1
Dalam kolom “opini” Kompas , 4 September 2014 , hal.6
1
dipertunjukkan, pelaku seni juga sudah uzur dan meninggal. 2 Dalam sebuah atikel
wawancara dengan Kepala Pusat Studi Kebudayaan UGM Dr Aprinus Salam, disebutkan
bahwa dalam Perda Keistimewaan (Perdais), perhatian pemerintah terhadap budaya
rakyat sedikit sekali. Memang ada beberapa pasal yang mengatur soal kebudayaan, tetapi
ini juga hanya ber-fokus pada budaya yang ada di Keraton dan Pakualaman. Perda
Nomor 4 tahun 2011 mengenai Tata Nilai Budaya DIY sudah diberlakukan, namun
implementasinya tidak jelas. Hal ini menjadi ironis karena DIY dikatakan sebagai pusat
budaya namun proteksi terhadap budaya masih minim. Ketua Matram Bardikari sebagai
pelaku budaya tradisional mencontohkan makin punahnya seni budaya di DIY dengan
menyebutkan bahwa untuk budaya wayang orang Langen Wondro sendiri, hanya
menyisakan satu kelompok kesenian yang masih menjalani pengembangan seni tersebut.
3
Padahal sesungguhnya, dengan adanya kebijakan otonomi daerah, mereka
memiliki hak untuk mengembangkan daerahnya masing-masing. Kebanyakan
pembangunan yang terjadi di daerah mengarah kepada sektor ekonomi dan politik.
Akibatnya, pengembangan seni dan budaya menjadi terpinggirkan. Dengan adanya
berbagai kendala ini, maka perlu pihak ketiga untuk dapat menjadi penengah agar tidak
terjadi kesenjangan antara kebutuhan pengembangan seni dan budaya dan sektor
ekonomi politik tadi. Dalam hal ini, perusahaan sebagai sektor swasta dapat masuk dan
membantu pengembangan seni dan budaya melalui Corporate Social Responsibility
(CSR) dengan melakukan program pemberdayaan masyarakat khususnya dalam seni dan
budaya. Sayangnya, tidak banyak perusahaan yang peduli untuk mengalokasikan dana
CSR nya untuk pengembangan seni dan budaya lokal. Hal ini wajar ketika perusahaan
sebagai entitas bisnis, mereka hanya berpikir soal untung dan rugi. Ketika muncul
kewajiban perusahaan untuk melaksanakan CSR sebagai bentuk tanggung jawab mereka
kepada masyarakat, program yang dipilih pun lebih pada hal-hal yang bentuknya dapat
dilihat secara kasat mata, misalnya pembangunan infrastruktur, pelayanan kesehatan,
pemberdayaan sektor ekonomi,dsb. Hal ini bisa dimaklumi karena seni dan budaya
sifatnya abstrak. Hasil keluarannya tidak tampak seperti program-program CSR
kebanyakan. Pemikiran seni budaya di satu orang belum tentu sama dengan apa yang
dirasakan orang lain dan tidak semua orang dapat meeasakannya. Padahal seni dan
2
http://female.kompas.com/read/2009/04/24/19254434/Puluhan.Kesenian.Tradisional.Indonesia.Terancam.Punah., diunduh
30 Desember 2014
3
http://nasional.sindonews.com/read/776518/15/kurang-perlindungan-ratusan-budaya-tradisional-punah-1377684089,
diunduh 30 Desember 2014
2
budaya merupakan identitas negara yang harus terus menerus dilestarikan agar tidak
pudar.
4
Wahyuningrum Y., Noor I., Wachid A (2014) Pengaruh Program Corporate Social Responsibility Terhadap Peningkatan Pemberdayaan
Masyarakat (Studi pada Implementasi CSR PT. Amerta Indah Otsuka Desa Pacarkeling Kecamatan Kejayan Kabupaten Pasuruan). 1(5),
hal. 3
5
Aisiqia, IA., Saleh C., Hadi M (2013) Corporate Social Responsibility (CSR) Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Pabrik
Gula (Studi pada PTPN X Persero PG. Kremboong Sidoarjo). I (4), hal. 78
6
Gunawan, Alex (2009), Membuat Program CSR Berbasis Pemberdayaan Partisipatif, Yogyakarta: Publisher Company
7
Baron., Robert A. & Byrne, Donn. (2005). Psikologi Sosial. Edisi Kesepuluh, Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
8
Santrock., John W. (2002). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Edisi 5, Jilid 1. Jakarta: Erlangga
9
Sears., David O. (1999). Psikologi Sosial 1. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
3
dan budaya Indonesia. Kedua teori ini yaitu : (1) Altruism : Perilaku altruistik adalah
perilaku menolong yang timbul bukan karena adanya tekanan atau kewajiban, melainkan
tindakan tersebut bersifat sukarela dan tidak berdasarkan norma-norma tertentu, tidak
ada imbalan atau pun reward dari semua pengorbanan (Deaux, 1976). Altruisme adalah
tindakan sukarela yang dilakukan oleh seseorang ataupun kelompok orang untuk
menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan ataupun kecuali mungkin perasaan
telah melakukan perbuatan baik (Sears, 1994). (2) Pro Social Behaviour : Perilaku
prososial sebagai perilaku yang memiliki intensi untuk mengubah keadaan fisik atau
psikologis penerima bantuan dari kurang baik menjadi lebih baik, dalam arti secara
material maupun psikologis. (William, dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2003). Perilaku
prososial mencakup pada tindakan-tindakan : sharing (membagi), cooperative
(kerjasama), donating (menyumbang), helping (menolong), honesty (kejujuran),
generosity (kedermawanan), serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain.
10
http://www.djarumfoundation.org/aktivitas.php, diunduh 30 Desember 2014
4
seni seperti Bengkel Teater Rendra, Teater Koma, Teater Gandrik, Butet Kertaradjasa
(yang sekarang dikelola oleh Padepokan Seni Bagong Kussudiardja PSBK ), dsb.
11
http://www.ybk.or.id/, diunduh 30 Desember 2014
5
V. PEMBAHASAN
Djarum Foundation merupakan salah satu perusahaan yang memberikan
kepedulian terhadap perkembangan seni dan budaya Indonesia. Ketika perusahaan lain
berlomba-lomba untuk memberikan pemberdayaan secara ekonomi dan sosial, Djarum
Foundation hadir sebagai lembaga dari PT Djarum yang memiliki perhatian khusus di
bidang yang berbeda. Memang apabila dilihat secara sistematis, sesuai dengan peraturan
Undang-Undang mengenai Perseroan Terbatas yang diberlakukan di Indonesia, program
CSR “Djarum Foundation Bakti Budaya” ini tidak berkontribusi langsung kepada
masyarakat sekitar yang terkena dampak negatif limbah perusahaan atau dampak
eksplorasi sumber daya alam sekitar. Namun program yang diberlakukan Djarum
Foundation ini dapat digunakan sebagai salah satu solusi untuk menjawab berbagai macam
permasalahan memudarnya seni dan budaya lokal di Indonesia. Melalui situs
www.indonesiakaya.com , masyarakat luas dapat mengakses berbagai macam kekayaan
budaya negeri ini, Djarum Foundation juga memberikan koloom yang berisi beberapa
pemikiran dari para seniman Indonesia. Melalui program ini, secara filantropis Djarum
juga membantu pelaksanaan acara-acara kesenian di daerah-daerah. Di situs
www.indonesiakaya.com masyarakat juga dapat lebih mengenal ciri khas kebudayaan
suku tertentu yang selama ini mungkin belum banyak dikenal dan dimaknai sebagai
sesuatu yang harus dilestarikan terutama oleh masyarakat modern yang paling banyak
terkena dampak globalisasi.
Dari pemaparan diatas, menunjukkan bahwa PT Djarum telah memberikan
kontribusi positif terhadap perkembangan seni dan budaya di Indonesia melalui program
Djarum Apresiasi Budaya-nya. Apa yang dilakukan PT Djarum merupakan perwujudan
dari sikap pro social behaviour dimana mereka melakukan kegiatan berbagi, bekerjasama,
menyumbang, menolong, dsb. PT Djarum telah membantu PSBK untuk mengubah
keadaan dari kurang baik menjadi lebih baik. PT Djarum telah melakukan kegiatan CSR
yang bukan hanya mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi, tetapi
juga pada ranah budaya yang selama ini tidak terlalu dianggap penting bagi program CSR
perusahaan. Dengan tindakan pro social behaviour ini, karena perasaan ingin menolong
yang dimiliki oleh PT Djarum, diharapkan apa yang dilakukan PT Djarum dalam
membantu pengembangan seni dan budaya Indonesia dapat berkembang dengan baik dan
dimanfaatkan secara maksimal oleh komunitas tersebut sehingga dapat memecahkan
berbagai kekhawatiran masyarakat khususnya para seniman atas pudarnya seni dan
6
kebudayaan Indonesia karena terkikis globalisasi dan modernisasi sehingga regenerasi
budaya sulit dilakukan.
Namun bagaimanapun, dalam sebuah pelaksanaan CSR selalu ada beberapa
kekurangan dan hal yang menjadi sebuah kritikan. Melalui wawancara dengan salah satu
pengurus dari PSBK, disebutkan bahwa cara PSBK dalam mendapatkan bantuan dana dari
Djarum Foundation adalah melalui pengajuan proposal tahunan. Akses yang didapatkan
PSBK salah satunya karena hubungan baik antara Butet Kartaredjasa dengan perusahaan.
Ironisnya, ketika dana dari Djarum Foundation tidak bisa didapatkan, misalnya karena
pengajuan proposal yang terlambat, PSBK tidak bisa melakukan kegiatan di dalam
yayasan tersebut. Fakta ini menunjukkan bahwa muncul sebuah ketergantungan antara
PSBK dengan Djarum Foundation. Dengan kondisi seperti ini, yang nanti ditakutkan
adalah ketika Djarum Foundation tidak lagi memberikan dana karena satu dan lain hal,
PSBK tidak bisa bertahan diatas kaki mereka sendiri sehingga komunitas ini bisa mati.
Djarum Foundation juga tidak memantau secara langsung bagaimana proses dana
tersebut dikembangkan pada sebuah event tertentu, atau memantau untuk melihat bahwa
apakah apa yang dilakukan komunitas tersebut sudah sesuai dengan visi misi Djarum
Foundation sendiri. Djarum Foundation hanya menyerahkan dana dari persetujuan atas
proposal yang diajukan untuk kemudian pelaksanaannya dipercayakan langsung kepada
komunitas atau yayasan, sehingga dapat dikatakan bahwa kegiatan CSR PT Djarum ini
masih bersifat filantropis, belum masuk pada ranah Community Development. Hal ini
sangat disayangkan karena bagi beberapa event tertentu, dengan menggunakan embel-
embel “Djarum Bakti Budaya”, yang dilakukan Djarum Foundation merupakan sebuah
program sponsorship semata. Padahal sesungguhnya akan lebih baik apabila Djarum
Foundation juga ikut andil dalam membantu pemberdayaan seniman misalnya dengan
cara melibatkan beberapa orang perusahaan yang memantau secara langsung untuk meng-
evaluasi program sehingga kegiatannya tidak lagi bersifat filantropis, atau memberikan
tambahan pelatihan organisasi agar seniman ini tidak hanya hebat dalam berkarya namun
juga dapat melakukan manajemen organisasi. Sebuah program pemberdayaan masyarakat
dikatakan berhasil apabila ketika perusahaan tersebut tidak lagi membantu sebuah daerah
atau komunitas, daerah atau komunitas tersebut tetap berdaya dan tetap mengembangkan
diri dengan baik. Program pemberdayaan akan gagal apabila program CSR menjadikan
daerah atau komunitas memiliki ketergantungan terhadap perusahaan.
Bagi komunitas seni dan budaya sendiri, meskipun dalam hal ini mereka berperan
sebagai komunitas yang “mengolah seni”, sumber daya manusia yang berada di dalamnya
7
juga harus memiliki kemampuan organisasi secara profesional untuk membuat sistem
dalam mewujudkan visi komunitas, sehingga berbagai kekhawatiran mengenai pudarnya
seni dan budaya ini tidak lagi semakin besar. Untuk menanamkan budaya organisasi ini,
para seniman juga harus memiliki pemikiran yang terbuka untuk menerima berbagai ilmu
baru diluar kemampuan kesenian mereka. Karena bagaimanapun sebuah hal yang sifatnya
olah rasa, tetap harus memiliki sistem organisasi yang baik.
8
budaya dianggap bukan merupakan dampak langsung dari hadirnya perusahaan di suatu
wilayah, namun seni dan budaya merupakan aset negara dan ini merupakan tanggung
jawab semua pihak untuk melestarikannya. Jika disini pemerintah tidak bisa sepenuhnya
memecahkan permasalahan ini, perusahaan dapat membantu dengan melakukan program
pemberdayaan seni dan budaya. Mengapa? Karena perusahaan sebagai entitas bisnis hadir
di sebuah negara. Perusahaan memiliki kewajiban kepada negara yang diatur dalam
Undang-Undang dan tanggung jawab sosial untuk memecahkan permasalahan setempat
untuk mengurangi berbagai macam konflik. Dengan melakukan pemberdayaan secara
lebih seimbang, otomatis akan memberikan reputasi positif bagi perusahaan, sehingga ini
merupakan sebuah hubungan simbiosis mutualisme yang akan menguntungkan semua
pihak asalkan pelaksanaannya dapat dikelola dengan baik dan social mapping yang
dilakukan dikembangkan ke dalam ranah seni dan kebudayaan agar komunitas seni dan
budaya yang belum terjamah dapat ditemukan untuk kemudian diberdayakan, mengingat
tidak semua komunitas memiliki akses se-besar komunitas-komunitas seni yang
bekerjasama dengan PT Djarum seperti yang disebutkan diatas.
9
VII. DAFTAR PUSTAKA
Paeni, Mukhlis (2014) Kebudayaan di Ujung Tanduk , Kolom “Opini”,
KOMPAS, 4 September 2014
FEMALE (2009), Puluhan Kesenian Tradisional Indonesia Terancam Punah.
http://female.kompas.com/read/2009/04/24/19254434/Puluhan.Kesenian.Tradisio
nal.Indonesia.Terancam.Punah., diunduh 30 Desember 2014
SINDONEWS (2013) , Kurangnya Perlindungan, Ratusan Budaya Tradisional
Punah. http://nasional.sindonews.com/read/776518/15/kurang-perlindungan-
ratusan-budaya-tradisional-punah-1377684089 , diunduh 30 Desember 2014
Wahyuningrum Y., Noor I., Wachid A (2014) Pengaruh Program Corporate
Social Responsibility Terhadap Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat (Studi
pada Implementasi CSR PT. Amerta Indah Otsuka Desa Pacarkeling Kecamatan
Kejayan Kabupaten Pasuruan). 1(5), hal. 3
Gunawan, Alex (2009), Membuat Program CSR Berbasis Pemberdayaan
Partisipatif, Yogyakarta: Publisher Company
DJARUM FOUNDATION BAKTI PADA NEGERI.
http://www.djarumfoundation.org/aktivitas.php , diunduh 30 Desember 2014
PADEPOKAN SENI BAGONG KUSSUDIARDJA . http://www.ybk.or.id/ ,
diunduh 30 Desember 2014
Aisiqia, IA., Saleh C., Hadi M (2013) Corporate Social Responsibility (CSR)
Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Pabrik Gula (Studi pada
PTPN X Persero PG. Kremboong Sidoarjo). I (4)
Baron., Robert A. & Byrne, Donn. (2005). Psikologi Sosial. Edisi Kesepuluh, Jilid
2. Jakarta: Erlangga.
Santrock., John W. (2002). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup.
Edisi 5, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Sears., David O. 1999. Psikologi Sosial 1. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
10