Makalah Ijtihad Dan Taklid
Makalah Ijtihad Dan Taklid
oleh:
Rizki Juhansyah
Shalawat dan salam senantiasa kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW, yang telah mengajarkan kepada kita bagaimana seharusnya
menjalani kehidupan di dunia ini agar kita selalu dalam lindungan dan Ridho Allah
SWT.
Selanjutnya Alhamdulillah makalah yang berjudul “Ijtihad dan Taklid” ini dapat
terselesaikan, meskipun masih banyak kekurangan didalamnya. Semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi semua.
PENDAHULUAN
Ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu melalui dalil-dalil
agama yaitu Al Qur’an dan Hadits dengan jalan istinbath. Adapun Mujtahid (yang
melakukan Ijtihad) itu adalah ahli fiqih yang menghabiskan atau mengerahkan
seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap suatu
hukum agama.
Sedangkan kata Taqlid berasal dari Bahasa Arab, yakni kata kerja “qallada”,
“yaqallidu”, “taqlidan”, yang artinya meniru, menurut seseorang, dan sejenisnya.
Adapun taqlid yang dimaksud dalam istilah Ilmu Fiqih adalah “menerima
perkataan orang lain yang berkata, dan kamu tidak mengetahui alas an
perkataannya.” Sedangkan definisi taqlid menurut Imam Al Ghazali yaitu:
“menerima perkataan orang lain yang tidak ada alasannya.”1
B. Rumusan Masalah
Adapun mengenail Taqlid, penulis akan membahasnya dalam dua bahasan, yaitu:
PEMBAHASAN
I. IJTIHAD
A. Pengertian, Fungsi, Bentuk-bentuk, Hukum, dan Manfaat Ijtihad
1) Terciptanya suatu keputusan antara para ulama dan para ahli agama
(yang berwenang) untuk mencegah kemudharatan dalam penyelesaian
1
http://www.artikelsiana.com/2015/01/pengertian-ijtihad-fungsi-contoh-ijtihad.html
suatu perkara yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh Al Qur’an
dan Hadits.
2) Tersepakatinya suatu keputusan dari hasil Ijtihad yang tidak
bertentangan dengan Qur’an dan Hadits.
3) Dapat ditetapkannya hukum terhadap suatu persoalan Ijtihadiyah atas
pertimbangan kegunaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan
syariat berdasarkan prinsip-prinsip umum ajaran islam.2
2
http://pengertianedefinisi.com/pengertian-ijtihad-definisi-fungsi-bentuk-dan-contoh/
7) Istihsan : Pengertian istihsan adalah tindakan dengan meninggalkan satu
hukum kepada hukum lainnya disebabkan adanya suatu dalil syara’ yang
mengharuskan untuk meninggalkannya.3
Adapun yang menjadi dasar Ijtihad ialah Al Qur’an dan As Sunnah. Diantara dalil
dalam Al Qur’an yang menjadi dasar Ijtihad adalah sebagai berikut:
Adapun Hadits yang menjadi dasar Ijtihad diantaranya adalah Hadits Amr bin ‘Ash
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, dan Ahmad yang menyebutkan
Rasulullah SAW bersabda:
3
http://www.artikelsiana.com/2015/01/pengertian-ijtihad-fungsi-contoh-ijtihad.html
4
https://lzaieda.wordpress.com/2014/09/28/makalah-ijtihad-sebagai-sumber-ajaran-
islam/
Menetapkan fatwa terhadap masalah-masalah yang tidak terkait
dengan halal atau haram.
Dapat membantu Umat Islam dalam menghapi setiap masalah yang
belum ada hukumnya secara Islam.
Hal ini adalah salah satu factor yang menjadikan kesalahan dalam
berijtihad, nash Al Qur’anul Qareem, maupun sunnah Rasulullah SAW.
Metode ijtihad yang dilakukan ulama salaf maupun ulama kontemporer
harus selalu mengacu keoada Al Qur’an dan Hadits. Senadainya ada suatu
problematika masyarakat yang mebutuhkan solusi, seorang mujtahid harus
merujuk kepada Al Qur’an, jika tidak ditemukan jawaban yang sesuai,
beralih kepada Hadits, jika masih belum menemukan solusi yang tepat,
sasaran baru kemudian menggunakan metode selanjutnya. Urutan-urutan
sumber hokum seperti ini, adalah urutan yang telah dilakukan oleh
Sayyidina Abu Bakar ra dan Sayyidina Umar Bin Khattab ra, dan sesuai
dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh sahabat Muadz ibn Jabal.
Beberapa contoh Ijtihad yang mengesampingkan Nash Al Qur’an dan
Hadits antara lain: memperbolehkan mengadopsi anak buangan,
memperbolehkan gambar secara keseluruhan.
Yang dimaksud disini adalah Ijma’ yang telah diyakini, yang telah menjadi
ketetapan fiqh dan Ijma’ itu telah ditetapkan oleh seluruh umat Islam.
5
http://bijehpade.blogspot.co.id/2011/10/kekeliruan-ijtihad-kontemporer.html
1) Hasil Analisa Para Theolog: yaitu masalah yang tidak berkaitan
dengan aqidah keimanan seseorang, karena hal itu membutuhkan
pemikiran. Dan ilmu yang memerlukan pemikiran bukanlah
ijtihad.
2) Aspek Amaliyah yang Zhanni: yaitu masalah yang belum
ditentukan kadar kriterianya dalam nash. Contohnya: apakah batas-
batas menyusui yang dapat menimbulkan mahram.
3) Sebagian Kaidah-kaidah Zhanni: yaitu masalah qiyash merupakan
norma hokum tersendiri.
4) Masalah-masalah yang tidak ada nashnya samasekali.
1. Dasar-dasar Ijtihad
6
https://faridahbahiyah.wordpress.com/2011/02/04/ijtihad/
berkembang dan tentu saja diperlukan aturan-aturan turunan dalam
melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari. Jika
terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu,
atau di suatu masa tertentu, maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara
yang dipersoalkan itu sudah ada dalam Al Qur’an atau Al Hadits.
Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan
yang sudah ada sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an dan Hadits.
Namun jika persolana tersebut merupakan perkara yang tidak ada
ketentuannya dalam Al Qur’an maupun Al Hadits, maka pada saat itulah
umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tetapi yang berhak membuat
Ijtihad adalah mereka yang benar-benar paham Al Qur’an dan Al Hadits,
mereka itulah yang disebut Mujtahid.
Lebih merinci, menurut Fakhir al Din Muhammad bin Umar bin Husain,
syarat-syarat Mujtahid adalah:
II. TAQLID
A. Pengertian, Jenis-jenis dan Hukum Taqlid
Taqlid menurut bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu qalada, yuqalidu,
taqlidan, yang berarti mengulangi, meniru dan mengikuti.8
الت ّقليد قبول بغير حجّّّ ة وليس طريقا للعلم الفى االْصول والفى الفروع
“Taqlid adalah menerima suatu perkataan dengan tidak ada hujjah. Dan tidak
ada taqlid itu menjadi jalan kepada pengetahuan (keyakinan), baik dalam
urusan ushul maupun dalam urusan furu’.”
Dari defenisi di atas terdapat dua unsur yang perlu diperhatikan dalam
pembicaraan taqlid, yaitu:
7
http://www.islamcendekia.com/2014/01/pengertian-ijtihad-dan-syarat-syarat-
mujtahid.html
8
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta: Bumi Aksara,
2009), h. 323.
9
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2009), h. 324.
a) Menerima atau mengikuti suatu perkataan seseorang
b) Perkataan tersebut tidak diketahui dasarnya, apakah ada dalam Al-
Qur’an dan hadits tersebut.10
Yang pertama : seorang yang taqlid (muqollid) adalah orang awam yang tidak
mampu mengetahui hukum (yakni ber-istimbath dan istidlal, pent) dengan
kemampuannya sendiri, maka wajib baginya taqlid. Berdasarkan firman Allah
SWT:
Dan hendaknya ia mengikuti orang (yakni ‘ulama) yang ia dapati lebih utama
dalam ilmu dan waro '(kehati-hatian) nya, jika hal ini sama pada dua orang
(‘ulama), maka hendaknya ia memilih salah seorang diantara keduanya.
Yang kedua : terjadi pada seorang Mujtahid suatu kejadian yang ia harus
segera memutuskan suatu masalah, sedangkan ia tidak bisa melakukan
penelitian maka ketika itu ia boleh taqlid. Sebagian ‘ulama mensyaratkan untuk
bolehnya taqlid : hendaknya masalahnya (yang ditaqlidi) bukan dalam
ushuluddin (pokok agama/aqidah, pent) yang wajib bagi seseorang untuk
meyakininya; karena masalah aqidah wajib untuk diyakini dengan pasti, dan
taqlid hanya memberi faidah dzonn (persangkaan).
Dan yang rojih (kuat) adalah bahwa yang demikian bukanlah syarat,
berdasarkan keumuman firman Allah subhanahu wa ta’ala :
10
Alaiddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004),
h.132.
Ayat ini adalah dalam konteks penetapan kerasulan yang merupakan
ushuluddin, dan karena orang awam tidak mampu untuk mengetahui (yakni
ber-istinbath dan istidlal)1 kebenaran dengan dalil-dalinya. Maka jika ia
memiliki udzur dalam mengetahui kebenaran, tidaklah tersisa (baginya)
kecuali taqlid, berdasarkan firman Alloh subhanahu wa ta’ala:
Taqlid yang umum : seseorang berpegang pada suatu madzhab tertentu yang ia
mengambil rukhshoh-rukhshohnya1 dan azimah-azimahnya2 dalam semua
urusan agamanya.
Dan para ‘ulama telah berbeda pendapat dalam masalah ini. Diantara mereka
ada yang berpendapat wajibnya hal tersebut dikarenakan (menurut mereka,
pent) orang-orang muta-akhirin memiliki udzur (tidak mampu, pent) untuk ber-
ijtihad; diantara mereka ada yang berpendapat haramnya hal tersebut karena
apa yang ada padanya dari keharusan yang mutlak dalam mengikuti orang
selain Nabi sholallohu alaihi wa sallam.
11
Totok Jumantoro dan Samsul Munir, Kamus Ilmu Ushul Fiqih, ……, h. 326.
setiap perkataan atau pendapat yang sampai kepada kita harus diteliti
lebih dulu sebelum diamalkan.
12
http://islamicinemaker.blogspot.co.id/2012/01/pendapat-4-imam-madzhab-tentang-
sikap_29.html
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Taqlid adalah mengambil kesimpulan dari perkataan orang lain tanpa dalil.
Taqlid ada 3 hukum; taqlid yang diharamkan, yang dibolehkan, dan taqlid
yang diwajibkan.
B. Saran
Alaiddin Koto. 2004. Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
http://www.artikelsiana.com/2015/01/pengertian-ijtihad-fungsi-contoh-
ijtihad
http://bijehpade.blogspot.co.id/2011/10/kekeliruan-ijtihad-
kontemporer.html
https://faridahbahiyah.wordpress.com/2011/02/04/ijtihad/
http://islamicinemaker.blogspot.co.id/2012/01/pendapat-4-imam-
madzhab-tentang-sikap_29.html
https://lzaieda.wordpress.com/2014/09/28/makalah-ijtihad-sebagai-
sumber-ajaran-islam/
http://pengertianedefinisi.com/pengertian-ijtihad-definisi-fungsi-
bentuk-dan-contoh
http://www.islamcendekia.com/2014/01/pengertian-ijtihad-dan-syarat-
syarat-mujtahid.html
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin. 2009. Kamus Ilmu Ushul
Fikih. Jakarta: Bumi Aksara