang bentuknya
berupa beasiswa, dan juga mendukung acara rutin bulanan PSBK yakni Jagongan Wagen.
Jagongan Wagen merupakan sebuah pagelaran seni yang dilakukan tiap penanggalan
Wage sebulan sekali sejak tahun 2007. Pengisi acara di pertunjukan ini dipilih secara
tematik. Seniman yang tampil pun dari bermacam-macam bidang, seperti musik, tari,
musik etnis, pantomim, teater, dsb yang sifatnya adalah hiburan gratis bagi rakyat. Mulai
tahun 2010, Jagongan Wagen mulai melakukan kolaborasi budaya, dengan
mengembangkan potensi seniman-seniman baru Jogja, memberi beasiswa kepada mereka
melalui proses seleksi. Proses brainstorming yang dilakukan para seniman dalam
membentuk konsep pertunjukan pun dilakukan dalam waktu yang lama. Proses
brainstorming ini bukan hanya dilakukan antar seniman tetapi juga dengan masyarakat
luar, sehingga dalam sebuah pertunjukan muncul sebuah interaksi, namun dikemas dalam
bentuk yang sederhana serta mengangkat tema-tema kehidupan sehari-hari sehingga di
akhir pertunjukan, ada pelajaran yang dapat dipetik.

11
http://www.ybk.or.id/, diunduh 30 Desember 2014

5
V. PEMBAHASAN
Djarum Foundation merupakan salah satu perusahaan yang memberikan
kepedulian terhadap perkembangan seni dan budaya Indonesia. Ketika perusahaan lain
berlomba-lomba untuk memberikan pemberdayaan secara ekonomi dan sosial, Djarum
Foundation hadir sebagai lembaga dari PT Djarum yang memiliki perhatian khusus di
bidang yang berbeda. Memang apabila dilihat secara sistematis, sesuai dengan peraturan
Undang-Undang mengenai Perseroan Terbatas yang diberlakukan di Indonesia, program
CSR “Djarum Foundation Bakti Budaya” ini tidak berkontribusi langsung kepada
masyarakat sekitar yang terkena dampak negatif limbah perusahaan atau dampak
eksplorasi sumber daya alam sekitar. Namun program yang diberlakukan Djarum
Foundation ini dapat digunakan sebagai salah satu solusi untuk menjawab berbagai macam
permasalahan memudarnya seni dan budaya lokal di Indonesia. Melalui situs
www.indonesiakaya.com , masyarakat luas dapat mengakses berbagai macam kekayaan
budaya negeri ini, Djarum Foundation juga memberikan koloom yang berisi beberapa
pemikiran dari para seniman Indonesia. Melalui program ini, secara filantropis Djarum
juga membantu pelaksanaan acara-acara kesenian di daerah-daerah. Di situs
www.indonesiakaya.com masyarakat juga dapat lebih mengenal ciri khas kebudayaan
suku tertentu yang selama ini mungkin belum banyak dikenal dan dimaknai sebagai
sesuatu yang harus dilestarikan terutama oleh masyarakat modern yang paling banyak
terkena dampak globalisasi.
Dari pemaparan diatas, menunjukkan bahwa PT Djarum telah memberikan
kontribusi positif terhadap perkembangan seni dan budaya di Indonesia melalui program
Djarum Apresiasi Budaya-nya. Apa yang dilakukan PT Djarum merupakan perwujudan
dari sikap pro social behaviour dimana mereka melakukan kegiatan berbagi, bekerjasama,
menyumbang, menolong, dsb. PT Djarum telah membantu PSBK untuk mengubah
keadaan dari kurang baik menjadi lebih baik. PT Djarum telah melakukan kegiatan CSR
yang bukan hanya mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi, tetapi
juga pada ranah budaya yang selama ini tidak terlalu dianggap penting bagi program CSR
perusahaan. Dengan tindakan pro social behaviour ini, karena perasaan ingin menolong
yang dimiliki oleh PT Djarum, diharapkan apa yang dilakukan PT Djarum dalam
membantu pengembangan seni dan budaya Indonesia dapat berkembang dengan baik dan
dimanfaatkan secara maksimal oleh komunitas tersebut sehingga dapat memecahkan
berbagai kekhawatiran masyarakat khususnya para seniman atas pudarnya seni dan

6
kebudayaan Indonesia karena terkikis globalisasi dan modernisasi sehingga regenerasi
budaya sulit dilakukan.
Namun bagaimanapun, dalam sebuah pelaksanaan CSR selalu ada beberapa
kekurangan dan hal yang menjadi sebuah kritikan. Melalui wawancara dengan salah satu
pengurus dari PSBK, disebutkan bahwa cara PSBK dalam mendapatkan bantuan dana dari
Djarum Foundation adalah melalui pengajuan proposal tahunan. Akses yang didapatkan
PSBK salah satunya karena hubungan baik antara Butet Kartaredjasa dengan perusahaan.
Ironisnya, ketika dana dari Djarum Foundation tidak bisa didapatkan, misalnya karena
pengajuan proposal yang terlambat, PSBK tidak bisa melakukan kegiatan di dalam
yayasan tersebut. Fakta ini menunjukkan bahwa muncul sebuah ketergantungan antara
PSBK dengan Djarum Foundation. Dengan kondisi seperti ini, yang nanti ditakutkan
adalah ketika Djarum Foundation tidak lagi memberikan dana karena satu dan lain hal,
PSBK tidak bisa bertahan diatas kaki mereka sendiri sehingga komunitas ini bisa mati.
Djarum Foundation juga tidak memantau secara langsung bagaimana proses dana
tersebut dikembangkan pada sebuah event tertentu, atau memantau untuk melihat bahwa
apakah apa yang dilakukan komunitas tersebut sudah sesuai dengan visi misi Djarum
Foundation sendiri. Djarum Foundation hanya menyerahkan dana dari persetujuan atas
proposal yang diajukan untuk kemudian pelaksanaannya dipercayakan langsung kepada
komunitas atau yayasan, sehingga dapat dikatakan bahwa kegiatan CSR PT Djarum ini
masih bersifat filantropis, belum masuk pada ranah Community Development. Hal ini
sangat disayangkan karena bagi beberapa event tertentu, dengan menggunakan embel-
embel “Djarum Bakti Budaya”, yang dilakukan Djarum Foundation merupakan sebuah
program sponsorship semata. Padahal sesungguhnya akan lebih baik apabila Djarum
Foundation juga ikut andil dalam membantu pemberdayaan seniman misalnya dengan
cara melibatkan beberapa orang perusahaan yang memantau secara langsung untuk meng-
evaluasi program sehingga kegiatannya tidak lagi bersifat filantropis, atau memberikan
tambahan pelatihan organisasi agar seniman ini tidak hanya hebat dalam berkarya namun
juga dapat melakukan manajemen organisasi. Sebuah program pemberdayaan masyarakat
dikatakan berhasil apabila ketika perusahaan tersebut tidak lagi membantu sebuah daerah
atau komunitas, daerah atau komunitas tersebut tetap berdaya dan tetap mengembangkan
diri dengan baik. Program pemberdayaan akan gagal apabila program CSR menjadikan
daerah atau komunitas memiliki ketergantungan terhadap perusahaan.
Bagi komunitas seni dan budaya sendiri, meskipun dalam hal ini mereka berperan
sebagai komunitas yang “mengolah seni”, sumber daya manusia yang berada di dalamnya

7
juga harus memiliki kemampuan organisasi secara profesional untuk membuat sistem
dalam mewujudkan visi komunitas, sehingga berbagai kekhawatiran mengenai pudarnya
seni dan budaya ini tidak lagi semakin besar. Untuk menanamkan budaya organisasi ini,
para seniman juga harus memiliki pemikiran yang terbuka untuk menerima berbagai ilmu
baru diluar kemampuan kesenian mereka. Karena bagaimanapun sebuah hal yang sifatnya
olah rasa, tetap harus memiliki sistem organisasi yang baik.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


PT Djarum merupakan sebuah entitas bisnis, dimana sebuah entitas bisnis
memiliki tujuan utama yakni mendapatkan profit. Cara mendapatkan profit ini salah
satunya dapat dilakukan dengan meningkatkan reputasi perusahaan melalui program CSR
yang dijalankan. Apa yang dilakukan PT Djarum selama ini telah memberikan efek yang
sangat baik bagi perusahaan dalam rangka membangun reputasi tersebut. Bagi konsumen
dan masyarakat, mereka memiliki image positif terhadap PT Djarum karena perhatian
mereka yang sangat besar terhadap hal hal yang tidak hanya berbau sosial dan ekonomi
semata, tetapi lebih daripada itu, meskipun produk dari perusahaan ini sesungguhnya
membahayakan kesehatan masyarakat. Sedangkan bagi shareholder, semakin baiknya
reputasi perusahaan, akan meningkatkan kepercayaan mereka terhadap perusahaan
sehingga semakin banyak investasi yang akan mereka berikan yang secara otomatis akan
meningkatkan profit perusahaan.
Reputasi PT Djarum menjadi semakin positif di mata masyarakat karena ketika
perusahaan rokok lain tidak terlalu memberikan tempat khusus untuk program CSR
terutama seni dan budaya, PT Djarum hadir sebagai salah satu dari perusahaan yang
memberikan perhatian bahkan menawarkan berbagai macam solusi pemecahan kasus seni
dan budaya Indonesia. Budaya merupakan sebuah manifestasi yang harus terus
dikembangkan. Kita tidak bisa terus menerus hanya memberikan fokus kepada
perkembangan ekonomi dan teknologi semata, karena indeks kebahagiaan masyarakat itu
berbeda, tidak selalu hanya bisa dilihat dari sisi ekonomi semata. Masih ada beberapa
komunitas seni dan budaya yang harus diberdayakan sebelum nanti kebudayaan lokal ini
benar-benar terkikis dan digantikan dengan kebudayaan modern karena seni dan budaya
ini juga dapat meningkatkan devisa negara.
Dengan program CSR yang bersifat filantropis ini, PT Djarum maupun
perusahaan lain dapat mulai melakukan kerjasama dengan pemerintah untuk membantu
mengembangkan seni dan budaya lokal setempat. Mungkin memang program seni dan

8
budaya dianggap bukan merupakan dampak langsung dari hadirnya perusahaan di suatu
wilayah, namun seni dan budaya merupakan aset negara dan ini merupakan tanggung
jawab semua pihak untuk melestarikannya. Jika disini pemerintah tidak bisa sepenuhnya
memecahkan permasalahan ini, perusahaan dapat membantu dengan melakukan program
pemberdayaan seni dan budaya. Mengapa? Karena perusahaan sebagai entitas bisnis hadir
di sebuah negara. Perusahaan memiliki kewajiban kepada negara yang diatur dalam
Undang-Undang dan tanggung jawab sosial untuk memecahkan permasalahan setempat
untuk mengurangi berbagai macam konflik. Dengan melakukan pemberdayaan secara
lebih seimbang, otomatis akan memberikan reputasi positif bagi perusahaan, sehingga ini
merupakan sebuah hubungan simbiosis mutualisme yang akan menguntungkan semua
pihak asalkan pelaksanaannya dapat dikelola dengan baik dan social mapping yang
dilakukan dikembangkan ke dalam ranah seni dan kebudayaan agar komunitas seni dan
budaya yang belum terjamah dapat ditemukan untuk kemudian diberdayakan, mengingat
tidak semua komunitas memiliki akses se-besar komunitas-komunitas seni yang
bekerjasama dengan PT Djarum seperti yang disebutkan diatas.

9
VII. DAFTAR PUSTAKA
 Paeni, Mukhlis (2014) Kebudayaan di Ujung Tanduk , Kolom “Opini”,
KOMPAS, 4 September 2014
 FEMALE (2009), Puluhan Kesenian Tradisional Indonesia Terancam Punah.
http://female.kompas.com/read/2009/04/24/19254434/Puluhan.Kesenian.Tradisio
nal.Indonesia.Terancam.Punah., diunduh 30 Desember 2014
 SINDONEWS (2013) , Kurangnya Perlindungan, Ratusan Budaya Tradisional
Punah. http://nasional.sindonews.com/read/776518/15/kurang-perlindungan-
ratusan-budaya-tradisional-punah-1377684089 , diunduh 30 Desember 2014
 Wahyuningrum Y., Noor I., Wachid A (2014) Pengaruh Program Corporate
Social Responsibility Terhadap Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat (Studi
pada Implementasi CSR PT. Amerta Indah Otsuka Desa Pacarkeling Kecamatan
Kejayan Kabupaten Pasuruan). 1(5), hal. 3
 Gunawan, Alex (2009), Membuat Program CSR Berbasis Pemberdayaan
Partisipatif, Yogyakarta: Publisher Company
 DJARUM FOUNDATION BAKTI PADA NEGERI.
http://www.djarumfoundation.org/aktivitas.php , diunduh 30 Desember 2014
 PADEPOKAN SENI BAGONG KUSSUDIARDJA . http://www.ybk.or.id/ ,
diunduh 30 Desember 2014
 Aisiqia, IA., Saleh C., Hadi M (2013) Corporate Social Responsibility (CSR)
Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Pabrik Gula (Studi pada
PTPN X Persero PG. Kremboong Sidoarjo). I (4)
 Baron., Robert A. & Byrne, Donn. (2005). Psikologi Sosial. Edisi Kesepuluh, Jilid
2. Jakarta: Erlangga.
 Santrock., John W. (2002). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup.
Edisi 5, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
 Sears., David O. 1999. Psikologi Sosial 1. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga

10

Anda mungkin juga menyukai