Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
PENDAHULUAN

Iman menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah ikrar dalam hati diucapkan

dengan lisan dan diamalkan dengan anggota badan. Jadi Iman itu mencakup tiga

hal Ikrar dengan hati. Pengucapan dengan lisan. Pengamalan dengan anggota

badan. Jika keadaannya demikian maka iman itu akan bisa bertambah atau bisa

saja berkurang. Lagi pula nilai ikrar itu tidak selalu sama. Ikrar atau pernyataan

karena memperoleh satu berita tidak sama dengan jika langsung melihat persoalan

dengan kepala mata sendiri. Pernyataan karena memperoleh berita dari satu orang

tentu berbeda dari pernyataan dengan memperoleh berita dari dua orang.

Demikian seterusnya. Oleh karena itu Ibrahim ‘Alaihis Sallam pernah berkata

seperti yang dicantumkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. “Ya Rabbku

perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang yang

mati. Allah berfirman ‘Apakah kamu belum percaya’. Ibrahim menjawab ‘Saya

telah percaya akan tetapi agar bertambah tetap hati saya”. Iman akan bertambah

tergantung pada pengikraran hati ketenangan dan kemantapannya. Manusia akan

mendapatkan hal itu dari dirinya sendiri maka ketika menghadiri majlis dzikir dan

mendengarkan nasehat didalamnya disebutkan pula perihal surga dan neraka ;

maka imannya akan bertambah sehingga seakan-akan ia menyaksikannya dengan

mata kepala. Namun ketika ia lengah dan meninggalkan majlis itu maka bisa jadi

keyakinan dalam hatinya akan berkurang. Iman juga akan bertambah tergantung

pada pengucapan maka orang berdzikir sepuluh kali tentu berbeda dengan yang

berdzikir seratus kali. Yang kedua tentu lbh banyak tambahannya. Demikian

1
2

halnya dengan orang yang beribadah secara sempurna tentunya akan lbh

bertambah imannya ketimbang orang yang ibadahnya kurang.

Dalam hal amal perbuatan pun juga demikian orang yang amalan dengan anggota

badannya jauh lbh banyak daripada orang lain maka ia akan lbh bertambah

imannya daripada orang yang tidak melakukan perbuatan seperti dia. Tentang

bertambah atau berkurangnya iman ini telah disebutkan di dalam Al-Qur’an

maupun As-Sunnah. Allah Ta’ala berfirman yang artinya “Dan tidaklah Kami

menjadikan bilangan mereka itu melainkan utk jadi cobaan bagi orang-orang kafir

supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab yakin dan supaya orang-orang yang

beriman bertambah imannya”. “Dan apabila diturunkan suatu surat maka diantara

mereka ada yang berkata ‘Siapa di antara kamu yang bertambah imannya dengan

surat ini ?’ Adapun orang yang beriman maka surat ini menambah imannya

sedang mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati

mereka ada penyakit maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka di

samping kekafirannya dan mereka mati dalam keadaan kafir”. Dalam sebuah

hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah

bersabda bahwa kaum wanita itu memiliki kekurangan dalam soal akal dan

agamanya. Dengan demikian maka jelaslah kiranya bahwa iman itu bisa

bertambah dan bisa berkurang.

Namun ada masalah yang penting apa yang menyebabkan iman itu bisa

bertambah ? Ada beberapa sebab di antaranya Mengenal Allah dengan nama-

nama dan sifat-sifat-Nya. Setiap kali marifatullahnya seseorang itu bertambah

2
3

maka tak diragukan lagi imannya akan bertambah pula. Oleh karena itu para ahli

ilmu yang mengetahui benar-benar tentang asma’ Allah dan sifat-sifat-Nya lbh

kuat imannya daripada yang lain. Memperlihatkan ayat-ayat Allah yang berupa

ayat-ayat kauniyah maupun syar’iyah. Seseorang jika mau memperhatikan dan

merenungkan ayat-ayat kauniyah Allah yaitu seluruh ciptaan-Nya maka imannya

akan bertambah. Allah Ta’ala berfirman. Artinya “Dan di bumi itu terdapat tanda-

tanda bagi orang-orang yang yakin dan pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu

tiada memperhatikan” . Ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa jika manusia

mau memperhatikan dan merenungkan alam ini maka imannya akan semakin

bertambah banyak melaksanakan ketaatan.

3
‫‪4‬‬

‫‪BAB II‬‬
‫‪PEMBAHASAN‬‬

‫‪A. ISLAM, IMAN, IHSAN dan HARI KIAMAT‬‬

‫‪1. Redaksi Hadis‬‬

‫ّلاِ‬ ‫س ِع ْندَ َر ُ‬
‫س ْو ِل ل‬ ‫ي ل ّٰلاُ َع ْنهُ أ َ ْي ً‬
‫ضا قَا َل ‪ :‬بَ ْينَ َما ن َْح ٌن ُجلُ ْو ٌ‬ ‫ض َ‬ ‫ع ْن ُ‬
‫ع َم َر َر ِ‬ ‫َ‬

‫اض ال ِث ل َيا ِ‬
‫ب‬ ‫علَ ْينَا َر ُج ٌل َ‬
‫ش ِد ْيدُ َب َي ِ‬ ‫طلَ َع َ‬ ‫سلَّ َم ذَ َ‬
‫ات َي ْو ٍم ِإ ْذ َ‬ ‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫صلَّى ٰ‬
‫ّلاُ َ‬ ‫َ‬

‫سفَر‪َ ،‬والَ َي ْع ِرفُهُ ِم َّن أ َ َحدٌ‪َ ،‬حتَّى‬


‫علَ ْي ِه اَث َ ُر ال َّ‬
‫ش ْع ِر‪ ،‬الَ ي َُرى َ‬
‫س َوا ِد ال َّ‬
‫ش ِد ْيد ُ َ‬
‫َ‬

‫علَى‬ ‫سلَّ َم فَأ َ ْسنَدَ ُر ْكبَتَ ْي ِه َو َو َ‬


‫ض َع َكفَّ ْي ِه َ‬ ‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫صلَّى ٰ‬
‫ّلاُ َ‬ ‫س إِلَى النَّبِ ل‬
‫يِ َ‬ ‫َجلَ َ‬

‫صلَّى ل‬
‫ّلاُ‬ ‫ّلاِ َ‬
‫س ْو ِل ل‬ ‫فَ ِخذَ ْي ِه َوقَا َل ‪ :‬يَا ُم َح َّمد أ َ ْخبِ ْرنِ ْي َع ِن ْ ِ‬
‫اْل ْسالَ ِم‪ ،‬فَقَا َل َر ُ‬

‫س ْو ُل ٰ‬
‫ّلاِ‬ ‫اْل ْسالَ ُم أ َ ْن ت َ ْش َهدَ أ َ ْن الَ ِإ ٰله ِإالَّ ٰ‬
‫ّلا َوأَ َّن ُم َح َّمدًّا َر ُ‬ ‫سلَّ َم ‪ِ ْ :‬‬
‫علَ ْي ِه َو َ‬
‫َ‬

‫ت‬
‫ط ْع َ‬ ‫ضانَ َوتَ ُح َّج ْال َبي َ‬
‫ْت ِإ ِن ا ْستَ َ‬ ‫ص ْو َم َر َم َ‬ ‫ي َّ‬
‫الز َكاة َ َوت َ ُ‬ ‫صالَة َ َوتُؤْ تِ َ‬
‫َوت ُ ِقي َْم ال َّ‬

‫ص ِدلقُهُ‪ ،‬قَا َل ‪ :‬فَأ َ ْخ ِب ْر ِن ْي َ‬


‫ع ِن‬ ‫ت‪ ،‬فَ َع ِج ْبنَا لَهُ َيسْأَلُهُ َويُ َ‬
‫صدَ ْق َ‬
‫س ِب ْيالً قَا َل ‪َ :‬‬
‫ِإلَ ْي ِه َ‬

‫اآلخ ِر‬
‫ِ‬ ‫س ِل ِه َو ْاليَ ْو ِم‬ ‫ان قَا َل ‪ :‬أ َ ْن تُؤْ ِمنَ بِ ٰ ِ‬
‫اّٰلل َو َمالَـ ِ َكتِ ِه َو ُكتُبِ ِه َو ُر ُ‬ ‫ِْ‬
‫اْل ْي َم ِ‬

‫ان‪،‬‬
‫س ِ‬‫اْل ْح َ‬ ‫ت‪ ،‬قَا َل فَأ َ ِخبِ ْرنِي َ‬
‫ع ِن ْ ِ‬ ‫َوتُؤْ ِمنَ بِ ْالقَدَ ِر َخي ِْر ِه َوش ِ لَرهِ‪ .‬قَا َل َ‬
‫صدَ ْق َ‬

‫اك‪ .‬قَا َل ‪ :‬فَأ َ ِخ ِب ْر ِني‬


‫ّلا َكأَنَّ َك تَ َراهُ فَإ ِ ْن لَ ْم ت َ ُك ْن ت َ َراهُ فَإِنَّهُ يَ َر َ‬
‫قَا َل ‪ :‬أ َ ْن ت َ ْعبُدَ ٰ‬

‫ساـ ِ ِل‪ .‬قَا َل فَأ َ ْخ ِب ْرنِي‬ ‫ع ِة‪ ،‬قَا َل ‪َ :‬ما ْال َمسْؤُ ْو ُل َ‬
‫ع ْن َها ِبأ َ ْعلَ َم ِمنَ ال َّ‬ ‫سا َ‬
‫ع ِن ال َّ‬
‫َ‬

‫ار ِت َها‪ ،‬قَا َل أ َ ْن ت َ ِلدَ ْاْل َ َمةُ َر َّبت َ َها َوأ َ ْن ت َ َرى ْال ُحفَاة َ ْالعُ َراة َ ْال َعالَةَ‬
‫ع ْن أ َ َم َ‬
‫َ‬

‫طلَقَ فَلَ ِبثْتُ َم ِليَّا‪ ،‬ث ُ َّم قَا َل ‪ :‬يَا‬ ‫ط َاولُ ْونَ ِفي ْالبُ ْنيَ ِ‬
‫ان‪ ،‬ث ُ َّم ا ْن َ‬ ‫اء يَت َ َ‬
‫ش ِ‬‫عا َء ال َّ‬
‫ِر َ‬

‫‪4‬‬
5

‫ قَا َل فَإِنَّهُ ِجب ِْر ْي ُل‬.‫س ْولُهُ أ َ ْعلَ َم‬ ٰ : ُ‫ساـ ِ ِل ؟ قُ ْلت‬
ُ ‫ّلاُ َو َر‬ َّ ‫ع َم َر أَتَد ِْري َم ِن ال‬
ُ

[‫ ]رواه مسلم‬.‫أ َتَا ُك ْم يُعَ ِلل ُم ُك ْم ِد ْي َن ُك ْم‬

Dari Umar r.a., Ia berkata, “ketika kami sedang duduk bersama

Rasulullah Saw. pada suatu hari, tiba-tiba datanglah seorang lelaki

yang memakai pakaian serba putih dan rambutnya sangat hitam.

Tidak terlihat darinya bekas perjalanan jauh dan tidak ada satupun di

antara kami yang mengenalnya. Selanjutnya, duduklah ia di hadapan

Rasulullah Saw. dengan menyandarkan lututnya pada lutut Rasulullah

dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua paha

Rasulullah. Orang itu bertanya, “Wahai Muhammad, beritahukan

kepadaku tentang Islam!” Rasulullah pun menjawab, “Islam adalah

engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain

Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah,

melaksanakan shalat, membayar zakatm berpuasa di bulan

Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah jika engkau mampu

melakukannya.” Lelaki itu mengatakan, “Engkau benar.” Kami pun

merasa heran terhadap orang itu. Ia bertanya, tetapi ia juga yang

membenarkan. Orang itu bertanya kembali, “Beritahukan kepadaku

tentang iman!” Rasulullah pun menjawab, “Iman adalah engkau

percaya kepada Allah, malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah,

rasul-rasul Allah, hari akhir, dan percaya kepada takdir baik maupun

takdir buruk.” Orang itu berkata, “Engkau benar.” Orang itu

5
6

bertanya kembali, “beritahukan kepadaku tentang ihsan!”Rasulullah

pun menjawab, “Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan-akan

engkau melihat-Nya. Apabila engkau tidak bisa melihat-Nya, sungguh

Dia melihatmu.” Selanjutnya, orang itu bertanya kembali,

“Beritahukan kepadaku tentang hari kiamat!” Rasulullah pun

menjawab, “orang yang ditanya tidak lebih tahu dari orang yang

bertanya.” Orang itu mengatakan, “Kalau begitu, beritahkan

kepadaku tentang tanda-tandanya!” Rasulullah menjawab, “Jika

seorang budak perempuan telah melahirkan majikannya dan jika

kamu melihat orang-orang yang tak beralas kaki, tak berbaju, miskin,

dan pengembala kambing berlomba -lomba dalam mendirikan

bangunan yang tinggi.” Setelah itu, orang itu pergi. Aku pun

menunggu lam. Beberapa hari kemudian, Rasulullah bertanya

kepadaku, “Wahai Umar, tahukah kamu siapa orang yang bertanya

itu?” Aku pun menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih

mengetahuinnya.” Rasulullah mengatakan, “Dialah Jibril yang

datang untuk mengajarkan agama kepada kalian.” (HR. Muslim).

2. Takhrij Hadis

Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim di awal kitab Al-Iman nomor 8,

Tirmidzi dalam kitab Al-Iman nomor 2738, Abu Dawud dalam kitab

As-Sunnah (bab tentang takdir) nomor 4695, dan An-Nasa’i dalam

kitab Al-Iman (bab sifat-sifat Islam) 8/97.

6
7

3. Kedudukan Hadis

Ibnu ad-Daqiq al-Id berkata, “ini adalah hadis yang istimewa,

mencakup semua amal lahir dan batin. Ilmu-ilmu syariat semuanya

bermuara pada hadis ini. Hal ini disebabkan karena hadis ini

menghimpun ilmu sunnah. Karena hadis ini merupakan induk dari

sunnah. Hal ini juga sebagaimana surah al-Fatihah yang disebut

sebagai induk dari al-Qur’an karena didalamnya mengandung semua

makna-makna al-Qur’an.

Hadis ini merupakan hadis mutawatir yang diriwayatkan oleh delapan

orang sahabat, yaitu Abu Hurairah r.a., Umar ibn Khaththab r.a, Abu

Dzar al-Ghifari r.a., Anas ibn Malik r.a., Ibnu Abbas r.a., Ibnu Umar

r.a., Abu ‘Amir al-Asy’ari r.a., dan Jarir al-Bajali r.a.

4. Penjelasan Hadis

a. Membaguskan Pakaian dan Penampilan

Disunnahkan memakai pakaian yang bersih dan memakai

wewangian ketika akan memasuki masjid dan menghadiri majelis

ilmu. Begitu juga berlaku sopan santun ketika berada dalam

majelis ilmu dan ketika sedang bersama para ulama. Pasalnya,

malaikat Jibril datang kepada Rasulullah Saw. dengan penampilan

dan perkataan yang baik.

7
8

b. Definisi Islam

Islam secara bahasa adalah tunduk dan totalitas dalam

memasrahkan diri kepada Allah s.w.t. Adapun secara istilah adalah

sesuatu yang berdiri di atas lima fondasi yaitu mengucapkan dua

kalimat syahadat, mendirikan shalat, berzakat, berpuasa di bulan

Ramadhan dan berhaji sekali dalam seumur hidup jika mampu.

c. Definisi Iman

Iman secara bahasa adalah membenarkan, sementara secara istilah

ialah :

- Percaya adanya Allah Yang Maha Pencipta. Allah Maha Esa,

dan tiada sekutu bagi-Nya.

- Percaya dengan adanya makhluk Allah yang berupa malaikat.

Mereka merupakan hamba-hamba yang mulia. Mereka tidak

pernah durhaka kepada Allah. Bahkan, mereka selalu

melaksanakan perintah Allah. Allah menciptakan mereka dari

cahaya. Mereka tidak makan, tidak berjenis kelamin dan tidak

berkembang biak. Tiada yang mengetahui jumlah mereka

kecuali Allah.

- Percaya kepada kitab-kitab langit yang telah diturunkan Allah.

Kitab-kitab tersebut merupakan hukum-hukum Allah sebelum

masa ketika manusia merusak kemurniannya.

8
9

- Percaya kepada semua Rasul yang telah Allah pilih untuk

memberi petunjuk kepada manusia.

- Percaya kepada hari kiamat. Pada hari itu, Allah

membangkitkan manusia dari alam kubur dan menghisab

mereka sesuai dengan amal perbuatan yang dilakukan selama

hidup lalu Allah memberi balasan atas amalan mereka.

- Percaya bahwa setiap hal yang terjadi di alam raya ini sudah

menjadi takdir dan kehendak Allah s.w.t. Selalu ada hikmah di

balik setiap takdir-Nya.

Inilah yang disebut dengan rukun-rukun iman. Siaspa yang

mmpercayainya akan selamat dan beruntung, sedangkan yang

mengingkarinya akan tersesat dan merugi. Allah berfirman, “wahai

orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan

Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepaa Rasul-Nya

serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa kafir

kepada Allah, malikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-

Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat

sejauh-jauhnya.”(Q.S. An-Nisa : 136).

d. Islam dan Iman

Islam dan iman merupakan dua hal yang mempunyai hakikat

berbeda baik secara bahasa maupun istilah. Tidak ada Islam tanpa

Iman, begitu juga tidak ada iman tanpa Islam. Keduanya saling

9
10

berkaitan erat, karena iman itu harus ada di hati dan dibuktikan

dengan amal yang dikerjakan oleh anggota badan.

e. Definisi Ihsan

Ihsan adalah ihklas dan melakukan sesuatu sebaik mungkin.

Maksudnya adalah ikhlaslah dalam beribadah kepada Allah semata

dengan menyempurnakan pelaksanaannya, seolah-olah kita

melihat-Nya saat beribadah. Jikakita tidak mampu, ingatlah bahwa

Allah melihat dan menyaksikan setiap perkara yang ada pada diri

kita.

f. Hari Kiamat dan Tanda-tandanya

Pengetahuan tentang waktu datangnya hari kiamat hanya pada

Allah semata. Dia tidak memberitahukan kepada seorangpun dari

makhuknya. Oelh karena itu, Rasulullah berkata kepada Jibril, “

orang yang ditanya tidak lebih tahu dari orang yang bertanya.”

Beliau hanya menjawab dengan menyebutkan sebagaian tanda-

tandanya yang akan terjadi sebelumynya dan menunjukkan telah

dekatnya waktu kiamat tersebut :

- Rusaknya zaman, kemerosotan moral, yakni banyak anak yang

durhaka kepada kedua orang tua. Mereka memperlakukan

orang tua layaknya seorang majikan yang memperlakukan

budaknya.

10
11

- Kacau balaunya berbagai urusan hingga masyarakat bawah bisa

menjadi para pemimpin dan penguasa, dan urusan diserahkan

kepada yang bukan ahlinya.

- Melimpahnya harta ditangan manusia dan semakin banyak

orang hidup bermegah-megahan. Orang membangga-

banggakan istananya yang mewah dan kesenangan-kesenangan

duniawi. Mereka menjadi sombong dan congkak.

g. Bertanya Tentang Ilmu

Seorang Muslim akan bertanya seuatu yang bermanfaat bagi

dirinya. Ia tidak akan bertanya tentang seuatu yang sia-sia.

Sebagaimana ornag yang hadir di majelis ilmu dan ia merasa

bahwa orang-orang ingin mengetahui permasalahan tertentu, tetapi

tidak ditanyakan oleh siapa pun makan hendaknya ia

menanyakannya sekali pun ia sudah mengetahui jawabannya. Hal

ini bertujuan agar orang-orang yang hadir di majelis ilmu juga bisa

mendegar jawaban pertanyaan tersebut. Siapa yang ditanya suatu

masalah, tetapi tidak tahu jawabannya maka ia harus jujur

mnegatakan tidak tahu. Ini merupakan bukti sifat wara’, takwa dan

keilmuan yang benar.

h. Metode Belajar Mengajar

11
12

Salah satu metode belajar mengajar adalah bertanya dan

menjawab. Metode ini adalah salah satu cara yang ampuh sejak

dulu hingga sekarang. Rasulullah sering mempraktikkan hal ini

kepada para sahabat dalam banyak hadis. Hal ini bertujuan untuk

menarik perhatian para pendengar sehingga merek berfikir lalu

menerima jawaban yang benar.1

B. MALU ADALAH SEBAGIAN DARI IMAN (LM. 22)

1. Redaksi Hadis

َ ‫سلَّ َم َم َّر‬
َ‫علَى َر ُج ٍل ِمن‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ْ ٰ ‫صلَّى‬
َ ‫ّلا‬ َ ُ‫ّلا‬ ُ ‫ ا َ َّن َر‬: ‫ع َمر‬
ٰ ‫س ْول‬ ُ ‫حديث ابن‬

‫علَ ْي ِه‬ ْ ٰ ‫صلَّى‬


َ ‫ّلا‬ َ ُ‫ّلا‬ ِ ‫ظ أَخَاهُ ِفي ْال َح َي‬
ُ ‫ فَقَا َل َر‬، ‫اء‬
ٰ ‫س ْول‬ ُ ‫ار َو ُه َو َي ِع‬
ِ ‫ص‬َ ‫ْاْل َ ْن‬

)‫ان (رواه البخاري و مسلم‬ ِ ْ َ‫ دَ ْعهُ فَإ ِ َّن ْال َحيَا َء ِمن‬: ‫سلَّ َم‬
ِ ‫اْل ْي َم‬ َ ‫َو‬

Bahwasanya Rasulullah Saw. melewati seorang sahabat Anshar yang

sedang menasehati saudaranya karena pemalu. Kemudian Rasulullah

Saw. bersabda, “Biarkanlah dia pemalu. Karena sesungguhnya malu

adalah sebagian dari iman (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Penjelasan Singkat Hadis

a. Salah satu warisan para Nabi

1
Musthafa Dieb al-Bugha dan Muhyiddin Mistu, AL-Wafi Syarah Hadis Arbain Imam An-Nawawi,
(Jakarta: Qitshi Press, 2014), hlm. 13-18.

12
13

malu merupakan akhlak mulia paling penting dan faktor terkuat

untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan. Karena

itu, ia termasuk nasihat para Nabi terdahuku yang tidak dihhapus

(nasakh) .

b. Malu terbagi menjadi dua

Pertama, rasa malu yang alami. Maksudnya ialah rasa malu yang

merupakan pembawaan sejak lahir dan bukan sesuatu yang dibuat-

buat. orang yang mempunyai sifat malu seperti ini akan menahan

diri dari perbuatan maksiat dan akhlak tercela. Oleh karena itu rasa

malu merupakan salah satu cabang keimanan. Rasulullah Saw.

adalah orang yang sangat pemalu. Bahkan, beliau lebih malu dari

pada perempuan pingitan. Diriwayatkan bahwa Umar ibn

Khaththab berkata, “siapa yang memiliki rasa malu maka ia akan

sembunyi (dari dosa dan maksiat). Siapa yang sembunyi maka ia

bertakwa. Dan siapa yang bertakwa, berati ia telah menjadikan

penghalang antara dirinya dan siksa Allah”

Kedua, rasa malu yang diusahakan. Artinya rasa malu yang bisa

diusahakan dan didapatkan dengan cara mengenal Allah,

mengetahui keagungan dan dekat dengan-Nya, merasa bahwa Dia

Maha melihat dan menyakini bahwa Allah mengetahui siapa yang

berkhianat dan apa yang disembunyikan dalam dada. Seorang

muslim yang berusaha mendapatkan rasa malu ini berati ia sedang

13
14

berusaha menggapai salah satu cabang iman. Diriwayatkan oleh

Imam Ahmad dan Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud r.a. secara marfu’ :

“merupakan sifat malu kepada Allah adalah kamu menjaga kepala

dan apa yang dipikirkannya, menjaga perut dan apa yang

dikandungnya. Dan juga kamu senantiasa mengingat kematian.

Siapa yang melakukan hal itu semua, berati ia telah memiliki rasa

malu kepada Allah.”

c. Rasa malu yang tercela

Ketika rasa malu menjadi sesuatu yang menghalangi seseorang

melakukan perbuatan buruk dan tercela, berati itu merupakan

akhlak terpuji. Namun apabila rasa malu itu berlebihan dan tidak

masuk akal sehingga menjadikan seseorang bingung dan labil serta

menghalangi seseorang melakukan perbuatan yang sebenarnya

tidak menjadikan malu, berati ia telah menjadi akhlak tercela.

Karena itu, merupakan rasa malu yang tidak pada tempatnya dan

rasa malu tersebut menjadi penghalang untuk belajar ilmu maupun

mencari rezeki.

Dikatakan bahwa rasa malu seseorang yang tidak pada tempatnya

merupakan kelemahan. Dan diriwayatkan dari hadis mursal al-

Hasan al-Basri dari Rasulullah Saw.. bahwa beliau bersabda, “malu

itu ada dua, yang atu merupakan cabang iman dan yang satunya

lagi merupakan kelemahan.”

14
15

d. Malu seorang wanita muslimah

Wanita muslimah senantiasa selalu menghias dirinya dengan rasa

malu. Ia juga ikut bersama kaum lelaki untuk memakmurkan bumi

dan mendidik generasi masa depan dengan fitrah wanita suci. Allah

memberi isyarat kepada hal itu, yaitu ketika Dia berfirman tentang

salah satu putri Nabi Syuaib a.s. saat mengundang Nabi Musa a.s.

“kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari keduai

wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata : sesungguhnya

bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap

kebaikanmu memberi minum ternak kami.” (QS. Al-Qashash : 25).

Wanita tersebut mendatangi Nabi Musa a.s. atas perintah ayahnya

dengan berjalan layaknya seorang wanita suci dan terhormat yang

menjaga dirinya, santun, tidak genit, apalagi menggoda. Meskipun

malu-malu dalam berjalan, tetapi ia tetap bisa mengungkapkan

maksud perkataan tersebut dengan jelas. Dan semua itu keluar dari

fitrahnya yang lurus, bersih dan selamat. Itulah gadis yang lurus

firtahnya. Ia akan merasa malu ketika bertemu dan berbicara

dengan laki-laki. Akan tetapi, karena kesucian dan istikamahnya, ia

juga tidak tersipu-sipu hingga dapat menimbulkan hasrat. Ia

berbicara dengan jelas dan sesuai dengan kebutuhannya tanpa

melebih-lebihkan.

15
16

Itulah gambaran wanita zaman dahulu, sedangkan wanita zaman

sekarang keluar rumah dengan membuka aurat, suka bersolek, suka

bercampur baur dengan para lelaki tanpa ada keperluan yang

dibenarkan syariat. Mereka bukanlah wnita yang didik dengan Al-

Qur’an dan Islam. Mereka mengganti rasa malu dan taat kepada

Allah dengan sifat durhaka, maksiat dan kezaliman.

e. Antonim dari rasa malu

Yang merupakan antonim dari sifat malu adalah al-waqahah. Sifat

itu dapat mengantarkan seseorang tenggelam dalam jurang maksiat

dan tidak pedulu kepada celaan dan hinaan dari lingkungannya

hingga akhirnya ia melakukan perbuatan tercela tersenut secara

terang-terangan. Rasulullah Saw. bersabda, “semua umatku

dimaafkan, kecuali orang-orang yang melakukan perbuatan dosa

secara terang-terangan.”

f. Kewajiban seorang ayah dan guru

Salah satu kewaiban seornag ayah dan guru dalam masyarakat

Islam adalah berusaha untuk menanamkan sifat malu dan

menggunakan metode pendidikan yang tepat yaitu dengan

pengawasan perilaku dan perbuatan anak-anak, meluruskan sifat-

sifat yang bertentangan dengan rasa malu, memilihkan teman

bermain yang saleh, menjauhkan dari teman bermain yang jahat,

16
17

mengarahkan pada buku-buku bacaan yang bermanfaat dan

menjauhkan mereka dari media yang rusak.

g. Intissari hadis

Hadis ini memberi pengertian pada kita bahwa rasa malu semuanya

baik. Orang yang banyak malunya maka banyak kebaikanhya. Dan

orang yang sedikit rasa malunya maka sedikit pla kebaikannya.

Tidak ada kata malu dalam mempelajari hukum-hukum agama,

begitu juga tidak ada rasa malu dalam mencari kebenaran. Allah

berfirman, “dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar.”

(QS. Al-Ahzab : 53)2

C. IMAN BERKURANG KARENA MAKSIAT (LM. 36)

1. Redaksi Hadis

َ‫ ال‬: ‫سلَّ َم قَا َل‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ْ ٰ ‫صلَّى‬
َ ‫ّلا‬ َ ‫ي‬ َّ ُ‫ع ْنه‬
‫إن النَّ ِب ل‬ َ ُ‫ّلا‬
ٰ ‫ي‬ ِ ‫قَا َل اَبُو ُه َري َْرة َ َر َر‬
َ ‫ض‬

‫ب ْالخ َْم َر ِح ْينَ َي ْش َربُ َها‬ َ ‫ َو‬،‫الزانِي ِحيْنَ َي ْزنِي َو ُه َو ُمؤْ ِم ٌن‬
ُ ‫ال َي ْش َر‬ َّ ‫َي ْز ِني‬

‫ار ُق ِحيْنَ َي ْس ِر ُق َو ُه َو ُمؤْ ِم ٌن وزَ ادَ ِفي ِروا َي ٍة‬


ِ ‫س‬َّ ‫ َوالَ َيس ِْر ُق ال‬،‫َو ُه َو ُمؤْ ِم ٌن‬

‫ار ُه ْم ِف ْيهَ ِحيْنَ يَ ْنت َ ِهبُ َها‬


َ ‫ص‬َ ‫اس إِلَ ْي ِه أ َ ْب‬ َ َ‫ب نُ ْهبَةً ذ‬
ُ َّ‫ات شَرفٍ يَ ْرفَ ُع الن‬ ُ ‫َوالَ َي ْنتَ ِه‬

)‫(رواه البخاري و مسلم‬ ‫َو ُه َو ُمؤْ ِم ٌن‬

2
Ibid, hlm. 154-157.

17
18

Abu Hurairah r.a. berkata : Nabi Saw. bersabda, “Tidak akan berzina

seorang pezina di waktu berzina jika ia sedang beriman. Dan tidak

akan minum khamr, di waktu minum jika ia sedang beriman. Dan tidak

akan mencuri, diwaktu mencuri jika ia sedang beriman.” Di lain

riwayat, “Dan tidak akan merampas rampasan yang berharga

sehingga orang-orang mebelalakkan mata kepadanya, ketika merampas

jika ia sedang beriman (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Penjelasan Hadis

Orang yang beriman akan merasa bahwa segala tingkah lakunya senantiasa

diawasi oleh Allah swt. Tidak ada suatu perbuatan yang ia lakukan luput dari

pengawasan Allah swt. Di samping itu, ia selalu sadar bahwa segala

perbuatan yang dilakukannya harus dipertanggung jawabkan dihadapan-Nya,

dan ia sendiri yang akan menerima akibat dari perbuatannya, baik ataupun

buruk, sekecil apapun perbuatan itu.

Atas dasar kesadaran tersebut, maka orang yang benar-benar beriman

senantiasa berusaha mengerjakan perbuatan yang baik dan menghindari

perbuatan yang dilarang oleh Allah swt. Seorang yang beriman tidak

mungkin dengan sengaja melakukan maksiat kepada Allah, karena ia merasa

malu dan takut menghadapi azab-Nya serta takut tidak mendapatkan ridha-

Nya

Sebaliknya, orang yang tidak beriman kepada Allah swt. akan merasa bahwa

hidupnya di dunia tidak memiliki beban apa-apa. Ia hidup semaunya, dan

yang penting baginya adalah ia merasa senang dan bahagia. Ia tidak

18
19

memikirkan kehidupan setelah mati kelak karena ia tidak mempercayainya.

Dengan demikian, perbuatannya pun tidak terlalu dipusingkan oleh masalah

baik ataupun buruk. Kalaupun ia melakukan suatu perbuatan baik, maka

perbuatannya tersebut bukan karena mengharapkan ridha Allah swt. karena ia

tidak percaya kepada-Nya.

Adapun bagi mereka yang menyatakan dirinya beriman, tetapi sering

melakukan perbuatan dosa/maksiat, mereka merasa dan mengetahui bahwa

perbuatan yang dilakukannya adalah perbuatan dosa, tetapi mereka tidak

berusaha untuk mencegah dirinya dari perbuatan tersebut. Hal itu antara lain

karena kuatnya godaan setan dan besarnya dorongan hawa nafsu untuk

melakukan perbuatan maksiat. Dalam keadaan seperti ini, ia tetap beriman,

hanya saja keimanannya lemah (berkurang). Semakin sering melakukan

perbuatan dosa, semakin lemah pula imannya.

Keimanan seseorang adakalanya bertambah dan adakalanya berkurang ( ُ‫اْل ْي َمان‬


ِ

ُ ُ‫)يَ ْزدَادُ ُويَ ْنق‬. Oleh sebab itu, seyogyanya setiap orang beriman berusaha untuk
‫ص‬

senantiasa memperbaharui keimanan dan ke-Islamannya. Hal ini bisa

dilakukan antara lain dengan selalu mengingat Allah dan mengerjakan

perbuatan baik yang dan diridhai-Nya. Dengan demikian, keimanannya

relatif akan stabil. Selain itu, ia pun harus selalu ingat bahwa sekecil apapun

perbuatan maksiat itu, maka ia akan mendapatkan balasan-Nya. Meskipun di

dunia dapat selamat dari akibat kemaksiatan yang dilakukannya, tapi ia tidak

dapat mengelak dari balasan di akhirat kelak

19
20

BAB III

KESIMPULAN

Iman ialah percaya kepada Allah swt, para malaikat-Nya, pertemuan dengan

Allah, para Rasul-Nya, percaya kepada hari berbangkit dari kubur, dan percaya

kepada qadha dan qadar. Islam ialah menyembah kepada Allah dan tidak

menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat

yang difardhukan, berhaji, dan berpuasa di bulan Ramadhan; dan Ihsan ialah

menyembah kepada Allah seakan-akan kita melihat-Nya, kalau tidak mampu

melihat-Nya, harus diyakini bahwa Allah melihat kita.

Ketiga hal di atas, ditambah mempercayai terjadinya hari kiamat, yang tidak

seorangpun mengetahuinya kecuali Allah swt. merupakan satu kesatuan yang

tidak dapat dipisahkan dalam membentuk jiwa untuk mengabdi kepada Allah

sehingga mendapat keridhaan-Nya

Keimanan seseorang akan terpantul dalam bentuk amal shaleh. Oleh sebab itu,

meningkat atau menurunnya amal shaleh yang diperbuat merupakan indikator

menurun dan berkurangnya iman. Orang yang betul-betul beriman tidak mungkin

secara sengaja mengerjakan maksiat. Dengan demikian, seorang mukmin yang

melakukan perbuatan dosa seperti zina, mencuri, membunuh dan kemaksiatan-

kemaksiatan lainnya, berarti dia sedang tidak beriman atau imannya berada dalam

titik terendah. Oleh karena itu, seyogianya setiap orang yang beriman selalu

memperbaharui keimanannya dengan selalu mengingat Allah dan melakukan

berbagai perintah-Nya.

20
21

Malu dalam arti sebenarnya (menurut pandangan Islam) adalah malu dalam

melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah swt. dan yang dipandang jelek oleh

manusia. Adapun orang yang merasa malu untuk melakukan perbuatan baik atau

malu menegur orang yang melakukan kejelekan tidak termasuk malu dalam

kategori ini, tetapi justru termasuk perbuatan tercela.

21
22

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Al-Bugha, Dieb Musthafa dan Mistu Muhyiddin, 2014, Al-Wafi Syarah Hadis

Arba’in Imam An-Nawawi, jakarta : Qitshi Press.

22

Anda mungkin juga menyukai