Anda di halaman 1dari 32

SARI PUSTAKA

RETINOSKOP

Oleh:

dr. Adelina T. Poli, Sp.M, M.Kes

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

1
DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN 3

II. RETINOSKOPI STATIS 4

1. TIPE RETINOSKOP 5

2. SISTEM PROJECTION RETINOSKOP 9

3. SISTEM OBSERVATION RETINOSKOP 10

4. KONSEP “FAR POINT” 11

5. PERLENGKAPAN RETINOSKOP 13

6. WORKING DISTANCE 13

7. CARA PEMERIKSAAN RETINOSKOP 14

8. PEMERIKSAAN SPHERICAL AMETROPIA 14

9. PEMERIKSAAN ASTIGMATISME REGULER 18

10. ABERASI PADA REFLEKS RETINOSKOPI 22

11. AKURASI RETINOSKOP 22

12. PENGGUNAAN SIKLOPLEGIK 23

III. RETINOSKOP RADIKAL 24

IV. RETINOSKOP DINAMIS 24

V. PENUTUP 26

DAFTAR PUSTAKA 27
RETINOSKOPI

I. PENDAHULUAN

Pemeriksaan refraksi dapat dilakukan secara subjektif maupun secara objektif.


Pemeriksaan secara objektif merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan
keadaan refraksi tanpa memerlukan input dari pasien. Hal ini penting terutama pada
pasien yang respon subjektifnya terbatas, seperti pada anak anak, pada pasien dengan
keterbatasan fisik dan bahasa, maupun pada pasien dimana respon subjektifnya
meragukan. Pemeriksaan refraki secara objektif yang umum dilakukan adalah
retinoskopi dan autorefraksi 1,2

Retinoskopi disebut juga skiaskopi atau shadow test merupakan suatu metode
objektif untuk mengetahui suatu kelainan refraksi dengan metode netralisasi.
Retinoskopi didasarkan pada adanya cahaya yang direfleksikan dari suatu cermin ke
mata, secara langsung cahaya akan melewati pupil dan hasil yang didapat tergantung
pada kondisi refraksi mata. 3,4

Retinoskop merupakan instrumen hand-held yang menggunakan prinsip cahaya.


Alat ini terdiri dari lensa, sumber cahaya, dan cermin. Dengan mengarahkan cahaya
retinoskop ke pupil, kita dapat menilai pantulan cahaya pada retina, dan kemudian status
refraksi dapat diukur dengan menggunakan lensa yang diletakkan di depan mata pasien
hingga cahaya dapat tepat fokus pada retina dengan pantulan netral.1,5

Tehnik retinoskopi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1873 oleh Cuignet
(ahli mata dari Perancis), yang kemudian dibawa ke Paris oleh muridnya Mengin tahun
1878. Pada waktu yang tidak terlalu lama berselang, Parent (1880) memperkenalkan
istilah ‘retinoscopie’ yang waktu itu ia percaya bahwa refleks berasal dari retinal pigment
layer. Dalam kepustakaan lain disebutkan bahwa Retinoskop diciptakan oleh seorang
ahli mata bernama Jack Copeland. Retinoskop spot awal ciptaannya kini telah
disempurnakan menjadi retinoskop streak modern.6
Metode refraksi ini diperkenalkan di USA oleh Jackson. Nama-nama seperti
umbraskopi, skiaskopi, dan skiametri sering dipakai sebagai nama lain dari retinoskopi.
Istilah skiaskopi dan skiametri dipakai secara luas di USA, dan istilah retinoskopi
dipakai diInggris dan beberapa Negara lain. Saat ini tehnik retinoskopi telah berkembang
yang dapat berupa retinoskopi statis, dinamis, radikal dan tehnik lainnya.1,5

II. RETINOSKOPI STATIS


Metode ini dilakukan dengan mengurangi akomodasi6,7.

a) Tanpa sikloplegik

Dilakukan dengan kondisi mata pasien melihat target jauh untuk


mengurangi akomodasi, metode ini digunakan pada anak-anak sampai orang
dewasa. Kekurangannya adalah akomodasi yang sulit dikontrol, dan sangat sulit
dilakukan pada anak di bawah umur 2 tahun. Untuk pasien anak di bawah umur 2
tahun, metode ini bisa dimodifikasi dengan memberikan semacam tontonan
anak- anak untuk dilihat dari jarak 20 kaki.

b) Dengan sikloplegik

Dilakukan dengan memberikan sikloplegik dan mata pasien berfiksasi


pada target jarak dekat. Metode ini akan meningkatkan akurasi retinoskopi dan
meningkatkan kontrol dalam menghilangkan akomodasi. Kekurangannya adalah
metode ini membutuhkan tetes mata yang sering sangat sulit untuk diterima anak-
anak, waktu pemeriksaan yang lebih panjang karena menunggu munculnya efek
obat sikloplegik, dan potensi munculnya efek samping dari obat-obat sikloplegik.
Untuk mengurangi potensi efek samping lebih baik digunakan tropicamide
dibandingkan siklopentolat ataupun atropine.
1. TIPE RETINOSKOP
A. MIRROR RETINOSKOP
Mirror retinoskop merupakan retinoskop yang murah dan paling umum dipakai.
Sumber cahaya didapat dari cermin retinoskop yang di tempatkan dibelakang dan
diatas kepala pasien. Mirror retinoskop terdiri dari suatu lensa plano (plane mirror)
atau kombinasi lensa plano dan lensa konkaf (Pristley-Smith mirrr). Alat ini
mempunyai apertura dibagian sentral dengan ukuran 3 • 4 cm.,4

Gambar 1.Plane mirror dan Pristley-smith mirror4

B. RETINOSKOP SPOT
Spot retinoskop adalah bentuk paling simpel dari retinoskop modern dengan
sistem iluminasi yang terdiri dari sumber cahaya fokal dan suatu cermin semisilver
(lensa plano) yang mana akan merefleksikan cahaya ke mata pasien. Karena sumber
cahaya berasal dari belakang cermin, sehingga jika pemeriksa memutar cermin, spot
dari cahaya akan bergerak melewati pupil pasien pada sisi yang sama dari cermin.
Untuk contoh, jika cermin bergerak ke atas, cahaya spot pada wajah pasien
(atau didepan refraktor akan bergerak keatas). Ini menunjukkan bahwa cahaya yang
tiba diretina berkaitan dengan tilting dari cermin. Suatu objek yang berada garis lurus
yang melewati fovea, maka imagenya akan berada diatas fovea dan objek yang berada
ditemporal garis fovea maka imagenya pada nasal retina. Suatu spot cahaya yang
diiluminasikan pada retina pasien akan bergerak lurus melewati pupil pasien, tanpa
memperhatikan apakah pasien miopia, emmetropia dan hipermetropia.5
Pada pasien dengan miopia, cahaya spot pada bagian atas retina pasien, maka
refleks pada pupil akan terlihat pada bagian bawa pupil, dan sebaliknya cahaya spot
pada bagian bawah retina pasien refleks akan terlihat pada bagian atas pupil.
Pergerakan ini disebut ‘against movement. Pasien dengan hipermetropia, cahaya spot
pada bagian atas dari retina, refleksnya akan terlihat pada bagian atas pupil dan jika
spot pada bagian bawah retina, refleksnya akan terlihat pada bagian bawah pupil.
Pergerakan ini disebut ‘with’ movement. Pergerakan ini dapat dilihat dengan
menggerakkan retinoskop keatas dan kebawah. Untuk pasien yang emmetropia, pupil
akan teriluminasi hanya jika spot pada retina berada pada aksis optikus dari mata. Jika
tidak ada pergerakan refleks yang dapat dilihat pada pupil dan dikenal sebagai ‘neutral
movement’.5

C. RETINOSKOP STREAK
Merupakan retinoskop modern yang berbeda dengan spot retinoskop pada dua
aspek: 1. Menggabungkan lensa konkaf (sinar konvergen) dengan lensa plano
dan 2. Sumber cahaya yang dibentuk oleh streak lebih besar dari spot.Efek lensa konkaf
adalah menempatkan dengan efektif sumber cahaya dari depan daripada dibelakang
plane mirror, sehingga jika instrument ini digerakkan, iluminasi pada pada retina akan
bergerak berlawanan dengan retinoskop, hasil ini disebut ‘against’ movement atau searah
dengan gerakan retinoskop (streak) disebut ‘with’ movement. Keuntungan dari lensa
konkaf ini adalah penguji dapat mengkonfirmasi tipe movement yang ada dengan
melakukan switching lensa dari posisi satu ke posisi yang lain. Sebagai contoh, jika
seorang pemeriksa menggunakan lensa plano dan terlihat ‘with’ movement, kita dapat
mengkonfirmasi dengan lensa konkaf dan akan didapatkan ‘against’ movement.5,6
Retinoskop yang digunakan secara luas adalah Copeland dan Welch Allen.
Keduanya terdiri dari Head (kepala), Sleeve (leher) dan Battery handle (tempat baterei).
Bagian optik kepala memancarkan sinar berbentuk slit yang disebut dengan streak pada
salah satu sisi kepala dan di sisi lain kepala terdapat lubang pengintip. Sleeve yang
terdapat pada retinoskop dapat membuat sinar streak berkonvergensi (memipih) atau
berdivergen (melebar) dengan cara menggeser sleeve retinoskop keatas atau ke bawah.

6
Sleeve retinoskop juga digunakan untuk memutar arah dari sinar streak. 6,7, 8

7
Lampu dari retinoskop streak dibuat sedemikian rupa sehingga membentuk suatu
cahaya berbentuk streak yang lebih besar dari pada bentuk spot. Instrument dibuat
dengan suatu mekanisme (biasanya suatu knurled ring) yang memungkinkan untuk rotasi
pada suatu meridian yang diinginkan. Orientasi dari streak akan melewati wajah pasien
selalu pada sudut kanan terhadap meridian dari mata yang akan diperiksa. Jika yang
diperiksa adalah meridian vertikal, pemeriksa menggerakkan instrument ke vertikal,
dengan streak di orientasikan secara horizontal. Jika yang diperiksa meridian horizontal,
instrument digerakkan secara horizontal dan streak diorintasikan secara vertikal.6,7, 8
Sebagai tambahan untuk mekanisme rotasi streak, retinoscop streak juga
mempunyai mekanisme yang bervariasi dalam hal luasnya streak. Mekanisme ini
memudahkan pemeriksa dengan cepat mengubah lensa dari lensa plano ke lensa konkaf
dan sebaliknya. Ketika streak yang digunakan adalah yang paling luas, inisama dengan
waktu menggunakan retinoskop spot. Pada lebar yang dipersempit, akan memudahkan
pemeriksa untuk menemukan letak dari dua principal meridians.5,6
Metode retinoskopi yang akan dipaparkan berikut menggunakan apa yang
disebut posisi sleeve up dan sleeve down. Penting untuk diketahui, bahwa kedua alat
retinoskop di Copeland dan Welch Allen tidak berfungsi dengan cara yang sama.
Retinoskop Copeland membuat efek sleeve up dengan cara menggeser leher retinoskop
ke posisi paling atas, namun retinoskop Welch Allen menimbulkan efek sleeve up
dengan menggeser leher retinoskop ke posisi paling bawah. Demikian pula sebaliknya
retinoskop Copeland membuat efek sleeve down dengan cara menggeser retinoskop ke
posisi paling bawah dan sebaliknya pada retinoskop Welc Allen digeser ke posisi paling
atas. Pada posisi sleeve up dari retinoskop Copeland dan sleeve down pada Welch Allen
digunakan untuk mendapatkan plano position. Dan posisi sebaliknya untuk mendapatkan
konkaf position 10

8
Gambar 2. Retinoskop streak9

Gambar 3. Posisi sleeve up dan sleeve down dari retinoskop copeland9

8
Gambar 4. Posisi sleeve up dan sleeve down dari retinoskop Welch Allen9

2. SISTEM PROJECTION RETINOSKOP1


Terdiri dari:
 Sumber cahaya : Sebuah lampu dengan suatu filamen linear yang
memproyeksikan cahaya berbentuk garis atau streak. Pengaturan sleeve
pada instrument dapat merotasi lampu. Pengaturan sleeve dan rotasi
cahaya streak disebut “meridian control”.
 Condensing bulb : Diletakkan pada jalan lewatnya cahaya, berfungsi
memfokuskan cahaya ke lensa
 Mirror : Ditempatkan pada bagian kepala dari retinoskop, berfungsi
membelokkan cahaya pada sudut kanan aksis dari handle retinoskop, dan
cahaya akan diproyeksikan ke mata pasien.
 Sleeve : Mengatur besarnya cahaya yang keluar dar retinoskop, dengan
cara mengatur jarak dari lensa ke sumber cahaya, sehingga dapat terjadi
cahaya divergen ( efek lensa plano) atau konvergen (efek lensa konkaf),
sehingga sleeve ini disebut juga “Vergence control”

9
 Sumber listrik : Sumber listrik dapat berasal dari suatu transformer
stepped down 2,5 V – 3,5 V atau dengan battery handle.

Gambar 5. Meredian control9

Gambar 6. Sistem projeksion dari retinoskop9

3. SISTEM OBSERVATION RETINOSKOP1


Cahaya akan dipantulkan oleh iluminasi retina kembali ke retinoskop, melewati
suatu apertura dari lensa dan keluar melewati peephole (lubang intip)

10
pada bagian belakang kepala retinoskop. Jika retinoskop digerakkan, kita akan
melihat pergerakan streak/spot yang diproyeksikan pada retina dan dapat dilihat
melalui peephole ini.

Gambar 7. Sistem observation pada retinoskop9

4. KONSEP “Far Point”1


Sebelum kita memahami prinsip kerja dari retinoskopi, pemahaman tentang
konsep “far point” sangat diperlukan. Far point pada suatu mata didefinisikan sebagai
titik pada suatu ruang yang berkonjugasi dengan fovea, dengan mata tanpa
akomodasi.
1

Jika far point berada diantara pemeriksa dan pasien, maka berkas sinar akan
bertemu pada satu titik sebelum mencapai fovea dan akan tersebar kembali, dan
memberikan gambaran yang berlawanan dengan gerakan retinoskop (against
movement). Dan sebaliknya, jika titik terjauh tidak berada antara pemeriksa dan
pasien maka berkas sinar tidak akan bertemu pada satu titik meskipun telah melewati
fovea, dan pada retinoskopi memberikan gambaran yang searah dengan gerakan
retinoskop (with movement). Proses netralisasi yang dilakukan sebenarnya
merupakan proses membawa far point ke pupil pemeriksa (di jelaskan pada bagian

11
lain dari sari pustaka ini).10

12
Gambar 8 . Area against motion dan with motion berdasarkan far pointnya11

Gambar 9 . Ilustrasi with motion dengan far point diluar pemeriksa dan pasien11

Gambar 10. Far point terletak antara pemeriksa dan pasien didapatkan against
movement10

Gambar 11. Far point tepat di pupil pemeriksa (netralisasi).10

12
5. PERLENGKAPAN RETINOSKOPI1,4
1. Suatu ruang redup, lebih baik kalau besar ruangan jaraknya 6 meter.
2. Trial Box yang terdiri dari lensa spheris dan silinder dengan variasi plus
dan minus dengan berbagai ukuran, pinhole, okluder dan prisma
3. Trial F`2rame, lebih baik yang dapat disesuaikan dapat untuk anak-anak
maupun orang dewasa
4. Vision Box. Suatu snellen dalam bentuk box dengan iluminasi sendiri tapi
dapat diganti dengan kartu snellen
5. Retinoskop.

6. WORKING DISTANCE (JARAK KERJA)


Jarak dari retinoskop ke mata pasien dikenal dengan jarak kerja. Komponen
ini sangat menentukan ketika melakukan retinoskopi. Jarak kerja yang biasa dipakai
adalah 66 cm sesuai dengan rata-rata panjang lengan manusia tapi dapat saja dipakai
jarak kerja yang lain. Jarak kerja ini harus tetap konstan selama pemeriksaan. Jarak
kerja ini nantinya diequivalentkan dengan besar lensa kerja berdasarkan rumus D =
1(m)/F, jadi bila jarak kerja 66 cm maka lensa kerjanya adalah 1,50 D, dan bila jarak
kerjanya 1 m maka lensa kerjanya adalah 1,00 D. Jarak 66 cm merupakan jarak kerja
universal yang paling sering dipakai karena penyimpangan hasil pengukuran

minimal.1,5,10,11

Gambar 12. Korelasi antara jarak kerja dan lensa kerja1

13
7. CARA PEMERIKSAAN RETINOSKOPI
Retinoskopi dilakukan di dalam ruangan yang redup. Pasien duduk di
kursi dan berada didepan pasien, dengan jarak kerja sesuai yang diinginkan. Pasien
diminta untuk melihat ke suatu obyek dengan jarak 6 m (20 kaki) atau lebih yang
searah. Pemeriksa menggunakan mata kanan jika akan memeriksa mata kanan, dan
mata kiri untuk memeriksa mata kiri pasien. posisi mata pemeriksa setinggi posisi
mata pasien .2,4,7
Untuk memeriksa mata kanan pemeriksa duduk agak sedikit ke kanan
pasien. Retinoskop dipegang dengan tangan kanan dan mata kanan mengintip
melalui retinoskop, ibu jari atau telunjuk digunakan untuk menahan pada posisi
sleeve down (jika yang digunakan retinoskop Welch Allen) dan untuk memutar
sleeve. Tangan kiri digunakan untuk memanipulasi foropter atau trial lens.
Begitupun sebaliknya untuk memeriksa mata kiri pasien. 2,7,8
Pada saat pemeriksaan ada beberapa hal yang perlu diberitahukan pada pasien:
-
Pemeriksaan ini untuk membantu mendapatkan ukuran kaca mata dengan tepat
-
Ke dua mata dibuka dan di instruksikan untuk melihat ke kartu atau objek jauh
meskipun kabur.
-
Pasien tidak melihat ke cahaya retinoskop
-
Pasien dapat berkedip bila diperlukan
-
Jika pemeriksa menghalangi penglihatan untuk melihat jauh, beritahukan
pemeriksa.2

Gambar 13. Cara memegang dan manipulasi


retinoskop9

14
Gambar 14. Posisi pemeriksa dan pasien9

8. PEMERIKSAAN SPHERICAL AMETROPIA


Setelah prosedur diatas dipahami untuk mendapatkan lensa koreksi dari pasien
yang pertama-tama harus dilakukan adalah mengamati refleks pada retina apakah
searah atau berlawanan arah dengan gerakan retinoskop, dalam hal ini yang dapat
terlihat adalah : (diasumsikan jarak kerja 1 m)
a. Bila tidak ada pergerakan maka diindikasikan adanya miopia 1,00 D
b. Bila “with the movement” mengindikasikan emmetropia atau
hypermetropia atau miopia kurang dari 1,00 D
c. Bila “against the movement” mengindikasikan miopia lebih dari
1,00 D . 4

Setelah terlihat ada pergerakan baik searah maupun berlawanan, kita akan
melakukan netralisasi. Bila ada with the movement kita dapat melakukan netralisasi
dengan lensa konveks (+) dan jika against the movement kita dapat melakukan
netralisasi dengan lensa konkaf (-). Netralisasi dilakukan sampai pupil terisi penuh
dan tidak bergerak lagi, setelah itu hasil yang kita dapat dikurangi besarnya dioptri

15
lensa kerja.2,6,7,8,10,11,13

16
a b c d
Gambar 15. sinar pantul (refleksi).10
a.Sinar refleksi normal pada posisi awal
b. Sinar pantul yang bergerak searah denan retinoskop
c. sinar pantul yang berlawanan dengan gerakan retinoskop
d.Sinar refleksi mengisi pupil/netralisasi

Telah menjadi kesepakatan sebagian besar retinoskopis bahwa with movement


lebih akurat untuk dinetralisasi daripada against movement, jadi langkah pertama pada
retinoskopi adalah mendapatkan with movement pada semua meridian. Jika against
movement terlihat pada awal retinoskopi, maka spheris negatif ditambahkan sampai
didapatkan with movement. Kemudian ditambahkan spheris positif sampai terjadi
netralisasi. Jika tidak ada astigmat, refleks akan netral pada semua aksis, dengan ukuran
spheris yang sama.2

Gambar16. Proses mendapatkan netralisasi (pada kasus ini Far point ditarik dengan
lensa plus sampai terjadi netralisasi).10

17
Untuk memastikan bahwa netralisasi sudah benar-benar terjadi, kita dapat
mundur beberapa cm maka refleks akan bergerak kembali searah dengan gerakan
retinoskop atau maju beberapa cm refleks akan bergerak berlawanan retinoskop, dan
setelah kembali ke posisi semula refleks mengisi penuh pupil dan tidak ada
pergerakan.7
Suatu cara lain untuk mendapatkan besar lensa koreksi pada miopia yang kurang
dari 5,00 D, dengan cara pasien diinstruksikan untuk melihat jauh, kemudian pemeriksa
bergerak maju mundur dengan berbagai variasi jarak kerja sampai didapatkan
netralisasi. Misalnya bila netralisasi didapatkan pada jarak kerja 33 cm maka pasien
tersebut mempunyai miopia • 3,00 D. Sedangkan untuk miopia yang lebi besar dari
5,00 D, biasanya refleksnya kabur dan sulit untuk dilihat. Pada kasus ini, sleeve dapat
diputar untuk mendapatkan efek lensa konkaf sehingga didapatkan refleks yang lebih
terang. Retinoskopis kemudian maju mundur sampai didapatkan refleks yang
menyempit dan kualitas refleks terbaik. Setelah itu selembar kertas diletakkan dekat
retinoskop dan refleks akan terlihat pada pupil pasien dan di pantulkan ke kertas. Jarak
kertas ke mata dengan bayangan paling jelas dikonversi ke besarnya dioptri kelainan
refraksi.2
Ada 3 karakteristik refleks yang harus diamati:1,10
1) Kecepatan cahaya (refleks) : Refleks akan bergerak lambat bila pemeriksa jauh
dari titik fokus, dan akan bertambah cepat saat mendekati titik fokus. Kelainan
refraksi yang besar akan memberikan gambaran refleks yang lambat, demikian
pula sebaliknya.
2) Intensitas cahaya : refleks akan redup bila jauh dari titik fokus, demikian pula
akan menjadi terang setelah neutralisasi. Against movement lebih suram dari
with movement.
3) Lebar cahaya : refleks terlihat lebih lebar saat mendekati titik fokus, dan akan
mengisi pupil saat mencapai titik fokusnya.
Dalam beberapa hal, refleks yang terlihat pada pupil pasien sulit diamati, maka
kemungkinan yang terjadi adalah: 7

18
a. Cahaya lampu retinoskop redup, kotor atau mati
b. Pasien memiliki kelainan refraksi tinggi

19
c. Ruangan periksa tidak cukup redup
d. Pasien memiliki katarak atau ada kekeruhan lain pada media refraksi.
e. Pastikan tidak ada pantulan cahaya lain dari ruangan di mata pasien.

Gambar 17. Karakteristik pergerakan reflex retina11

9. PEMERIKSAAN ASTIGMATISME REGULER


Pasien dengan astigmatisme reguler jumlahnya cukup banyak. Pada
astigmatisme, cahaya dibiaskan pada dua prinsipal meridian utama. Pada saat kita
melakukan pemeriksaan dari satu sisi ke sisi yang lain (orientasi vertikal) atau dari
atas kebawah (orientasi horisontal) sebenarnya kita sedang melakukan pengukuran
axis . Jika kita menggerakkan retinoskop dari satu sisi ke sisi lainnya, sebenarnya
kita sedang mengukur kekuatan pada axis 180 derajat dan kekuatan pada meredian
ini diwakili oleh lensa silinder dengan axis 90 derajat. Jika gerakan dilakukan atas-
bawah, maka kita mengukur kekuatan pada axis 90 derajat, dan kekuatan meredian
ini adalah lensa slinder dengan axis 180 derajat. Pada astigmatisme reguler harus
dilakukan netralisasi pada dua refleks pada tiap meridian utamanya.10

9.1. MENENTUKAN AXIS SILINDER


Ada 4 karakteristik refleks yang dapat kita gunakan untuk menentukan
prinsipal meridian utama pada astigmat yaitu :1,10
1. Break : terdapat refleks yang terputus dengan cahaya di luar pupil. Break
ini akan terlihat jika streak tidak paralel dengan satu meridian.

18
Gambar 18. Break10

2. Lebar refleks : Lebar dari refleks bervariasi pada sekitar aksis, tapi tampak
paling sempit bila streak sejajar dengan aksisnya

Gambar 19.
Lebar dan tipisnya refleks10
3. Intensitas : intensitas cahaya akan lebih terang jika streak berada pada aksis
yang tepat ( sangat halus), menolong hanya pada silinder kecil.
4. Skew (gerakan oblique dari refleks streak) : dapat digunakan untuk
mendapatkan axis silinder yang kecil, hal ini didapatkan saat refleks streak
dan intercept tidak paralel tapi refleks streaknya lebih oblique.

Gambar 20. Skew10

Axis dapat dikonfirmasi melalui suatu tehnik yang disebut “Straddling”.


Streak retinoskop di putar 45 derajat pada arah yang berlawanan, jika aksis tepat
, lebar dari refleks akan seimbang pada kedua

19
sisi. Jika aksis tidak tepat, lebarnya tidak akan seimbang, dan pada kondisi ini
axis digerakkan kearah refleks lebih sempit sampai didapatkan lebar refleks
seimbang.
1,10

Gambar 21. Straddling10

Disamping itu, hal lain yang dapat kita lakukan adalah mendapatkan pin-
pointing axis dengan mengurangi lebar sleeve dan mengkonfirmasi axis pada
trial frames.1,10

Gambar 22. Pin-pointing axis10

20
9.2. CARA MENENTUKAN BESARNYA LENSA KOREKSI ASTIGMAT

21
A. Dengan dua spheris:1,10
Neutralisasi pada satu aksis dengan satu lensa spheris. Untuk contoh Jika
pada axis 90 derajat netralisasi terjadi dengan spheris +1,50 D dan pada axis
180 derajat netralisasi terjadi dengan spheris +2,25 D, maka hasil
retinoskopinya adalah S+1,50C+0,75D AX90 atau S+2,25DC-0,75D AX180,
jika jarak kerja 1 m maka ukuran kacamatanya adalah : S+0,5C+0,75 AX90
atau S+1,25DC- 0,75D AX 180.
B. Dengan satu spheris dan satu silinder:1,10
Pertama-tama netralisasikan satu axis dengan suatu lensa spheris, dengan
menjadikannya with movement terlebih dahulu, biasanya yang pertama
dinetralisasi yang less plus. Putar axis sejauh 90 derajat dari axis pertama,
kemudian tambahkan lensa silinder sampai terjadi netralisasi pada aksis yang
kedua ini, hasil dapat dilihat langsung pada trial lens aparatus.
C. Dengan dua silinder :1,10
Dengan dua silinder dapat ditentukan ukuran yang tepat pada masing-masing
aksis, tapi tidak menguntungkan dibandingkan metode yang lain.
Hal lain yang mesti diperhatikan adalah: jika kita menggunakan silinder
minus, meridian yang pertama-tama dinetralisasi, meridian yang mempunyai
refleks dengan pergerakan paling lambat atau yang lebih with. Kemudian
netralisasi refleks pada meridian yang tegak lurus dengannya. Demikian pula jika
menggunakan silinder plus, maka yang pertama dinetralisasi yang lebih against,
kemudian yang tegak lurus dengannya.
Beberapa hal berikut perlu diperhatikan dalam koreksi astigmat reguler adalah:12
 Jika didapatkan with movement pada dua meridian, maka meridian yang
pergerakannya lebih lambat lebih positif.
 Jika didapatkan with movement pada satu meridian dan against
movement pada meridian yang lain, maka with movement lebih positif.
 Jika against movement pada dua meridian maka gerakan yang lebih cepat
lebih positif atau kurang negatif.

21
10. ABERASI PADA REFLEKS RETINOSKOPI
Pada astigmat ireguler hampir selalu tampak aberasi pada refleks. Aberasi
spherical cenderung meningkatkan cahaya yang masuk ke sentral dan perifer pupil,
tergantung aberasinya positif atau negatif.
Pada suatu titik netralisasi, satu bagian dapat miopia dan bagian yang lain
hypermetropia sehingga didapatkan suatu hasil yang disebut ”scissor refleks” atau
scissor movement.
Kadang-kadang pada suatu astigmat irreguler yang berat atau adanya kekeruhan
optikal membingungkan pemeriksa. Hal ini terjadi karena adanya distorsi dari bayangan
akan mengurangi hasil retinoskopi, dan pada kasus seperti ini sebaiknya dikonfirmasi
dengan pemeriksaan refraksi subjektif.10

11.AKURASI RETINOSKOPI
Ada beberapa hal yang membuat hasil dari retinoskopi tidak akurat adalah
sebagai berikut :4,5,6
1. Kesalahan jarak kerja
Kesalahan dalam jarak kerja akan menyebabkan kesalahan yang signifikan
pada pemeriksaan retinoskopi. Jika pemeriksa bekerja dengan jarak yang
terlalu dekat akan didapatkan suatu kesalahan dimana didapatkan plus yang
terlalu besar atau minus yang terlalu kecil, sedangkan bila jarak kerja yang
terlalu besar akan didapatkan hasil yang sebaliknya.
2. Keluar dari jangkauan aksis visual pasien.
Selama pemeriksa masih bekerja dalam 2 atau 3 derajat dari aksiis visual
pasien, tidak akan didapatkan kesalahan yang signifikan.
3. Kegagalan dari pasien untuk mengfiksasi target.
Kadang-kadang pasien (biasanya anak-anak) akan memfiksasi dan
berakomodasi pada sumber yang lebih dekat dari target jauh, menyebabkan
kelainan refraksi yang ditemukan sebesar 1,00 D atau 2,00 D lebih besar dari
pasien miopia dan lebih kecil pada hipermetropia.
4. Kegagalan untuk menemukan principle meridian

22
5. Kegagalan untuk mengenali scissors movement.
Jika ukuran pupil kecil akan terjadi aberasi spherical dan dapat memunculkan
scissor movement. Paling banyak kasus ini dapat dikurangi dengan
pemakaian sikloplegik.

Gambar 23. Scissor movement

6. Triangular shadow.
Gambaran ini dapat terlihat pada pasien dengan conical cornea (keratoconus).
Terlihat suatu putaran yang mengelilingi apeks dari kornea (yawning refleks).

12. PENGGUNAAN SIKLOPLEGIK4


Sikloplegik adalah obat-obat yang dapat menyebabkan paralisis Musculus
ciliaris dan menyebabkan dilatasi pupil. Obat ini digunakan untuk retinoskopi jika
pemeriksa menduga bahwa akomodasi adalah aktif secara abnormal dan akan
menghasilkan hasil retinoskopi yang tersembunyi. Situasi ini termasuk pada anak-
anak kecil dan hipermetropia. Jika retinoskopi dilakukan setelah pemberian
sikloplegik disebut dengan wet retinoskopi yang akan dikonversi menjadi dry
retinoskopi (tanpa sikloplegik). Sikloplegik yang biasa digunakan sebagai berikut:

23
1. Atropine. Diindikasikan untuk anak-anak dibawah 5 tahun. Atropine yang digunakan
adalah sediaan tetes 1% selama 3 hari sebelum melakukan retinoskopi. Efek obat ini
akan berakhir 10 hari sampai 20 hari.
2. Homatropine. Yang digunakan adalah tetes 2%, 1 tetes dimasukkan tiap 10 menit,
selama 6 kali dan retinoskopi dapat dilakukan setelah 1 sampai 2 jam. Efeknya akan
berlangsung selama 48 sampai 72 jam. Obat ini biasanya digunakan untuk individu
yang hipermetropia antara 5 dan 25 tahun.
3. Siklopentolat. Merupakan sikloplegik kerja pendek. Efeknya selama 6 sampai 18
jam. Tersedia dalam sediaan tetes 1%, yang biasanya diberikan pada pasien yang
berumur antara 8 dan 20 tahun. 1 tetes siklopentolat diteteskan tiap 10-15 menit
selama 3 kali (Dosis rekomendasi Havener’s) dan retinoskopi dapat dilakukan 60
sampai 90 menit kemudian. setelah itu diukur residual akomodasinya yang mana
tidak pernah lebih dari 1 Dioptri.
4. phenylephrine 10%. Digunakan untuk pasien yang lebih tua dengan pupil yang
sempit dan media yang keruh.

III. RETINOSKOPI RADIKAL


Jika retinoskopi dilakukan pada pasien dengan pupil yang kecil atau media yang
keruh, refleks yang terlihat dengan jarak kerja yang normal akan sukar terlihat atau tidak
mungkin. Pada kasus seperti ini penurunan jarak kerja dapat dilakukan sampai
didapatkan netralisasi dengan jarak kerja yang baru.2,5

Ada dua sumber kesalahan pengukuran pada kasus diatas dan dapat diatasi dengan
retinoskopi radikal :2

1. Bila terjadi kasus seperti diatas, sangat mudah terjadi penyimpangan aksis visual
beberapa derajat, sehingga menhasilkan kesalahan yang besar. Retinoskopi
radikal berusaha menghindari penyimpangan aksis visual terlalu jauh, karena
adanya perbandingan yang konstan antara garis penglihatan dan aksis visual.

24
2. Sukar untuk menentukan besarnya lensa kerja dengan memakai jarak kerja yang
pendek. Pada suatu keadaan jarak kerja diasumsikan 66 cm, tapi jarak sebenarnya
63 cm, kesalahan ini menghasilkan penyimpangan 0,07 D , tapi bila kita
asumsikan jarak kerja 12 cm, lalu jarak sebenarnya 9 cm akan terdapat
penyimpangan yang cukup besar 2,76 D. Untuk mendapatkan estimasi yang
paling baik kita dapat menggunakan mistar untuk mendapatkan jarak kerja yang
tepat.

IV. RETINOSKOPI DINAMIS


Metode ini untuk menilai kemampuan akomodasi seseorang pada saat melihat
dekat. Jadi disini tidak memakai lensa kerja. Pasien diinstruksikan untuk melihat suatu
huruf , beberapa huruf atau objek lain pada plane dari retinoskop atau dibelakang
retinoskop pada jarak dekat (misalnya 40 cm), dan penguji melakukan netralisasi pada
pergerakan refleks. Jika pasien melakukan akomodasi penuh, sama dengan retinoskopi
statis tidak akan menambahkan lensa plus ataupun minus. Ukuran lensa plus yang
ditambahkan adalah merupakan keterlambatan akomodasi (lag of accommodation) dari
pasien.5
Salah satu tehnik pemeriksaan yang dipakai oleh sebagian besar klinisi adalah
Nott dynamic retinoscopy. Tehnik ini dengan cepat dapat mengukur status refraktif dari
mata pasien dengan target jarak dekat. Suatu Modifikasi Nott dynamic retinoscopy
menunjukkan hasil yang lebih valid dan repeatable dalam mengukur respon akomodatif
pada orang dewasa dan anak₋anak. Tehnik ini dapat digunakan pada situasi dimana
pemeriksaan subjektif tidak dapat dilakukan dan dapat digunakan pada pasien cerebral
palsy dan down syndrome.14

25
Gambar 24. Retinoskop dinamis2,14

V. PENUTUP
Retinoskopi memungkinkan kita mengukur status refraksi tanpa bergantung
pada respon verbal pasien. Teknik ini memungkinkan kita mendapatkan hasil yang
dapat dipercaya dimana pemeriksaan subjektif tidak dapat dilakukan atau respon
subjektif pasien meragukan. Teknik ini merupakan metode refraksi yang sangat
memuaskan dan tinggi akurasi untuk determinasi obyektif yang sangat bermanfaat
bila dilakukan dengan diameter pupil yang sesuai dengan media yang jernih. Namun
demikian untuk mendapatkan hasil yang akurat perlu keterampilan yang baik dari
pemeriksa.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Natchiar G. A Text Book on Optics and Refraction. Aravind Eye Hospital and
Postgraduate institute of Opthalmology. Tamilnadu India. September 2010.p46-52.
2. Stenberg Li. Correlation between Retinoscopy and Monocular and Binocular Subjective
Refraction. Sweden: University of Kalmar.2009.p1
3. Khurana A.K. Comprehensive Ophthalmology . 4thedition. New Delhi: New age
international.2008.p547-53.
4. Grosvenor T. Retinoscopy in Primary Care Optometry. 5th edition. St.Louis, Missouri:
Butterworth Heinemann Elseiver.2007. p.191-200.
5. Furlan W D. Muñoz-Escrivá L, et al. Analysis of lens aberrations using a retinoscope as
a Foucault test. Burjassot Spain: Universitat de València. 2000. P:408-411
6. Gallimore, Gary. Basic consept in retinoscopy in Retinoscopy in minus cylinder. 2014.
Available from http://www.eyetec.net/group2/M6s1.htm. Accessed on July 5th 2014.
7. Duckman Robert. Quantification of refractive error in visual development, diagnosis
and treatment of the pediatric patient. 3rd edition. New York : Lippincott Williams and
Wilkins. 2010.
8. Madge S.N. Clinical techniques in Ophthalmology. Philadelphia: Churchil Livingstone
Elsevier.2006.p:30-35
9. Skuta L Gregory, et.al. Retinoscopy in Clinical Optics Basic and Clinical Science
Course. Section 3. San Francisco : American Academy of Ophthalmology. 2011.p.125-
34.
10. Jonathan D. Retinoscopy in : Duane’s Clinical Ophalmologi (CD-ROM). Philadelphia
Lippincot William and Wilkins Publisher. 2013.
11. Harvey B, Franklin A. Retinoscopy in Routine eye examination. Toronto: Butterworth
Heineman Elseiver. 2009.p.81-91.
12. Paul Riordan Eva. Optic an refraction in Vaughan and Asbury’s general ophthalmology.
14th edition. London: Mc Graw-Hill. 2004.p.405.
13. McClelland JF,Saunders JK. Accommodative Lag Using Dynamic Retinoscopy: Age
Norms for School₋Age Children. Optometry and Vision Science. December
2010;81(12):929-33

27

Anda mungkin juga menyukai