Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Akhlak merupakan sesuatu yang melekat dalam diri seseorang, dan ia
merupakan bagian yang sangat penting dalam ajaran agama. Bahkan Rasulullah Saw.
diutus ke dunia ini ialah untuk menyempurnakan akhlak manusia.
Di antara akhlak yang harus dipahami ialah pertama,akhlak dalam kehidupan
rumah. Setiap manusia tinggal di rumah, dan maka dari itu ia harus tahu apa-apa saja
akhlak yang harus di implementasikan dalam rumah. Kedua, akhlak dalam kehidupan
bermasyarakat. Manusia ialaah makluk sosial, mau tidak mau, suka atau tidak suka, ia
harus bersosial untuk bertahan hidup. Maka dari itu hendaknya seseorang mengeti
tentang akhlak baik dalam kehidupan sosial, demi terwujudnya persahabatan yang
baik di masyarakat. Ketiga, akhlak dalam pelestarian lingkungan hidup. Kehidupan
manusia sangat terikat dengan alam. Jika alam mengalami kerusakan, maka
kehidupan manusia juga akan terganggu. Maka dari itu penting manusia memahami
tentang akhlak terhadap lingkungan, karena keduanya saling membutuhkan dan saling
berbagi manfaat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah akhlak dalam kehidupan rumah?
2. Bagaimanakah akhlak dalam kehidupan sosial kemasyarakatan?
3. Bagamanakah akhlak dalam pelestarian lingkungan hidup?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui tentang akhlak-akhlak dalam kehidupan rumah
2. Untuk mengetahuai tentang akhlak dalam kehidupan sosial kemasyarakatan
3. Untuk mengetahui tentang akhlak dalam pelestarian lingkungan hidup.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. AKHLAK DALAM KEHIDUPAN RUMAH

Penulis merangkum pembahasan tentang akhlakdalam kehidupan rumah ini


menjadi dua bagian, yaitu :

1. Cepat tanggap untuk membantu menyelesaikan pekerjaan yang ada di


rumah

َّ ‫ام ِإ َلى ال‬


‫صالَ ِة‬ َ َ‫صالَة ُ ق‬
َّ ‫ت ال‬ َ ‫َكانَ ِفي ِم ْهنَ ِة أَ ْه ِل ِه فَإِذَا َح‬
ِ ‫ض َر‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesibukan membantu
istrinya, dan jika tiba waktu sholat maka beliaupun pergi shalat” (HR Bukhari)

‫س ْو ُل للاِ صلى للا عليه‬ ُ ‫صنَ ُع َر‬ ْ ‫َي ٌء َكانَ َي‬ْ ‫شةَ يَا أ ُ َّم ْال ُمؤْ ِم ِنيْنَ أي ش‬ َ ِ‫عن عروة قال قُ ْلتُ ِلعَائ‬
‫وسلم‬
ُ‫ط ثَ ْو َبهُ َو َي ْرفَ ُع دَ ْل َوه‬
ُ ‫ف َن ْع َلهُ َوي ُِخ ْي‬ُ ‫ص‬ ِ ‫ت َما َي ْف َع ُل أَ َحدُ ُك ْم ِفي ِم ْه َن ِة أ َ ْه ِل ِه َي ْخ‬ ْ َ‫ِإذَا َكانَ ِع ْندَ ِك قَال‬
Urwah berkata kepada Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang
dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika ia bersamamu (di
rumahmu)?”, Aisyah berkata, “Ia melakukan (seperti) apa yang dilakukan oleh
salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya, ia memperbaiki
sendalnya, menjahit bajunya, dan mengangkat air di ember” (HR Ibnu Hibban).
Hal ini merupakan sifat tawaadhu’ (rendah hati) Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan mencontohkannya pada manusia, padahal beliau adalah seorang
pimpinan dan qadhi tertinggi kaum muslimin. Bisa jadi ada suami yang merasa
diri menjadi rendah jika melakukan perbuatan dan pekerjaan rumah tangga
karena ia adalah orang besar dan berkedudukan bahkan bos di tempat kerjanya.
Dari hadis diatas bisa di ambil kesimpulan bahwa dalam kehidupan rumah
hendaknya ringan tangan untuk membantu pekerjaan-pekerjaan yang ada.
2. Adab memasuki kamar

‫ث َم ّٰرت‬ ْ ‫يااَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ِليَ ْستَأ ْ ِذ ْن ُك ُم الَّ ِذيْنَ َملَ َك‬
َ ‫ت ا َ ْي َمانُ ُك ْم َوالَّ ِذيْنَ لَ ْم يَ ْبلُغُوا ْال ُحلُ َم ِم ْن ُك ْم ث َ ٰل‬
‫ث َع ْو ٰرت‬ ُ ‫ص ٰلو ِة ْال ِعش َۤا ِء ث َ ٰل‬ َ ‫الظ ِهي َْر ِة َو ِم ْۢ ْن َب ْع ِد‬
َّ َ‫ضعُ ْونَ ِث َيا َب ُك ْم ِمن‬ َ َ ‫ص ٰلو ِة ْالفَ ْج ِر َو ِحيْنَ ت‬ َ ‫ِم ْن َق ْب ِل‬
ّٰ ‫ع ٰلى َب ْعض َك ٰذ ِل َك يُبَيِ ُن‬
ُ‫ّٰللا‬ ُ ‫علَ ْي ُك ْم بَ ْع‬
َ ‫ض ُك ْم‬ َ َ‫ط َّوافُ ْون‬ َ ‫علَ ْي ِه ْم ُجنَا ْۢ ٌح َب ْعدَ ُه َّن‬ َ ‫علَ ْي ُك ْم َو ََل‬ َ ‫ْس‬َ ‫لَّ ُك ْم لَي‬
‫ع ِل ْي ٌم َح ِك ْي ٌم‬َ ُ‫ّٰللا‬
ّٰ ‫ت َو‬ ِ ‫اَل ٰي‬ٰ ْ ‫لَ ُك ُم‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Hendaklah hamba sahaya (laki-laki
dan perempuan) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig (dewasa)
di antara kamu, meminta izin kepada kamu pada tiga kali (kesempatan) yaitu,
sebelum salat Subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari,
dan setelah salat Isya. (Itulah) tiga aurat (waktu) bagi kamu. Tidak ada dosa

2
bagimu dan tidak (pula) bagi mereka selain dari (tiga waktu) itu; mereka keluar
masuk melayani kamu, sebagian kamu atas sebagian yang lain. Demikianlah
Allah menjelaskan ayat-ayat itu kepadamu. Dan Allah Maha Mengetahui,
Mahabijaksana”

ّٰ ‫طفَا ُل ِم ْن ُك ُم ْال ُحلُ َم فَ ْليَ ْستَأ ْ ِذنُ ْوا َك َما ا ْستَأْذَنَ الَّ ِذيْنَ ِم ْن قَ ْب ِل ِه ْم َك ٰذ ِل َك يُبَيِ ُن‬
ُ‫ّٰللا‬ ْ َ‫َواِذَا بَلَ َغ ْاَل‬
‫ع ِل ْي ٌم َح ِك ْي ٌم‬ ّٰ ‫لَ ُك ْم ٰا ٰيتِه َو‬
َ ُ‫ّٰللا‬
“Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur dewasa, maka hendaklah
mereka (juga) meminta izin, seperti orang-orang yang lebih dewasa meminta izin.
Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepadamu. Allah Maha
Mengetahui, Mahabijaksana.”
Imam Al-Qurthubi berkata : “makna ayat 58 surah an-Nur ialah bahwa
anak-anak diperintahkan untuk meminta izin dalam tiga waktu tersebut dan
diperbolehkan diluar waktu itu. Kemudian dalam ayat selanjutnya, Allah
memerintahkan agar mereka, apabila sudah baligh, mengikuti hukum yang
berlaku bagi orang dewasa, yaitu meminta izin setiap saat. Ini merupakan
keterangan Allah tentang hukum-hukum-Nya dan penjelasan-Nya tentang mana
yang halal dan mana yang haram. Allah mengatakan”
Abu Ishaq al-Fazzari berkata : aku bertanya kepada al-Auza’i, “ pada usia
berapakah seorang anak harus meminta izin?” Al-Auzai menjawab, “empat tahun.
Ia tidak boleh masuk ke kamar wanita kecuali meminta izin terlebih dahulu.”Al-
Zuhri juga berpendapat senada, bahwa seornag laki-laki harus meminta izin
kepada ibunya.
Ini merupakan Akhlak yang sering diabaikan banyak orang. mereka
meremehkan dampak psikologis dan moral yang ditimbulkannya. Mereka kira
anak-anak yang belum baligh tak terpengaruh dengan pemandangan tersebut.
Padahal, psikolog dewasa ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang pernah
dilihat seorang anak pada masa kecilnya akan memengaruhi kehidupannya di
masa mendatang. Bahkan, pengalaman masa lalu itu bisa menimbulkan penyakit
jiwa yang tidak mudah disembuhkan.1

B. AKHLAK DALAM SOSIAL KEMASYARAKATAN

Mengenai pembahasan ini, penulis membagi ke dalam tiga hadis utama, antara lain :

1. Hadis tentang enam hak seorang muslim

ٌّ ‫علَى ْال ُم ْس ِل ِم ِس‬


:‫ قِ ْي َل‬.‫ت‬ َ ‫ َح ُّق ا ْل ُم ْس ِل ِم‬: ‫سو ُل اَهللِ صلى للا عليه وسلم‬
ُ ‫ قال َر‬: ‫ع ْن أَبِي ُه َري َْرة َ قَا َل‬َ
‫س ْو َل‬ ُ ‫َما ُه َّن يَا َر‬

1
Ahmad Fa’iz, Cita Keluarga Islam, (Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta, 2001), hal.260-263.

3
‫س‬ َ ‫ َو ِإذَا َع‬،ُ‫ص ْح لَه‬
َ ‫ط‬ َ ‫ َو ِإذَا ا ْست َ ْن‬،ُ‫اك فَأ َ ِج ْبه‬
َ ‫ص َح َك فَا ْن‬ َ ‫ع‬َ َ‫ َو ِإذَا د‬،‫علَ ْي ِه‬ َ َ‫ ِإذَا لَ ِق ْيتَهُ ف‬:‫للاِ؟ قَا َل‬
َ ‫س ِل ْم‬
َ‫فَ َح ِمد‬
ُ‫ات فَاتْ َب ْعه‬
َ ‫ َوإِذَا َم‬،ُ‫ض َفعُ ْده‬ َ ‫ َوإِذَا َم ِر‬،ُ‫للاَ فَش َِمتْه‬

Dari Abu Hurairah , ia berkata, Rasūlullāh bersabda, “Hak seorang


muslim terhadap sesama muslim itu ada enam: (1) Jika kamu bertemu
dengannya maka ucapkanlah salam, (2) Jika ia mengundangmu maka
penuhilah undangannya, (3) Jika ia meminta nasihat kepadamu maka berilah
ia nasihat, (4) Jika ia bersin dan mengucapkan ‘Alhamdulillah’ maka
do‘akanlah ia dengan mengucapkan ‘Yarhamukallah’, (5) Jika ia sakit maka
jenguklah dan (6) Jika ia meninggal dunia maka iringilah jenazahnya.” (Hadits
ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya).

‫علَ ْي ِه‬ َ َ‫ِإذَا لَ ِق ْيتَهُ ف‬


َ ‫س ِل ْم‬
jika engkau bertemu seorang muslim maka berilah salam
kepadanya.Memberi salam merupakan salah satu di antara amalan yang sangat
mulia. Nabi bersabda,

‫ش ْيء ِإذَا فَ َع ْلت ُ ُموهُ ت َ َحا َب ْبت ُ ْم‬ َ ‫َلَ ت َ ْد ُخلُونَ ْال َجنَّةَ َحتَّى تُؤْ ِمنُوا َو ََل تُؤْ ِمنُوا َحتَّى ت َ َحابُّوا أ َ َو ََل أَد ُلُّ ُك ْم‬
َ ‫ع َلى‬
‫شوا‬ ُ ‫أ َ ْف‬
‫س َال َم بَ ْي َن ُك ْم‬
َّ ‫ال‬
“Kalian tidak akan masuk surga kecuali kalian beriman, dan kalian tidak akan
beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian
tentang suatu perkara jika kalian melakukannya maka kalian akan saling
mencintai? Yaitu sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim no. 54)
Oleh karenanya, di antara afdhalul ‘amal (amalan yang paling mulia)
menurut Nabi yaitu memberi makan kepada fakir miskin, kemudian memberi
salam kepada orang yang kita kenal dan orang yang tidak kita kenal.

Dari Abdullah bin ‘Amr :

‫الم‬
َ ‫س‬ َّ ‫ َوت َ ْق َرأ ُ ال‬،‫ام‬
َ َ‫الطع‬ ْ ُ ‫ ت‬:‫ْالم َخي ٌْر؟ قَا َل‬
َّ ‫ط ِع ُم‬ ُّ َ ‫ى (صلى للا عليه وسلم) أ‬
ِ ‫ى اإلس‬ َّ ِ‫سأ َ َل النَّب‬
َ ‫أ َ َّن َر ُجال‬
،‫ت‬ َ ‫عر ْف‬َ ‫علَى َم ْن‬ َ
ْ ‫َو َم ْن لَ ْم ت َ ْع ِر‬
‫ف‬
Ada seseorang bertanya kepada Nabi “Islam manakah yang terbaik?”. Nabi
berkata, “Memberi makan, dan engkau mengucapkan salam kepada orang
yang engkau kenal dan yang tidak engkau kenal” (HR Al-Bukhari No. 6236)

4
Salam merupakan amalan yang indah karena di dalamnya terdapat doa
keselamatan kepada sesama muslim. Dengan membiasakan menyebarkan
salam, maka akan timbul cinta di antara kaum muslimin. Dengan demikian,
ukhuwah Islamiyah semakin kuat.
Setiap muslim berhak untuk mendapatkan ucapan salam meskipun
muslim tersebut merupakan ahli maksiat, sebagaimana telah disinggung di
depan. Bisa jadi, salam yang kita ucapkan dengan tulus ikhlas kepada muslim
yang bermaksiat dapat membuka hatinya untuk segera berbuat kebaikan dan
meninggalkan maksiat yang ia lakukan.
Bayangkan jika seorang yang shalih di zaman kita ini melewati
seorang muslim yang ahli maksiat, kemudian ia bermuka masam, berpaling,
dan enggan mengucapkan salam. Bisa jadi si pelaku maksiat tersebut akan
semakin jengkel dengan orang-orang shalih dan semakin membuatnya tidak
tertarik untuk bersegera meninggalkan kemaksiatan dan melaksanakan
kebaikan
selanjurnya yaitu, Nabi bersabda,

ُ‫اك فَأ َ ِج ْبه‬


َ ‫ع‬َ َ‫َوإِذَا د‬
“Jika dia mengundangmu maka penuhilah undangannya.”
Sebagian ulama berpendapat bahwa undangan yang disebutkan dalam
hadits ini bersifat umum, mencakup segala undangan, baik undangan makan
maupun undangan ke rumahnya (sebagaimana pendapat sebagian ulama
Syafi’iyah dan ulama Dzohiriyah).
Namun jumhur ulama (mayoritas ulama) mengatakan yang wajib
dipenuhi hanyalah undangan walimah pernikahan. Adapun memenuhi
undangan-undangan yang lain maka hukumnya mustahab dan tidak sampai
kepada hukum wajib.
Rasulullah bersabda,

َ َّ ‫صى‬
‫ّٰللا‬ َ ‫ َو َم ْن ت َ َر َك الدَّع َْوة َ فَقَ ْد‬،‫عى لَ َها األ َ ْغنِيَا ُء َويُتْ َركُ الفُقَ َرا ُء‬
َ ‫ع‬ َ ‫ يُ ْد‬،‫الو ِلي َم ِة‬ َ ‫ط َعا ُم‬ َّ ‫ش َُّر‬
َ ‫الط َع ِام‬
ُ‫سولَه‬
ُ ‫َو َر‬
‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى للا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ
“Seburuk-buruk makanan adalah makanan walimah (acara
pernikahan), yang hanya diundang orang-orang kaya sementara orang-orang
miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak memenuhi undangan walimah
(pernikahan), maka dia telah bermaksiat kepada Allāh dan Rasul-Nya ..” (HR.
Al-Bukhari no. 5.177 dan Muslim no. 1.432)
Hadis di atas menunjukkan bahwa memenuhi undangan walimah
pernikahan hukumnya adalah wajib. Hanya saja, para ulama mengatakan jika

5
ternyata ada udzur atau ada kemungkaran dalam walimah tersebut, maka
seorang muslim tidak diwajibkan untuk hadir.
Kemungkaran yang dimaksud misalnya dalam walimah tersebut ada
ikhtilath (campur-baur antara laki-laki dengan wanita), sementara kita tahu,
kebiasaan para wanita di tempat kita jika menghadiri acara walimah, mereka
berhias dengan seindah-indahnya dan bersolek dengan secantik-cantiknya.
Belum lagi banyak di antara para wanita tersebut yang tidak memakai jilbab,
terbuka auratnya, dan lain-lain. Maka dalam kondisi seperti ini, seseorang
tidak lagi wajib untuk menghadiri undangan walimah.
Jika kita tahu acara walimah akan seperti itu, maka kita bisa memilih
untuk datang sebelum atau setelah acara walimah guna menyenangkan hati
saudara kita yang mengundang.
Contoh kemungkaran lain yang sering muncul dalam acara walimah
misalnya pertunjukan dangdut atau sejenisnya. Di acara walimah, penyanyi
dangdut yang diundang seringkali berjoget-joget sampai menampakkan aurat
dan keindahan lekuk tubuhnya.Maka, model walimah seperti ini juga tidak
wajib dihadiri.
Model walimah lain yang tidak wajib dihadiri adalah walimah yang
hanya mengundang orang-orang kaya saja, tidak mengundang orang-orang
miskin dan para tetangga di sekitarnya.Model walimah seperti ini termasuk
syarruth tho’am (makanan yang terburuk) artinya makanan tersebut tidak ada
berkahnya sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah , sehingga kita tidak wajib
menghadirinya.
Sebagian para ulama juga menyebutkan bahwa tidak wajib bagi kita
untuk menghadiri walimah yang apabila untuk sampai ke acara walimah
tersebut diperlukan safar. Meskipun demikian, yang perlu diingat adalah, jika
yang mengundang acara walimah tersebut adalah kerabat dekat kita, seperti
kakak, adik, paman, sepupu, dan semisalnya, maka sebaiknya kita berusaha
menghadirinya. Meskipun dari sisi walimahnya kita tidak wajib hadir, tetapi
dari sisi kekeluargaan hal itu dapat menghindarkan kita dari perselisihan
keluarga yang dapat berakibat terputusnya silaturahim. Oleh karenanya, kita
melihat acara walimah dari sisi walimahnya dan juga dari sisi kerabat. Kalau
kerabat maka kita berusaha menghadiri meskipun harus bersafar.
Selanjutnya Para ulama menyebutkan bahwa hukum menasihati
seorang muslim apabila tanpa diminta adalah sunah. Tetapi jika seorang
muslim datang meminta nasihat kepada kita, maka wajib hukumnya bagi kita
untuk menasihatiya. Karenanya Nabi bersabda,

َ ‫َو ِإذَا ا ْست َ ْن‬


َ ‫ص َحك فَا ْن‬
‫ص ْحه‬
“Jika dia minta nasihat kepadamu, maka nashihatilah dia.”

6
Terkadang seorang muslim yang sedang ditimpa suatu permasalahan
datang kepada kita untuk minta nasihat. Maka kalau kita mampu untuk
menasihati, hendaknya kita nasihati. Jangan kita pelit dengan nasihat! Kalau
kita mampu menasihati dan mampu memberikan pengarahan, berikan arahan
berdasarkan pengalaman kita, juga berdasarkan dalil-dalil yang sesuai.

An-Nawawi rahimahullah berkata : “Dan jika ia meminta nasihat


kepadamu maka wajib atasmu untuk menasihatinya dan janganlah engkau
berbasa-basi, jangan engkau menipu/memperdayai nya, dan janganlah engkau
menahan penjelasan nasihat” (Al-Minhaaj Syarah Shahih Muslim 14/143)

Selanjutnya Nabi bersabda,

َ ‫َو ِإذا َ َم ِر‬


ُ‫ض فَعُ ْده‬
“Jika dia sakit maka jenguklah dia.”
Ini adalah sunnah yang harus kita kerjakan dan hukumnya adalah
fardhu kifayah. Artinya, jika salah seorang muslim sakit, tidak semua muslim
lainnya harus menjenguk. Akan tetapi jika sebagian muslim sudah
menjenguknya, itu sudah mencukupi.
Menjenguk orang sakit memiliki keutamaan yang sangat besar. Nabi
bersabda,

‫ضا لَ ْم َيزَ ْل ِفي ُخ ْرفَ ِة ْال َجنَّ ِة َحتَّى َي ْر ِج َع‬ َ ‫َم ْن‬
ً ‫عادَ َم ِر ْي‬
“Barangsiapa yang menjenguk orang sakit, maka ia senantiasa berada di jalan
menuju surga (atau sedang memetik buah surga) hingga ia kembali.” (HR.
Muslim no. 2.568)
Menjenguk saudara yang sakit tidak dibatasi hanya sekali saja. Bahkan
jika saudara kita sakitnya lama, kita disunahkan untuk mengunjunginya
berulang-ulang. Selama mengunjunginya kita dapat bercengkerama dengan
saudara kita yang sakit tersebut, menghiburnya, menghilangkan
kesedihannya, menghilangkan kebosanannya, membawakan oleh-oleh, dan
yang paling penting kita mendoakannya agar sakit yang diderita
menggugurkan dosa-dosanya dan juga mendoakan agar ia segera diberi
kesembuhan.
Meskipun orang yang sakit itu dalam keadaan tidak sadar, misalnya
pingsan atau koma, kita tetap disunahkan untuk mengunjunginya. Jika tidak
bisa menghiburnya, paling tidak kita bisa mendo’akannya meskipun dia tidak
tahu. Allāh tahu kita sudah mengunjunginya. Atau paling tidak setelah dia
siuman/tersadar, jika ada yang bercerita kepadanya bahwa saudaranya
mengunjunginya, maka hal itu dapat menyenangkan hatinya. Hal itu dapat
menunjukkan bahwa saudara-saudara seimannya tetap memperhatikannya

7
sehingga dia tetap bersemangat dan tidak berburuk sangka. Demikian pula
keluarganya, tentu akan terhibur jika kita menjenguknya.
Ketika menjenguk saudara yang sedang sakit, kita harus
memperhatikan keadaannya. Jika dia tampak lelah dan membutuhkan banyak
istirahat serta tidak ingin banyak mengobrol, hendaknya kita mempercepat
kunjungan. Hendaknya kita mendoakannya lalu segera pergi untuk
memberikan kesempatan kepadanya beristirahat.
Selanjutnya Nabi bersabda,

ُ‫ت فاتْ َب ْعه‬


َ َ ‫َو ِإذا َ ما‬
“Jika dia meninggal, maka ikutilah jenazahnya.”
Seorang muslim yang telah meninggal tetap dimuliakan oleh Allāh
Subhānahu wa Ta’āla, sampai-sampai orang yang menyolatkannya akan
mendapatkan pahala satu qirath dan orang yang mengikuti jenazahnya sampai
mengkafankannya dan menguburkannya akan mendapatkan 2 qirath, yaitu
masing-masing qirath-nya besarnya seperti gunung Uhud.
Nabi bersabda,

‫ان ِقي َل َو َما‬


ِ ‫ط‬َ ‫يرا‬
َ ‫ش ِهدَ َحت َّى ت ُ ْدفَنَ َكانَ لَهُ ِق‬ ٌ ‫يرا‬
َ ‫ط َو َم ْن‬ َ ‫ي فَلَهُ ِق‬ َ ُ‫ش ِهدَ ْال َجنَازَ ة َ َحتَّى ي‬
َ ‫ص ِل‬ َ ‫َم ْن‬
‫ان‬ِ ‫ط‬َ ‫يرا‬ َ ‫ْال ِق‬
‫قَا َل ِمثْ ُل ْال َجبَ َلي ِْن ْالعَ ِظي َمي ِْن‬
“Barangsiapa yang menghadiri janazah hingga menyolatkannya maka baginya
pahala seukuran qiroth, dan barangsiapa yang menghadirinya hingga
dikuburkan maka baginya pahala dua qiroth.” Ditanyakan kepada Nabi , “Apa
itu dua qiroth?” Nabi berkata, “Seperti dua gunung yang besar.” (HR. Al-
Bukhari no. 1.325)
Hadits ini juga menunjukkan keagungan syari’at Islam, di mana Islam
memerintahkan seorang muslim untuk menghormati dan mencintai saudaranya
meskipun saudaranya telah meninggal dunia.2

2. Hadis tentang memperhatikan kesulitan orang lain

ُ ‫ش ْيبَةَ َو ُم َح َّم ُد ْبنُ ا ْلعَ ََل ِء ا ْل َه ْمدَانِ ُّي َواللَّ ْف‬


‫ظ ِليَحْ يَى قَا َل يَحْ يَى‬ َ ‫يم ُّي َوأَبُو بَك ِْر ْبنُ أَبِي‬ ِ ‫َح َّدثَنَا يَحْ يَى ْبنُ يَحْ يَى الت َّ ِم‬
‫أ َ ْخبَ َرنَا‬
‫صلَّى‬
َ ِ‫َّللا‬
َّ ‫سو ُل‬ُ ‫ َقا َل َر‬:‫صا ِلح ع َْن أ َ ِبي ُه َري َْرةَ َقا َل‬ َ ‫ان َح َّدثَنَا أَبُو ُم َعا ِو َي َة ع َْن ْاْل َ ْع َم ِش ع َْن أ َ ِبي‬ِ ‫و َقا َل ْاْل َخ َر‬
ُ‫َّللا‬
َّ

2
Firanda Andirja, https://firanda.com/1749-penjelasan-hadits-adab-akhlaq-bulughul-maram-3-enam-hak-
sesama-muslim.html, diakses pada 20 juli 2019 pukul 10.00.

8
‫س َر‬ ِ ‫ع ْنهُ ك ُْربَةً ِم ْن ك َُر‬
َّ َ‫ب يَ ْو ِم ا ْل ِقيَا َم ِة َو َم ْن ي‬ َ ُ‫َّللا‬
َّ ‫س‬ ِ ‫س ع َْن ُم ْؤ ِمن ك ُْربَةً ِم ْن ك َُر‬
َ َّ‫ب ال ُّد ْنيَا نَف‬ َ َّ‫سلَّ َم َم ْن نَف‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ

َّ ‫َّللاُ فِي ال ُّد ْنيَا َو ْاْل ِخ َر ِة َو‬


‫َّللاُ فِي ع َْو ِن‬ َّ ُ‫ست َ َره‬
َ ‫س ِل ًما‬ َ ‫علَ ْي ِه فِي ال ُّد ْنيَا َو ْاْل ِخ َر ِة َو َم ْن‬
ْ ‫ست َ َر ُم‬ َ ُ‫َّللا‬ َّ َ‫علَى ُم ْعسِر ي‬
َّ ‫س َر‬ َ
‫ا ْلعَ ْب ِد‬

. . . .‫َما كَانَ ا ْلعَ ْب ُد فِي ع َْو ِن أ َ ِخي ِه‬

“Dari Abu Hurairah r.a katanya: Bersabda Rasulullah SAW: Barang siapa
yang menolong orang mu’min dari kesusahan dunia, niscaya Tuhan akan
menolongnya dari kesusahan-kesusahan hari kiamat, dan barang siapa yang
menyokong orang mu’min, Tuhan akan menyokongnya pula di dunia dan
akhirat, dan barang siapa yang menutupi cela orang Islam, Tuhan akan
menutupi pula celanya di dunia dan akhirat, dan Allah senantiasa menolong
hambanya selama hamba itu suka menolong saudaranya...(H.R. Shahih
Muslim)
Syarah Hadits
Ini adalah hadits yang agung, merupakan kumpulan dari bermacam-
macam ilmu, kaidah dan adab-adab yang berkaitan dengan keutamaan
mencukupi kebutuhan kaum muslimin dan memberikan kemanfaatan bagi
mereka dengan apa yang dapat memudahkan untuk mendapatkan ilmu, harta,
pertolongan atau menunjukkan sesuatu yang mengandung kemaslahatan,
nasehat dan lain-lain.
1. Barang siapa yang menolong orang mu’min dari kesusahan dunia,
miscaya Tuhan akan menolongnya dari kesusahan-kesusahan hari
kiamat
Makna dari melepaskan kesusahan adalah menghilangkan
kesusahan. Ibnu Rajab berkata bahwa meringankan kesusahan seseorang
dapat diwujudkan dengan menghilangkan segala hal yang membuatnya
sedih. Hal ini dapat dilakukan dengan banyak cara, karena ia mencakup
segala sesuatu yang melepaskan seseorang dari kesulitan hidup.
Dalam hadits ini tidak disebutkan balasan dari suatu kebaikan di
dunia adalah sebuah kebaikan pula di akhirat. Tetapi kesusahan akhirat
mencakup berbagai keadaan-keadaaan sulit dan ketakutan yang amat
dahsyat. Menurut Imam An-Nawawi, hadits ini juga menjanjikan orang
yang meringankan kesusahan saudaranya, bahwa ia diwafatkan dalam
keadaan islam. Ini merupakan janji pahala di akhirat, dan kaum mukminin
harus percaya sepenuh hati dengan janji tersebut.

2. Barang siapa yang menyokong orang mu’min, Tuhan akan


menyokongnya pula di dunia dan akhirat.
Menyokong yang dimaksud di sini yakni memberikan kemudahan
kepada orang lain. Menurut Ibnu Rajab, kemudahan yang diberikan

9
kepada orang yang berhutang, dapat diwujudkan dengan salah satu (dari 2)
cara, yakni
a. Mungkin memberinya tenggang waktu dan hal ini adalah sesuatu yang
wajib
b. Atau mungkin pula memutihkan utang tersebut atau dengan
memberikan sesuatu yang meringankan ia dari beban utangnya.
Dalam al-Qur’an telah disebutkan firman Allah Ta’ala :

َ‫ ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم تَ ْعلَ ُم ْون‬, ‫صدَّقُ ْوا َخي ٌْر لَ ُك ْم‬ ُ ‫َو ِإ ْن َكانَ ذُ ْو‬
َ ‫عس َْرة َفن َِظ َرة ٌ ِإلَى َم ْي‬
َ َ ‫ َوا َ ْن ت‬, ‫س َرة‬
“Dan jika orang yang berhutang itu dalam kesukaran, maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan sebagian
atau semua utang itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”(Q.S.
Albaqarah: 280)
Jadi, pemberian tenggang waktu terhadap seorang yang berhutang
(atau membebaskan ia dari utangnya) merupakan sebab utama tercapainya
janji Allah Ta’ala, yaitu kemudahan urusan di dunia dan di akhirat.

3. Barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup
aibnya di dunia dan akhirat.
Sabda Nabi Muhammad SAW “Barangsiapa yang menutupi aib
seorang muslim” maksudnya menutupi aib orang yang baik, bukan orang-
orang yang telah dikenal suka berbuat kerusakan. Hal ini berlaku dalam
kaitannya dengan dosa yang telah terjadi dan telah berlalu.
Namun apabila kita melihat suatu kemaksiatan dan sesorang
sedang mengerjakannya maka wajib bersegera untuk mencegahnya dan
menahannya. Jika dia tidak mampu, boleh baginya melaporkannya kepada
penguasa jika tidak dikhawatirkan muncul mafsadah (yang lebih besar).
Terhadap orang yang telah terang-terangan melakukan maksiat
tidaklah perlu ditutup-tutupi karena menutup-nutupinya menyebabkan ia
melakukan kerusakan dan bebas menganggu serta melanggar hal-hal yang
ham dan akhirnya dapat menarik orang lain untuk melakukan sebagaimana
yang ia lakukan. Bahkan hendaknya ia melaporkannya kepada penguasa
jika tidak dikhawatirkan timbulnya mafsadah.
4. Allah senantiasa menolong hambanya selama hamba itu suka menolong
saudaranya
Sabda Nabi Muhammad SAW:

َ ‫َوللاُ فِى َع ْو ِن ْال َع ْب ِد َما َكانَ ْال َع ْبد ُ فِى‬


‫ع ْو ِن ا َ ِخ ْي ِه‬

10
“Dan Allah selalu menolong hamba-Nya selagi hamba-Nya mau
menolong saudaranya”
Hadits ini sangat global untuk ditafsirkan hanya saja di antara
pengertiannya adalah apabila seorang hamba bertekad untuk menolong
saudaranta maka sudah selayaknya untuk tidak bakhil dalam memberikan
bantuan berupa perkataan ataupun membela dalam kebenaran disertai
keimanan bahwa Allah akan menolongnya.
Hadits pada point ini menunjukkan bahwa Allah ta’ala membantu
siapa saja yang menolong saudaranya; baik dalam menyelesaikan hajat-
hajat mereka ataupun hajatnya sendiri. Mereka mendapatkan pertolongan
Allah yang tidak mereka dapatkan kecuali dengan menolong saudaranya
tersebut. Meskipun Allah merupakan penolong hakiki bagi seorang hamba
pada setiap urusannya; tetapi jika dia (sesama muslim) menolong
saudaranya, maka niscaya perbuatannya itu menjadi sebab bertambahnya
pertolongan Allah kepadanya.3
3. Menghormati yang lebih tua

َ ِ‫يرنَا َوي َُوقِ ْر َكب‬


‫يرنَا‬ َ ‫ْس ِمنَّا َم ْن لَ ْم يَ ْر َح ْم‬
َ ‫ص ِغ‬ َ ‫لَي‬
“Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih
muda, atau tidak menghormati yang lebih tua.” [HR. at-Tirmidzi no. 1842 dari
shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu]
Terhadap yang lebih tua maka hendaklah kita menghormati dan
memuliakannya, karena mereka memiliki keutamaan. Adapun terhadap yang lebih
muda maka hendaklah kita menyayangi dan lemah lembut kepadanya, karena
pada diri yang lebih muda akal dan ilmunya masih kurang. Mereka perlu
dibimbing dan dipenuhi kebutuhannya serta tidak menghukumnya apabila tidak
sengaja melakukan kesalahan. Demikianlah Islam mengajarkan akhlak mulia,
saling menghormati dan menyayangi antar sesama muslim yang membuahkan
rasa persaudaraan dan persatuan di antara kaum muslimin. Diantara adab-adab
terhadap orang tua yaitu yang muda hendaknya lebih dahulu mengucapkan salam
kepada yang lebih tua dan masih banyak lagi. Lalu diantara contoh menyayangi
yang lebih muda ialah mengusap kepalanya, memberikan buah dll.

Makna ucapan beliau “bukan golongan kami” adalah bukanlah merupakan


petunjuk kami atau ajaran kami. Bukanlah makna “bukan golongan kami” berarti
dia adalah kafir.4

C. AKHLAK TERHADAP PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP

3
Rachmat Syafe’i, Al-Hadis : akidah, akhlak, sosial dan hukum, (Bandung : CV Pustaka Setia,2000), hal,251-259.
4
A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2010), hal, 187.

11
Akhlak yang baik merupakan akhlak yang di dalamnya tercakup relasi
manusia dengan Tuhan, relasi sesama manusia, dan tak lupa relasi manusia dengan
lingkungan hidup. Manusia dengan lingkungan sesungguhnya memiliki relasi yang
sangat erat. Bagaimana tidak, manusia sangat bergantung kepada alam, kerusakan
alam adalah ancaman bagi eksistensi manusia. berbeda dengan manusia, alam tidak
memiliki ketergantungan langsung dengan manusia meskipun rusak tidaknya alam
banyak dipengaruhi oleh aktivitas manusia.
Banyak sekali aktivitas manusia yang secara sengaja maupun tidak, secara
langsung ataupun tidak yang merusak alam. Aktivitas produksi dan perilaku
konsumtif manusia melahirkan sikap dan perilaku eksploitatif, yang mana manusia
akhirnya menghalalkan segala cara untuk diekspoitasi, entah itu eksploitasi sumber
daya alam maupun sumber daya manusia.
Islam sendiri mempunyai konsep yang jelas tentang pentingnya konservasi,
penyelamatan, penghijauan, dan pelestarian lingkungan. Islam menjadikan Nabi
Muhammad sebagai teladan dan petunjuk yang sempurna dalam penerapan akhlak,
etika dan moral yang baik terhadap siapapun, khususnya terhadap lingkungan hidup.
Mengapa? Karena memang tujuan diutusnya nabi ke bumi ini adalah untuk
menyempurnakan akhlak, baik akhlak terhadap sesama maupun akhlak terhadap
lingkungan hidup. dalam satu riwayat dijelaskan: “Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR. Bukhari). Dalam hadits dari Anas
menyatakan: “Nabi Muhammad adalah manusia dengan akhlak terbaik”. Sementara
Aisyah menyebutkan bahwa akhlak Nabi Muhammad adalah Al-Qur’an. Oleh karena
itu, Islam melalui Nabi Muhammad mengatur segala interaksi penganutnya dengan
asas akhlak dan kasih sayang. Nabi Muhammad menghidupkan kasih sayang dan
akhlak sebagai rukun kehidupan serta membumikannya sebagai tujuan beragama. Hal
itu juga termasuk interaksi antara manusia dengan lingkungannya, dimana Nabi
Muhammad selalu mencontohkan kepada umatnya untuk menghargai, mencintai, dan
selalu merawat alam.
Nabi Muhammad juga memberikan pengertian bahwa manusia tidak boleh
kikir untuk membiayai lingkungan secara wajar untuk menjaga kebersihan agar
kesehatan diri dan keluarga/ masyarakat terpelihara, seperti dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Thabrani dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda: “Jagalah
kebersihan dengan segala usaha yang mampu kamu lakukan. Sesungguhnya Allah
menegakkan Islam di atas prinsip kebersihan. dan tidak akan masuk surga kecuali
orang-orang yang bersih” (HR. Thabrani).
Nabi Muhammad juga mengajarkan kita untuk mengusahakan penghijauan di
sekitar tempat tinggal dengan menanam pepohonan yang bermanfaat untuk
kepentingan ekonomi dan kesehatan, disamping juga dapat memelihara peredaran
udara yang kita hirup agar selalu bersih, bebas dari pencemaran. Dalam sebuah hadits
disebutkan: “Tiga hal yang menjernihkan pandangan yaitu, menyaksikan pandangan
pada yang hijau lagi asri, pada air yang mengalir, serta pada wajah yang rupawan.”
(HR. Ahmad)

12
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Anas dijelaskan bahwa: “Rasulullah
ketika berwudlu dengan (takaran air sebanyak) satu mud dan mandi (dengan takaran
air sebanyak) satu shā’ sampai 5 mud.” (HR. Muttafaq alaih). Satu mud sama dengan
1sepertiga liter menurut orang Hijaz dan 2 liter menurut orang Irak. Padahal hasil
penelitian yang dilakukan oleh Syahputra (2003) membuktikan bahwa rata-rata orang
berwudlu menghabiskan sebanyak 5 liter. Hal ini membuktikan bahwa manusia
sekarang cenderung mengeksploitasi sumber daya air secara berlebihan, atau kata
lain, setiap manusia menghambur-hamburkan air sebanyak 3 sampai 3 duapertiga liter
setiap orangnya setiap kali berwudlu.
Disini penulis akan merangkum tiga hal tentang akhlak dalam pelestarian
hidup, berdasar dalil-dalil, antara lain :
1. Penanaman Pohon Merupakan Langkah Terpuji

ُ ‫سلَّ َم َما ِم ْن ُم ْس ِلم َي ْغ ِر‬


‫س‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّٰللا‬ َّ ‫سو ُل‬
َ ِ‫ّٰللا‬ ُ ‫ع ْنهُ قَا َل قَا َل َر‬ َّ ‫ي‬
َ ُ‫ّٰللا‬ َ ‫ض‬ِ ‫ع ْن أ َن َِس ب ِْن َما ِلك َر‬ َ
‫سا أ َ ْو‬
ً ‫غ َْر‬
ٌ‫صدَقَة‬ َ ‫ان أ َ ْو َب ِهي َمةٌ ِإ ََّل َكانَ لَهُ بِ ِه‬
ٌ ‫س‬ َ ُ‫عا فَيَأ ْ ُك ُل ِم ْنه‬
َ ‫طي ٌْر أ َ ْو ِإ ْن‬ ً ‫ع زَ ْر‬ ُ ‫يَ ْز َر‬
Dari Anas bin Malik ra. Dia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Tidaklah
seorang Muslim pun yang menanam atau bercocok tanam, lalu tanamannya itu
dimakan oleh burung, atau orang, atau binatang, melainkan hal itu menjadi
shadaqah baginya”. (HR. Bukhari)
Hadis di atas mengandung anjuran agar semua manusia, khususnya umat
Islam menanam tanaman yang berguna, baik bagi manusia maupun binatang.
Apabila tanaman tersebut telah berbuah dan dimakan oleh manusia atau pun
binatang, maka dia akan mendapat pahala sedekah dari setiap buah yang dimakan,
sekalipun buah tersebut dicuri.
Hal itu menggambarkan betapa Islam sangat menghargai usaha manusia
untuk memakmurkan dan memanfaatkan tanah. Karena tanaman yang ditanam
pasti akan bermanfaat bagi manusia maupun bagi makhluk-makhluk Allah
lainnya. Maka setiap orang hendaknya tidak boleh egois, yakni menanam tanaman
dinikmati sendiri. Jika cara berfikirnya seperti itu, orang yang sudah tua
dipastikan tidak akan mau menanam tanaman karena ia merasa tidak akan
mungkin memakan buahnya. Seyognyanya ia berfikir bahwa manfaat dari sebuah
tanaman tidak hanya buahnya, tetapi pahala yang akan diterimanya apabila buah
dari tanaman tersebut diamkan oleh manusia atau binatang.
Perbuatan seperti ini akan membawa kemaslahatan, baik untuk dirinya,
orang lain dan binatang apalagi jika tanaman tersebut merupakan tanaman yang
buahnya sangat disukai oleh manusia dan binatang.
Hadis diatas juga mengandung anjuran untuk berbuat baik kepada semua
makhluk Allah SWT. Dengan menanam pohon, berati ia telah memberikan tempat

13
keapda binatang untuk hinggap atau temapt bertengger dan mendapatkan sumber
makanan ketika pohon tersebut berbuah.5

2. Larangan Menelantarkan Tanah

ٌ ‫َت لَهُ أ َ ْر‬


‫ض‬ ْ ‫سلَّ َم َم ْن َكان‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّٰللا‬ ُ ‫ّٰللاُ َع ْنهُ قَا َل قَا َل َر‬
َّ ‫سو ُل‬
َ ِ‫ّٰللا‬ َّ ‫ي‬ ِ ‫ع ْن أ َ ِبي ُه َري َْرة َ َر‬
َ ‫ض‬ َ
ْ ‫فَ ْليَ ْز َر ْع َها أ َ ْو ِليَ ْمن َْح َها أَخَاهُ فَإ ِ ْن أَبَى فَ ْلي ُْمس‬
َ ‫ِك أ َ ْر‬
ُ ‫ضه‬
Dari Abu Hurarah ra. Dia berkata: “Rasulullah saw bersabda ‘siapa yang
memiliki tanah hendaklah dia menanaminya, atau hendaklah dia serahkan kepada
saudaranya untuk ditanami, jika tidak mau, maka hendaklah dia tahan
(kepemilikan) tanah itu (disewakan kepada orang lain untuk ditanami)" (HR.
Bukhari).

Islam sangat menghargai tanah yang merupakan karunia Allah, jika orang
yang memiliki tanah luas namun tidak sanggup mengurusi atau memanfaatkan
tanahnya dengan tanaman yang bermanfaat, ia harus menyerahkan tanah, baik
dengan cara menyewakannya atau menghibahkannya kepada orang lain yang
memiliki waktu luang untuk mengolah tanah tersebut.

Dengan demikian, tanah tersebut tidak terlantar dan dapat bermanfaat bagi
kepentingan manusia. Selain itu, agar terhindar dari tabdir (pemborosan).

Seseorang yang diberi karunia oleh Allah, berupa tanah misalnya, harus
berusaha untuk memanfaatkannya, agar dapat menghasilkan sesuatu untuk bekal
ibadah kepada-Nya. Jika tidak , ia dapat dikategorikan sebagai orang yang kufur
nikmat. Selain kufur nikmat, secara tidak langsung ia pun telah berbuat aniaya
terhadap saudaranya yang miskin. Padahal ia mampu menolong saudaranya
dengan memberinya pekerjaan, yakni menggarap tanahnya. Hai ini menunjukkan
bahwa Islam sangat memperhatikan lingkungan dan kemaslahatan bagi umatnya. 6

3. Larangan berbuat kerusakan di Bumi

‫ض الَّذِي َع ِملُوا َل َعلَّ ُه ْم‬ ِ َّ‫ت أَ ْيدِي الن‬


َ ‫اس ِليُذِيقَ ُه ْم َب ْع‬ َ ‫سادُ ِفي ْال َب ِر َو ْال َب ْح ِر ِب َما َك‬
ْ ‫س َب‬ َ َ‫ظ َه َر ْالف‬
َ
َ‫َي ْر ِجعُون‬
“Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena
perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar)” (QS Ar Ruum:41).

5
Rachmat Syafe’i, Al-Hadis : akidah, akhlak, sosial dan hukum, (Bandung : CV Pustaka Setia,2000), hal,268-270.
6
Ibid, Hal. 263-266.

14
‫ أََل ِإنَّ ُه ْم ُه ُم ْال ُم ْف ِسدُونَ َو َل ِك ْن‬، َ‫ص ِل ُحون‬
ْ ‫ض قَالُوا ِإنَّ َما ن َْح ُن ُم‬ ْ ‫{ َو ِإذَا ِقي َل َل ُه ْم َل ت ُ ْف ِسدُوا فِي‬
ِ ‫األر‬
َ‫َل َي ْشعُ ُرون‬
“Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi,” mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang
yang mengadakan perbaikan”. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-
orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar” (QS al-Baqarah:11-
12).

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata, “Melakukan maksiat di muka


bumi (dinamakan) “berbuat kerusakan” karena perbuatan tersebut menyebabkan
rusaknya apa yang ada di muka bumi, seperti biji-bijian, buah-buahan,
pepohonan dan tumbuh-tumbuhan, karena terkena penyakit yang disebabkan
perbuatan maksiat. Demikian juga karena melakukan perbaikan di muka bumi
adalah dengan memakmurkan bumi dengan ketaatan dan keimanan kepada Allah,
yang untuk tujuan inilah Allah menciptakan manusia dan menempatkan mereka
di bumi, serta melimpahkan rezeki kepada mereka, agar mereka menjadikan
(nikmat tersebut) sebagai penolong mereka untuk melaksanakan ketaatan dan
ibadah kepada Allah, maka jika mereka melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan ketaatan kepada Allah (maksiat) berarti mereka telah mengusahakan
(sesuatu yang menyebabkan) kerusakan dan kehancuran di muka bumi”

15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam kehidupan rumah hendaknya harus ringan tangan untuk membantu
pekerjaan-pekerjaan tumah yang ada dan hendaknya ketika masuk kamar ornag lain
meminta izin terlebih dahulu.
Dalam kehidupan sosial kemasyarkatan, begitu banyak hal yang harus
diperhatikan, misalnya seperti menghormati yang lebih tua, tegur sapa dengan ucapan
salam, berbahasa dengan baik, kita juga harus ber simpati dan empati dengan orang
lain yang sedang susah dan hendaknya kita cepat tanggap jiak ada permasalahan-
permasalahan di masyarakat.
Islam sangat memperhatikan tentang lingkungan, terbukti dengan larangan
menelantarkan tanah, anjuran untuk menanam pohon dan larangan tenatang berbuat
kerusakan di bumi.
B. SARAN
Kepada para pembaca, bahwasanya menjadi pribadi yang rajin beribadah saja
tidak cukup. Ada aspek yang sangat luar biasa selain ibadah, yaitu akhlak. sebab
akhlak seorang yang rajin beribadah bisa celaka di karenakan lisannya sering
menyakiti orang lain. Dan sebab akhlak pula, seorang pelacur bisa masuk surga
dikarenakan rasa ikhlasnya menolong memberi minum anjing yang kehausan. Maka
jadilah pribadi yang seimbang, pribadi yang bagus ibadahnya dan indah akhlaknya.

16
DAFTAR PUSTAKA

A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, Bandung : CV Pustaka Setia, 2010.


Ahmad Fa’iz, Cita Keluarga Islam, Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta, 2001.
Firanda Andirja, https://firanda.com/1749-penjelasan-hadits-adab-akhlaq-bulughul-maram-3-enam-
hak-sesama-muslim.html, diakses pada 20 juli 2019 pukul 10.00.
Rachmat Syafe’i, Al-Hadis : akidah, akhlak, sosial dan hukum, Bandung : CV Pustaka Setia,2000.

17

Anda mungkin juga menyukai