Anda di halaman 1dari 28

HUBUNGAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DAN

KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU MEROKOK


PADA REMAJA DI SMK MUHAMMADIYAH KUDUS

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Keperawatan (S-1)

Disusun Oleh :

Shintia Kunmalasari
NIM: 820163091

PEMBIMBING :
1. Dewi Hartinah, S.Kep.,Ns.,M.Si.Med
2. Diah Andriani K, S.SiT.M.Keb

JURUSAN S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
BAB II
TINJAUN PUSTAKA

A. PERILAKU
1. Definisi Perilaku
Perilaku pada dasarnya adalah suatu tindakan atau kegiatan
makhluk hidup yang berlangsung. Perilaku adalah tindakan manusia
yang memiliki arti sangat luas misalnya berjalan, tertawa, menangis,
bekerja, menulis, membaca, dan sebagainya. Maka dapat
disimpulkan bahwa perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang
tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2010).
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau
tindakan yang dapat diamati dan memunyai frekuensi spesifik, durasi,
dan tujuan baik atau tidak (Wawan & Dewi, 2010).

2. Jenis Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku dapat dibedakan menjadi
dua jenis yaitu :
a. Perilaku Tertutup (cover behavior)
Perilaku Tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk terselubung atau tertutup (cover). Respons atau
reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi pada
orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain.
b. Perilaku Terbuka (over behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan
nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah
jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan
mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
3

3. Faktor yang Memengaruhi Perilaku


Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010),
faktor yang memengaruhi perilaku yaitu :
a. Faktor dasar (prediposing factor), merupakan faktor-faktor yang
terwujud dalam pengetahuan, sikap, nilai, kepercayaan,
keyakinan, perkembangan psikologis dan sebagainya.
b. Faktor pendukung (enabling factor), adalah faktor-faktor yang
memungkinkan atau memfasilitasi perilaku yang terwujud dalam
lingkungan fisik: tersedianya fasilitas-fasilitas, seperti media
massa.
c. Faktor penguat (reinforcing factor), merupakan faktor-faktor yang
mendorong atau memerkuat terjadinya perilaku. Dalam hal ini
dipengaruhi oleh lingkungan luar seperti: pengaruh dari teman,
orang tua, dan masyarakat sekitar.

B. KONSEP DIRI
1. Pengertian Konsep Diri
Konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang
diri kita sendiri. Konsep diri mencakup seluruh pandangan individu
akan dimensi fisik, karakteristik pribadi, motivasi, kelemahan,
kepandaian, kegagalan, dan lain sebagainya. Menurut Fitts (2009),
diri yang dilihat, dihayati, dan dialami ini disebut sebagai konsep diri.
Jadi konsep diri merupakan sikap dan pandangan individu terhadap
seluruh keadaan dirinya (Rahman, 2009).
Konsep diri adalah semua perasaan, kepercayaan, dan nilai yang
diketahui individu tentang dirinya dan memengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Konsep diri adalah apa yang dipikirkan dan dirasakan tentang
dirinya sendiri. Ada dua konsep diri, yaitu konsep diri komponen
kognitif dan konsep diri komponen afektif. Komponen kognitif disebut
self image dan komponen afektif disebut self esteem. Komponen
kognitif adalah pengetahuan individu tentang dirinya mencakup
pengetahuan “siapa saya” yang akan memberikan gambaran tentang
diri saya, gambaran ini disebut citra diri. Sementara itu,komponen
4

afektif merupakan penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang


akan membentuk bagaimana penerimaan terhadap diri dan harga diri
individu (Ghufron dan Risnawati, 2011).

2. Komponen Konsep Diri


Komponen konsep diri menurut Tartowo & Wartonah (2011)
sebagai berikut :
a. Citra tubuh
Citra tubuh adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya
secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dari
perasaan tentang ukuran, bentuk, dan fungsi penampilan tubuh
saat ini dan masa lalu.
b. Ideal diri
Idel diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia
harus berperilaku sesuai dengan standar perilaku. Ideal diri akan
mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi.
c. Harga diri
Harga diri adalah penilaian terhadap hasil yang dicapai
dengan analisis, sejauh mana perilaku memenuhi ideal diri. Jika
individu selalu sukses maka cenderung harga dirinya akan tinggi
dan jika mengalami kegagalan cenderung harga diri menjadi
rendah. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain.
d. Peran diri
Peran diri adalah pola sikap, perilaku nilai yang diharapkan
dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat.
e. Identitas diri
Identitas diri adalah kesadaran akan dirinya sendiri yang
bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesis
dari semua aspek konsep diri sebagai kesatuan yang utuh.

3. Aspek-aspek Konsep Diri


Berzonsky (1981, dalam Maria 2007) mengemukakan bahwa
aspek-aspek konsep diri meliputi :
5

a. Aspek fisik (physical self) yaitu penilaian individu terhadap segala


sesuatu yang dimiliki individu seperti tubuh, pakaian, benda
miliknya, dan sebagainya.
b. Aspek sosial (social self) meliputi bagaimana peranan sosial yang
dimainkan oleh individu dan sejauh mana penilaian individu
terhadap perfomanya.
c. Aspekmoral (moral self) meliputi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang
memberi arti dan arah bagi kehidupan individu.
d. Aspek psikis (psychological self) meliputi pikiran, perasaan, dan
sikap-sikap individu terhadap dirinya sendiri.
Sementara itu menurut Fitts Robinson (dalam Siti, 2012)
menjabarkan konsep diri ke dalam lima aspek,yaitu :
a. Diri fisik, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya dari segi fisik,
kesehatan, penampilan diri dan gerak motorik.
b. Diri keluarga, yaitu bagaimana seseorang menilai sebagai
anggota keluarga dan harga diri sebagai anggota keluarga.
c. Diri pribadi, bagaimana seseorang menggambarkan identitas
dirinya dan bagaimana menilai dirinya sendiri.
d. Diri moral etik, bagaimana perasaan seseorang mengenai
hubungannya dengan Tuhan dan penilaiannya mengenai hal yang
dianggap baik dan buruk.
e. Diri sosial, bagaimana seseorang melakukan hubungan atau
interaksi sosial.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan dalam menjelaskan aspek-
aspek konsep diri, tampak bahwa pendapat para ahli saling
melengkapi meskipun ada sedikit perbedaan, sehingga dapat
dikatakan bahwa aspek-aspek konsep diri mencakup diri fisik, diri
keluarga, diri sosial, diri individu dan diri moral etik.

4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Konsep Diri


Faktor yang memengaruhi konsep diri menurut Calhoun dan
Accocella (1995, dalam Siti, 2012) yaitu :
a. Orang tua
Orang tua kita adalah kontak sosial yang paling awal dan
paling kuat. Apa yang dikomunikasikan oleh orang tua pada anak
6

lebih menancap dari pada informasi yang lain diterima sepanjang


hidupnya. Orang tua kita mengajrkan bagaimana menilai diri
sendiri dan orang tua yang lebih banyak membentuk kerangka
dasar untuk konsep diri.
b. Teman sebaya
Penerimaan anak dari kelompok teman sebaya sangat
dibutuhkan setelah mendapat cinta dari orang lain dalam
memengaruhi konsep diri. Jika penerimaan ini tidak datang,
dibentuk atau dijauhi maka konsep diri akan terganggu. Disamping
masalah penerimaan atau penolakan, peran yang diukur anak
dalam kelompok teman sebayanya sangat memunyai pengaruh
yang dalam pada pandangannya tentang dirinya sendiri.
c. Masyarakat
Individu tidak terlalu mementingkan kelahiran mereka,
tetapi masayarakat menganggap penting fakta-fakta yang ada
pada seorang anak, seperti siapa bapaknya, ras dan lain-lain.
Akhirnya penilaian ini sampai kepada anak dan masuk ke dalam
konsep diri. Masyarakat memberikan harapan-harapan kepada
anak dan melaksanakan harapan tersebut. Jadi orang tua, teman
sebaya dan masyarakat memberitahu kita bagaimana
mengindentifikasi diri kita sendiri sehingga hal ini berpengaruh
terhadap konsep diri yang dimiliki seorang individu.
Faktor yang memengaruhi konsep diri menurut Tartowo &
Wartonah (2011) yaitu :
1. Tingkat perkembangan dan kematangan
Perkembangan anak seperti dukungan mental, perlakuan,
dan pertumbuhan anak akan memengaruhi konsep dirinya.
2. Budaya
Pada usia anak-anak nilai-nilai akan diadopsi dari orang
tuanya, kelompoknya, dan lingkungannya. Orang tua yang bekerja
seharian akan membawa anaklebih dekat pada lingkungannya.
3. Sumber eksternal dan internal
Kekuatan dan perkembangan pada individu sangat
berpengaruh terhadap konsep diri. Pada sumber internal
misalnya, orang yang humoris koping individunya lebih efektif.
7

Sumber eksternal misalnya, adanya dukungan dari masyarakat


dan ekonomi yang kuat.
4. Pengalaman sukses dan gagal
Ada kecenderungan bahwa riwayat sukses akan
meningkatkan konsep diri demikian pula sebaliknya.
5. Sensor
Stressor dalam kehidupan misalnya perkawinan, pekerjaan
baru, ujian, dan ketakutan. Jika koping individu tidak adekuat
maka akan menimbulkan depresi, menarik diri, dan kecemasan.
6. Usia, keadaan sakit, dan taruma
Usia tua, keadaan sakit akan memengaruhi persepsi
dirinya.

5. Jenis-jenis Konsep Diri


Calhoun dan Accocella (1990, dalam Siti, 2012) mengemukakan
konsep diri terbagi dalam dua jenis, yaitu konsep diri positif dan
konsep diri negatif.
a. Konsep diri positif
Konsep diri yang lebih berupa penerimaan diri bukan
sebagai suatu kebanggaan yang besar tentang dirinya, dapat
memahami dan menerima dirinya sendiri secara apa adanya,
evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat
menerima orang lain. Individu yang memiliki konsep diri positif
akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu
tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai,
pengetahuan yang luas, harga diri yang tinggi, mampu
menghadapi kehidupan didepannya serta menganggap bahwa
hidup adalah suatu proses penemuan.
Singkatnya, individu yang memiliki konsep positif adalah
individu yang tahu betul siapa dirinya sehingga dirinya menerima
segala kelebihan dan kekurangan, evaluasi terhadap dirinya
menjadi lebih positif serta mampu merancang tujuan-tujuan yang
sesuai dengan realitas.
b. Konsep diri negatif
8

Calhoun dan Accocella (1990, dalam Siti, 2012) membagi


konsep diri negatif menjadi dua tipe, yaitu :
1) Pandangan seseorang tentang dirinya sendiri benar-benar
tidak teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan
diri. Individu tersebut benar-benar tidak tau siapa dirinya, apa
kelemahan dan kelebihannya atau apa yang ia hargai dalam
kehidupannya.
2) Pandangan tentang dirinya yang terlalu kaku, stabil dan
teratur. Hal ini bisa terjadi sebagai akibat didikan yang terlalu
keras dan kepatuhan yang terlalu kaku. Disini, individu
merupakan aturan yang terlalu keras pada dirinya sehingga
tidak dapat menerima sedikit saja penyimpangan atau
perubahan dalam kehidupannya.
Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri negatif terdiri
dari dua tipe, tipe pertama yaitu individu yang tidak tahu siapa
dirinya dan tidak mengetahui kekurangan dan kelebihannya,
sedangkan tipe kedua adalah individu yang memandang dirinya
dengan sangat teratur dan stabil.
Brooks (dalam Siti, 2012) menyatakan bahwa ada dua macam
pola konsep diri, yakni konsep diri positif dan konsep diri negatif.
a. Orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan :
1) Yakin akan kemampuan mengatasi masalah.
2) Merasa setara dengan orang lain.
3) Menerima pujian tanpa rasa malu.
4) Menyadari bahwa setiap orang punya perasaan, keinginan
dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh
masyarakat.
5) Mampu memerbaiki diri karena sanggup mengungkapkan
aspek-aspek kepribadian yang tidak disenangi dan
berusaha mengubahnya.
b. Orang yang memiliki konsep diri negatif ditandai dengan :
1) Peka terhadap kritik.
2) Responsif terhadap pujian.
3) Sikap hiperkritis.
4) Cenderung merasa tidak disenangi orang lain.
9

5) Pesimis tehadap kompetisi..


Dari uraian mengenai jenis konsep diri diketahui bahwa
terdapat perbedaan mendasar antara konsep diri yang negatif dan
konsep diri yang positif. Konsep diri negatif merupakan
penghambat utama dalam perilaku yang menyebabkan individu
tersebut tidak dapat obyektif memandang diri dan potensi-
potensinya. Konsep diri yang baik adalah konsep diri yang positif,
berisi pandangan-pandangan yang obyektif terhadap kekurangan
dan kelebihan diri. Jadi konsep diri yang positif bukanlah konsep
diri yang ideal, yakni konsep diri yang berisi tentang bagaimana ia
seharusnya dan lebih mengarah pada kesesuaian antara harapan
dengan penerimaan terhadap keadaan saat ini.

C. INTERAKSI TEMAN SEBAYA


1. Pengertian
Menurut Erikson (dalam Bayani & Sarwasih, 2013) menyatakan
bahwa fase remaja adalah masa pencarian jati diri yang dibentuk dari
hubungan psikososial remaja dengan individu lain yaitu teman sebaya
dan sahabat. Menurut Batubara (dalam Luthfiana, 2017) menyatakan
remaja akan berusaha membentuk sebuah kelompok, berperilaku
sama, memunyai bahasa atau isyarat yang sama pula.
Interaksi adalah hubungan timbal balik antara dua orang atau
lebih, serta masing-masing orang yang terlibat di dalamnya
memainkan peran secara aktif dan saling memengaruhi (Ammar,
2014). Menurut Chaplin, teman sebaya atau peer adalah teman
seusia, sesama, baik secara sah maupun secara tidak. Sedangkan
kelompok teman sebaya atau peer group adalah suatu kelompok
dimana anak mengasosiakan dirinya (Ammar, 2014).

2. Fungsi Teman Sebaya dan Tujuan Interaksi


a. Menurut Ammar (2014), fungsi dari reman sebaya yaitu sebagai
berikut :
1) Mengajarkan remaja untuk dapat berinteraksi dengan sesama
maupun orang lain.
2) Memerkenalkan kebudayaan serta kehidupan masyarakat.
10

3) Mengajarkan kepatuhan akan nilai dan peraturan yang berlaku


dalam masyarakat.
4) Menambah pengetahuan.
5) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
Menurut Kelly dan Hansen dalam (Desmita, 2013) menyebutkan
fungsi dari teman sebaya yaitu :
1) Menyediakan suatu sumber informasi dan perbandingan
tentang dunia di luar keluarga.
2) Membantu remaja memahami identitas diri.
3) Mengontrol impuls-implus agresif.
4) Membantu memeroleh dorongan emosional dan sosial serta
menjadi lebih independen.
5) Meningkatkan ketrampilan sosial dan belajar mengekspresikan
perasaan-perasaan dengan cara yang lebih matang.
6) Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku
peran jenis kelamin.
b. Tujuan Interaksi
Tujuan hubungan antar manusia adalah memanfaatkan
pengetahuan tentang faktor sosial dan psikologis dalam
penyesuaian diri manusia terhadap semua perubahan, sehingga
terjadi penyesuaian diri yang serasi dan selaras, dengan
keteganagan dan pertengkaran sedikit. Proses penyesuain diri
terjadi bukan satu pihak saja tapi lebih dari dua pihak (Wulandari,
2009).

3. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial


a. Kontak sosial
Kontak sosial merupakan tahap awal dalam interaksi
sosial. Kontal sosial dapat terjadi antarindividu, antarindividu
dengan kelompok, dan antara satu kelompok dengan kelompok
lain. Suatu kontak terjadi bukan semata-mata tergantung pada
tindakan tetapi juga tergantung pada tanggapan terhadap tindakan
tersebut. Kontak sosial dapat bersifat positif atau negatif. Kontak
sosial bersifat positif jika mengarah pada suatu kerja sama,
sedangkan kontak sosial bersifat negatif jika mengarah pada
11

pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan


interaksi sosial. Suatu kontak dapat bersifat primer, yaitu terjadi
apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan
berhadapan muka, sebaliknya jika kontak sekunder memerlukan
suatu perantara (Mashundi, 2012).
b. Adanya komunikasi
Komunikasi merupakan proses penyampaian suatu
informasi, pemberian makna, serta memberi umpan balik terhadap
informasi yang disampaikan. Pendekatan komunikasi yang
berdasarkan pada pendekatan seorang pakar psikolog sosial
berkaitan dengan interaksi manusia. Berkomunikasi selain
menggunakan bahasa verbal juga menggunakan bahasa
nonverbal, gerak tubuh, atau sikap. Adanya komunikasi dapat
mengambarkan sikap dan perasaan individu atau kelompok oleh
individu atau kelompok lain. Dengan mengetahui sikap dan
perasaan individu atau kelompok dapat dijadikan bahan untuk
menentukan reaksi apa yang akan dilakukan (Mashundi, 2012).

4. Ciri-Ciri Kelompok Teman Sebaya


Ciri-ciri kelompok teman sebaya menurut (Desmita, 2013) yaitu
sebagai berikut :
a. Bersifat sementara.
b. Anggotanya adalah individu yang sebaya.
c. Terbentuk secara spontan.
d. Tidak memunyai struktur organisasi yang jelas.
Ciri-ciri interaksi teman sebaya menurut Ammar (2014) antara lain :
a. Sebagai patokan perilaku dan sikap remaja.
b. Opini kelompok dapat menjadi kekuatan persuasif yang besar.
c. Salah satu sumber tekanan persuatif yang paling kuat.
d. Kelompok sangat efektif untuk menimbulkan perubahan sikap.
e. Cenderung menilai diri dalam perbandingan dengan kelompok.

5. Pengaruh Perkembangan Peer Group


Dalam pertemanan sebuah peer group akan ada dampak atau
pengaruh terhadap perkembangan remaja anggotanya baik pengaruh
12

positif maupun pengaruh negatif. Menurut Santoso (dalam Muslikhan,


2015) dampak-dampak tersebut antara lain :
a. Pengaruh positif
1) Menyalurkan perasaan dan pendapat demi kemajuan
kelompok.
2) Mendorong individu untuk bersikap mandiri.
3) Memeroleh pengetahuan, kecakapan dan melatih bakatnya.
4) Individu dapat mengembangkan rasa solidaritas antar kawan.
5) Lebih bersiap menghadapi kehidupan yang akandatang.
b. Pengaruh negatif
1) Menimbulkan rasa iri pada anggota satu dengan yang lain
yang tidak memiliki kesamaan dengan anggota.
2) Timbul pertentangan/gap antar kelompok sebaya.
3) Sulit menerima seseorang yang tidak mempunyai kesamaan.
4) Timbul persaingan antar anggota kelompok.
5) Tertutup bagi individu lain yang tidak termasuk anggota
kelompok.

6. Bentuk-Bentuk Teman Sebaya


Beberapa kelompok-kelompok teman sebaya menurut Harlock
(2012) diantaranya yaitu :
a. Teman dekat
Biasanya remaja memiliki dua atau tiga orang teman dekat atau
sahabat. Dan pada umumnya teman mereka terdiri dari jenis
kelamin dan usia yang sama, mempunyai tujuan, keinginan, dan
kemampuan yang sama. Teman dekat ini dapat mempengaruhi
satu sama lain dalam berbagai hal yang terjadi dalam kehidupan
remaja.
b. Kelompok kecil
Kelompok ini terdiri dari beberapa kelompok teman-teman dekat.
Pada awalnya kelompok ini terdiri dari satu jenis kelamin yang
sama, namun kemudian meliputi juga dari kedua jenis kelamin
yang berbeda.
c. Kelompok besar
13

Kelompok ini terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelomook


teman dekat. Kelompok ini berkembang dengan meningkatnya
minat untuk bersenang-senang dan menjalin hubungan. Karena
besarnya kelompok ini membuat penyesuaian minat berkurang
diantara anggota-anggotanya. Sehingga timbul jarak sosial yang
besar diantara mereka.
d. Kelompok terorganisir
Kelompok ini merupakan kelompok binaan orang dewasa.
Biasanya kelompok ini dibentuk oleh orang dewaasa misalnya
oleh sekolah atau organisasi masyarakat. Kelompok ini dibentuk
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan sosial pra remaja yang
tidak mempunyai kelompok besar.
e. Kelompok geng
Kelompok ini terbentuk karena remaja tidak termasuk dalam
kelompok atau kelompok besar dan merasa kurang puas dengan
kelompok yang terorganisir akan mengikuti kelompok geng.
Anggotanya biasanya terdiri dari anak-anak sejenis yang minat
utama mereka adalah untuk menghadapi penolakan teman-teman
melalui perilaku anti sosial.

7. Aspek-Aspek Interaksi Teman Sebaya


Partowisastro (Ammar, 2014) merumuskan aspek-aspek interaksi
teman sebaya sebagai berikut :
a. Keterbukaan individu dalam kelompok, yaitu keterbukaan individu
terhadap kelompok dan penerimaan kehadiran individu dalam
kelompoknya.
b. Kerjasama individu dalam kelompok, yaitu keterlibatan individu
dalam kegiatan kelompoknya dan mau memberikan ide bagi
kemajuan kelomopoknya serta saling berbicara dalam hubungan
yang erat.
c. Frekuensi hubungan individu dalam kelompok, yaitu intensitas
individu dalam bertemu anggota kelompoknya dan saling
berbicara dalam hubungan yang dekat.
14

D. MEROKOK
1. Perilaku Merokok
Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, dihasilkan
dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies
lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan
atau tanpa bahan tambahan (Heryani, 2014). Merokok adalah
membakar tembakau yang kemudian dihisap isinya, baik
menggunakan rokok maupun pipa (Saleh, 2011).
Merokok adalah menghisap rokok, sedangkan rokok adalah
gulungan tembakau yang bersalut nipah atau kertas. Merokok adalah
suatu yang dilakukan oleh karena berbagai alasan yang berbeda.
Beberapa orang merasa dengan merokok dapat membuat mereka
lebih baik secara fisik untuk sementara. Beberapa orang yang lain
melakukannya untuk menghilangkan kecemasan dan ketegangan
tersebut akan hilang dalam waktu sementara. Perilaku merokok
biasanya dimulai pada remaja awal. Seseorang merokok dengan
berbagai alasan, seperti sebagai penghilang kecemasan, untuk suatu
ketenangan atau hanya untuk santai (Sanjawani dan Budisetayni,
2014).
Merokok adalah kegiatan menghisap bentuk maupun asap dari
rokok, sedangkan penghisapnya di katakan sebagai perokok. Perokok
biasa merokok di tempat-tempat umum yang sebenarnya sangat
merugikan bagi orang lain. Selain merugikan orang lain, sebenarnya
merokok juga merugikan diri si penghisapnya karena di dalam putung
rokok terdapat zat yang berbahaya untuk kessehatan penghisapnya.
Zat-zat itu adalah nikotin, karbon monoksida, racun tar, acetone,
formic acid, acrplein, hydrogen cyanide, phenol, nitrous oksida,
methanol dan ammonia (Nannie, 2011).
Perilaku merokok adalah kegiatan atau aktivitas seseorang yang
dengan sadar atau sengaja memasukan bahan racun yang
terkandung didalam rokok kedalam tubuhnya sendiri (Anonim, 2010).

2. Jenis Rokok
Menurut Lisa (2010), rokok dapat dibedakan menjadi 5
berdasarkan komposisinya :
15

a. Rokok putih adalah rokok yang bahan isinya hanya daun


tembakau yang dicacah dan diberi saus rokok.
b. Rokok kretek adalah rokok yang isinya daun tembakau, cengkeh
dicacah dan diberi saus rokok.
c. Rokok klembek adalah rokok yang isinya daun tembakau,
cengkeh, kemenyan dan diberi saus rokok.
d. Rokok cerutu adalah rokok yang terbuat dari kembaran daun
tembakau yang digulung dan direkatkan dengan saus rokok.
e. Rokok filter adalah rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat
filter atau gabus penyaring asap.

3. Kategori Perokok
Menurut Triswanto (2011), ada beberapa kategori perokok yang
dapat digolongkan menjadi tiga bagian berdasarkan kemampuannya
menghisap rokok dalam sehari, yaitu :
a. Perokok Berat
Yaitu apabila perokok mampu merokok menghabiskan 21-
31 batang perhari atau lebih, dari selang waktu sejak bangun pagi
berkisar antara 6-10 menit.
b. Perokok Sedang
Yaitu apabila perokok mampu menghabiskan 11-21 batang
dengan waktu antara 31-60 menit setelah bangun pagi.
c. Perokok Ringan
Yaitu apabila perokok mampu menghabiskan rokok sekitar
10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi
(Triswanto, 2011).

4. Tipe Perilaku Merokok


Menurut Silvan dan Tomkins (dalam Mu’tadin, 2012) ada empat
tipe perilaku merokok berdasarkan Management of Affect Theory,
yaitu :
a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif (positif affect
smokers).
16

1) Pleasure relaxation. Perilaku merokok hanya untuk menambah


atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya
merokok setelah minum kopi atau makan.
2) Stimulstion to pick them up. Perilaku merokok hanya dilakukan
sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.
3) Pleasure of handling the cigarette. Kenikmatan yang diperoleh
dengan memegang rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa.
Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa
dengan tembakau sedangkan untuk mengisapnya hanya
dibutuhkan waktu beberapa menit saja, atau perokok lebih
senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan jari-
jarinya lama sebelum perokok nyalakan dengan api.
b. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif
(negative affect smokers).
Banyak orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi
perasaan negatif dalam dirinya. Misalnya bila sedang marah,
cemas, gelisah, mereka cenderung berfikir rokok sebagai
penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak
terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.
c. Perilaku merokok yang adiktif (addictive smokers atau
psychological addiction).
Mereka yang sudah adiksi akan menambah dosis rokok yang
digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya
berkurang.
d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan (pure habits
smokers).
Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk
mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar
sudah menjadi kebiasaan rutin. Dapat dikatakan pada orang-
orang tipe ini merokok sudah merupakan suatu perilaku yang
bersifat otomatis, sering kali tanpa dipikirkan dan tanpa disadari.

5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Merokok


Perilaku merokok merupakan perilaku berbahaya, namun masih
banyak orang yang melakukannya termasuk wanita. Menurut Levy
17

(dalam Nasution, 2007) setiap individu mempunyai kebiasaan


merokok yang berbeda dan biasanya disesuaikan dengan tujuan
mereka merokok.
Mu’tadin (dalam aula, 2010) mengemukakan alasan seseorang
merokok, diantaranya :
a. Pengaruh orang tua
Menurut Baer dan Corado, individu perokok adalah
individu yang berasal dari keluarga tidak bahagia, dimana orang
tua tidak memerhatikan anak-anaknya dibandingkan dengan
individu yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia.
Perilaku merokok lebih banyak didapati pada individu yang tinggal
dengan satu orang tua (Single Parent). Individu berperilaku
merokok apabila ibu mereka merokok dibandingkan ayah mereka
yang merokok. Hal ini terlihat pada wanita.
b. Pengaruh teman
Berbagai fakta mengungkapkan semakin banyak individu
merokok maka semakin banyak teman-teman individu itu yang
merokok, begitu pula sebaliknya.
c. Faktor kepribadian
Individu mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu
atau ingin melepaskan dari rasa sakit atau kebosanan.
d. Pengaruh iklan
Melihat iklan di media massa dan elektronik yang
menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang
kejantanan atau glamour membuat seseorang seringkali terpicu
untuk mengikuti perilaku yang ada di iklan tersebut.

6. Klasifikasi Perilaku Merokok


Perilaku merokok menurut Bustan (2007), dikelompokkan menjadi
2 kategori, yaitu :
a. Merokok, yaitu seseorang yang mengkonsumsi rokok.
b. Tidak merokok, yaitu seseorang yang tidak mengkonsumsi rokok.
18

7. Kandungan Rokok
Menurut Muhibah (2011) ada beberapa zat-zat kandungan rokok
adalah sebagai berikut :
1. Nikotin
Nikotin dapat meningkatkan adrenalin yang membuat
jantung berdebar lebih cepat dan bekerja lebih keras, frekuensi
jantung meningkat dan kontraksi jantung meningkat sehingga
menimbulkan tekanan darah meningkat (L.Tawbarial, Apriliana,
Winroko, & Sukohar, 2014).
2. Tar
Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket
dan menempel pada paru-paru, mengandung bahan-bahan
karsinogen (Mardjun, 2012).
3. Karbon Monosida (CO)
Merupakan gas berbahaya yang terkandung dalam asap
pembuangan kendaraan. Menggantikan 15% oksigen yang
seharusnya dibawa oleh sel-sel darah merah. CO juga dapat
merusak lapisan dalam pembuluh darah dan meninggikan
endapan lemak pada dinding pembuluh darah, menyebabkan
pembuluh darah tersumbat.

8. Motif Perilaku Merokok


Motif perilaku merokok menurut Leventhal & Cleary (1980 dalam
Oskamp, 1984 dalam Nasution, 2007) terbagi menjadi dua motif,
yaitu:
a. Faktor Psikologis
Faktor-faktor perilaku merokok dari psikologis, yaitu :
1) Mencoba-coba
Orang mencoba merokok karena alasan ingin rahy atau ingin
melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan
diri dari kebosanan (Atkinson dalam Widianti, 2007).
2) Kebiasaan
Perilaku merokok menjadi sebuah perilaku yang harus tetap
dilakukan tanpa adanya motif yang bersifat negative ataupun
positif.
19

3) Reaksi emosi yang positif


Merokok digunakan untuk menghasilkan emosi yang positif,
misalnya rasa senang, relaksasi, dan kenikmatan rasa.
4) Reaksi untuk penurunan emosi
Merokok ditujukan untuk mengurangi rasa tegang, kecemasan
biasa, ataupun kecemasan yang timbul karena adanya
interaksi dengan orang lain.
5) Alasan sosial
Merokok ditujukan untuk mengikuti kebiasaan kelompok
(umumnya pada remaja dan anak-anak), identifikasi dengan
perokok lain, dan untuk menentukan image diri seseorang.
Merokok pada anak-anak juga dapat disebabkan adanya
paksaan dari teman-temannya.
6) Kecanduan atau ketagihan
Seseorang merokok karena mengaku telah mengalami
kecanduan. Kecanduan terjadi karena adanya nikotin yang
terkandung di dalam rokok. Semula hanya mencoba-coba,
tetapi akhirnya tidak dapat menghentikan perilaku tersebut
karena kebutuhan tubuh akan nikotin.
b. Faktor Biologis
Faktor ini merupakan pada kandungan nikotin yang ada di
dalam rokok yang dapat memengaruhi ketergantungan seseorang
pada rokok secara biologis. Selain motif-motif diatas, individu juga
dapat merokok dengan alasan sebagai alat dalam mengatasi
stress (koping) (Sarafino, 1994 dalam Nasution, 2007). Sebuah
studi menemukan bahwa bagi kalangan remaja, jumlah rokok
yang mereka konsumsi berkaitan dengan stress yang mereka
alami, semakin besar stress yang dialami, semakin banyak rokok
yang mereka konsumsi (Nasution, 2007).

9. Dampak Perilaku Merokok


Dampak perilaku merokok dibagi menjadi dua menurut (Ogden,
2000 dalam Nasution, 2007), yaitu :
a. Dampak Positif
20

Merokok menimbulkan dampak positif yang sangat sedikit


bagi kesehatan, akan tetapi dengan merokok dapat menghasilkan
mood positif dan dapat membantu individu menghadapi keadaan-
keadaan yang sulit (Ogden, 2000 dalam Nasution, 2007).
Smet (1994) dalam Nasution (2007) mengatakan bahwa
merokok memiliki keuntungan yaitu dapat mengurangi
ketegangan, membantu berkonsentrasi, dukungan social dan
menyenangkan.
b. Dampak Negatif
Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak negatif
yang sangat berpengaruh bagi kesehatan. Merokok bukanlah
penyebab suatu penyakit, tetapi dapat memicu suatu jenis
penyakit sehingga boleh dikatakan merokok tidak menyebabkan
kematian, tetapi dapat mendorong munculnya jenis penyakit yang
dapat mengakibatkan kematian. Berbagai jenis penyakit yang
dapat dipicu karena merokok dimulai dari penyakit di kepala
sampai penyakit di telapak kaki, antara lain penyakit
kardiovaskuler, neoplasma (kanker), saluran pernafasan,
peningkatan tekanan darah, memerpendek umur, penurunan
vertilitas (kesuburan) dan nafsu seksual, sakit maag, gondok,
gangguan pembuluh darah, penghambat pengeluaran air seni,
ambliyopia (penglihatan kabur), kulit menjadi kering, pucat dan
keriput, serta polusi udara dalam ruangan (sehingga terjadi iritasi
mata, hidung dan tenggorokan).

E. REMAJA
1. Pengertian Remaja
Pada umumnya remaja didefinisikan sebagai masa peralihan atau
transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan
antara umur 12 tahun sampai 21 tahun dan di tandai dengan adanya
perubahan aspek fisik (Dewi, 2012).
Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin adolescene
(kata benda “adolescentia” yang bermakna remaja) yang memiliki arti
“tumbuh” atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock,2012). Masa remaja
adalah periode perkembangan antara masa pubertas dan maturitas.
21

Masa remaja adalah masa di antara usia 11 dan 20 tahun; setelah


masa tersebut individu memasuki masa dewasa awal (Rosdhl, 2014).
Definisi remaja (adolescence) menurut World Health Organitation
(WHO) adalah periode usia antara usia 10-19 tahun, sedangkan
perserikatan bangsa-bangsa (PBB) menyebutkan kaum muda (youth)
untuk usia 15-24 tahun. Sementara itu, menurut The Health Resources
and Service Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang usia
remaja adalah 11-21 tahun dan terbagi menjadi 3 tahap, yaitu tahap
awal (11-14 tahun), remaja menengah (15-17 tahun), dan remaja akhir
(18-21 tahun) (Kusmiran, 2011).
Remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat
pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai
saat dia mencapai kematangan seksual, suatu masa ketika individu
mengalami perkembangan psikologis dan pola indentifikasi dari kanak-
kanak menjadi dewasa, suatu masa ketika terjadi peralihan dari
ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang
relatif lebih mandiri (Purwoko, 2012).
Menurut Sanjiwani & Budisetyani (2014), remaja adalah masa
yang sangat rentan bagi seseorang untuk terlibat dalam perilaku
menyimpang seperti merokok.

2. Pembagian Usia Remaja


Masa Remaja Menurut (Rosdhl, 2014), dibagi 3 tahap :
a. Tahap Pertama dapat disebut masa pubertas, pra-remaja, atau
masa remaja awal. Tahap ini biasanya berlangsung dari usia 11
sampai 14 tahun; remaja putri sering kali lebih cepat matur
dibanding remaja putra. Tahap ini inidividu berdiri di tengah-tengah,
di antara cara kekanak-kananakan dan cara matur untuk
berpenampilan, berpikir, dan berperilaku (Rosdhl, 2014). Masa
pubertas adalah suatu fase perkembangan yang ditandai telah
terjadinya kematangan organ seksual dan tercapainya kemampuan
reproduksi (Pieter & Namora, 2010).
1) Dinamika Masa Pubertas
Dinamika Masa Pubertas Menurut (Pieter & Namora, 2010) :
a) Merupakan Periode Tumpang Tindih
22

Masa pubertas dianggap sebagai periode tumpang


tindih, dikarenakan terjadi tumpang-tindih antara tahun-
tahun akhir kanak-kanak dan awal masa remaja (Pieter &
Namora, 2010).
b) Merupakan Masa Yang Singkat
Selama dua hingga empat tahun terjadi banyak
perubahan dan dalam kurun waktu yang sangat cepat.
Pubertas memerlukan waktu tiga hingga empat tahun untuk
menyelesaikan peralihan menjadi orang dewasa, maka
dianggap masa pubertas yang lambat. Dilihat dari sisi
perbedaan jenis kelamin, ternyata pubertas perempuan
lebih matang daripada laki-laki (Pieter & Namora, 2010).
c) Merupakan Fase Negatif
Fase negatif dari anak pubertas akan berakhir
apabila fungsi seksualitas semakin matang (Pieter &
Namora, 2010).
2) Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Pubertas
Faktor penyebab perubahan pada masa pubertas yaitu
kelenjar endokrin merupakan kelenjar yang langsung
berhubungan dengan pertumbuhan dan kematangan, karena
kelenjar endokrin bermuara langsung dalam saluran darah
melalui zat antara jaringan kelenjar dan hormon. Hormon akan
memberikan stimulasi yang menyebabkan rangsangan
hormonal (Pieter & Namora, 2010).
3) Perubahan Fisik Masa Pubertas
Perubahan fisik masa pubertas adalah berkembangnya
ciri-ciri seks primer dan sekunder dan semakin bertambah
tingginya ukuran tubuh serta proporsi tubuh yang memanjang
sehingga kelihatan jangkung (Pieter & Namora, 2010).
4) Perubahan Psikologis Masa Pubertas
Menurut (Pieter & Namora, 2010), Perubahan psikologis
selama masa pubertas berhubungan dengan sikap dan
perilaku. Akibat perubahan masa pubertas pada sikap dan
perilaku antara lain :
23

a) Ingin menyindiri sehingga dia menarik diri dari hubungan


sosial dan hanya sebatas teman kelompok.
b) Timbulnya rasa kebosanan sehingga cenderung menjadi
pemalas.
c) Inkoordinasi gerakan-gerakan dan aktivitas sehingga
cenderung merasa kikuk atau canggung dalam tindakan.
d) Perubahan emosi seperti, kemurungan merajuk, menangis
sedih, gelisah, cemas atau marah.
e) Adanya antagonis sosial yang ditunjukkan tidak mau bekerja
sama, sering membantah dan menentang, permusuhan
terbuka, penuh kritikan dan komentar merendahkan.
f) Merasa kurang percaya diri, takut menjadi pusat perhatian
orang dewasa lainnya dan takut dikritik mengenai keadaan
dirinya.
5) Bahaya Fisik Masa Pubertas
Penyakit aktual jarang dialami dalam periode pubertas.
Tingkat kematian juga rendah, karena mereka jarang menderita
penyakit berat dan jarang melakukan aktivitas. Namun, tingkat
bunuh diri dari prapubertas lebih sering dilakukan dibandingkan
dengan tahap pra atau pasca pubertas. Faktor penyebabnya
adalah depresi dan stres berat. Secara umum bahaya fisik
masa pubertas adalah akibat ketidakseimbangan kelenjar
endokrin (Pieter & Namora, 2010).
6) Tugas-Tugas Perkembangan Masa Pubertas
Menurut (Pieter & Namora, 2010), Semua tugas
perkembangan masa pubertas berfokus pada usaha
memersiapkan diri menuju masa dewasa dengan cara :
a) Mencapai relasi yang lebih matang dengan teman sebaya
dari jenis kelamin yang berbeda.
b) Mencapai peran sosial feminim atau maskulin.
c) Menerima bentuk perubahan fisik dan menggunkannya.
d) Meminta, menerima, dan mencapai perilaku yang
bertanggungjawab secara sosial dan mencapai kemandirian
secara emosional dari orang tua ataupun orang dewasa
lainnya.
24

e) Memersiapkan diri dalam penyesuain diri pada norma-


norma lingkungan sosial.
7) Bahaya Psikologis Masa Pubertas
Menurut (Pieter & Namora, 2010), bahaya psikologis masa
pubertas :
a) Kurangnya persiapan menghadapi perubahan.
b) Sikap penerimaan perubahan bentuk tubuh.
c) Pemerimaan peran seks.
d) Konsep diri yang kurang matang.
e) Prestasi rendah.
f) Rasa ketidakbahagiaan.
g) Penampilan fisik.
h) Kasih sayang.
i) Prestasi.
b. Masa Remaja Pertengahan berlangsung dari usia 15 sampai 17
tahun. Individu cenderung menunjukkan perilaku yang di anggap
“khas” remaja. Sebagian besar remaja mulai membentuk beberapa
gagasan mengenai masa depan dan memiliki rencana lebih banyak
dari minat dan aktivitas yang dilakukan saat ini. Peningkatan
kemandirian dan minat terhadap lawan jenis pada saat ini
menyebabkan banyak kawula muda mengemban tanggung jawab
yang lebih besar terhadap perawatan diri dan kebersihan personal.
Mereka sengan memilih pakaian mereka. Banyak remaja kelompok
usia ini mencari pekerjaan demi mendapat bayaran (Rosdhl, 2014).
c. Tahap Remaja Akhir berlangsung dari usia 18 hingga 20 tahun.
Selama masa ini kawula muda menyelesaikan transisi mereka
menjadi orang dewasa. Perubahan perkembangan di masa remaja
membuat remaja siap untuk menunjukkan kemandirian dan
tanggung jawab yang semakin besar saat mereka mulai menjalani
kehidupan kuliah, bergabung di militer, atau mencari kerja (Rosdhl,
2014).
25

3. Karakteristik remaja
Menurut Ekasari & Dharmawan (dalam Luthfiana, 2017)
memaparkan pendapat dari Gunarsa mengenai ciri-ciri remaja yang
menonjol yaitu :
a. Memunyai emosi yang labil.
b. Mulai muncul sikap menentang orang lain karena remaja ingin
menjauhkan diri dai hubungan dan ikatan dengan orang tua.
c. Memunyai keinginan untuk menjelajahi alam sekitar.
d. Memiliki banyak frustasi, khayalan dan bualan.
e. Cenderung membentuk kelompok teman sebaya.
Taufik (2013) menyatakan pendapat Soekanto tentang ciri-ciri
remaja yaitu :
a. Perkembangan fisik yang sangat cepat.
b. Keinginan kuat memiliki hubungan sosial dengan orang yang lebih
dewasa.
c. Muncul pemikiran ingin mandiri dengan mengharapkan kebebasan
pengawasan dari orang tua maupun sekolah.
d. Perkembangan intelektualitas untuk mendapatkan identitas diri.
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai ciri-ciri remaja diatas
dapat diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri remaja adalah mengalami
perkembangan fisik, emosi yang labil,menentang orang tua,
membentuk kelompok teman sebaya dan ingin mandiri.

F. PENELITIAN TERKAIT
1. Penelitian yang dilakukan oleh Afdol Rahmadi dengan judul
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Rokok dengan
Kebiasaan Merokok Siswa SMP di Kota Padang Tahun 2013. Teknik
analisa data dalam penelitian adalah uji Chi-Square. Metode
penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dalam bentuk
rancangan cross-sectional study. Sampel yang digunakan adalah
siswa SMP di Kota Padang Tahun Ajaran 2011/2012 sebanyak 96
siswa. Hasil penelitian menunjukkan 32,30% siswa adalah perokok,
10,4% dengan pengetahuan rendah dan 7,3% dengan sikap negatif,
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan
(p=0,155) dengan sikap terhadap rokok.
26

2. Penelitian yang dilakukan oleh Gretty C. Runtukahu dengan judul


Hubungan Kontrol Diri dengan Perilaku Merokok Kalangan Remaja di
SMKN 1 Bitung Tahun 2015. Metode penelitian menggunakan desain
Cross Sectional dan bersifat analitik kuantitatif. Teknik analisa data
dalam penelitian adalah komputerisasi dan uji korelasi Spearman
Rank. Sampel yang digunakan adalah 176 siswa yang aktif sekolah.
Hasil penelitian menunjukkan nilai r = –0,756 dengan p=0,000(p<0,05)
terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kontrol diri dengan
perilaku merokok.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Andrian Liem dengan judul Pengaruh
Media Massa, Keluarga, dan Remaja terhadap Perilkau Merokok
Remaja di Yogyakarta Tahun 2014. Metode penelitian yang
digunakan adalah statistik deskriptif. Teknik analisa data dalam
penelitian adalah statistik deskriptif, tes Chi Square, dan regresi
logistik. Sampel yang digunakan 390 remaja dari 12 SMP di
Yogyakarta. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa teman memiliki
pengaruh paling kuat terhadap perilaku merokok remaja di
Yogyakarta dibandingkan dengan media massa dan keluarga.
27

G. KERANGKA TEORI

Faktor-faktor yang Komponen Konsep Diri :


memengaruhi merokok :
1. Citra tubuh
1. Orang Tua
2. Ideal diri
2. Kepribadian 3. Harga diri
4. Peran diri
3. Iklan 5. Identitas diri

4. Interaksi Teman
Sebaya

Komponen perilaku : Konsep Diri

1. Kognitif
2. Afektif
3. Konatif

Perilaku merokok :

1. Tidak merokok
2. Merokok

Keterangan :
: Tidak di teliti

: Diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Aula (2010), Bustan (2007), Tarwoto & Wartonah (2011)

Anda mungkin juga menyukai