Filsafat
Disusun Oleh:
Miftakhul Jannah
190202044
2019
1. Allah S.W.T.
Selanjutnya kami berharap semoga makalah ini dapat dimanfaatkan oleh semua pihak
dan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini, masih terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan dan kebaikan makalah ini.
Miftakhul Jannah
PENDAHULUAN
Secara umum, filsafat biasanya di pahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan
sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat ilmu
merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan okyek khusus yaitu ilmu
pengetahuan dan sudah memiliki sifat dan karakter hamper sama dengan filsafat pada
umumnya. Sementara sebagai landasan filosofis bagiproses keilmuan dan merupakan
krangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri.[1] Artinya filsafat itu mecakup makna
yang mengarahkan kepada penelaahan secara ilmiah sebagai smber pengetahuan dan ilmu.
Dewasa ini kajian filsafat sudah menjadi bahan ajar bagi tiap-tiap universitas,
berbagai kajian mengenai hakikat kehidupan. Bagaimanakah kehidupan ini? Dan untuk
apa kehidupan ini?, manusia mempunyai seperangkat pengetahuan yang bisa membedakan
antara benar dan salah, baik dan buruk. Orang lain yang mampu memberikan penilaian
secara objektif dan tuntas serta pihak lain yang melakukan penilaian sekaligus
memberikan arti, itu adalah pengetahuan yang disebut filsafat.
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami
perkembangan yang sangat menyolok.Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani,
“philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan
ilmu pengetahuan di kemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang
lain.
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani Kuno yakni philosophia dan philosophos
yang berarti "orang yang cinta pada kebijaksanaan" atau "cinta pada pengetahuan”.
Adalah Pytagoras yang diduga menggunakan istilah filsafat pertama kali pada abad ke-6
SM. Istilah itu muncul ketika masyarakat Yunani mengagumi kecerdasannya dan
menganggap dirinya sebagai ilmuwan yang tahu segala hal. Karena itu, lantas orang-
orang menanyakan padanya, “Apakah anda pemilik keebijaksanaan/pengetahuan?”
Terhadap pertanyaan tersebut, Pythagoras hanya menjawab, "Saya bukanlah pemilik
kebijaksanaan/pengetahuan. Saya hanyalah pencinta dan pencari kebijaksanaan".
Selanjutnya ia menyatakan, "Tuhanlah pemilik kebijaksanaan atau pengetahuan itu”.
kefilsafatan, antara satu ahli filsafat dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda, dan hampir sama
banyaknya dengan ahli filsafat itu sendiri. Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yakni
secara etimologi dan secara terminologi.
1) Plato
Plato berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk
mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli.
2) Aristoteles
1
Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar (Cet. I ; Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 4.
Sejarah Filsafat Ilmu | 6
Menurut Aristoteles, filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi
kebenaran yang didalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika,
ekonomi, politik, dan estetika (filsafat keindahan).
3) Al Farabi
Filsuf Arab ini mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang
hakikat bagaimana alam maujud yang sebenarnya.
4) Hasbullah Bakry
Menurut Bakry, ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu
dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan juga manusia sehingga
dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat
dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai
pengetahuan itu.2
5) Notonegoro
Notonegoro berpendapat bahwa filsafat itu menelaah hal-hal yang menjadi
objeknya dari sudut intinya yang mutlak dan yang terdalam, yang tetap dan yang
tidak berubah, yang disebut hakikat.
Adapun Ali Mudhofir dalam buku Surajiyo memberikan arti filsafat sangat beragam,
yaitu sebagai berikut.
c. Filsafat sebagai analisis logis tentang bahasa dan penjelasan makna istilah, kebanyakan
filsuf memakai metode analisis untuk menjelaskan arti suatu istilah dan pemakaian
bahasa. Beberapa filsuf mengatakan bahwa analisis tentang arti bahasa merupakan tugas
2
Ibid, h. 5
Sejarah Filsafat Ilmu | 7
pokok filsafat dan tugas analisis konsep sebagai satu-satunya fungsi filsafat. Para filsuf
analitis seperti G. E. Moore, B. Russel, L. Wittgeenstein, G. Ryle, J. L. Austin, dan yang
lainnya berpendapat bahwa tujuan filsafat adalah menyingkirkan berbagai kekaburan
dengan cara menjelaskan arti istilah atau ungkapan yang dipakai dalam ilmu pengetahuan
dan dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Mereka berpendirian bahwa bahasa merupakan
laboratorium para filsuf, yaitu tempat menyemai dan mengembangkan ide-ide.
Filsafat adalah tidak lebih dari suatu usaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
terakhir, tidak secara dangkal atau dogmatis seperti yang kita lakukan pada kehidupan sehari-
hari atau bahkan dalam kebiasaan ilmu pengetahuan. Akan tetapi secara kritis, dalam arti:
setelah segala sesuatunya diselidiki problem-probelm apa yang dapat ditimbulkan oleh
pertanyaan-pertanyaan yang demikian itu dan setelah kita menjadi sadar dari segala
kekaburan dan kebingungan, yang menjadi dasar bagi pengertian kita sehari-hari.3
Pendapat ini benar adanya, sebab intisari berfilsafat itu terdapat dalam pembahasan
bukan pada defenisi. Namun, defenisi filsafat untuk dijadikan patokan awal diperlukan untuk
memberi arah dan cakupan objek yang dibahas, terutama yang terkait dengan filsafat ini.
Karena itu, disini dikemukakan beberapa defenisi dari para filosof terkemuka yang cukup
representatif, baik dari segi zaman maupun kualitas pemikiran.4
Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan filsafat
sebagai:
a. Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal mengenai hakikat segala yang ada, sebab, dan
hukumnya.
b. Teori yang mendasari alam pemikiran atau suatu kegiatan
c. Ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemology.
Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami sesuatu secara
sistimatis, radikal dan kritis. Filsafat disini bukanlah suatu produk, melainkan proses, proses
yang nantinya akan menentukan sesuatu itu dapat diterima atau tidak. Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa filsafat adalah suatu studi atau cara berfikir yang dilakukan secara
reflektif atau mendalam untuk menyelidiki fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan
dengan menggunakan alasan yang diperoleh dari pemikiran kritis yang penuh dengan kehati-
hatian. Filsafat didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen, tetapi dengan
menggunakan pemikiran yang mendalam untuk mengungkapkan masalah secara persis,
mencari solusi dengan memberi argumen dan alasan yang tepat.
3
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Cet. II; Jakarta: Pt. Rajawali Pers, 2005), h. 5.
4
Ibid, h. 6.
Sejarah Filsafat Ilmu | 8
Ada beberapa pengertian yang dapat digunakan untuk memahami apa itu filsafat
untuk lebih detailnya. Di antaranya adalah sebagai berikut:
Filsafat sebagai upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta
lengkap tentang seluruh realitas. Herbert Spencer, misalnya, menyatakan filsafat sebagai
"acompletely unified knowledge" (yang ia bedakan dengan science (ilmu) sebagai
"partially unified knowledge”). Berbeda dengan ilmu-ilmu, filsafat berupaya untuk
mempersatukan ilmu khusus menjadi satu sistem yang utuh. Filsafat mencoba
memberikan gambaran (pemetaan) tentang pemikiran manusia yang bercerai-berai
menjadi suatu keseluruhan (bukan tentang realitas akan tetapi konseptual).
Filsafat sebagai upaya untuk melukiskan hakikat realitas paling akhir serta paling
dasar yang diakui sebagai satu hal yang nyata. Filsafat mencoba mencari sifat hakiki dari
realitas, juga ciri hakiki dari eksistensi manusia (berbeda dengan ilmu pengetahuan yang
hanya meneliti aspek-aspek tertentu (khusus) dari realitas). Karena filsafat
mempertanyakan hakikat memasuki dimensi realitas (esensialis), maka pencarian filsafat
ini sering memasuki dimensi kepercayaan, misalnya, pada kepercayaan Tuhan sebagai
zat yang menciptakan semua realitas di alam semesta ini. (Filsafat yang membahas
realitas yang paling dasar atau realitas yang paling akhir (ultimatereality) disebut
metafisika).
Filsafat sebagai disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu Anda (kita) untuk
menyatakan apa yang Anda katakan dan untuk mengatakan apa yang Anda lihat (Bagus,
1992; 242). (Bidang filsafat seperti ini disebut filsafat analitik (filsafat bahasa model
Sementara itu, beberapa pemikir atau filsuf juga ada yang mengarikan apa itu
filsafat, Bertrand Russell misalnya, melihat filsafat sebagai wilayah tak bertuan, yang
berada di antara sains (ilmu pengetahuan) dan teologi, yang terbuka terhadap serangan
keduanya. Adapun Jacques Maritain menganggap filsafat sebagai upaya memahami ide-
ide, konsep-konsep atau sistem pemikiran yang berkembang dari proses bertanya. Karena
itu, dari pengertian Jacques Maritain ini, filsafat dapat pula dilihat sebagai "pemikiran
tentang pemikiran" (thinking about thinking). Dengan istilah lain, filsafat disebut sebagai
"secondary reflexion" atau refleksi tingkat kedua. Maksudnya, filsafat tidak membahas
atau meneliti fenomena secara langsung akan tetapi lebih terfokus pada pembahasan
tentang teori dan pemikiran yang ada dalam berbagai ilmu pengetahuan. Misalnya, jika
sosiologi membahas/meneliti berbagai fenomena sosial (yang menghasilkan teori-teori
sosial) atau ahli politik membahas dan melakukan penelitian tentang berbagai masalah
yang berhubungan dengan kekuasaan, maka filsafat bergerak pada tataran teoretis
dengan mempertanyakan berbagai asumsi asumsi dasar dan konsekuensi dari teori-teori
dalam sosiologi dan politik itu (atau dalam ilmu pengetahuan lain) secara kritis dan
mendasar. Karena itu, tidak mengherankan jika dalam wilayah filsafat kita kenal adanya
filsafat sosial, filsafat politik, filsafat ekonomi, filsafat hukum, filsafat teknologi, filsafat
lingkungan, filsafat ilmu pengetahuan dan lain-lain. Di sini filsafat membahas asumsi
asumsi dasar yang berkaitan dengan masalah ontologi, epistemologi dan aksiologi bidang
bidang ilmu khusus itu.
RUANG LINGKUP
Objek penelitian filsafat ada 2 yakni: obyek materi yakni obyek yang dipikirkan ialah
segala yang ada dan yang mungkin ada, atau dengan kata lain cakupannya luas sekali baik itu
bersifat empiris dan abstrak, juga hal yang mengenai Tuhan, hari akhir sebagai kesimpulannya
lebih luas dari objek material sains. Objek forma yakni penyelidikan yang mendalam.
Tujuan berfilsafat ialah menemukan kebenaran yang sebenarnya. Jika kebenaran yang
sebenarnya itu disusun secara sistematis, jadilah ia sistematika filsafat. Sistematika filsafat itu
biasanya terbagi atas tiga cabang besar filsafat, yaitu teori pengetahuan, teori hakikat, dan teori
nilai.
Obyek yang dipikirkan oleh filosof ialah segala yang ada, jadi luas
sekali.Obyek yang diselidiki oleh filsafat ini disebut obyek material, yaitu segala yang ada dan
Selain obyek material, ada lagi obyek formal, yaitu sifat penye-lidikan. Obyek forma
filsafat ialah penyelidikan yang mendalam. Artinya, ingin tahunya filsafat adalah ingin tahu
bagian dalamnya. Kata mendalam artinya ingin tahu tentang obyek yang tidak empiris.
Penyelidikan sains tidak mendalam karena ia hanya ingin tahu sampai batas obyek itu
dapat diteliti secara empiris. Jadi, sains menyelidiki dengan riset, filsafat meneliti dengan
memikirkannya.
Bertanya dan mencari jawaban atas berbagai macam pertanyaan telah dilakukan
oleh para filsuf sepanjang sejarah pemikiran selama ribuan tahun. Pertanyaan-
pertanyaan itu seperti dari manakah asal-mula alam; apakah alam ini (termasuk
manusia) terjadi dari materi belaka atau justru diciptakan oleh Tuhan sebagai Perancang
Agung alam semesta; apakah manusia itu secara prinsip sama dengan binatang (sekadar
hasil evolusi) ataukah ia justru makhluk rasional yang diciptakan Tuhan dan
bertanggungjawab atas tindakan dan pilihan hidupnya dan pertanyaan-pertanyaan lain.
5
Munawwaroh, Djunaidatul dan Tanenji, Filsafat Pendidikan (Perspektif Islam Dan Umum), (Jakarta:
UIN Jakarta Press. 2003), h. 8
Sejarah Filsafat Ilmu | 11
mempertanyakan asal mula alam. Di sinilah filsafat muncul musabab ketidakpuasan
para filsuf atas penjelasan mitos ihwal berbagai hal yang tidak dapat dijustifikasi baik
oleh rasio maupun pengalaman.
Karena penjelasan mitologi tidak dapat dijelaskan atau “dikontrol" oleh rasio, maka
tokoh filsafat Yunani abad ke-6 SM mulai memberikan penjelasan mengenai berbagai
masalah yang didasarkan atas penjelasan atau argumen yang rasional. Lantaran itu,
sering disebut bahwa filsafat lahir ketika logos (akal budi atau rasio) menggantikan
mitos.
Secara historis, filsafat Barat dapat dibagi atas beberapa periode. Periode tersebut
adalah pertama, Filsafat Yunani, kedua, Filsafat Abad Pertengahan, ketiga, Filsafat
Modern dan keempat, Filsafat Kontemporer atau postmodern. Berikut akan dijelaskan
masing-masing periode Filsafat Barat tersebut.
Pada periode ini (600 SM = 400 M), filsafat umumnya dibagi dua. Pertama,
masa pra-Socrates dan kedua, masa Yunani Klasik atau juga selepas masa pra-
Socrates. Pada masa pra-Socrates filsafat bercirikan (berorientas) kosmosentris.
Pemikiran para filsuf Yunani di masa itu berkaitan dengan peranyaan tentang alam
dan terbuat dari apa alam itu. Berdasarkan rasio, para filsuf masa ini sampa pada
kesimpulan bahwa alam itu merupakan satu susunan yang teratur dan harmonis.
Thales adalah filsuf alam, yang berusaha untuk memberikan jawaban terkait
asal-mula alam dengan mengabaikan penjelasan mitos dan dewa-dewa Yunani. Ia
berpendapat bahwa semua makhluk hidup berasal dari air dan manusia berkembang
dari ikan. Menurut Thales, ada satu substansi (zat) tunggal (monisme) pertama serta
hukum alam yang berlaku di dunia yang berfungsi mempertahankan keseimbangan
antara berbagai unsur alam yang berbeda (Osborne, 2001: 6).
Heraclitos adalah filsuf yang disebut dengan orang yang tidak jelas, dan
ketidakjelasannya terlihat dalam gaya tulisannya. Pernyataannya yang terkenal
adalah “panta rhei kai uden menei" (segala sesuatu berada dalam perubahan).
Artinya, segala sesuatu mengalir dan dalam proses menjadi. Seseorang tidaklah
bergerak dalam kehidupan, akan tetapi kehidupan itulah yang mengalir melalui kita.
Kita bukanlah berada dalam dunia, namun kita adalah bagian dari dunia. Batas-batas
antara diri" (self dan "dunia" tidaklah absolut, akan tetapi mengalir dalam proses
yang saling berhubungan (Howard, 2005: 1323).
Socrates adalah filsuf yang tinggal dikota Athena, ketika kota itu mencapai
puncak kejayaannya di bawah kekuasaan raja Pericles. Disebutkan oleh oracle
Delphi, Socrates adalah orang yang paling bijaksana (berpengetahuan luas) di dunia
pada zamannya (walaupun dengan rendah hati Socrates menyatakan bahwa ia tidak
mengetahui apa-apa). Socrates adalah seorang kritis yang selalu mempertanyakan
segala hal. Ia mempertanyakan bukanlah untuk menyerang dan meruntuhkan, tetapi
untuk mempertanyakan dasar argumentasi dan konsistensi berpikir para tokoh di
zamannya.
Selain seorang pemikir besar, Socrates dikenal pula sebagai seorang yang teguh
pendirian dan seorang yang memiliki moralitas yang tinggi. Ia percaya bahwa ia
dibimbing oleh suara Ilahi, dan jiwanya akan tetap hidup setelah mati. Karena sikap-
sikapnya, Socrates dituduh meracuni generasi muda yang membuat mereka tidak
percaya pada dewa-dewa yang diagungkan masyarakat Yunani, dan pengadilan
Yunani lantas menjatuhkan hukuman mati kepada Socrates. Socrates yang sangat
terkenal itu tidak meninggalkan tulisan. Pemikirannya justru diketahui melalui
muridnya yang sangat mengaguminya, yaitu plato.
Periode ini (400 1500 M) umumnya dibagi menjadi dua yakni zaman Patristik
dan zaman Skolastik. Setelah berkembangnya agama Kristen di Barat, fokus
pemikiran filsafat berpusat pada ajaran-ajaran agama Kristen (tentang Tuhan)
sehingga disebut teosentris. Pada masa ini, kebebasan berpikir yang telah
berkembang melalui tradisi Yunani mengalami kemerosotan. Orang hanya boleh
berpikir sejauh mengikuti rambu-rambu yang ditentukan pemimpin-pemimpin
gereja. Pada masa ini, Bapak-bapak gereja (patres) atau ahli-ahli agama Kristen
menguasai pemikiran filsafat sehingga filsafat masa ini disebut juga dengan zaman
Patristik.
Pada abad ke-9 dan ke-10 Masehi pengaruh filsafat Yunani (khususnya Neo-
Platonisme) mulai benar-benar masuk ke kalangan gereja. Sekolah-sekolah teologi
sebagaimana sekolah umum juga mempelajari Seven Liberal Arts, yaitu: Grammar,
Dialectic, Arithmetic, Geometry, Music, dan Astronomy. Akan tetapi, sekolah yang
berkembang dilingkungan gereja ini memunculkan pula dampak “negatif", di mana
pemimpin gereja semakin mendominasi seluruh pemikiran manusia di zaman itu.
Ilmu pengetahuan/filsafat di Katedral justru untuk mendukung doktrin teologi.
Pemikir terkenal pada masa skolastisisme ini antara lain: Abelardus (1079-
1142), Anselmus (1093-1109), Duns Scotus (1270-1308), William Ockham (1290-
1349), dan Thomas Aquinas (1225-1274). Anselmus terkenal dengan pembuktian
ontologisnya tentang Tuhan (dalam tulisannya Porslogion). Menurutnya, Tuhan
adalah suatu yang paling besar untuk dipikirkan, dan sesuatu yang terbesar untuk
dipikirkan itu, pastilah ada. Ia menyatakan bahwa untuk mengerti Tuhan pertama-
tama orang harus percaya. Ia mengemukakan istilah "credo ut intelligam" (saya
percaya supaya saya mengerti).
Sejarah Filsafat Ilmu | 16
William Ockham, seorang rohaniawan dan filsuf Inggris, dikeluarkan dari
keanggotaan gereja karena pemikirannya dianggap bid'ah (ia menghabiskan masa
tuanya di bawah perlindungan Raja Louis dari Bavaria german yang bersemangat
untuk memisahkan gereja dari negara). Salah satu pemikiran ockham yang terkenal
adalah "Occam’s razor" (pisau cukur ockham) yang disebut juga dengan prinsip
kehematan. Maksudnya, keharusan untuk bersahaja dalam menguji teori. Prinsip
kebersahajaan itu adalah "apa pun jangan dilipat gandakan tanpa alasan". Jika ada
hipotesis yang sederhana, maka hipotesis yang rumit menjadi irasional.
Antara abad ke-15 dan ke-17 dikenallah sebuah babak baru yang dikenal dengan
sebutan "zaman Renaisans” di mana pengaruh pemikiran Plato, Aristoteles dan
Sejarah Filsafat Ilmu | 18
humanisme telah melahirkan kebangkitan dan kebebasan individu pada masa itu.
Manusia sebagai individu dijadikan sebagai pusat segala-galanya (antroposentris).
Renaisans telah mentransformasikan kehidupan intelektual dan kehidupan
intelektual ini menghidupkan kembali pemikiran filsafat, ilmu pengetahuan ilmu
kedokteran, astronomi dan ilmu klasik. Karena itu, zaman ini disebut sebagai zaman
penemuan kembali manusia (rediscovery of man) atau masa Renaisans.
Periode ini umumnya dibagi menjadi dua yakni masa Renaisans dan masa
Pencerahan. Masa Renaisans (abad ke-14 hingga ke-17) dan Pencerahan (abad ke-
18) adalah periode yang menjembatani Abad Pertengahan ke Abad Modern. Banyak
ilmuwan dan filsuf memasukkan zaman ini ke dalam zaman Modern. Zaman
Pencerahan (Age of Reason. Enlightenment, Aufllarung) adalah zaman yang
menghasilkan pemikiran yang sangat berpengaruh bagi seluruh aspek kebudayaan
modern. Pada masa Renaisans muncul kembali upaya membangkitkan kebebasan
berpikir seperti pada masa Yunani. Kombinasi filsafat Yunani dan humanisme telah
melahirkan kebebasan individu pada zaman itu. Manusia sebagai individu, menjadi
pusat dari segala-galanya. Karya-karya agung dalam seni lukis dan pahat dalam era
ini misalnya menonjolkan keagungan manusia. Adapun otoritas gereja mulai
memudar dan mulai tumbuh ketidakpercayaan pada kebenaran mutlak agama
(Kristen). Mulai pula berkembang bibit reformasi yang berbuah pada abad ke-16/17
dengan pemisahan Protestan dari Katolik.
Pada abad ke-16 dan ke-17 muncul apa yang disebut dengan era Revolusi ilmiah
(Age of the Scientific Revolution) di Eropa. Semangat ilmiah yang dipengaruhi ilmu
pengetahuan alam (pengaruh Newton) ini merembes ke bidang ilmu lain seperti
Carles Darwin (di bidang biologi) melalui teori evolusinya yang mencoba
merumuskan biologi sebagaimana hukum fisika Newton. Melalui teori seleksi alam,
manusia dilihat oleh teori Darwin sebagai hasil seleksi alam, dan evolusi berjalan
tanpa adanya campur tangan Pencipta (Tuhan). Newton dan Darwin dianggap
sebagai dua pemikir yang sukses dalam mengembangkan tatanan dunia yang
mekanis (sekularisme) yang menjadi dasar bagi ilmu pengetahuan modern.
Francois Lyotard bersama Jacques Derrida, Michel Foucault, Gillez Deleuze dan
Fèlix Guattari, dan Jean Baudrillard adalah pemikir postmodern radikal (dekon-
struksionis) yang berpendapat bahwa ada perbedaan mendasar antara pemikiran
dan Modern ilmuwan dan filsuf masih berdebat dan berbicara soal realitas, maka
pada era Postmodern justru soal "kematian realitas" (hyperreality). Melalui media
informasi kita dihadapkan pada realitas citraan, realitas sebagai konstruksi. Adapun
perubahan mendasar itu dikemukakan para ilmuwan dengan istilah yang beragam:
matinya ilmu pengetahuan, matinya ilmu sosial, berakhirnya ideologi dan lain-lain.
Lyotard menyatakan bahwa perubahan besar dalam dunia ilmiah terjadi dengan
perkembangan teknologi tinggi (teknologi informasi) yang mau tidak mau
mengubah cara berpikir kita. Ia mengemukakan tentang tidak memadainya model
“pengkotak-kotakan otak" (cara berpikir) dan spesialisasi intelektual, untuk
menghadapi watak baru ilmu pengetahuan seperti pemrosesan informasi cyberspace
mengukur ilmu pengetahuan berdasarkan logika komputer yang berkembang akhir-
akhir ini. Dalam era Postmodern ilmu pengetahuan tidak memiliki tujuan untuk
dirinya sendiri, misalnya untuk menemukan kebenaran teori. Kini ilmu pengetahuan
lebih bersifat dalam ilmu pengetahuan diproduksi untuk dijual atau dengan lebih
mempertimbangkan nilai guna atau manfaatnya. Perkembangan baru dalam ilmu
pengetahuan ini ditandai dengan majunya teknologi informasi dengan sasaran
cyberspace global, berkembangnya kosmologi baru dengan teori tentang segala
sesuatu (theory of everything) serta kemajuan dalam rekayasa genetika dengan
proyek genome manusia (Appignanesi & Chri Garrat, 1998: 106-107).
Gillez Deleuze dan Felix Guattari menyatakan bahwa dalam era Informasi
sekarang ini, dunia ibarat sebuah jaringan yang satu sama lain saling berkaitan dan
demikian pula otak (mind) dan cara berpikir kita memiliki jaringan yang hampir tak
ada batas. Deleuze dan Guattari (983, 1987) menyebut istilah ini dengan
"rhizomatic" atau “rizhome”. Istilah rhizomatic berasal dari dunia tumbuh-tumbuhan
(tumbuhan menjalar) di mana batang dan akarnya menjalar ke semua arah, dan
masing-masing memiliki fungsi yang sama. Dari umbi dan akar dapat tumbuh
cabang-cabang baru yang berkembang ke seluruh arah. Penggunaan istilah
rhizomatic ini juga berkaitan dengan penolakan pemikir postmodern pada cara
berpikir ilmiah lama (modern) yang dikemukakan melalui metafor "pohon ilmu".
Pohon ilmu adalah cara pandang yang melihat ilmu pengetahuan bersumber dan
ditunjang oleh akar tunggang tempat akar akar lain tumbuh untuk menunjang batang
Sejarah Filsafat Ilmu | 22
yang berdiri kokoh. Pada batang itu tumbuh cabang (kelompok ilmu) dan dari
cabang tumbuh ranting-ranting (berbagai bidang ilmu pengetahuan). Metafor pohon
ilmu ini adalah metafor yang kini kurang tepat digunakan untuk ilmu pengetahuan
dan memahami masalah sosial budaya (globalisasi) sekarang ini. Pada era Informasi
dunia justru dilihat sebagai jaringan. Dalam dunia rhizomatik ilmuwan memerlukan
pula keterbukaan dan model berpikir kritis, ilmu pengetahuan juga menuntut
pendekatan baru yaitu pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.
Jalaluddin dan Usman Said dalam bukunya Filsafat Pendidkan Islam Konsep dan
Perkembangan mengemukakan perkembangan periodisasi filsafat pendidikan Islam sebagai
berikut:
1. Periode awal perkembangan Islam
Pemikiran mengenai filsafat pendidikan pada periode awal ini merupakan perwujudan
dari kandungan ayat-ayat al-Qur’an dan al-hadis, yang keseluruhannya membentuk kerangka
umum ideologi Islam. Dengan kata lain, bahwa pemikiran pendidikan Islam dilihat dari segi
al-Qur’an dan hadis, tidaklah muncul sebagai pemikiran yang terputus, terlepas hubungannya
dengan masyarakat seperti yang digambarkan oleh Islam. Pemikiran itu berada dalam
kerangka paradigma umum bagi masyarakat seperti yang dikehendaki oleh masyarakat.
Dengan demikian pemikiran mengenai pendidikan yang dilihat dalam al-Qur’an dan hadis
1. Al-Kindi
Hidup pada tahun 796-873 M pada masa khalifah al-Makmun dan al-Mu’tashim.
Al-Kindi menganut aliran Mu’tazilah dan kemudian belajar filsafat. Menurut Al-Kindi
filsafat yang paling tinggi adalah filsafat tentang Tuhan. Kata Al-Kindi : Filsafat yang
termulia dan tertinggi derajatnya adalah filsafat utama, yaitu ilmu tentang Yang Benar
Pertama, yang menjadi sebab dari segala yang benar. Masih menurut Al-Kindi kebenaran
ialah bersesuaian apa yang ada dalam akal dan yang ada diluar akal.
Di dalam alam terdapat benda-benda yang dapat ditangkap dengan panca indra.
Benda-beanda ini merupakan juz’iyat. Yang terpenting bagi filsafat bukan juz’iyat yang tak
2. Al-Farabi
Al-Farabi hidup tahun 870-950 M, dia meninggal dalam usia 80 tahun. Filsafatnya
yang terkenal adalah teori emanasi (pancaran). Filsafatnya mengatakan bahwa yang banyak
ini timbul dari Yang Satu. Tuhan bersifat Maha Satu tidak berubah, jauh dari materi , jauh
dari arti banyak, Maha sempurna dan tidak berhajat apapun. Kalau demikian hakekat sifat
Tuhan, bagaimana terjadinya alam materi yang banyak ini dari yang Maha satu ?
Menurut Al-Farabi alam terjadi dengan cara emanasi atau pancaran dari Tuhan yang
berubah menjadi suatu maujud. Perubahan itu mulai dari akal pertama sampai akal kesepuluh.
Kemudian dari akal kesepuluh muncullah berupa bumi serta roh-roh dan materi pertama yang
menjadi dasar dari empat unsur: api, udara, air dan tanah. Pada falsafat kenabian dia
mengatakan bahwa Nabi dan rasul adalah pilihan, dan komunikasi dengan akal kesepuluh
terjadi bukan atas usaha sendiri tetapi atas pemberian Tuhan.
3. Ibnu Sina
Ibnu Sina lahir di Asyfana 980 M dan wafat di Isfahana tahun 1037 M. Pemikiran
terpenting yang dihasilkan oleh Ibnu Sina adalah tentang jiwa. Ibnu Sina juga menganut
paham pancaran, jiwa manusia memancar dari akal kesepuluh. Dia membagi jiwa dalam tiga
bagian, yaitu jiwa tumbuh-tumbuhan (nafsu nabatiyah), jiwa binatang ( nafsu hayanawiyah),
dan jiwa manusia (nafsu natiqah).
Filsafat tentang wahyu dan nabi ia berpendapat, bahwa Tuhan menganugrahkan akal
meteriil yang besar lagi kuat yang disebut al-hads (intuisi). Tanpa melalui latihan dengan
mudah dapat berhubungan dengan akal aktif dan mudah dapat menerima cahaya atau wahyu
dari Tuhan. Akal yang seperti ini mempunyai daya suci (quwwatul qudsiyah). Ini bentuk akal
tertinggi yang dapat diperoleh manusia, dan terdapat hanya pada nabi-nabi.
Dari beberapa kajian diatas, filosof muslim dalam pemikirannaya selalu bersandar
kepada Tuhan, meskipun rasio digunakan secara bebas dan radikal, namun masih terkendali
oleh wahyu yang merupakan pangkal dari agama Islam.
4. Ibnu Miskawaih (W. 1030 M).
Filsafat telah berkembang dan berubah fungsi dari induk ilmu pengetahuan menjadi
semacam pendekatan dan perekat berbagai macam ilmu pengetahuan yang telah berkembang
pesat dan terpisah satu dengan lainnya (interdisciplinary approach), dan lebih kental lagi
bahwa filsafat sebagai alat analisis dalam memecahkan permasalahan filosofis dari dunia
ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia (philosophical analysis)
Perkembangan filsafat pendidikan Islam terbagi dalam periode awal jaman permulaan
Islam yang dibawa Rasul Muhammad saw., dan khulafa al-Rashidin, periode klasik yang
dimulai dari pasca pemerintahan khulafa al-Rashidun sampai awal masa imperialisme Barat,
rentang itu dapat pula dimulai dari awal kekuasaan Bani Ummayyah sampai pada kemuduran
kekuasaan Islam secara politis hingga abad ke-19, dan periode modern dan perkembangan
filsafat pendidikan Islam yang mencuat dalam sebuah konferensi pendidikan Islam sedunia.
Perbandingan antara Filsafat Barat dan Filsafat Islam adalah sebagai berikut :
Persamaannya, sama-sama berpikir radikal, bebas. Kedua-duanya menggunakan
logikal akal, dialektika. Kedua-duanya berfikir tentang realitas alam, kosmologi.
Perbedaannya:
a. Filsafat Barat - Mengguakan rasio, Berpijak pada hal-hal yang konkrit, Hanya
berfilsafat.
b. Filsafat Islam - Berfilsafat menggunakan akal dan bersandar pada wahyu, -
Ruang lingkup pembahasannya yang abstrak maupun konkrit, fisik maupun metafisik,
Berfilsafat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memahami realitas alam, Berfilsafat
dimulai dengan keimanan kepada Allah.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sedangkan perkembangan filsafat pada masa modern atau bias juga disebut masa
eropa, lebih banyak kajiannya tentang antroposentris yakni membicara pada diri
manusia itu sendiri.
Lain halnya dengan yang dipaparkan oleh Hadariansyah dalam bukunya “Pengantar
Filsafat Islam” bahwa filsafat Islam, terlahir dari kitab suci umat Islam itu sendiri, dikarenakan
banyaknya terkandung ayat-ayat yang menyuruh untuk berpikir. Di sisi lain karena gencarnya
usaha-usaha yang dilakukan oleh Alexander the Great dengan menaklukkan kota-kota penting
seperti Mesir, Irak, Suriah dan Persia, yang kemudian di kota-kota penting tersebut didirikan
pusat-pusat kebudayaan yang membantu mengembangkan usaha Alexander dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan Filsafat Yunani.
Dr. Akhyar Yusuf Lubis. 2015. Filsafat Ilmu: Klasik Hingga Kontemporer. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.