Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

KONSEP DAN ASKEP PASIEN PADA RHEUMATOID ARTHRITIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas mata kuliah KMB 1

Disusun Oleh :

Kelompok 8

1. Yustika Amalia
2. Rossa Trisna
3. Siti Anggraini
4. Soni Riki Putra
5. Vila Viva

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN (DIII)


Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Dehasen Bengkulu
Jl. Merapi raya No. 43 Kebun Tebeng Bengkulu Telpon 073621977

2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Rheumatoid Arthritis” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
“Keperawatan Medikal Bedah 1” yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai “Rheumatoid Arthritis”. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Bengkulu, November 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................…... 1
A. LatarBelakang............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................….. 2
BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................…… 3
A. Konsep dasar medis Rheumatoid Arthritis.....................................…….. 3
B. Konsep Askep Rheumatoid Arthritis........................................................ 13
BAB III PENUTUP ..............................................................................................
D. Kesimpulan…………………………………………….………………… 24
E. Saran……………………………………………………..……………….. 24
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan
makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan
hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu
tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada
kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik. Salah
satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai usia lanjut yang
menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah reumatoid artritis.
Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan
meningkatnya usia manusia.
Menguntip pendapat Sjamsuhidajat (1997), artritis reumatoid merupakan
penyakit autoimun dari jaringan ikat terutama sinovial dan kausanya
multifaktor. Penyakit ini ditemukan pada semua sendi dan sarung sendi tendon,
tetapi paling sering di tangan. Selain menyerang sendi tangan, dapat pula
menyerang sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut. Artritis kronik yang
terjadi pada anak yang menyerang satu sendi atau lebih, dikenal dengan artitis
reumatoid juvenil.
Biasanya reumatoid artritis timbul secara sistemik. Gejala yang timbul
berupa nodul subkutan yang terlihat pada 30% penderita. Nodul sering terdapat
di ekstremitas atas dan tampak sebagai vaskulitis reumatoid, yang merupakan
manisfestasi ekstraartikuler. Bila penyakit ini terjadi bukan pada sendi, seperti
bursa, sarung tendon, dan lokasi lainnya dinamakan reumatoid ektraarikuler.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi arthritis rheumatoid ?
2. Apa etiologi arthritis rheumatoid ?
3. Apa manifestasi klinis arthritis rheumatoid ?
4. Bagaimana patofisiologi dari arthritis rheumatoid ?
5. Bagaimana penatalaksanaan untuk pasien dengan arthritis rheumatoid?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada arthritis rheumatoid ?

1
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi arthritis rheumatoid
2. Untuk mengetahui etiologi arthritis rheumatoid
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis arthritis rheumatoid
4. Untuk mengetahui patofisiologi arthritis rheumatoid
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk pasien dengan arthritis
rheumatoid
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada arthritis rheumatoid

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Definisi
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang
berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis
berarti radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit
autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami
peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya
menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002).
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang
bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta
jaringan ikat sendi secara simetris. Artritis reumatoid adalah gangguan
kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah
satu dan sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantai
oleh imunitas dan tidak diketahui sebab-sebabnya. Biasanya terjadi
destrukti sendi progesif, walaupun episode peradangan sendi dapat
mengalami masa remisi.
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering
ditemukan pada sendi. Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60
tahun, lebih sering pada wanita daripada pria dengan perbandingan 3 : 1.
Penyakit ini menyerang sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan kaki
dan sendi-sendi besar dilutut, panggul serta pergelangan
tangan. (Muttaqin, 2006)
Arthritis rheumatoid adalah penyakit sistemik dengan gejala ekstra–
artikuler. (Smeltzer, 2001).
Reumatoid Artritis (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang
menyebabkan degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung
yang biasanya mengalami kerusakan pertama kali adalah membran
sinovial, yang melapisi sendi. Pada RA, inflamasi tidak berkurang dan
menyebar ke struktur sendi disekitarnya, termasuk kartilago artikular dan

3
kapsul sendi fibrosa. Akhirnya, ligamen dan tendon mengalami. Inflamasi
ditandai oleh akumulasi sel darah putih, aktivasi komplemen, fagositosis
ekstensif, dan pembentukan jaringan parut. Pada inflamasi kronis, membran
sinovial mengalami hipertropi dan menebal sehingga menyumbat aliran
darah dan lebih lanjut menstimulasi nekrosis sel dan respon inflamasi.
Sinovium yang menebal menjadi ditutup oleh jaringan granular inflamasi
yang disebut panus. Panus dapat menyebar ke seluruh sendi sehingga
menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan parut lebih lanjut.
Proses ini secara lambat merusak tulang dan menimbulkan nyeri hebat serta
deformitas. (Corwin, 2009).
2. Klasifikasi
Klasifikasi Rheumatoid Arthritis :
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe,
1. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling
sedikit dalam waktu 6 minggu.
2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling
sedikit dalam waktu 6 minggu.
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling
sedikit dalam waktu 6 minggu.
4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling
sedikit dalam waktu 3 bulan.
3. Etiologi
Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti
walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap.
penyakit ini belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan faktor
genetik. Namun, berbagai faktor termasuk kecendrungan genetik bisa
memengaruhi reaksi autoimun. Faktor-faktor yang berperan antara lain

4
adalah jenis kelamin, infeksi (Price, 1995), keturunan (Price, 1995; Noer
S, 1996), dan lingkungan (Noer S, 1996).
Agen spesifik penyebab arthritis rheumatoid belum dapat dipastikan,
tetapi jelas ada interaksi factor genetik dengan faktor lingkungan. (Maini
dan Feldmann, 1998: Blab et al, 1999). Namun faktor predisposisinya
adalah mekanisme imunitas (antigen – antibodi), factor metabolik dan
infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).
4. Patologi
a. Kelainan pada synovia
Kelainan artitis reumatoid dimulai pada sinovia berupa sinovitis.
Pada tahap awal terjadi hiperemi dan pembengkakan pada sel-sel yang
meliputi sinovia disertai dngan infiltrasi limposit dan sel-sel plasma.
Selanjutnya terjadi pembentukan vilus berkembang ke arah ruang sendi
dan terjadi nekrosis dan kerusakan dalam ruang sendi. Pada
pemeriksaan mikroskopik ditemukan daerah nekrosis fibrinoid yang
diliputi oleh jaringan fibroblas membentuk garis radial kearah bagian
yang nekrosis.
b. Kelainan pada tendo
Pada tendo terjadi tenosinovitis disertai dengan invasi kolagen
yang dapat menyebabkan ruptur tendo secara parsial atau total.
c. Kelainan pada tulang.
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1) Stadium I (stadium sinovitis)
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang
ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak
maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
2) Stadium II (stadium destruksi)
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial
terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi
tendon.
3) Stadium III (stadium deformitas)

5
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang
kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.
d. Kelainan pada jaringan ekstra artikular.
Perubahan patologis yang dapat terjadi pada jaringan ekstra-
artikuler adalah :
1) Otot
Pada otot terjadi miopati yang pada elektromiograf menunjukkan
adanya degenerasi serabut otot.
2) Pembuluh darah kapiler
Terjadi perubahan pada pembuluh darah sedang dan kecil berupa
artritis nekrotik. Akibatnya terjadi gangguan respon arteriol
terhadap temperatur.
3) Nodul subkutan
Nodul subkutan terdiri atas unit jaringan yang nekrotik di bagian
sentral dan dikelilingi oleh lapisan sel mnonuklear yang tersusun
secara radier dengan jaringan ikat yang padat dan diinfiltrasi oleh
sel-sel bulat. Nodul subkutan hanya ditemukan pada 25% dari
seluruh klien artritis reumatoid. Gambaran ektra-artikuler yang khas
adalah ditemukannya nodul subkutan yang merupakan tanda
patognomonik dan ditemukan pada 25% dari klien artritis
reumatoid.
4) Kelenjar limfe
Terjadi pembesaran kelenjar limfe yang berasal dari aliran limfe
sendi, hiperplasia folikuler, peningkatan aktivitas sistem
retikuloendotelial dan proliferasi jaringan ikat yang mengakibatkan
splenomegali.
5) Saraf
Pada saraf terjadi perubahan pada jaringan periuneral berupa
nekrosis fokal, rekasi epiteloid serta infiltrasi yang menyebabkan
neuropati sehingga terjadi gangguan sensoris.
6) Organ-organ Visea

6
Kelainan artritis reumatoid juga dapat terjadi pada organ visera
seperti jantung dimana adanya demam reumatik kemungkinan akan
menyebabkan gangguan pada katub jantung. (Muttaqin, Pengantar
Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskletal,
2006).
5. Manisfestasi Klinis
Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli artritis
rheumatoid. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan,
pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku pergelangan kaki, sendi bahu
serta sendi panggul dan biasanya bersifat bilateral/simetris. Tetapi kadang-
kadang hanya terjadi pada satu sendi disebut artritis reumatoid mono-
artikular. (Chairuddin, 2003).
Kriteria dm American Rheumatism Association (ARA) yang di revisi
1987, adalah:
a. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada
persendian dan di sekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang-
kurangnya 1 jam sebelum perbaikan maksimal.
b. Arthritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau
persendian (soft tissue swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran
tulang (hyperostosis). Terjadi pada sekurang-kurangnya 3 sendisecara
bersamaan dalam observasi seorang dokter. Terdapat 14 persendian
yang memenuhi criteria, yaitu interfalang proksimal, metakarpofalang,
pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan metatarsofalang kiri
dan kanan.
c. Arthritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi
pembengkakan satu persendian tangan seperti tertera di atas.
d. Arthritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama;(tidak
mutlak bersifat simetris) pada kedua sisi secara serentak (symmetrical
polyartritis simultaneously).
e. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau
permukaan ektensor atau daerah jukstaartikular dalam observasi
seorang dokter.
7
f. Faktor rheumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor
rheumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil
positif kurang dari 5% kelompok control.
g. Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada pemeriksaan
sinar rontgen tangan posteroanterior atau pergelangan tangan, yang
harus menunjukkkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang
berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi.
Diagnosis artritis reumatoid ditegakkan jika sekurang-kurangnya
terpenuhi 4 dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat
minimal selama 6 minggu. (Mansjoer, 2001).
6. Patofisiologi
Sebelum memahami patofisiologi penyakit reumatik penting untuk
memahami lebih dahulu tentang anatomi normal dan fisiologi
persendian diartrodial atausinovial. Fungsi persendian sinovial adalah
gerakan. Setiap sendi sinovial memiliki kisaran gerak tertentu kendati
masing-masing orang tidak mempunyai kisaran gerak yang sama pada
sendi-sendi yang dapat digerakkan.
Pada sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler membungkus
ujung tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet
untuk gerakan. Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa
dan mensekresikan cairan ke dalam ruangan antar-tulang. Cairan sinovial
ini berfungsi sebagai peredam kejut dan pelumas yang memungkinkan
sendi untuk bergerak secara bebas dalam arah yang tepat.
Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena inflamasi
dan degenerasi yang terlihat pada penyakit reumatik. Inflamasi akan terjadi
pada persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit reumatik inflamatori,
inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi yang terjadi merupakan
proses sekunder yang timbul akibat pembentukan pannus (proliferasi
jaringan sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon imun.
Kartilago artikuler memainkan dua peranan mekanis yang penting
dalam fisiologi sendi. Pertama, kartilago artikuler memberikan permukaan
penahan beban yang licin secara nyata, dan bersama cairan sinovial,
8
membuat gesekan (friksi) yang sangat rendah dalam gerakan. Kedua,
kartilago akan meneruskan beban atau tekanan pada tulang sehingga
mengurangi stres mekanis. Kartilago artikuler maupun tulang dapat normal
tetapi beban (gaya yang dihasilkan oleh berat tubuh) berlebihan pada sendi
menyebabkan jaringan tersebut gagal, atau beban pada sendi secara
fisiologis masih banyak tetapi kartilago artikuler atau tulangnya tidak
normal. (muttaqin, 2005).
Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada
jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam
sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi
edema, proliferasi membran sinovial, dan akhirnya membentuk panus.
Panus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang,
akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu gerak
sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami
perubahan generatif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan
kontraksi otot.
Pada respon imun
Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang menstimulasi monosit,
makrofag dan syinovial fibroblas untuk memproduksi interleukin-1,
interleukin-6 dan TNF-α untuk mensekresikan matrik metaloproteinase
melalui hubungan antar sel dengan bantuan CD69 dan CD11 melalui
pelepasan mediator-mediator pelarut seperti interferon-γ dan interleukin-17.
Interleukin-1, interlukin-6 dan TNF-α merupakan kunci terjadinya
inflamasi pada rheumatoid arthritis.
Aktifasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B melalui kontak sel
secara langsung dan ikatan dengan α1β2 integrin, CD40 ligan dan CD28
untuk memproduksi immunoglobulin meliputi rheumatoid faktor.
Sebenarnya fungsi dari rhumetoid faktor ini dalam proses patogenesis
reumatoid artritis tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan besar
reumatoid faktor mengaktiflkan berbagai komplemen melalui pembentukan
immun kompleks.aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan
osteoclastogenesis yang secara keseluruhan ini menyebabkan gangguan
9
sendi. Aktifasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga menstimulasi
angiogenesis sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi yang ditemukan
pada synovial penderita reumatoid artritis.
7. Komplikasi
a. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan
ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan
penyakit (disease modifying antirheumatoid drugs, DMRAD) yang
menjadi penyebab mordibitas dan mortalitas utama pada artitis
reumatoid.
b. Komplikasi syaraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas,
sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi
neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat
ketidakstabilan verterbra servikal dan neuropati iskemik akibat
vaskulitis. (Mansjoer, 2001). Vaskulitis (inflamasi sistem vaskuler)
dapat menyebabkan trombosis dan infark.
c. Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup jantung
atau pada paru, mata, atau limpa. Fungsi pernapasan dan jantung dapat
terganggu. Glaukoma dapat terjadi apabila nodulus yang menyumbat
aliran keluar cairan okular terbentuk pada mata.
d. Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari,
depresi, dan stres keluarga dapat menyertai eksaserbasi penyakit.
(Corwin, 2009).
1) Osteoporosis.
2) Nekrosis sendi panggul.
3) Deformitaas sendi.
4) Kontraktur jaringan lunak.
5) Sindrom Sjogren (Bilotta, 2011).
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis reumatoid, namun dapat
menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien.
Pada pemeriksaan laboraturium terdapat:
10
1) Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis
reumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada
pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa,
lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis.
2) Protein C-reaktif biasanya positif.
3) LED meningkat.
4) Leukosit normal atau meningkat sedikit.
5) Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
6) Trombosit meningkat.
7) Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
b. Pada pemeriksaan rotgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang
tersering adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi
sakroiliaka jugasering terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan
jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi
penyempitan ruang sendi dan erosi.
9. Penatalaksanaan/Pengobatan
Tujuan penatalaksanaan reumatoid artritis adalah mengurangi nyeri,
mengurangi inflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan meningkatkan
fungsi dan kemampuan mobilisasi penderita.
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara lain :
a. Pemberian terapi
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian aspirin
untuk mengurangi nyeri dan proses inflamasi, NSAIDs untuk
mengurangi inflamasi, pemberian corticosteroid sistemik untuk
memperlambat destruksi sendi dan imunosupressive terapi untuk
menghambat proses autoimun.
b. Pengaturan aktivitas dan istirahat
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal
penting untuk mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang
terkena dan pembatasan gerak yang tidak perlu akan sangat membantu
dalam mengurangi progresivitas inflamasi. Namun istirahat harus

11
diseimbangkan dengan latihan gerak untuk tetap menjaga kekuatan otot
dan pergerakan sendi.
c. Kompres panas dan dingin
Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek
analgesic dan relaksan otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih
efektive daripada kompres dingin.
d. Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur
dietnya. Diet yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat
dalam minyak ikan.
Mengkonsumsi makanan seperti tahu untuk pengganti daging,
memakan buah beri untuk menurunkan kadar asam urat dan
mengurangi inflamasi.
Hindari makanan yang banyak mengandung purin seperti bir dari
minuman beralkohol, ikan anchovy, sarden, herring, ragi, jerohan,
kacang-kacangan, ekstrak daging, jamur, bayam, asparagus, dan
kembangkol karena dapat menyebabkan penimbunan asam urat
dipersendian.
e. Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang
terdapat dalam darah sehingga tidak tertimbun di sendi.
(NANDA, 2013).
f. Gizi
Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi yang optimal serta mengurangi peradangan
pada sendi. Adapun syarat–syarat diet atritis rheumatoid adalah protein
cukup, lemak sedang, cukup vitamin dan mineral, cairan disesuaikan
dengan urine yang dikeluarkan setiap hari. Rata–rata asupan cairan
yang dianjurkan adalah 2 – 2 ½ L/hari, karbohidrat dapat diberikan
lebih banyak yaitu 65 – 75% dari kebutuhan energi total.
g. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai
tahap akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk
12
menstabilkan sendi, arthoplasty atau total join replacement untuk
mengganti sendi.
B. KONSEP ASKEP RHEUMATOID ARTHRITIS
1. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan
keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru,
ginjal), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan
bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan
stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan
simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu
senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit,
kontraktor/ kelaianan pada sendi.
b. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (mis: pucat intermitten,
sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali
normal).
c. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut / kronis: mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
Keputusan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan)
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi (misalnya
ketergantungan pada orang lain).
d. Makanan/ cairan
Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi
makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia
Kesulitan untuk mengunyah
Tanda : Penurunan berat badan, kekeringan pada membran mukosa.
e. Hygiene

13
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan
pribadi. Ketergantungan
f. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada
jari tangan.Gejala : Pembengkakan sendi simetris
g. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh
pembengkakan jaringan lunak pada sendi).
h. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki.
Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah
tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada mata dan membran
mukosa.
Interaksi sosial
i. Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain;
perubahan peran; isolasi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi
jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
b. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
c. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan
dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum,
peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
d. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu
bergerak, depresi.
e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis
dan kebutuhan pengobatan berhubungan kurangnya pemahaman/
mengingat,kesalahan interpretasi informasi

14
3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi
jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
Kriteria Hasil:
 Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol,
 Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam
aktivitas sesuai kemampuan.
 Mengikuti program farmakologis yang diresepkan,
 Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke
dalam program kontrol nyeri.

Intervensi dan Rasional:.

1) Kaji nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-
faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal R/
Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan
keefektifan program
2) Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat
tidur sesuai kebutuhan
R/Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah
pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress
pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan
tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri
3) Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan
trokhanter, bebat, brace. (R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang
sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat
menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi)
4) Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di
tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari
gerakan yang menyentak. (R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum
dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa
sakit pada sendi)

15
5) Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada
waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat
untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari.
Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya. (R/ Panas
meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit
dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas
dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan)
6) Berikan masase yang lembut (R/meningkatkan relaksasi/
mengurangi nyeri)
7) Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi
progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman
imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas. (R/ Meningkatkan
relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan
kemampuan koping)
8) Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.
(R/ Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan
meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat)
9) Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai
petunjuk. (R/ Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/
spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi)
10) Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil
salisilat) (R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam
mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.)
11) Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan (R/ Rasa dingin dapat
menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut)
b. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Kriteria Hasil :
 Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan
kontraktur.

16
 Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari
dan/ atau konpensasi bagian tubuh.
 Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan
melakukan aktivitas

Intervensi dan Rasional:.

1) Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada


sendi (R/ Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/
resolusi dari peoses inflamasi)
2) Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal
aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus
dan tidur malam hari yang tidak terganmggu.(R/ Istirahat sistemik
dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang
penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan)
3) Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan
resistif dan isometris jika memungkinkan (R/ Mempertahankan/
meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum.
Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi,
karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi)
4) Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup.
Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan
mobilitas, mis, trapeze (R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan
dan meningkatkan sirkulasi. Memepermudah perawatan diri dan
kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah
robekan abrasi kulit)
5) Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat,
brace (R/ Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan
memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran
tubuh, mengurangi kontraktor)
6) Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher. (R/ Mencegah fleksi
leher)

17
7) Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi,
berdiri, dan berjalan (R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan
mempertahankan mobilitas)
8) Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi,
menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda.
(R/ Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh)
9) Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi. (R/ Berguna dalam
memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada
kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat)
10) Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan. (R/
Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk
mengurangi risiko imobilitas)
11) Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid). (R/
Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut)
c. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan
dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum,
peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Kriteria Hasil :
 Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan
untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan
kemungkinan keterbatasan.
 Menyusun rencana realistis untuk masa depan.

Intervensi dan Rasional:

1) Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit,


harapan masa depan. (R/Berikan kesempatan untuk
mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya
secara langsung)
2) Diskeusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang
terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam
memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek
seksual. (R/Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi

18
persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan
kebutuhan terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut)
3) Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat
menerima keterbatasan. (R/ Isyarat verbal/non verbal orang terdekat
dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien
memandang dirinya sendiri)
4) Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan.
(R/ Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan
bermusuhan umum terjadi)
5) Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau
terlalu memperhatikan perubahan. (R/ Dapat menunjukkan
emosional ataupun metode koping maladaptive, membutuhkan
intervensi lebih lanjut)
6) Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping. (R/
Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat
meningkatkan perasaan harga diri)
7) Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat
jadwal aktivitas. (Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong
kemandirian, dan mendorong berpartisipasi dalam terapi)
8) Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan.(R/
Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri)
9) Berikan bantuan positif bila perlu. (R/ Memungkinkan pasien untuk
merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku
positif. Meningkatkan rasa percaya diri)
10) Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis
psikiatri, psikolog. (R/ Pasien/orang terdekat mungkin
membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka
panjang/ ketidakmampuan)
11) Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas
dan obat-obatan peningkat alam perasaan. (R/ Mungkin dibutuhkan

19
pada sat munculnya depresi hebat sampai pasien mengembangkan
kemapuan koping yang lebih efektif
d. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu
bergerak, depresi.
Kriteria Hasil :
 Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten
dengan kemampuan individual.
 Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
 Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat
memenuhi kebutuhan perawatan diri.

Intervensi dan Rasional:

1) Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/


eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang
diantisipasi. (R/ Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum
dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat
ini).
2) Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan.
(R/ Mendukung kemandirian fisik/emosional)
3) Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri.
Identifikasi /rencana untuk modifikasi lingkungan. (R/ Menyiapkan
untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga
diri)
4) Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi. (R/ Berguna untuk
menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis;
memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu,
menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran)
5) Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan
dengan evaluasi setelahnya. (R/ Mengidentifikasi masalah-masalah
yang mungkin dihadapi karena tingkat kemampuan aktual)

20
6) Kolaborasi : atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan
perawatan rumah, ahli nutrisi. (R/ Mungkin membutuhkan berbagai
bantuan tambahan untuk persiapan situasi di rumah)
e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis
dan kebutuhan pengobatan berhubungan kurangnya pemahaman/
mengingat,kesalahan interpretasi informasi.
Kriteria Hasil :
 Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan.
 Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk
modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau
pembatasan aktivitas.

Intervensi dan Rasional:

1) Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan. (R/


Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi)
2) Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit
melalui diet,obat-obatan, dan program diet seimbang, l;atihan dan
istirahat.(R/ Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan
inflamasi sendiri/ jaringan lain untuk mempertahankan fungsi sendi
dan mencegah deformitas)
3) Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang
realistis,istirahat, perawatan pribadi, pemberian obat-obatan, terapi
fisik, dan manajemen stres. (R/ Memberikan struktur dan
mengurangi ansietas pada waktu menangani proses penyakit kronis
kompleks)
4) Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik.
(R/ Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan
dosis)
5) Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu, atau
antasida pada waktu tidur. (R/ Membatasi irigasi gaster,

21
pengurangan nyeri pada HS akan meningkatkan tidur dan
m,engurangi kekakuan di pagi hari)
6) Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan, mis: tinitus,
perdarahan gastrointestinal, dan ruam purpuruik. (R/
Memperpanjang dan memaksimalkan dosis aspirin dapat
mengakibatkan takar lajak. Tinitus umumnya mengindikasikan
kadar terapeutik darah yang tinggi)
7) Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi
penggunaan obat-obat yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter.
(R/ Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi yang dapat
meningkatkan risiko takar layak obat/ efek samping yang
berbahaya)
8) Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang
banyak mengandung vitamin, protein dan zat besi. (R/
Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan jaringan)
9) Dorong pasien obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan
informasi penurunan berat badan sesuai kebutuhan. (R/
Pengurangan berat badan akan mengurangi tekanan pada sendi,
terutama pinggul, lutut, pergelangan kaki, telapak kaki)
10) Berikan informasi mengenai alat bantu (R/ Mengurangi paksaan
untuk menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut
serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan)
11) Diskusikan tekinik menghemat energi, mis: duduk daripada berdiri
untuk mempersiapkan makanan dan mandi (R/ Mencegah
kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan
kemandirian)
12) Dorong mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada sat
istirahat maupun pada waktu melakukan aktivitas, misalnya
menjaga agar sendi tetap meregang , tidak fleksi, menggunakan
bebat untuk periode yang ditentukan, menempatkan tangan dekat
pada pusat tubuh selama menggunakan, dan bergeser daripada
mengangkat benda jika memungkinkan. ( R: mekanika tubuh yang
22
baik harus menjadi bagian dari gaya hidup pasien untuk mengurangi
tekanan sendi dan nyeri ).
13) Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan perawatan kulit
lainnya dibawah bebat, gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian
bantalan yang tepat. ( R: mengurangi resiko iritasi/ kerusakan kulit )
14) Diskusikan pentingnya obat obatan lanjutan/ pemeriksaan
laboratorium, mis: LED, Kadar salisilat, PT. ( R; Terapi obat obatan
membutuhkan pengkajian/ perbaikan yang terus menerus untuk
menjamin efek optimal dan mencegah takar lajak, efek samping
yang berbahaya.
15) Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan (R: Informasi mengenai
posisi-posisi yang berbeda dan tehnik atau pilihan lain untuk
pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi
dan perasaan harga diri/ percaya diri).
16) Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: yayasan arthritis (bila
ada). (R: bantuan/ dukungan dari oranmg lain untuk meningkatkan
pemulihan maksimal).

23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit reumatik adalah kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang
lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai dengan
nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi – sendi
tangan dan sendi besar yang menanggung beban.
Artritis rematoid adalah merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik
dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ
tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit
ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat
juga menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah.

B. Saran
1. Dunia pendidikan dalam kontes pemberian tugas diharapkan agar dapat
menjadi suatu bagian yang menjadikan penulis maupun pembaca bias
lebih berkifrah dalam menambah wawasan.
2. Lingkungan pendidikan yang baik melalui tim pengajar dan mahasiswa
dapat
3. Dosen dalam hal pemberian tugas agar dapat menulai secara konsisten
mutu dan kinerja mahasiswa
4. Dengan aktifnya dosen dalam menanggapi memberikan masukan dan
perbaikan dalam berbagai tugas yang ada dapat meningkatkan kwalitas

24
DAFTAR PUSTAKA

Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta

Kalim, Handono. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculaapius
FKUI:Jakarta.
Prince, Sylvia Anderson. 1999. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. EGC: Jakarta.
Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. .Jakarta: EGC.

Ganong.1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Boedhi Darmojo & Hadi Martono. 1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.

25
26

Anda mungkin juga menyukai