Anda di halaman 1dari 24

KEPERAWATAN PENYAKIT GLOBAL

KEBIJAKAN, TATA KELOLA DAN KONSENSUS


PENATALAKSANAAN PENYAKIT MALARIA

MAKALAH

Oleh
Kelompok 7

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017
PENYAKIT GLOBAL
KEBIJAKAN, TATA KELOLA DAN KONSENSUS
PENATALAKSANAAN PENYAKIT MALARIA

Diajukan guna memenuhi tugas makalah mata kuliah Keperawatan Penyakit Global
dengan dosen pengampu Ns. Murtaqib, M.Kep.

MAKALAH

Oleh:
Janna Ni’ma Istighfara 132310101051
Nuzula Eka Wardhani 152310101062
Doni Purwansyah 152310101073
Dwi Ayu Sita Rasmi 152310101155
Andini Zahrotul Fauziah 152310101163

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kebijakan, Tata
Kelola, dan Konsensus Penatalaksanaan Penyakit Malaria”. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Penyakit Global. Dalam penulisan makalah ini
kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ns. Murtaqib, M.Kep. selaku dosen pemateri;
2. Ns. Siswoyo, M.Kep. selaku dosen penanggung jawab mata kuliah
Keperawatan Maternitas; dan
3. teman-teman mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember
kelas F yang telah membantu.
Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari pembaca demi
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
menambah pengetahuan pembaca.

Jember, April 2017

Penulis
Kelompok 7
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
PRAKATA ...................................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................
1.2 Tujuan .....................................................................................................
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ....................................................................................................
2.2 Penyebab .................................................................................................
2.3 Karakteristik ............................................................................................
2.4 Beban Penyakit dan Pengukurannya .......................................................
2.5 Kebijakan Penanganan, Tatalaksana, Pencegahan,
dan Pengendalian ....................................................................................
2.6 Masalah Etik dalam Penanganan ............................................................
BAB 3. PENUTUP
4.1 Simpulan ................................................................................................
4.2 Saran .......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasite
yang merupakan golongan plasmodium yang hidup dan berkembang baik dalam
sel darah merah manusia. Malaria merupakan salah satu penyakit yang tersebar di
beberapa wilayah di dunia. Umumnya tempat-tempat yang rawan malaria terdapat
pada Negara-negara berkembang dimana tidak memiliki tempat penampungan
atau pembuangan air yang cukup, sehingga menyebabkan air menggenang dan
dapat dijadikan sebagai tempat ideal nyamuk untuk bertelur. Malaria disebabkan
oleh parasit dari genus plasmodium. Ada empat jenis plasmodium yang dapat
menyebabkan malaria, yaitu plasmodium falciparum dengan masa inkubasi 7-14
hari, plasmodium vivax dengan masa inkubasi 8-14 hari, plasmodium oval dengan
masa inkubasi 8-14 hari, dan plasmodium malaria dengan masa inkubasi 7-30
hari.
Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2003 malaria adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh beberapa parasit plasmodium yang hidup dan
berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan penyakit ini secara alami
ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Penyakit malaria adalah
salah satu penyakit yang menular, penyakit parasit yang hidap dalam sel darah
manusia yang ditularkan melelui nyamuk malaria dari penderita malaria kepada
orang lain, penyakit malaria dapat menyerang kelompok umur dan semua jenis
kelamin. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh plasmodium dan
ditularkan kepada manusia melalui vector nyamuk anopheles (Harijanto, 2000).
Setiap tahunnya, sekitar 1,2 juta orang di seluruh dunia meninggal karena
penyakit malaria. Demikian menurut data terbaru yang dimuat dalam jurnal
kesehatan Inggris, The Lancet. Angka yang dilansir itu jauh lebih tinggi dari
perkiraan WHO tahun 2010 yakni 655.000. Banyak yang menduga penyakit
malaria sama dengan demam berdarah karena punya gejala yang mirip dan sama-
sama ditularkan oleh nyamuk. Namun perlu diketahui bahwa keduanya berbeda.
Malaria disebabkan oleh nyamuk anopheles yang membawa parasit plasmodium,
sementara demam berdarah disebabkan oleh nyamuk Aedes Aegypti yang
membawa virus Dengue.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. mengetahui definisi dari penyakit malaria;
2. mengetahui penyebab dari penyakit malaria;
3. mengetahui karakteristik dari penyakit malaria;
4. mengetahui beban penyakit dan pengukuran penyakit malaria;
5. mengetahui kebijakan penanganan, tatalaksana, pencegahan, dan pengendalian
penyakit malaria;
6. mengetahui bagaimana masalah etik dalam penanganan penyakit malaria.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Malaria adalah penyakit yang menyebar melalui gigitan nyamuk yang
sudah terinfeksi parasit. Infeksi malaria bisa terjadi hanya dengan satu gigitan
nyamuk. Jika tidak ditangani dengan benar, penyakit ini bisa menyebabkan
kematian. Malaria jarang sekali menular secara langsung dari satu orang ke orang
lainnya. Penyakit ini bisa menular jika terjadi kontak langsung dengan darah
penderita. Janin di dalam kandungan juga bisa terinfeksi malaria karena tertular
dari darah sang ibu (Alodokter, 2016). Malaria adalah penyakit infeksi parasit
Plasmodium yang ditularkan melalui nyamuk Anopheles betina.
Malaria banyak ditemui di negara tropis dan turis yang bepergian ke
daerah tropis. Jika didiagnosis dan diobati dengan tepat, malaria dapat
disembuhkan. Namun jika tidak diobati, malaria adalah penyakit yang serius dan
dapat menyebabkan kematian (Yolanda, 2014). Menurut data Setiap tahunnya,
sekitar 1,2 juta orang di seluruh dunia meninggal karena penyakit malaria.
Demikian menurut data terbaru yang dimuat dalam jurnal kesehatan Inggris, The
Lancet. Angka yang dilansir itu jauh lebih tinggi dari perkiraan WHO tahun 2010
yakni 655.000. Nyamuk Anopheles penyebab penyakit malaria ini banyak terdapat
pada daerah dengan iklim sedang khususnya di benua Afrika dan India. Termasuk
juga di Indonesia (Pranata, 2015).
Secara umum, setiap orang dapat terinfeksi malaria, tetapi ada juga orang
yang memiliki kekebalan terhadap parasit malaria, baik yang bersifat
bawaan/alamiah maupun didapat. Orang yang paling berisiko terinfeksi malaria
adalah anak balita, wanita hamil serta penduduk non-imun yang mengunjungi
daerah endemis malaria, seperti para pengungsi, transmigran dan wisatawan.
Perpindahan penduduk dari dan ke daerah endemis malaria hingga kini masih
menimbulkan masalah. Sejak dulu telah diketahui bahwa wabah penyakit ini
sering terjadi di daerah-daerah pemukiman baru, seperti daerah perkebunan dan
transmigrasi. Hal ini terjadi karena pekerja yang datang dari daerah lain belum
mempunyai kekebalan sehingga rentan terinfeksi.
Keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidaknya malaria di
suatu daerah. Adanya danau air payau, genangan air di hutan, persawahan,
pembukaan hutan, tambak ikan, dan pertambangan di suatu daerah akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria, karena tempat-tempat
tersebut merupakan tempat perindukan nyamuk malaria. Suhu dan curah hujan
juga berperan penting dalam penularan penyakit malaria. Biasanya, penularan
malaria lebih tinggi pada musim hujan dibandingkan kemarau. Air hujan yang
menimbulkan genangan air, merupakan tempat yang ideal untuk perindukan
nyamuk malaria. Dengan bertambahnya tempat perindukan, populasi nyamuk
malaria juga bertambah sehingga bertambah pula jumlah penularannya.

2.2 Penyebab
Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hanya disebarkan oleh
nyamuk Anopheles betina. Di seluruh dunia terdapat sekitar 2.000 spesies
Anopheles, 60 spesies diantaranya diketahui sebagai penular malaria. Di Indonesia
ada sekitar 80 jenis Anopheles, 24 spesies di antaranya telah terbukti penular
malaria. Sifat masing-masing spesies berbeda-beda tergantung penyebaran
geografis, iklim, dan tempat perindukannya. Nyamuk anopheles hidup di daerah
iklim tropis dan subtropis, tetapi juga bisa hidup di daerah yang beriklim sedang.
Nyamuk ini jarang ditemukan pada daerah dengan ketinggian lebih dari 2.000 –
2.500 meter. Tempat perindukannya bervariasi tergantung spesies, dan dapat
dibagi menjadi tiga kawasan, yaitu pantai, pedalaman dan kaki gunung.
Ada banyak sekali jenis parasit Plasmodium, tapi hanya lima jenis yang
menyebabkan malaria pada manusia yaitu Plasmodium Vivax yang menyebabkan
malaria tertiana, Plasmodium Malariae yang menyebabkan malaria quartana,
Plasmodium Falciparum yang menyebabkan malaria topika, Plasmodium Ovale
yang menyebabkan malaria ovale, dan Plasmodium Knowlesi. Seorang penderita
dapat dihinggapi lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian disebut
infeksi campuran (mixed infection). Plasmodium ini masuk ke dalam aliran darah
manusia melalui gigitan nyamuk. Gigitan ini lebih sering terjadi pada malam hari.
Kasus malaria yang paling banyak ditemukan di Indonesia disebabkan oleh
Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax (Alodokter, 2016). Kedua jenis
parasit ini adalah penyebab malaria yang paling umum. Plasmodium falciparum
merupakan parasit yang sangat menyebabkan sebagian besar penderita malaria
meninggal dunia. Biasanya, penderita juga dihinggapi dua jenis parasit malaria,
yakni campuran antara P.falciparum dan P.vivax atau P.ovale.
Plasmodium vivax bisa mengakibatkan penderita yang telah sembuh
menjadi sakit lagi karena parasit ini dapat diam dan bersembunyi di dalam organ
hati manusia sebelum menjadi aktif lagi. Tiga parasit yang lainnya adalah
Plasmodium ovale, Plasmodium malariae, dan Plasmodium knowlesi. Ketiga
parasit ini adalah jenis yang jarang ditemui kejadiannya di Indonesia. Waktu
kemunculan gejala dari gigitan nyamuk atau masa inkubasi yaitu 7-14 hari pada
malaria akibat Plasmodium falciparum, 12-18 hari pada malaria akibat
Plasmodium vivax. Setelah terjadi gigitan nyamuk, parasit akan masuk ke aliran
darah dan bergerak ke organ hati. Infeksi akan terjadi dan berkembang di organ
hati. Dari situ, parasit akan masuk kembali ke aliran darah dan menyerang sel
darah merah. Parasit akan memanfaatkan sel darah merah sebagai tempat
berkembang biak. Jika sel darah merah sudah penuh terisi dengan parasit malaria,
sel tersebut akan meletus sehingga lebih banyak lagi parasit yang tersebar di
dalam aliran darah. Sel darah merah yang terinfeksi meletus tiap dua hingga tiga
hari. Ketika ini terjadi, penderita akan mengalami gejala seperti demam,
menggigil, dan berkeringat (Alodokter, 2016). Karena parasit yang menyebabkan
malaria turun memengaruhi sel darah merah, orang yang memiliki infeksi darah
juga bisa terserang malaria. Ketika berada di daerah endemik malaria, pendatang
lebih rentan terserang malaria. Sistem kekebalan tubuh mereka tidak sebaik
penduduk daerah endemik malaria dalam melawan parasit. Ada beberapa faktor
intrinsik yang dapat mempengaruhi manusia sebagai penjamu penyakit malaria
(Andi, 2012) antara lain:
1. Umur
Secara umum penyakit malaria tidak mengenal tingkatan umur. Hanya saja
anak-anak lebih rentan terhadap infeksi malaria. Menurut Gunawan (2000),
perbedaan prevalensi malaria menurut umur dan jenis kelamin berkaitan
dengan derajat kekebalan karena variasi keterpaparan kepada gigitan nyamuk.
Orang dewasa dengan berbagai aktivitasnya di luar rumah terutama di tempat-
tempat perindukan nyamuk pada waktu gelap atau malam hari, akan sangat
memungkinkan untuk kontak dengan nyamuk.
2. Jenis kelamin
Infeksi malaria tidak membedakan jenis kelamin akan tetapi apabila
menginfeksi ibu yang sedang hamil akan menyebabkan anemia yang lebih
berat.
3. Ras
Beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai kekebalan
alamiah terhadap malaria, kelompok penduduk yang mempunyai
Haemoglobin S (Hb S) ternyata lebih tahan terhadap akibat infeksi
Plasmodium falsiparum. Hb S terdapat pada penderita dengan kelainan darah
yang merupakan penyakit keturunan/herediter yang disebut sickle cell anemia,
yaitu suatu kelainan dimana sel darah merah penderita berubah bentuknya
mirip sabit apabila terjadi penurunan tekanan oksigen udara.
4. Riwayat malaria sebelumnya
Orang yang pernah terinfeksi malaria sebelumnya biasanya akan terbentuk
immunitas sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria. Contohnya
penduduk asli daerah endemik akan lebih tahan terhadap malaria dibandingkan
dengan pendatang dari daerah non endemis.
5. Pola hidup
Pola hidup seseorang atau sekelompok masyarakat berpengaruh terhadap
terjadinya penularan malaria seperti kebiasaan tidur tidak pakai kelambu, dan
sering berada di luar rumah pada malam hari tanpa menutup badan dapat
menjadi faktor risiko terjadinya penularan malaria.
6. Status gizi
Status gizi erat kaitannya dengan sistem kekebalan tubuh. Apabila status gizi
seseorang baik akan mempunyai peranan dalam upaya melawan semua agent
yang masuk ke dalam tubuh. Defisiensi zat besi dan riboflavin mempunyai
efek protektif terhadap malaria berat (Harjanto, 2003).
2.3 Karakteristik
Karakteristik umum orang yang terkena malaria adalah sebagai
berikut (Sitkes, 2014):
a. demam tinggi terus-menerus selama 2-7 hari dengan suhu 380C. Demam ini
umumnya tidak bisa di turunkan dengan obat penurun panas atau di kompres;
b. muncul bintik-bintik merah di permukaan kulit. Salah satu ciri bintiknya
adalah tidak akan hilang walau ditekan oleh jari;
c. perut terasa nyeri dan mual;
d. wajah akan memerah karena demam dan mata terasa panas;
e. kepala terasa sangat pusing;
f. sulit buang air besar dan/atau diare;
g. seluruh persendian tubuh terasa sakit, nyeri, pegal, dan linu;
h. mimisan, pendarahan seperti tanda-tanda DBD yang sudah cukup terlambat
untuk di tangani.
Kemudian berikut beberapa komplikasi yang bisa terjadi akibat malaria antara
lain (Alodokter, 2016):
a. dehidrasi atau kekurangan cairan pada tubuh;
b. tekanan darah menurun secara tiba-tiba.
c. malaria Serebral: komplikasi ini cukup langka, tapi malaria bisa
mengakibatkan pembengkakan pada Ini terjadi ketika sel darah yang dipenuhi
parasit menghalangi pembuluh darah kecil di otak. Terkadang bisa
menyebabkan kerusakan otak permanen, kejang-kejang, atau bahkan koma;
d. anemia parah: kerusakan sel darah merah yang disebabkan parasit malaria bisa
mengakibatkan terjadinya anemia pada tingkat Anemia adalah kondisi di mana
tubuh kekurangan sel darah merah yang berfungsi dengan baik dalam
membawa oksigen ke organ-organ tubuh;
e. kegagalan fungsi organ tubuh: malaria bisa menyebabkan gagal ginjal, gagal
hati atau pecahnya organ limpa. Semua kondisi ini bisa mengancam nyawa
seseorang;
f. gangguan pernapasan: penumpukan cairan di dalam paru-paru atau edema
paru bisa menyebabkan Anda kesulitan bernapas.
g. sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS).
h. hipoglikemia: malaria yang parah bisa menyebabkan hipoglikemia atau
kondisi gula darah rendah. Obat antimalaria quinine, juga bisa akibatkan gula
darah rendah. Gula darah yang sangat rendah bisa berakibat koma atau bahkan
kematian.
Malaria dapat terjadi pada segala usia. Gejala yang akan timbul jika
terinfeksi malaria dibagi menjadi 2 yaitu stadium ringan dan stadium berat. Pada
anak-anak jika yang dialami masih gejala yang ringan maka gejala yang timbul
adalah gejala yang biasanya terjadi pada orang yang terkena flu seperti (Kevin,
2016):
1. Demam tinggi mencapai 40 derajat Celsius disertai dengan muka memerah,
muntah-muntah, sakit kepala yang luar biasa. Gejala ini berlangsung hingga 2-
4 jam.
2. Menggigil, penderita akan mengalami dingin yang luar biasa disertai dengan
denyut nadi yang cepat, bibir dan jari berwarna kebiru-biruan.
3. Sering berkeringat sampai-sampai penderita akan merasa haus yang luar biasa.
Sedangkan malaria pada orang dewasa memiliki karakteristik yang sedikit
berbeda. Untuk gejala penyakit malaria, biasanya ditandai dengan terjadinya
menggigil, demam, sakit kepala, mual, muntah, penyakit diare, dan juga nyeri
sendi serta pegal-pegal pada tubuh. Dan gejala malaria yang ringan akan terbagi
menjadi 3 yakni (Mimin, 2015):
1. Stadium Dingin
Untuk stadium dingin, maka penderita biasanya akan merasakan gejala seperti
dingin dan juga menggigil yang luar biasa, selain itu denyut nadi akan terasa
lebih cepat namun dapat melemah. Selain itu, bibir dan jari yang akan terlihat
berwarna kebiruan.
2. Stadium Demam
Untuk fase stadium ini maka penderita biasanya akan merasakan panas, muka
yang kemerahan, kulit yang agak kering, muntah dan juga sakit kepala. Suhu
tubuh biasanya bisa mencapai sekitar 40 derajat Celsius dan bahkan lebih.
Terkadang para penderita juga akan mengalami kekejangan. Gejala seperti ini
biasanya akan berlangsung paling tidak selama 2-4 jam lebih.
3. Stadium Berkeringat
Pada stadium berkeringat biasanya penderita penyakit malaria akan merasakan
tubuhnya selalu berkeringat. Suhu tubuh yang terjadi biasanya di bawah rata-
rata sehingga akan mengakibatkan suhu tubuh berubah menjadi dingin. Karena
sering merasakan berkeringat, maka biasanya penderita juga sering merasa
haus dan keadaan tubuh mereka lemah.
Ada beberapa perbedaan karakteristik malaria berat pada dewasa dan anak-anak
yaitu:
Dewasa Anak-anak
1. Koma (malaria serebral) 1. Koma (malaria serebral)
2. Gagal ginjal akut 2. Distres pernafasan
3. Edem paru, termasuk ARDS 3. Hipoglikemia (sebelum terapi)
(Acute Respiratory Distress 4. Anemia berat
Syndrome) 5. Kejang umum yang berulang
4. Hipoglikaemia umumnya sesudah 6. Asidosis metabolik
terapi kina) 7. Kolaps sirkulasi, syok hipovolemia,
5. Anemia berat ( < 5 gr%) hipotensi (tek. Sistolik <50 mmHg)
6. Kejang umum yang berulang 8. Gangguan kesadaran selain koma
7. Asidosis metabolik 9. Kelemahan (severe prostration)
8. Kolaps sirkulasi, syok 10. Hiperparasitemia
9. Hipovolemia, hipotensi. 11. Ikterus
10. Perdarahan spontan 12. Hiperpireksia (suhu >410C)
11. Gangguan kesadaran selain koma 13. Hemoglobinuria (blackwater fever)
12. Hemoglobinuria (blackwater fever) 14. Perdarahan spontan
13. Hiperparasitemia (>2 %) 15. Gagal ginjal
14. Ikterus (Bilirubin total >3 mg%)
15. Hiperpireksia (Suhu >40 oC)
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013
2.4 Beban Penyakit dan Pengukurannya
Di Indonesia malaria ditemukan tersebar luas pada semua pulau dengan
derajar dan berat infeksi yang bervariasi. Menurut data yang berkembang hampir
separuh dari populasi Indonesia bertempat tinggal di daerah endemik malaria dan
diperkirakan ada 30 juta kasus malaria setiap tahunnya. (Andi, 2012)
Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65% kabupaten endemis dimana
hanya sekitar 45% penduduk di kabupaten tersebut berisiko tertular malaria.
Berdasarkan hasil survei komunitas selama 2007–2010, prevalensi malaria di
Indonesia menurun dari 1,39 % (Riskesdas 2007) menjadi 0,6% (Riskesdas 2010).
Sementara itu berdasarkan laporan yang diterima selama tahun 2000-2009, angka
kesakitan malaria cenderung menurun yaitu sebesar 3,62 per 1.000 penduduk pada
tahun 2000 menjadi 1,85 per 1.000 penduduk pada tahun 2009 dan 1,96 tahun
2010. Sementara itu, tingkat kematian akibat malaria mencapai 1,3% (Kemnkes
RI, 2013).
Kasus malaria saat ini lebih banyak terkonsentrasi di wilayah timur.
Sebanyak 70 persen kasus malaria menunjukkan endemisitasnya di wilayah
Indonesia Timur, terutama di diantaranya Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku
Utara, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Wilayah endemik malaria di Indonesia Timur
dan tersebar di 84 kabupaten/kota dengan jumlah penduduk berisiko 16 juta orang.
Faktor geografis yang sulit dijangkau dan penyebaran penduduk yang tidak merata
merupakan beberapa penyebab sulitnya pengendalian malaria di wilayah itu.
(Andi dalam VOA, 2013).
Penduduk yang tinggal menetap di wilayah endemis malaria dimana masih
terjadi penularan setempat merupakan kelompok beresiko tertular malaria. Pada
tahun 201 terdapat 74% penduduk yang berada di wilayah bebas/tidak beresiko
malaria, dan 3% yang tinggal di wilayah resiko tinggi tertular malaria. Ada
beberapa faktor resiko yang menyebabkan perbedaan prevalensi penyakit malaria,
diantaranya adalah pekerjaan, tempat tinggal, dan endemisitas malaria di daerah
tersebut. Menurut Kemenkes RI, 2016 berdasarkan karakteristik tempat tinggal
bahwa penduduk pedesaan memiliki resiko yang lebih tinggi (7,1%) terkena
penyakit malaria dibandingkan dengan penduduk perkotaan (5%) hal ini
disebabkan karena vektor malaria berada di wilayah pedesaan. Berdasarkan
karakteristik pekerjaan menunjukka bahwa pekerjaan petani/nelayan/buruh
memiliki resiko lebih tinggi (7,8%). Berdasarkan kelompok umur bahwasanya
umur 25-34 tahun memiliki prevalensi yang lebih tinggi terkena malaria.
(Kemenkes RI, 2016). Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak
tahun 2007 dapat dipantau dengan menggunakan indikator Annual Parasite
Incidence (API). Hal ini sehubungan dengan kebijakan Kementerian Kesehatan RI
mengenai penggunaan satu indikator untuk mengukur angka kejadian malaria,
yaitu dengan API.
Adapun ukuran-ukuran yang dipakai khususnya dalam penyakit malaria
adalah sebagai berikut:
1. Annual Parasit Incidence (API)
Adalah angka kesakitan per 1.000 penduduk dalam satu tahun, jumlah
sediaan darah positif dibandingkan dengan jumlah penduduk, dinyatakan dalam
permil (‰).
API = Jumlah penderita SD positif dalam satu tahun x 1.000

Jumlah penduduk tahun tersebut


2. Annual Malaria Incidence (AMI)
Adalah angka kesakitan (malaria klinis) per 1000 penduduk dalam
satu tahun dinyatakan dalam permil (‰)

AMI = Jumlah penderita malaria klinis dalam satu tahun x 1.000

Jumlah penduduk tahun tersebut


3. Case Fatality Rate (CFR)
Digunakan untuk mengukur angka kematian (kematian disebabkan oleh malaria
falciparum) dibandingkan dengan jumlah penderita falciparum pada periode
waktu yang sama.
Jumlah penderita yang meninggal karena
Malaria falciparum periode tertentu
CFR= X 1000
Penderita malaria falciparup pada periode
Yang sama

2.5 Kebijakan Penanganan, Tatalaksana, Pencegahan dan Pengendalian


2.5.1 Kebijakan penanganan dan tatalaksana
Tatalaksana kasus malaria harus mengikuti kaidah yang telah ditentukan
oleh pemerintah melalui Menteri Kesehatan. Kasus yang telah dinyarakan positif
malaria berdasarkan hasl pemeriksaan laboratorium maka harus mendapatkn
pengobatan Artemisinin-Based Combination Therapy (ACT). ACT merupakan
obat yang efektif untuk pengobatan malaria dibandingkan dengan klorokuin
karena plasmodium terbukti telah memiliki resistensi terhadap klorokuin
(Kemenkes RI, 2016). Berikut adalah alur penemuan penderita malaria:
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan
membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia, termasuk
stadium gametosit. Adapun tujuan pengobatan radikal untuk mendapat
kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan. Semua
obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena
bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu penderita harus makan terlebih dahulu
setiap akan minum obat anti malaria. Dosis pemberian obat sebaiknya berdasarkan
berat badan. Pengobatan malaria di Indonesia menggunakan Obat Anti Malaria
(OAM) kombinasi. Yang dimaksud dengan pengobatan kombinasi malaria adalah
penggunaan dua atau lebih obat anti malaria yang farmakodinamik dan
farmakokinetiknya sesuai, bersinergi dan berbeda cara terjadinya resistensi.
(Kemenkes RI, 2013)
Tujuan terapi kombinasi ini adalah untuk pengobatan yang lebih baik dan
mencegah terjadinya resistensi Plasmodium terhadap obat anti malaria.
Pengobatan kombinasi malaria harus aman dan toleran untuk semua umur; efektif
dan cepat kerjanya; resisten dan/atau resistensi silang belum terjadi; dan harga
murah dan terjangkau.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2013 disebutkan obat-obatan menurut jenis malaria yang sering terjadi di
Indonesia, yaitu:
1. Malaria Falciparum dan Vivax
Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks, sedangkan
obat primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama
saja dengan dosis 0,75 mg/kgBB dan untuk malaria vivaks selama 14 hari
dengan dosis 0,25 mg/kgBB.
2. Malaria Ovale
Pengobatan lini pertama untuk Malaria ovale saat ini menggunakan
Artemisinin Combination Therapy (ACT), yaitu Dihydroartemisinin
Piperakuin (DHP) atau Artesunat + Amodiakuin. Dosis pemberian obatnya
sama dengan untuk malaria vivaks dan pengobatan lini kedua untuk Malaria
ovale juga sama dengan malaria vivaks.
3. Malaria Malariae
Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali per hari selama 3 hari,
dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan
primakuin
4. Malaria Campuran
Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivaks/P. ovale dengan ACT.
Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta
primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.

2.5.2 Pengendalian dan Pencegahan


Menurut Hiswani dalam karangannya “Gambaran Penyakit dan Vektor Malaria di
Indonesia”, Akhir-akhir ini upaya pemberantasan penyakit malaria banyak
dilakukan melalui pemberantasan vektor penyebab malaria dan dilanjutkan
dengan melakukan pengobatan kepada mereka yang diduga menderita malaria
atau pengobatan juga sangat perlu diberikan pada penderita malaria yang terbukti
positif secara laboratorium. Dalam hal pemberantasan malaria selain dengan
pengobatan langsung juga sering dilakukan dengan jalan penyemprotan rumah
dan lingkungan sekeliling rumah dengan racun serangga, untuk membunuh
nyamuk dewasa upaya lain juga dilakukan untuk memberantas larva nyamuk. Ada
beberapa cara yang dapat digunakan untuk membunuh larva nyamuk anopheles:
1. Secara Kimiawi
Pemberantasan nyamuk anopheles secara kimiawi dapat dilakukan dengan
menggunakan larvasida yaitu zat kimia yang dapat membunuh larva nyamuk,
yang termasuk dalam kelompok ini adalah solar/minyak tanah, parisgreen,
temephos, fention, altosid dll. Selain zat-zat kimia yang disebutkan di atas
dapat juga digunakan herbisida yaitu zat kimia yang mematikan tumbuh–
tumbuhan air yang digunakan sebagai tempat berlindung larva nyamuk.
2. Secara Hayati.
Pemberantasan larva nyamuk anopheles secara hayati dilakukan dengan
mengunakan beberapa agent biologis seperti predator misalnya pemakan
jentik (clarviyorous fish) seperti gambusia, guppy dan panchax. Selain secara
kimiawi dan secara hayati untuk pencegahan penyakit malaria dapat juga
dilakukan dengan jalan
3. Pengelolaan lingkungan hidup (environmental management)
Pengubahan lingkungan hidup (environmental modification) sehingga larva
nyamuk anopheles tidak mungkin hidup. Kegiatan ini antara lain dapat berupa
penimbunan tempat perindukan nyamuk, pengeringan dan pembuatan dam,
selain itu kegiatan lain mencakup pengubahan kadar garam, pembersihan
tanaman air atau lumut dan lain-lain.
Diantara cara pemberantasan nyamuk seperti yang sudah diuraikan di atas,
sampai saat ini di Indonesia paling sering memakai cara yang pertama yaitu secara
kimiawi. Dengan menggunakan solar dan minyak tanah yang dicampur dengan
spreading agent yaitu zat kimia yang dapat mempercepat penyebaran bahan aktif
yang digunakan. Pengunaan minyak solar untuk anti larva di Indonesia pertama
dilakukan di Bali pada tahun 1974, yang kemudian pada tahun 1975 cara tersebut
juga diterapkan didaerah Jawa Timur dan Jawa Barat.
Sedangkan menurut Kemenes RI 2011, upaya untuk menekan angka
kesakitan dan kematian dilakukan melalui program pemberantasan malaria yang
kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat,
surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukan untuk memutus
mata rantai penularan malaria. Indikator keberhasilan Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 adalah menurunkan angka kesakitan
malaria dan kematian penyakit malaria, pada tahun 2015 menjadi 1 per 1.000
penduduk dari baseline tahun 1990 sebesar 4,7 per 1.000 penduduk. Indikator lain
yang perlu diperhatikan adalah target MDGs yaitu angka kematian malaria dan
proporsi balita yang tidur dalam perlindungan kelambu berinsektisida dan
proporsi balita yang diobati (Kemenkes RI, 2011).
Kebijakan program pemberantasan malaria (Depkes RI, 2008) dalam
upaya menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui kegiatan:
1. Diagnosis dini, pengobatan cepat dan akurat (Early Diagnosis & Promp
Treatment) melalui :
a. Konfirmasi Lab/ Mikroskopist, RDT (Rapid Diagnostic Test)
b. Penggunaan ACT (Artemisinin Combination Therapy)
2. Peningkatan Surveilans Epidemiologi
3. Pencegahan & Penanggulangan penularan setempat dan faktor risikonya
a. Kelambu berinsektisida
b. Repellant (lotion anti nyamuk)
c. Larvasida
d. IRS (Indoor Residual Spraying)
4. Peningkatan komunikasi, Informasi, Edukasi & Dukungan dalam
pengendalian Malaria
a. Penyuluhan tentang malaria serta penanggulangannya
b. Peran serta masyarakat misalnya dengan membangun pos malaria desa
c. Kerjasama dengan sektor lain mis. LSM (Lembaga Swayada Masyarakat)
atau NGO (Non Government Organization), dll

2.6 Masalah Etik dalam Penanganan


Salah satu permasalahan yang sedang dihadapi dalam penyebaran penyakit
malaria adalah karena beragamnya suku bangsa di Indonesia sehingga
memberikan dampak terhadap perbedaan kebiasaan dan perilaku disetiap suku
bangsa tersebut. Dan masalah utama yang sedang dihadapi karena masih
terbatasnya studi tentang pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap
malaria. Beberapa perilaku yang masih sering dilakukan oleh masyarakat adalah
kebiasaan mencari pengobatan sendiri dengan membeli obat ke warung terdekat
dan menggunakan obat dengan dosis tidak tepat, kebiasaan berada di luar rumah
atau beraktivitas pada malam hari tanpa perlindungan dari gigitan nyamuk, dan
adanya penebangan hutan bakau oleh masyarakat yang akan mengakibatkan
terbentuknya tempat perindukan baru vektor malaria. Selain itu masalah terbesar
lainnya yang dapat menyebabkan malaria adalah keadaan lingkungan masyarakat.
Di Indonesia masih banyak daerah-daerah yang memungkinkan untuk terjadinya
penyebaran malaria, misalnya di daerah-daerah kumuh dan daerah pedalaman.
Salah satu wilayah di Indonesia yang banyak ditemukan kasus malaria
adalah di daerah bagian Timur Indonesia terutama di Papua, karena Papua adalah
wilayah endemis yang memungkinkan untuk terjadinya penyebaran malaria
menjadi lebih besar. Untuk menyelesaikan suatu permasalahan diperlukan sebuah
keputusan untuk menyelesaikannya. Pengambilan keputusan dapat dilakukan
dengan tahap-tahap tertentu. Menurut Herbert A. Simon ( Kadarsah, 2002:15-16 ),
tahap-tahap yang harus dilalui dalam proses pengambilan keputusan sebagai
berikut :
1. Tahap Pemahaman (Inteligence Phace)
Tahap ini merupakan proses pendeteksian masalah serta proses pengenalan
masalah tersebut. Data yang diperoleh akan diproses dan diuji untuk
mengidentifikasi masalah tersebut.
2. Tahap Perancangan (Design Phace)
Tahap ini merupakan proses pengembangan dan pencarian solusi yang dapat
diambil. Dala prose ini diperlukan validasi dan vertifikasi untuk mengetahui
keakuratan model dalam meneliti masalah yang ada.
3. Tahap Pemilihan dan Penilaian (Choice and Review Phace)
Tahap ini dilakukan untuk memilih solusi alternatif yang akan
dimunculkan/digunkan dalam perencanaan supaya dapat disesuaikan dengan
kriteria-kriteria berdasarkan tujuan yang akan dicapai. Dalam tahap ini juga
dilakukan sebuah penilain terhadap pilihan yang akan diambil.
4. Tahap Impelementasi (Implementation Phace)
Tahap ini merupukan penerapan dari rancangan-rancangan yang telah dibuat
pada tahap perancanagan serta pelaksanaan dari solusi alternatif tindakan yang
telah dipilih pada tahap pemilihan.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Simpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Alodokter, 2016. Malaria. [Online] Available at:
http://www.alodokter.com/malaria
Arsin, Andi Arsunan. 2012. Malaria di Indonesia: Tinjauan Epidemiologi.
[Online]http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/3109/MA
LARIA_Layout. Makassar: Masegna Press
Depkes RI. 2001. Pedoman Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor. Direktorat
Jenderal PPM-PL. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Depkes RI. 2003. Nyamuk Penular Malaria, Jurnal Data dan Informasi Kesehatan
Pusdatin. Jakarta: Depkes RI
Hiswani. 2004. Gambaran Penyaklt dan Vektor Malaria Di Indonesia.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/3760/fkm-
hiswani11.pdf;jsessionid=97690040514A17C6F4833EB090E152AA?seque
nce=1. Sumatera Utara: USU digital library
Kemenkes RI. 2016. Infodatin Malaria.
file:///C:/Users/toshiba/Downloads/InfoDatin-Malaria-2016.pdf.
Kevin. 2016. Waspadai anak Terhadap Penyakit Malaria! Kenali Gejalanya Di
Sini! http://www.katalogibu.com/kesehatan/awas-gejala-dan-tanda-tanda-
ini-bisa-jadi-penyakit-malaria.html
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Laksana
Malaria. [Online] available at
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/65_PMK%20No.%205%20ttg%20
Pedoman%20Tata%20Laksana%20Malaria.pdf
Mimin. 2015. Penyakit Malaria. http://penyakitmalaria.org/
Nugroho, Agung. 2010. Malaria Dari Molekuler ke Klinis. Jakarta : EGC
Pranata, A. R., 2015. Definisi dan Gejala-Gejala Penyakit Malaria. [Online]
Available at: http://www.kuminhat.com/2015/04/definisi-dan-gejala-gejala-
penyakit-malaria.html
Sitkes, 2014. Penyakit Malaria. [Online] Available at:
http://www.sitkes.com/penyakit-malaria.html
Wardah, Fathiyah. 2013. Kasus Malaria di Indonesia Masih Tinggi.
http://www.voaindonesia.com/a/kasus-malaria-di-indonesia-masih-
tinggi/1648507.html
Yolanda, N., 2014. Malaria. [Online] Available at:
http://www.kerjanya.net/faq/3871-malaria.html

Anda mungkin juga menyukai