Anda di halaman 1dari 16

SATUAN ACARA PENYULUHAN

“INFEKSI NOSOKOMIAL”
DI RUANG 29 RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG
TAHUN 2019

Disusun Oleh:

Profesi Ners Universitas Brawijaya

PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT (PKRS)


RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
TAHUN 2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : Infeksi Nosokomial


Pokok bahasan : Definisi, Epidemiologi, Penyebab, Faktor Resiko, Cara
Penularan, dan Pencegahan Infeksi Nosokomial
Sasaran : Keluarga pasien Ruang 14
Waktu : 20 menit
Hari, tanggal : Jumat, 18 Desember 2019
Pukul : 09.00 - selesai
Tempat : Ruang 14 RSSA Malang

A. TUJUAN UMUM
Setelah diberikannya penyuluhan, para peserta penyuluhan diharapkan
mengatahui mengenai definisi, epidemiologi, penyebab, faktor resiko, cara
penularan, dan pencegahan infeksi nosokomial.

B. TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit diharapkan peserta
penyuluhan dapat mengetahui :
1. Definisi infeksi nosocomial
2. Epidemiologi infeksi nosokomial
3. Penyebab infeksi nosokomial
4. Faktor risiko infeksi nosokomial
5. Cara penularan infeksi nosokomial
6. Pencegahan infeksi nosokomial

C. KEGIATAN PENYULUHAN
Tahap
Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta Waktu
Kegiatan
Pembukaan 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam 5 Menit
2. Memperkenalkan diri 2. Memperhatikan
3. Menanyakan keadaan audien 3. Menjawab pertanyaan
4. Menjelaskan tujuan 4. Memperhatikan
pertemuan 5. Memperhatikan
5. Menjelaskan kontrak waktu 6. Menjawab semampu
6. Menggali pengetahuan pengetahuan audien
tentang definisi,
epidemiologi, penyebab,
faktor resiko, cara penularan,
dan pencegahan infeksi
nosokomial.
Pelaksanaan Penyampaian Materi Memperhatikan dan 15 menit
Menjelaskan kepada audien mengajukan pertanyaan
mengenai tentang materi yang belum
1. Definisi infeksi nosocomial dimengerti
2. Epidemiologi infeksi
nosokomial
3. Penyebab infeksi
nosokomial\
4. Faktor risiko infeksi
nosokomial
5. Cara penularan infeksi
nosokomial
6. Pencegahan infeksi
nosokomial
7. Membuka sesi tanya jawab
Penutup 1. Mengevaluasi pengetahuan 1. Menjawab pertanyaan 10 Menit
audience dan menanyakan 2. Memperhatikan
kembali tentang materi yang 3. Mendengarkan
sudah dijelaskan oleh 4. Menjawab salam
pemateri.
2. Membuat kesimpulan
3. Menutup penyuluhan dan
salam

D. Metode Penyuluhan
Metode promosi kesehatan yang digunakan adalah :
1. Ceramah
2. Tanya jawab

E. Media
Media yang digunakan dalam penyuluhan promosi kesehatan antara lain :
1. Leaflet
2. Power point
3. LCD

F. Pengorganisasian
Moderator :
Pemateri :
Fasilitator :
Observer :
Peserta : Peserta

G. Materi
Terlampir

H. Evaluasi
Peserta penyuluhan diharapkan mampu untuk memahami materi yang
telah disampaikan antara lain:
1. Definisi infeksi nosokomial
2. Epidemiologi infeksi nosokomial
3. Penyebab infeksi nosokomial
4. Faktor risiko infeksi nosokomial
5. Cara penularan infeksi nosokomial
6. Pencegahan infeksi nosokomial
LEMBAR OBSERVASI
Nama :
Tanggal Pelaksanaan : Kamis, 14 November 2019
Tempat Pelaksanaan : Ruang 27 Rumah Sakit Saiful Anwar Malang
KETERANGAN
NO. KEGIATAN HASIL OBSERVASI Tidak
Dilaksanakan
dilaksanakan
Persiapan 1. Tanggal pelaksanaan sesuai
dengan proposal
2. Susunan acara sesuai
dengan proposal
3. Susunan pengorganisasian
telah dibentuk sesuai
dengan proposal
4. Penyebaran informasi
kegiatan telah dilakukan H-
1
5. Layout penyampaian sesuai
dengan proposal
2. Pelaksanaan 1. Tugas terlaksana sesuai
dengan jobdisk per individu
2. Mengucapkan salam
3. Memperkenalkan diri
4. Menanyakan keadaan
audien
5. Menjelaskan tujuan
pertemuan
6. Menjelaskan kontrak waktu
7. Menggali pengetahuan
tentang definisi,
epidemiologi, penyebab,
faktor resiko, cara
penularan, dan pencegahan
infeksi nosokomial
8. Durasi waktu kegiatan
sesuai dengan proposal
9. Pembukaan 5 menit
10. Penyampaian materii 15
menit
11. Tanya jawab dan penutup 10
menit
12. Materi yang disampaikan
sesuai dengan tujuan khusus
 Definisi infeksi
nosocomial
 Epidemiologi infeksi
nosokomial
 Penyebab infeksi
nosokomial
 Faktor risiko infeksi
nosokomial
 Cara penularan infeksi
nosokomial
 Pencegahan infeksi
nosokomial
13. Penyampaian materi tidak
menyimpang
14. Diskusi berjalan aktif.
15. Terdapat kurang lebih 3
audien yang bertanya
16. 3 audiens bisa menyebutkan
kembali yang di sampaikan
17. Memberi reinforcement

3. Hasil 1. Materi yang disampaikan


bisa diterima dengan baik
oleh peserta dengan
melakukan feedback
a. Tanya jawab pemateri
dengan audiens
(feedback )
2. Tidak ada peserta yang
meninggalkan tempat
3. Berapa % jumlah peserta
yang hadir dari target yang
ditentukan
4. Susunan acara berjalan
sesuai dengan proposal
5. Setiap penanggung jawab
menjalankan tugas dan
fungsi masing-masing.
a. Moderator
b. Pemateri
c. Fasilitator
Malang, November 2019
Ketua Kelompok Observer

………………………………. ……………………………….
NIM : NIP:

Mengetahui,

Pembimbing Akademi Pembimbing Klinik

………………………………. ……………………………….
NIP : NIP :
MATERI
1. Pengertian Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh atau dialami oleh
pasien selama dia dirawat di rumah sakit dan menunjukkan gejala infeksi baru
setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit serta infeksi itu tidak ditemukan atau
diderita pada saat pasien masuk ke rumah sakit (Olmsted RN, 1996, Ducel, G,
2002).

2. Epidemiologi Infeksi Nosokomial


Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian
terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-
penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Suatu penelitian yang yang
dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari
14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap
menunjukkan adanya infeksi nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak10,0%
(Ducel, G, 2002) .
Walaupun ilmu pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi
meningkat pesat pada 3 dekade terakhir dan sedikit demi sedikit resiko infeksi
dapat dicegah, tetapi semakin meningkatnya pasien-pasien dengan penyakit
immunocompromised, bakteri yang resisten antibiotik, super infeksi virus dan
jamur, dan prosedur invasif, masih menyebabkan infeksi nosokomial
menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus setiap tahunnya walaupun ( Light
RW, 2001).
Laporan-laporan rumah sakit di Indonesia yang menunjukkan infeksi
nosokomial berupa infeksi luka operasi adalah di R.S. Hasan Sadikin Bandung
9,9% (1991, Warko), di R.S. Pirngadi Medan 13,92% (1987), R.S. Dr. Karyadi
Semarang 7,3% (1984), R.S.Dr. Soetomo Surabaya 5,32% (1988) dan RSCM
5,4% (1989). Infeksi luka operasi ini Universitas Sumatera Utara semuanya untuk
kasus-kasus bersih dan bersih tercemar yang dioperasi (Depkes RI Jakarta, 1995).

3. Penyebab Infeksi Nosokomial


a) Agen infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia
dirawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam
mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena
banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada karakteristik
mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat antibiotika, tingkat virulensi,
dan banyaknya materi infeksius (Ducel, G, 2002).
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit
dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh
mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau
disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous
infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih
disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya
melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril.
Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan
oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang
sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal
(Ducel, G, 2002) .
Tabel 2.1. Bakteri Penyebab Infeksi Nosokomial (Tortora et al., 1995)
Bakteri Presentase (%)
Enterobacteriaceae >40
S. aureus 11
Enterococcus 10
P. aeruginosa 9
Tabel 2.2. Mikroorganisma Penyebab Infeksi Nosokomial
Mikroorganisme Presentase (%)
S. aureus, Staphylococci koagulase negatif, 34
Enterococci
E. coli, P. aeruginosa, Enterobacter spp., & K. 32
pneumonia
C. difficile 17
Fungi (kebanyakan C. Albicans) 10
Bakteri Gram negatif lain (Acinetobacter, 7
Citrobacter,Haemophilus)

b) Respon dan toleransi tubuh pasien


Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon
tubuh pasien dalam hal ini adalah umur, status imunitas penderita,
penyakit yang diderita, obesitas dan malnutrisi, orang yang menggunakan
obat-obatan immunosupresan dan steroid serta intervensi yang dilakukan
pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi (Babb, JR. Liffe, AJ,
1995).
Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi
tubuh terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita
penyakit kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal
ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi
tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat opportunistik.
Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan
tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan
terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan
pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi (Babb, JR. Liffe, AJ, 1995).
Menurut Purwandari 2006, bayi mempunyai pertahanan yang lemah
terhadap infeksi, lahir mempunyai antibodi dari ibu, sedangkan sistem
imunnya masih imatur. Dewasa muda sistem imun telah memberikan
pertahanan pada bakteri yang menginvasi. Pada usia lanjut, karena fungsi
dan organ tubuh mengalami penurunan, sistem imun juga mengalami
perubahan. Peningkatan infeksi nosokomial juga sesuai dengan umur
dimana pada usia >65 tahun kejadian infeksi tiga kali lebih sering daripada
usia muda (Purwandari, 2006).

4. Penilaian yang Digunakan untuk Infeksi Nosokomial


Infeksi nosokomial disebut juga dengan “Hospital Acquired Infection”
apabila memenuhi batasan atau kriteria sebagai berikut:
a) Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-
tanda klinik dari infeksi tersebut.
b) Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam masa inkubasi dari infeksi
tersebut.
c) Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 × 24 jam
sejak mulai dirawat.
d) Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya
(Hasbullah T, 1992).

5. Faktor Risiko Infeksi Nosokomial


a) Infeksi secara langsung atau secara tidak langsung
Infeksi boleh terjadi karena kontak secara langsung atau tidak
langsung. Penularan infeksi ini dapat tertular melalui tangan, kulit dan
baju, yang disebabkan oleh golongan staphylococcus aureus. Cairan yang
diberikan secara intravena dan jarum suntik, peralatan serta instrumen
kedokteran boleh menyebabkan infeksi nosokomial. Makanan yang tidak
steril, tidak dimasak dan diambil menggunakan tangan yang menyebabkan
terjadinya cross infection (Babb, JR. Liffe, AJ, 1995, Ducel, G, 2002).
b) Resistensi antibiotika
Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin
antara tahun 1950-1970, kebanyakan penyakit yang serius dan fatal ketika
itu dapat diterapi dan disembuhkan. Bagaimanapun, keberhasilan ini
menyebabkan penggunaan berlebihan dan penyalahgunaan antibiotika.
Maka, banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten.
Peningkatan resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas
terutama pada pasien yang immunocompromised (Ducel, G, 2002).
Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini meningkatkan
multiplikasi serta penyebaran strain yang resisten. Penyebab utamanya
adalah penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol, dosis
antibiotika yang tidak optimal, terapi dan pengobatan menggunakan
antibiotika yang terlalu singkat serta kesalahan diagnosa (Ducel, G, 2002).
Infeksi nosokomial sangat mempengaruhi angka morbiditas dan
mortalitas di rumah sakit,dan menjadi sangat penting karena:
1) Meningkatnya jumlah penderita yang dirawat
2) Seringnya imunitas tubuh melemah karena sakit, pengobatan atau
umur
3) Mikroorganisme yang baru (mutasi)
4) Meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika (Ducel, G,
2002)
c) Faktor alat
Suatu penelitian klinis menujukkan infeksi nosokomial terutama
disebabkan oleh infeksi dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi
saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia.
Penggunaan peralatan non steril juga boleh menyebabkan infeksi
nosokomial (Ducel, G, 2002).

6. Cara Penularan Infeksi Nosokomial


Cara penularan infeksi nosokomial bisa berupa infeksi silang (Cross
infection) yaitu disebabkan oleh kuman yang didapat dari orang atau penderita
lain di rumah sakit secara langsung atau tidak langsung. Infeksi sendiri (Self
infection, Auto infection) yaitu disebabkan oleh kuman dari penderita itu sendiri
yang berpindah tempat dari satu jaringan ke jaringan yang lain. Infeksi lingkungan
(Environmental infection) yaitu disebabkan oleh kuman yang berasal dari benda
atau bahan yang tidak bernyawa yang berada di lingkungan rumah sakit. Misalnya
lingkungan yang lembab dan lain-lain (Depkes RI, 1995).
Menurut Jemes H,Hughes dkk, yang dikutip oleh Misnadiarli 1994,
tentang model cara penularan, ada 4 cara penularan infeksi nosokomial yaitu
kontak langsung antara pasien dan personil yang merawat atau menjaga pasien.
Seterusnya, kontak tidak langsung ketika objek tidak bersemangat/kondisi lemah
dalam lingkungan menjadi kontaminasi dan tidak didesinfeksi atau sterilkan,
sebagai contoh perawatan luka paska operasi. Selain itu, penularan cara droplet
infection dimana kuman dapat mencapai ke udara (air borne) dan penularan
melalui vektor yaitu penularan melalui hewan/serangga yang membawa kuman
(Depkes RI, 1995).
7. Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial
Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang
terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk :
a. Membatasi transmisi organisme dari atau antara pasien dengan cara
mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan
aseptik, sterilisasi dan disinfektan.
b. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
c. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi
yang cukup, dan vaksinasi.
d. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur
invasif.
e. Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol
penyebarannya.
Terdapat pelbagai pencegahan yang perlu dilakukan untuk mencegah
infeksi nosokomial. Antaranya adalah dikontaminasi tangan dimana transmisi
penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hiegene dari
tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar, karena
banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan, alergi produk pencuci tangan,
sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan
yang lama. Penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan apabila melakukan
tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan yang dirawat di rumah sakit
(Louisiana, 2002).
Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan yang
dilakukan di negara berkembang tidak aman contohnya adalah jarum, tabung atau
keduanya yang dipakai secara berulang-ulang. Untuk mencegah penyebaran
infeksi melalui jarum suntik maka diperlukan, penggunaan jarum yang steril dan
penggunaan alat suntik yang disposabel. Masker digunakan sebagai pelindung
terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara. Sarung tangan, sebaiknya
digunakan terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh, feses maupun urine.
Sarung tangan harus selalu diganti untuk setiap pasiennya, baju khusus juga harus
dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan
untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses (Louisiana, 2002).
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah
sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran.
Administrasi rumah sakit harus ada waktu yang teratur untuk membersihkan
dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis
yang telah dipakai berkali-kali. Usahakan pemakaian penyaring udara, terutama
bagi penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat
menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara yang baik
boleh menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah
sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan
pemprosesan serta filternya untuk mencegah terjadinya pertumbuhan bakteri.
Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare
untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu
bersih dan diberi disinfektan (Wenzel, 2002).
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat
suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit
yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang
mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, seperti HIV
serta pasien yang mempunyai resistensi rendah seperti leukimia juga perlu
diisolasi agar terhindar dari infeksi. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan
ventilasi udara yang menuju keluar (Babb, JR. Liffe, AJ, 1995).
Yang perlu diperhatikan dalam pencegahan infeksi nosokomial luka
operasi adalah harus melakukan pemeriksaan terhadap pasien operasi sebelum
pasien masuk/dirawat di rumah sakit yaitu dengan memperbaikan keadaan pasien,
misalnya gizi. Sebelum operasi, pasien operasi dilakukan dengan benar sesuai
dengan prosedur, misalnya pasien harus puasa, desinfeksi daerah operasi dan lain-
lain. Pada waktu operasi semua petugas harus mematuhi peraturan kamar operasi
yaitu bekerja sesuai SOP (standard operating procedure) yaitu dengan perhatikan
waktu/lama operasi. Seterusnya, pasca operasi harus diperhatikan perawatan alat-
alat bantu yang terpasang sesudah operasi seperti kateter, infus dan lain-lain
(Farida Betty, 1999).
MATERI PENYULUHAN CUCI TANGAN

A. Pengertian Cuci Tangan


Mencuci tangan adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersikan jari-jemari
menggunakan air atau pun cairan lainnya oleh manusia dengan tujuan untuk menjadi
bersih, sebagai ritual keagamaan, ataupun tujuan-tujuan lainnya. (Djannah, 2013).
Cuci tangan adalah suatu proses yang dilakukan secara mekanik untuk melepaskan
kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun dan air. (RI, 2014).

B. Jenis Cuci Tangan


1. Handwash adalah cuci tangan yang menggunakan sabun dengan air mengalir. Apabila
tangan tampak kotor dan terkontaminasi cairan tubuh pasien, maka wajib
membersihkan tangan menggunakan sabun dengan air mengalir dan waktu yang
diperlukan antara 40-60 detik.
2. Handrub adalah cuci tangan yang menggunakan cairan berbasis alkohol tanpa
menggunakan air. Apabila tangan tidak tampak kotor, maka bisa melakukan cuci
tangan menggunakan handrub yang berbasis alkohol dengan khlorheksidin 2%, waktu
yang diperlukan adalah 20-30 detik. 5 kali cuci tangan menggunakan handrub,
sebaiknya diselingi 1 kali handwash. Pemakaian handrub hanya ditujukan untuk
kondisi darurat dimana fasilitas cuci tangan seperti wastafel sulit dijangkau.

C. Tujuan Cuci Tangan


(Unicef (2011)
1. Menjaga Kebersihan diri
2. Mencegah infeksi silang
3. Sebagai pelindung diri

D. Manfaat Cuci Tangan


(Unicef, 2011)
1. Tangan jadi bersih dan bebas kuman
2. Mencegah penularan penyakit seperti diare, kolera, disentri, thypus, cacingan, penyakit
kulit, influenza, flu burung.
E. Cara Cuci Tangan 6 Langkah
1. Handwash
Langkah-langkah untuk membersihkan tangan dengan menggunakan air dan sabun
adalah sebagai berikut :
a) Basahi kedua tangan dengan air mengalir, ambil sabun dan tuangkan pada telapak
tangan, kemudian gosok kedua telapak tangan
b) Gosok kedua punggung tangan
c) Gosok sela-sela jari
d) Gosok jari-jari dengan gerakan saling mengunci
e) Gosok ibu jari dengan gerakan memutar
f) Gosok ujung jari dengan gerakan memutar, bilas dengan air mengalir, dan keringkan
dengan handuk atau tisu sekali pakai

2. Handrub
Langkah-langkah untuk cuci tangan handrub adalah sebagai berikut:
a) Tuang cairan handrub pada telapak tangan, usap dan gosok kedua telapak tangan
secara lembut dengan arah memutar.
b) Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian.
c) Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih.
d) Gosok jari-jari dengan gerakan saling mengunci.
e) Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian.
f) Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan dengan gerakan
memutar.

F. Waktu Untuk Cuci Tangan


1. Menurut WHO (2009), pelaksanaan cuci tangan dilakukan pada:Sebelum menyentuh
pasien
a) Sebelum melakukan prosedur aseptic
b) Setelah terpapar dengan cairan tubuh
c) Setelah menyentuh pasien
d) Setelah menyentuh lingkungan pasien
2. Waktu mencuci tangan menurut Unicef (2011):
a) Sesudah buang air
b) Setelah menceboki bayi atau anak.
c) Sebelum makan dan menyuapi anak
d) Setelah memegang hewan.
e) Setelah bermain di tanah, lumpur atau tempat kotor.
f) Setelah bersin/batuk.
DAFTAR PUSTAKA

Betty bea septiari (2012) Infeksi nosokomial. Penerbit nuha medica. Jakarta.

Brook,G.f, Butel, JS (2008) Mikrobiologi kedokteran terjemahan, Edisi 23. EGC


Jakarta

Darmadi (2008). Infeksi Nosokomial : Problematika Dan Pengendaliannya.


Penerbit Salemba Medika. Jakarta

Ducel, G., et al (2002). Prevention of hospital-acquired infections, A practical


guide. World Health Organization. Department of Communicable disease,
Surveillance and Response.

Handiyani H (2006). Hubungan waktu penggunaan seragam klinik dengan


peningkatan jumlah mikroorganisme. Journal diakses tanggal 1 juli 2016

Jawetz E., Melnick J.L., Adelberg E.A. (2007). Mikrobiologi Untuk profesi
kesehatan. EGC. Jakarta

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). (2011). Pedoman


pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas kesehatan
lainnya, Cetakan ketiga. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

LeTexier, Ruth. (2005). Coming clean on home laundered scrubs. Infection


Control Today: The voice of authority in infection control.

Loveday,ed al (2007) Public perception and the social and microbiological


significanc of uniforms in the prevention and control of healthcare-
associated infections. Journal diakses tanggal 23 juli 2016.

Lumentut,B dan woworuntu (2015) Isolasi dan identifikasi bakteri aerob yang
berpotensi menyebabkan infeksi nosokomial di Irina E Rsup Prof Dr. R.
Kandou Manado.

Jeffrey C. Pommerville (2011) Alcamos Fundamental Of Mikrobiologi, edisi 9


Notoatmodjo,S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta :
Jakarta Maksum radji (2011) buku ajar mirobiologi panduaan mahasiswa
farmasi dan kedokteran, EGC: Jakarta

Potter, Perry (2011) Basic Nursing seventh edition penerbit EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai