Anda di halaman 1dari 33

Tugas Individu Dosen Pembimbing

Filsafat

Pengertian Filsafat,Sejarah Filsafat dan Filsafat Islam

Disusun Oleh:
Miftakhul Jannah
190202044

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGIRI AR-RANIRY

2019

Sejarah Filsafat Ilmu | 0


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Sejarah Filsafat Ilmu” ini dengan lancar tanpa halangan suatu apapun.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Allah S.W.T.

2. , selaku dosen mata kuliah Filsafat Ilmu.

Selanjutnya kami berharap semoga makalah ini dapat dimanfaatkan oleh semua pihak
dan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini, masih terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan dan kebaikan makalah ini.

Banda Aceh, 2019

Miftakhul Jannah

Sejarah Filsafat Ilmu | 1


DAFTAR ISI
PRAKATA ................................................................................................................................................. 0
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... 2
BAB I ........................................................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang......................................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 4
1.3 Tujuan ..................................................................................................................................... 4
BAB II ....................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 5
2.1 Apa itu Filsafat?....................................................................................................................... 5
2.2 Sejarah Filsafat Ilmu .............................................................................................................. 11
2.2.1 Dari Mitos ke Logos ....................................................................................................... 11
2.2.2 Periodisasi Filsafat Barat ............................................................................................... 12
2.2.2.1 Periode Yunani .......................................................................................................... 12
2.2.2.2 Periode Abad Pertengahan ....................................................................................... 15
2.2.2.3 Periode Modern ........................................................................................................ 19
2.2.2.4 Periode Postmodern atau Kontemporer .................................................................. 21
BAB III .................................................................................................................................................... 30
PENUTUP ............................................................................................................................................... 30
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................ 30
3.2 Daftar Pustaka ....................................................................................................................... 32

Sejarah Filsafat Ilmu | 2


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara umum, filsafat biasanya di pahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan
sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat ilmu
merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan okyek khusus yaitu ilmu
pengetahuan dan sudah memiliki sifat dan karakter hamper sama dengan filsafat pada
umumnya. Sementara sebagai landasan filosofis bagiproses keilmuan dan merupakan
krangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri.[1] Artinya filsafat itu mecakup makna
yang mengarahkan kepada penelaahan secara ilmiah sebagai smber pengetahuan dan ilmu.

Perkembangan ilmu pengetahuan hingga seperti sekarang ini tidaklah berlangsung


secara mendadak, melainkan melalui proses bertahap, dan evolutif. Karenanya, untuk
memahami sejarah perkembangan ilmu pengetahuan harus melakukan pembagian atau
klasifikasi secara periodik.

Setiap periode sejarah pekembangan ilmu pengetahuan menampilkan ciri khas


tertentu. Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban
Yunani. Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat, sebaliknya
perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.

Dewasa ini kajian filsafat sudah menjadi bahan ajar bagi tiap-tiap universitas,
berbagai kajian mengenai hakikat kehidupan. Bagaimanakah kehidupan ini? Dan untuk
apa kehidupan ini?, manusia mempunyai seperangkat pengetahuan yang bisa membedakan
antara benar dan salah, baik dan buruk. Orang lain yang mampu memberikan penilaian
secara objektif dan tuntas serta pihak lain yang melakukan penilaian sekaligus
memberikan arti, itu adalah pengetahuan yang disebut filsafat.

Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami
perkembangan yang sangat menyolok.Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani,
“philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan
ilmu pengetahuan di kemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang
lain.

Sejarah Filsafat Ilmu | 3


Mengetahui perkembangan filsafat sangatlah penting peranannya terhadap
perkembangan pemikiran manusia untuk kedepannya. Sebab, pembahasan tentang filsafat
akan menyelidiki, menggali, dan menelusuri sedalam, sejauh, dan seluas mungkin semua
tentang hakikat hidup dan aspek di dalamnya. Dalam hal ini, kita bisa mendapatkan
gambaran bahwa filsafat merupakan akar dari semua ilmu dan pengetahuan yang
berkembang di muka bumi ini.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa pengertian filsafat?

b. Bagaimana ruang lingkup filsafat?

c. Bagaimana sejarah Perkembangan filsafat ilmu?

d. Apa pengertian filsafat islam?

e. Bagaimana sejarah muncul filsafat islam?

1.3 Tujuan

a. Mengetahui dan memahami pengertian dari filsafat.

b. Mengetahui ruang lingkup filsafat.

c. Mengetahui bagaimana sejarah perkembangan filsafat ilmu.

d. Mengetahui dan memahami pengeran filsafat islam.

e. Mengetahu bagaimana sejarah perkembangan filsafat islam

Sejarah Filsafat Ilmu | 4


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Apa itu Filsafat?

Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani Kuno yakni philosophia dan philosophos
yang berarti "orang yang cinta pada kebijaksanaan" atau "cinta pada pengetahuan”.
Adalah Pytagoras yang diduga menggunakan istilah filsafat pertama kali pada abad ke-6
SM. Istilah itu muncul ketika masyarakat Yunani mengagumi kecerdasannya dan
menganggap dirinya sebagai ilmuwan yang tahu segala hal. Karena itu, lantas orang-
orang menanyakan padanya, “Apakah anda pemilik keebijaksanaan/pengetahuan?”
Terhadap pertanyaan tersebut, Pythagoras hanya menjawab, "Saya bukanlah pemilik
kebijaksanaan/pengetahuan. Saya hanyalah pencinta dan pencari kebijaksanaan".
Selanjutnya ia menyatakan, "Tuhanlah pemilik kebijaksanaan atau pengetahuan itu”.

Dalam filsafat, kegiatan mencintai pengetahuan/kebijaksanaan itu dilakukan


mempertanyakan sesuatu secara mendasar dan menyeluruh. Filsafat dipahami, dengan
demikian, sebagai upaya terus-menerus mencari pengetahuan dan kebenaran. Karena itu,
filsafat dengan sendirinya identik dengan cara metode berpikir yang selalu
mempertanyakan segala sesuatu secara kritis dan mendasar. Adapun pertanyaan itu
muncul dari rasa ingin tahu manusia (homo curiosus) terhadap dunia dan dirinya.
Pertanyaan itu bisa pula berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana atau juga
pertanyaan pertanyaan serius yang membutuhkan keseriusan untuk menjawabnya.
Pertanyaan: apa yang akan kita makan hari ini atau apa yang dilakukan untuk mengisi
waktu luang adalah contoh pertanyaan sederhana sementara pertanyaan: apa artinya
hidup, apakah manusia sama dengan alam atau tidak, bagaimana asal mula alam, atau
apakah ada kehidupan setelah kematian adalah contoh pertanyaan-pertanyaan serius dan
teknis yang membutuhkan informasi (pengetahuan) serta pemikiran mendalam untuk
menjawabnya (Peursen, 1983; Beerling, 1986.)

Adapun bentuk pertanyaan sehari-hari (pertanyaan sederhana) dengan pertanyaan


teknis dan mendalam (pertanyaan serius) tersebut memberikan jawaban yang berbeda.
Pertanyaan sehari-hari memberikan jawaban yang dikenal dengan pengetahuan

Sejarah Filsafat Ilmu | 5


eksistensial sementara pertanyaan teknis dan mendalam menghasilkan jawaban yang
disebut filsafat.

Dalam filsafat, pencarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu dilakukan secara


terus-menerus (hingga akhirnya membuahkan jawaban yang semakin lama semakin
mendekati kebenaran), Karena itu, sering pula disebut bahwa filsafat adalah sebuah
"tanda tanya", dan bukan "tanda seru'. Artinya filsafat adalah sebagai upaya pencarian
akan kebijaksanaan atau pencarian pengetahuan yang tidak pernah selesai. Dengan cara
ini, pemahaman kita tentang segala sesuatu sebetulnya semakin diperluas dan
diperdalam.

kefilsafatan, antara satu ahli filsafat dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda, dan hampir sama
banyaknya dengan ahli filsafat itu sendiri. Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yakni
secara etimologi dan secara terminologi.

a. Filsafat secara Etimologi


Kata filsafat, yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah falsafah dan dalam
bahasa Inggris dikenal dengan istilah philosophy adalah berasal dari bahasa
Yunani philosophia. Kata philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love)
dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi istilah filsafat
berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dengan
demikian, seorang filsuf adalah pencinta atau pencari kebijaksanaan. Kata filsafat pertama
kali digunakan oleh Pythagoras (582-496 SM). Arti filsafat pada saat itu belum begitu
jelas, kemudian pengertian filsafat itu diperjelas seperti yang banyak dipakai sekarang ini
dan juga digunakan oleh Socrates (470-399 M) dan para filsuf lainnya.1

b. Filsafat secara Terminologi


Secara terminologi dalam arti yang dikandung oleh istilah filsafat. Dikarenakan
batasan dari filsafat itu banyak maka sebagai gambaran perlu diperkenalkan beberapa
batasan.

1) Plato
Plato berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk
mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli.

2) Aristoteles

1
Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar (Cet. I ; Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 4.
Sejarah Filsafat Ilmu | 6
Menurut Aristoteles, filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi
kebenaran yang didalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika,
ekonomi, politik, dan estetika (filsafat keindahan).

3) Al Farabi
Filsuf Arab ini mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang
hakikat bagaimana alam maujud yang sebenarnya.

4) Hasbullah Bakry
Menurut Bakry, ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu
dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan juga manusia sehingga
dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat
dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai
pengetahuan itu.2

5) Notonegoro
Notonegoro berpendapat bahwa filsafat itu menelaah hal-hal yang menjadi
objeknya dari sudut intinya yang mutlak dan yang terdalam, yang tetap dan yang
tidak berubah, yang disebut hakikat.

Adapun Ali Mudhofir dalam buku Surajiyo memberikan arti filsafat sangat beragam,
yaitu sebagai berikut.

a. Filsafat sebagai suatu sikap


Filsafat adalah suatu sikap terhadap kehidupan dan alam semesta. Sikap secara
filsafat adalah sikap menyelidiki secara kritis, terbuka, toleran, dan selalu bersedia
meninjau suatu problem dari semua sudut pandang.

b. Filsafat sebagai suatu metode


Filsafat sebagai metode, artinya cara berpikir secara mendalam (reflektif),
penyelidikan yang menggunakan alasan, berpikir secara hati-hati dan teliti. Filsafat
berusaha untuk memikirkan seluruh pengalaman manusia secara mendalam dan jelas.

c. Filsafat sebagai analisis logis tentang bahasa dan penjelasan makna istilah, kebanyakan
filsuf memakai metode analisis untuk menjelaskan arti suatu istilah dan pemakaian
bahasa. Beberapa filsuf mengatakan bahwa analisis tentang arti bahasa merupakan tugas

2
Ibid, h. 5
Sejarah Filsafat Ilmu | 7
pokok filsafat dan tugas analisis konsep sebagai satu-satunya fungsi filsafat. Para filsuf
analitis seperti G. E. Moore, B. Russel, L. Wittgeenstein, G. Ryle, J. L. Austin, dan yang
lainnya berpendapat bahwa tujuan filsafat adalah menyingkirkan berbagai kekaburan
dengan cara menjelaskan arti istilah atau ungkapan yang dipakai dalam ilmu pengetahuan
dan dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Mereka berpendirian bahwa bahasa merupakan
laboratorium para filsuf, yaitu tempat menyemai dan mengembangkan ide-ide.
Filsafat adalah tidak lebih dari suatu usaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
terakhir, tidak secara dangkal atau dogmatis seperti yang kita lakukan pada kehidupan sehari-
hari atau bahkan dalam kebiasaan ilmu pengetahuan. Akan tetapi secara kritis, dalam arti:
setelah segala sesuatunya diselidiki problem-probelm apa yang dapat ditimbulkan oleh
pertanyaan-pertanyaan yang demikian itu dan setelah kita menjadi sadar dari segala
kekaburan dan kebingungan, yang menjadi dasar bagi pengertian kita sehari-hari.3

Pendapat ini benar adanya, sebab intisari berfilsafat itu terdapat dalam pembahasan
bukan pada defenisi. Namun, defenisi filsafat untuk dijadikan patokan awal diperlukan untuk
memberi arah dan cakupan objek yang dibahas, terutama yang terkait dengan filsafat ini.
Karena itu, disini dikemukakan beberapa defenisi dari para filosof terkemuka yang cukup
representatif, baik dari segi zaman maupun kualitas pemikiran.4

Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan filsafat
sebagai:

a. Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal mengenai hakikat segala yang ada, sebab, dan
hukumnya.
b. Teori yang mendasari alam pemikiran atau suatu kegiatan
c. Ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemology.
Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami sesuatu secara
sistimatis, radikal dan kritis. Filsafat disini bukanlah suatu produk, melainkan proses, proses
yang nantinya akan menentukan sesuatu itu dapat diterima atau tidak. Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa filsafat adalah suatu studi atau cara berfikir yang dilakukan secara
reflektif atau mendalam untuk menyelidiki fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan
dengan menggunakan alasan yang diperoleh dari pemikiran kritis yang penuh dengan kehati-
hatian. Filsafat didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen, tetapi dengan
menggunakan pemikiran yang mendalam untuk mengungkapkan masalah secara persis,
mencari solusi dengan memberi argumen dan alasan yang tepat.

3
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Cet. II; Jakarta: Pt. Rajawali Pers, 2005), h. 5.
4
Ibid, h. 6.
Sejarah Filsafat Ilmu | 8
Ada beberapa pengertian yang dapat digunakan untuk memahami apa itu filsafat
untuk lebih detailnya. Di antaranya adalah sebagai berikut:

Filsafat sebagai upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta
lengkap tentang seluruh realitas. Herbert Spencer, misalnya, menyatakan filsafat sebagai
"acompletely unified knowledge" (yang ia bedakan dengan science (ilmu) sebagai
"partially unified knowledge”). Berbeda dengan ilmu-ilmu, filsafat berupaya untuk
mempersatukan ilmu khusus menjadi satu sistem yang utuh. Filsafat mencoba
memberikan gambaran (pemetaan) tentang pemikiran manusia yang bercerai-berai
menjadi suatu keseluruhan (bukan tentang realitas akan tetapi konseptual).

Filsafat sebagai upaya untuk melukiskan hakikat realitas paling akhir serta paling
dasar yang diakui sebagai satu hal yang nyata. Filsafat mencoba mencari sifat hakiki dari
realitas, juga ciri hakiki dari eksistensi manusia (berbeda dengan ilmu pengetahuan yang
hanya meneliti aspek-aspek tertentu (khusus) dari realitas). Karena filsafat
mempertanyakan hakikat memasuki dimensi realitas (esensialis), maka pencarian filsafat
ini sering memasuki dimensi kepercayaan, misalnya, pada kepercayaan Tuhan sebagai
zat yang menciptakan semua realitas di alam semesta ini. (Filsafat yang membahas
realitas yang paling dasar atau realitas yang paling akhir (ultimatereality) disebut
metafisika).

Filsafat sebagai upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan:


sumber pengetahuan, hakikat pengetahuan, keabsahan serta nilai-nilainya. (Bidang
filsafat yang membahas masalah pengetahuan ini disebut sebagai epistemologi).

Filsafat sebagai hasil suatu penelitian kritis atas pengandaian-pengandaian dan


pernyataan-pernyataan yang diajukan dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Misalnya,
filsafat sosial, hukum, filsafat psikologi, filsafat budaya, dan lain-lain. Konsep-konsep
fundamental dalam ilmu pengetahuan dan gambaran umum tentang pengalaman manusia
dan tentang realitas, tetap berada di wilayah filsafat, karena masalah tersebut tidak dapat
dideterminasi oleh metode-metode ilmiah mana pun.

Filsafat sebagai disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu Anda (kita) untuk
menyatakan apa yang Anda katakan dan untuk mengatakan apa yang Anda lihat (Bagus,
1992; 242). (Bidang filsafat seperti ini disebut filsafat analitik (filsafat bahasa model

Sejarah Filsafat Ilmu | 9


positivisme logis yang berupaya untuk menciptakan bahasa yang lugas dan bebas dari
kekaburan ambiguitas makna).

Sementara itu, beberapa pemikir atau filsuf juga ada yang mengarikan apa itu
filsafat, Bertrand Russell misalnya, melihat filsafat sebagai wilayah tak bertuan, yang
berada di antara sains (ilmu pengetahuan) dan teologi, yang terbuka terhadap serangan
keduanya. Adapun Jacques Maritain menganggap filsafat sebagai upaya memahami ide-
ide, konsep-konsep atau sistem pemikiran yang berkembang dari proses bertanya. Karena
itu, dari pengertian Jacques Maritain ini, filsafat dapat pula dilihat sebagai "pemikiran
tentang pemikiran" (thinking about thinking). Dengan istilah lain, filsafat disebut sebagai
"secondary reflexion" atau refleksi tingkat kedua. Maksudnya, filsafat tidak membahas
atau meneliti fenomena secara langsung akan tetapi lebih terfokus pada pembahasan
tentang teori dan pemikiran yang ada dalam berbagai ilmu pengetahuan. Misalnya, jika
sosiologi membahas/meneliti berbagai fenomena sosial (yang menghasilkan teori-teori
sosial) atau ahli politik membahas dan melakukan penelitian tentang berbagai masalah
yang berhubungan dengan kekuasaan, maka filsafat bergerak pada tataran teoretis
dengan mempertanyakan berbagai asumsi asumsi dasar dan konsekuensi dari teori-teori
dalam sosiologi dan politik itu (atau dalam ilmu pengetahuan lain) secara kritis dan
mendasar. Karena itu, tidak mengherankan jika dalam wilayah filsafat kita kenal adanya
filsafat sosial, filsafat politik, filsafat ekonomi, filsafat hukum, filsafat teknologi, filsafat
lingkungan, filsafat ilmu pengetahuan dan lain-lain. Di sini filsafat membahas asumsi
asumsi dasar yang berkaitan dengan masalah ontologi, epistemologi dan aksiologi bidang
bidang ilmu khusus itu.

RUANG LINGKUP

Objek penelitian filsafat ada 2 yakni: obyek materi yakni obyek yang dipikirkan ialah
segala yang ada dan yang mungkin ada, atau dengan kata lain cakupannya luas sekali baik itu
bersifat empiris dan abstrak, juga hal yang mengenai Tuhan, hari akhir sebagai kesimpulannya
lebih luas dari objek material sains. Objek forma yakni penyelidikan yang mendalam.

Tujuan berfilsafat ialah menemukan kebenaran yang sebenarnya. Jika kebenaran yang
sebenarnya itu disusun secara sistematis, jadilah ia sistematika filsafat. Sistematika filsafat itu
biasanya terbagi atas tiga cabang besar filsafat, yaitu teori pengetahuan, teori hakikat, dan teori
nilai.

Obyek yang dipikirkan oleh filosof ialah segala yang ada, jadi luas
sekali.Obyek yang diselidiki oleh filsafat ini disebut obyek material, yaitu segala yang ada dan

Sejarah Filsafat Ilmu | 10


mungkin ada tadi. Tentang obyek material ini banyak yang sama dengan obyek
material sains. Bedanya ialah dalam dua hal. Pertama, sains menyelidiki obyek materia yang
empiris; filsafat menyelidiki obyek itu juga, tetapi bukan bagian yang empiris, melainkan bagian
yang abstraknya. Kedua, ada obyek materia filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains,
seperti Tuhan, hari akhir, yaitu obyek material yang untuk selama-lamanya tidak empiris.
Jadi obyek material filsafat tetap saja lebih luas daripada obyek material sains.5

Selain obyek material, ada lagi obyek formal, yaitu sifat penye-lidikan. Obyek forma
filsafat ialah penyelidikan yang mendalam. Artinya, ingin tahunya filsafat adalah ingin tahu
bagian dalamnya. Kata mendalam artinya ingin tahu tentang obyek yang tidak empiris.
Penyelidikan sains tidak mendalam karena ia hanya ingin tahu sampai batas obyek itu
dapat diteliti secara empiris. Jadi, sains menyelidiki dengan riset, filsafat meneliti dengan
memikirkannya.

2.2 Sejarah Filsafat Ilmu

2.2.1 Dari Mitos ke Logos

Bertanya dan mencari jawaban atas berbagai macam pertanyaan telah dilakukan
oleh para filsuf sepanjang sejarah pemikiran selama ribuan tahun. Pertanyaan-
pertanyaan itu seperti dari manakah asal-mula alam; apakah alam ini (termasuk
manusia) terjadi dari materi belaka atau justru diciptakan oleh Tuhan sebagai Perancang
Agung alam semesta; apakah manusia itu secara prinsip sama dengan binatang (sekadar
hasil evolusi) ataukah ia justru makhluk rasional yang diciptakan Tuhan dan
bertanggungjawab atas tindakan dan pilihan hidupnya dan pertanyaan-pertanyaan lain.

Adapun pertanyaan-pertanyaan filosofis itu muncul saat manusia sudah mulai


menyadari bahwa dirinya berbeda dengan alam. Pada alam pikiranmistis (pra-logis),
manusia, alam, tumbuhan, dan binatang digolongkan dalam satu kelas. Maksudnya,
tidak ada perbedaan antara manusia dengan objek lain, Alam dianggap memiliki
kekuatan (jiwa) yang disebut anima. Pandangan pra-logis (mistis) ini disebut dengan
hylozoisme. Pandangan ini lantas berganti dengan pandangan dunia logis yang melihat
adanya perbedaan antara manusia dengan alam (ontologis). Pada tahap ini manusia
mulai mencoba untuk mempertanyakan alam dan dirinya. Demikianlah para filsuf lonia
(Pra-Socrates) seperti Thales, Anaximenes, Heracleitos dan Pythagoras misalnya mulai

5
Munawwaroh, Djunaidatul dan Tanenji, Filsafat Pendidikan (Perspektif Islam Dan Umum), (Jakarta:
UIN Jakarta Press. 2003), h. 8
Sejarah Filsafat Ilmu | 11
mempertanyakan asal mula alam. Di sinilah filsafat muncul musabab ketidakpuasan
para filsuf atas penjelasan mitos ihwal berbagai hal yang tidak dapat dijustifikasi baik
oleh rasio maupun pengalaman.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa filsafat di Yunani diawali dengan


munculnya pemikiran yang mempertanyakan asal mula alam (kosmologi). Ini muncul
sebagai akibat ketidakpuasan atas penjelasan mitologis dalam menjelaskan asal mula
alam. Misalnya, anggapan masyarakat pra ilmiah bahwa matahari adalah seorang dewa
yang sedang menunggangi kereta kudanya yang melintas di langit (Gregory, 2002: 2)
atau dalam kajian kosmologi primitif bumi dianggap seperti meja dan di atasnya ada
sebuah mangkok setengah lingkaran. Penjelasan ini (mitologi dirasakan tidak
memenuhi tuntutan rasio atau logos. Sebab itu, para filsuf mencari jawaban yang lebih
rasional sehingga lebih dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Karena penjelasan mitologi tidak dapat dijelaskan atau “dikontrol" oleh rasio, maka
tokoh filsafat Yunani abad ke-6 SM mulai memberikan penjelasan mengenai berbagai
masalah yang didasarkan atas penjelasan atau argumen yang rasional. Lantaran itu,
sering disebut bahwa filsafat lahir ketika logos (akal budi atau rasio) menggantikan
mitos.

2.2.2 Periodisasi Filsafat Barat

Secara historis, filsafat Barat dapat dibagi atas beberapa periode. Periode tersebut
adalah pertama, Filsafat Yunani, kedua, Filsafat Abad Pertengahan, ketiga, Filsafat
Modern dan keempat, Filsafat Kontemporer atau postmodern. Berikut akan dijelaskan
masing-masing periode Filsafat Barat tersebut.

2.2.2.1 Periode Yunani

Pada periode ini (600 SM = 400 M), filsafat umumnya dibagi dua. Pertama,
masa pra-Socrates dan kedua, masa Yunani Klasik atau juga selepas masa pra-
Socrates. Pada masa pra-Socrates filsafat bercirikan (berorientas) kosmosentris.
Pemikiran para filsuf Yunani di masa itu berkaitan dengan peranyaan tentang alam
dan terbuat dari apa alam itu. Berdasarkan rasio, para filsuf masa ini sampa pada
kesimpulan bahwa alam itu merupakan satu susunan yang teratur dan harmonis.

Sejarah Filsafat Ilmu | 12


Karena itu, filsafat pada masa pra-Socrates ini disebut kosmosentris. Contoh filsuf
pra-Socrates adalah Thales, Pythagoras dan Heraclitos.

Thales adalah filsuf alam, yang berusaha untuk memberikan jawaban terkait
asal-mula alam dengan mengabaikan penjelasan mitos dan dewa-dewa Yunani. Ia
berpendapat bahwa semua makhluk hidup berasal dari air dan manusia berkembang
dari ikan. Menurut Thales, ada satu substansi (zat) tunggal (monisme) pertama serta
hukum alam yang berlaku di dunia yang berfungsi mempertahankan keseimbangan
antara berbagai unsur alam yang berbeda (Osborne, 2001: 6).

Pythagoras adalah filsuf pra-Socrates yang berpendapat bahwa adanya harmoni


pada alam karena alam atau benda-benda dibuat atas dasar prinsip bilangan
(matematika). Tentang masalah jiwa, ia berpendapat bahwa jiwa tidak dapat mati.
Bila seseorang mati, roh/jiwanya akan tetap abadi dan akan berubah menjadi
makhluk hidup lain. Adapun segala yang ada dilahirkan kembali dalam suatu siklus
tertentu. Pythagoras mengandalkan jalan penglihatan mistik dan bukan hanya rasio
saja dalam memperoleh pengetahuan. Menurutnya, matematika dan meditasi sama
pentingnya dalam pengembangan pribadi dan pemahaman estetika. Ia meyakini
bahwa kunci pemahaman alam semesta adalah angka-angka. Dalam pemikiran
Pythagoras, segala sesuatu pada akhirnya dapat direduksi ke dalam perhitungan
angka-angka (bandingkan dengan pendekatan kuantitatif dalam pemikiran ilmiah
modern), Logos adalah bilangan dan alam semesta bersumber dari satu yang disebut
dengan monade. Monade adalah nama untuk bilangan pertama (bahasa Yunani
manad berarti satu, sendiri), Monad adalah bilangan pertama yang menghasilkan seri
bilangan yang begitu banyak. Bagi Pythagoras, matematika, musik, dan mistisisme
adalah satu, dalam arti tidak saling meniadakan melainkan memiliki hubungan erat.

Heraclitos adalah filsuf yang disebut dengan orang yang tidak jelas, dan
ketidakjelasannya terlihat dalam gaya tulisannya. Pernyataannya yang terkenal
adalah “panta rhei kai uden menei" (segala sesuatu berada dalam perubahan).
Artinya, segala sesuatu mengalir dan dalam proses menjadi. Seseorang tidaklah
bergerak dalam kehidupan, akan tetapi kehidupan itulah yang mengalir melalui kita.
Kita bukanlah berada dalam dunia, namun kita adalah bagian dari dunia. Batas-batas
antara diri" (self dan "dunia" tidaklah absolut, akan tetapi mengalir dalam proses
yang saling berhubungan (Howard, 2005: 1323).

Sejarah Filsafat Ilmu | 13


Selepas filsuf pra-Socrates, Socrates, Plato dan Aristoteles adalah tiga filsuf
besar Yunani klasik yang paling banyak memengaruhi pemikiran filsafat untuk masa
selanjutnya (Abad Pertengahan dan Modern).

Socrates adalah filsuf yang tinggal dikota Athena, ketika kota itu mencapai
puncak kejayaannya di bawah kekuasaan raja Pericles. Disebutkan oleh oracle
Delphi, Socrates adalah orang yang paling bijaksana (berpengetahuan luas) di dunia
pada zamannya (walaupun dengan rendah hati Socrates menyatakan bahwa ia tidak
mengetahui apa-apa). Socrates adalah seorang kritis yang selalu mempertanyakan
segala hal. Ia mempertanyakan bukanlah untuk menyerang dan meruntuhkan, tetapi
untuk mempertanyakan dasar argumentasi dan konsistensi berpikir para tokoh di
zamannya.

Sebagai seorang guru, Socrates mengabdikan seluruh hidupnya untuk mencari


dan mengajarkan kebenaran. Salah satu ucapannya yang terkenal sampai saat ini
adalah "Kenalilah dirimu sendiri!) (Pengenalan diri menjadi permasalahan penting
dalam filsafat manusia dan psikologi modern. Konsep pengenalan diri ini kemudian
berkembang dalam bentuk introspeksi muncul dalam teologi Augustinus sebagai
upaya untuk membedakan antara dimensi kejahatan dan kebaikan pada diri manusia.
Pada psikoanalisa Freud, konsep ini muncul sebagai salah satu metode (selain
hipnotis dan tafsir mimpi) yang digunakannya untuk memahami dimensi dalam
manusia).

Dalam diskusi dan mengajar, Socrates menggunakan metode/teknik maieutikos


(teknik kebidanan). Teknik ini didasarkan atas asumsi bahwa manusia pada dasarnya
sebelum lahir telah membawa memiliki pengetahuan bawaan. Karena itu, tugasnya,
bagi Socrates, adalah bagaimana menarik/mengeluarkan pengetahuan yang ada
dalam kesadaran itu. Dengan kata lain bagi Socrates, dia bertugas seperti seorang
bidan yang membantu seorang ibu mengeluarkan bayi dari rahim sewaktu
persalinan. Teknik kebidanan ini menggunakan metode diskusi (dialog) dengan
melontarkan pertanyaan guna menggali pemahaman dan pengetahuan para
muridnya. (Carl Rogers (1902-1987), seorang ahli psikologi humanistik, pada tahun
1943 terinspirasi oleh metode ini. Bertolak dari dialog Socrates, ia mengembangkan
metode psikoterapi yang disebutnya dengan "Non Directive Technique", yaitu terapi
yang berpusat pada klien yang ia kembangkan selama beberapa tahun di Universitas
Chicago. Terapi ini didasarkan atas prinsip memberikan kesempatan individu,
Sejarah Filsafat Ilmu | 14
memotivasi individu yang tidak mau berbicara agar terbuka pada konselornya.
Pasien diharapkan bisa berbicara bebas dan terbuka pada ahli/konselornya
sebagaimana ia berdialog dengan temannya sendiri).

Selain seorang pemikir besar, Socrates dikenal pula sebagai seorang yang teguh
pendirian dan seorang yang memiliki moralitas yang tinggi. Ia percaya bahwa ia
dibimbing oleh suara Ilahi, dan jiwanya akan tetap hidup setelah mati. Karena sikap-
sikapnya, Socrates dituduh meracuni generasi muda yang membuat mereka tidak
percaya pada dewa-dewa yang diagungkan masyarakat Yunani, dan pengadilan
Yunani lantas menjatuhkan hukuman mati kepada Socrates. Socrates yang sangat
terkenal itu tidak meninggalkan tulisan. Pemikirannya justru diketahui melalui
muridnya yang sangat mengaguminya, yaitu plato.

Pemikiran filsafat sejak Socrates tidak lagi berorientasi pada pembahasan


kosmos (kosmosentris) sebagaimana dilakukan oleh para filsufsebelumnya,
Pemikiran dan pembahasan para filsuf sejak Socrates mulai meluas membicarakan
tentang manusia, tentang baik dan buruknya tindakan (etika), tentang politik dan
negara, tentang demokrasi, dan juga tentang masalah keadilan. Filsafat yang
memfokuskan perhatiannya pada manusia dan permasalahannya disebut
‘antroposentris'. Plato dan Aristoteles adalah dua filsuf besar setelah Socrates yang
memiliki wawasan yang sangat luas dan pemikiran mereka banyak memengaruhi
filsafat Barat sampai sekarang ini.

2.2.2.2 Periode Abad Pertengahan

Periode ini (400 1500 M) umumnya dibagi menjadi dua yakni zaman Patristik
dan zaman Skolastik. Setelah berkembangnya agama Kristen di Barat, fokus
pemikiran filsafat berpusat pada ajaran-ajaran agama Kristen (tentang Tuhan)
sehingga disebut teosentris. Pada masa ini, kebebasan berpikir yang telah
berkembang melalui tradisi Yunani mengalami kemerosotan. Orang hanya boleh
berpikir sejauh mengikuti rambu-rambu yang ditentukan pemimpin-pemimpin
gereja. Pada masa ini, Bapak-bapak gereja (patres) atau ahli-ahli agama Kristen
menguasai pemikiran filsafat sehingga filsafat masa ini disebut juga dengan zaman
Patristik.

Sejarah Filsafat Ilmu | 15


Filsafat dan pengetahuan pada era ini hanya ditujukan sebagai alat untuk
mengabdi pada teologi Kristen. Filsafat dijadikan sebagai alat untuk
membenarkan/mengabdi pada teologi (uncila theologiae). Para filsuf zaman ini
umumnya percaya bahwa kebenaran sejati hanya ada pada kitab suci (Injil). Para
filsuf yang terkenal pada masa ini antara lain: Justinus de Martyr (abad ke-2 M),
Tertulianus (160-220 M), Origenes (154 M), dan Augustinus 354-430 M).
Tertulianus terkenal dengan pernyataannya: Credo qua absurdum (saya percaya
karena tidak masuk akal sebagai upayapembelaannya terhadap dogma Trinitas.
Sedangkan Augustinus (354-430M) adalah filsuf terbesar pada era ini yang mencoba
menyatukan antara pemikiran filsafat dengan agama.

Pada abad ke-9 dan ke-10 Masehi pengaruh filsafat Yunani (khususnya Neo-
Platonisme) mulai benar-benar masuk ke kalangan gereja. Sekolah-sekolah teologi
sebagaimana sekolah umum juga mempelajari Seven Liberal Arts, yaitu: Grammar,
Dialectic, Arithmetic, Geometry, Music, dan Astronomy. Akan tetapi, sekolah yang
berkembang dilingkungan gereja ini memunculkan pula dampak “negatif", di mana
pemimpin gereja semakin mendominasi seluruh pemikiran manusia di zaman itu.
Ilmu pengetahuan/filsafat di Katedral justru untuk mendukung doktrin teologi.

Perkembangan baru dengan mulai lahirnya sekolah-sekolah di katedral, antara


abad ke 10 dan ke-15 M disebut masa skolastisisme. Skolastisisme mulai setelah 400
tahun sebelumnya terjadi kekacauan. Muncul ordo dan mazhab mazhab baru di
kalangan para pendeta sebagai reaksi atas kemewahan duniawi dari monastisisme
yang mapan. Pada masa ini pengaruh filsafat Aristoteles paling dominan. Kalau dari
Plato, (tokoh-tokoh) gereja mempelajari peran rasio manusia yang dapat memahami
segala kebenaran maka dari Aristoteles gereja mendapat ajaran filsafat yang
mengemukakan kesatuan antara alam (nature) dengan akal (reason).

Pemikir terkenal pada masa skolastisisme ini antara lain: Abelardus (1079-
1142), Anselmus (1093-1109), Duns Scotus (1270-1308), William Ockham (1290-
1349), dan Thomas Aquinas (1225-1274). Anselmus terkenal dengan pembuktian
ontologisnya tentang Tuhan (dalam tulisannya Porslogion). Menurutnya, Tuhan
adalah suatu yang paling besar untuk dipikirkan, dan sesuatu yang terbesar untuk
dipikirkan itu, pastilah ada. Ia menyatakan bahwa untuk mengerti Tuhan pertama-
tama orang harus percaya. Ia mengemukakan istilah "credo ut intelligam" (saya
percaya supaya saya mengerti).
Sejarah Filsafat Ilmu | 16
William Ockham, seorang rohaniawan dan filsuf Inggris, dikeluarkan dari
keanggotaan gereja karena pemikirannya dianggap bid'ah (ia menghabiskan masa
tuanya di bawah perlindungan Raja Louis dari Bavaria german yang bersemangat
untuk memisahkan gereja dari negara). Salah satu pemikiran ockham yang terkenal
adalah "Occam’s razor" (pisau cukur ockham) yang disebut juga dengan prinsip
kehematan. Maksudnya, keharusan untuk bersahaja dalam menguji teori. Prinsip
kebersahajaan itu adalah "apa pun jangan dilipat gandakan tanpa alasan". Jika ada
hipotesis yang sederhana, maka hipotesis yang rumit menjadi irasional.

Abelardus terkenal dengan pemikirannya yang berusaha menyatukan


pertentangan antara universalia dengan individualia (particular) yang terjadi antara
pendukung nominalisme dengan realisme yang sangat menguasai filsafat Abad
Pertengahan. Kaum realis(me) menyatakan bahwa pengertian umum (universal) itu
ada pada bendanya (universale ante rest) sementara nominalis menyatakan konsep
itu ada sesudah bendanya (universale post est). Untuk mengatasi ini, Abelardus
mengemukakan istilah universale post rest, universale in bus" (pengertian universal
itu ada pada bendanya). Yang sungguh-sungguh ada, adalah konkret (Bagus, 1996:
76-77). Ia disebut seorang konseptualis, karena ia berpendapat bahwa pikiranlah
yang membentuk konsep-konsep umum itu (Lucas, 1993: 193).

Filsafat Skolastik (skolastisisme) mencapai puncaknya melalui Thomas


Aquinas. Dalam karyanya yang paling terkenal. Summa Theologia (1266), ia
membedakan tugas antara ilmu pengetahuan dengan agama (kepercayaan) akan
tetapi di antara keduanya tidak ada pertentangan. Ia menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan bersumber dari pengalaman (empir), kemudian pengalaman itu diolah
oleh rasio kita (bandingkan dengan Immanuel Kant). Ia berpendapat bahwa masalah
agama harus diselesaikan melalui kepercayaan, namun rasio/akal tetap dibutuhkan,
sebagaimana ia mengemukakan bukti tentang adanya Tuhan melalui argumentasi
rasionalnya yang dikenal dengan "Lima Jalan" (ini dipelajari pada filsafat
Ketuhanan). Sementara itu, Dun Scotus (Scotisisme) tidak setuju dengan kesesuaian
antara agama dengan flsafat' seperti dikemukakan Aquinas, sebab menurutnya
keduanya adalah dua bidang yang berbeda.

Pusat-pusat pendidikan yang terdapat di katedral-katedral pada era ini lama-


kelamaan berkembang menjadi Studium Generale dan kemudian menjadi
universitas. Perkembangan ini justru semakin memperkuat kekuasaan Paus
Sejarah Filsafat Ilmu | 17
(pimpinan-pimpinan gereja), di mana akhirnya ilmu pengetahuan didominasi kaum
agamawan dan ilmu pengetahuan kemudian hanya dimungkinkan sejauh sesuai dan
dapat mengabdi pada gereja, di mana pimpinan gereja menguasai dan menentukan
semua bidang kehidupan manusia. Pemikiran manusia dalam semua bidang harus
tunduk pada doktrin kristiani (teosentris). Meskipun ada tokoh gereja seperti
Agustinus, Panteaus, Clemen, origen, yang mengenal filsafat Plato melalui pusat-
pusat pendidikan Catchetical di Aleksandria, Yerussalem, Konstantinopel, akan
tetapi pada era ini pola pikir takhayul tetap merajalela. Adapun Konsili di Kartago
pada tahun 401 menetapkan larangan untuk mempelajari bahasa dan filsafat Yunani
(Susabda, 1990: 11).

Pengaruh Plato dan Aristoteles terlihat pada pemikiran tokoh-tokoh di atas,


seperti pada St. Anselmus atau pada pemikira St. Augustinus dan Boethius. Salah
satu argumen ontologis yang paling terkenat misalnya argumen Augustinus yang
berbunyi: kita mengatakan bahwa Tuhan adalah being (ada), dan kita berpikir bahwa
tidak ada being yang lebih besar dari keberadaan Tuhan. Kita tahu bahwa di dalam
benak kita. Kita melihat adanya ide tentang being yang demikian itu. Being itu pasti
ada di luar pikiran. Jika tidak, being itu pasti tidak lebih besar daripada yang kita
pikirkan. Logika argumen ini jika diperhatikan merupakan refleksi dari pemikiran
spekulatif Plato tentang dunia idea. (Banyak ahli/teolog yang tertarik dengan
argumen itu, akan tetapi Thomas Aquinas menolak argumen tersebut. Menurutnya,
kita tidak mungkin menarik kesimpulan akan adanya eksistensi Tuhan berdasarkan
ide kita tentang Tuhan).

Seperti disebutkan tadi, pusat pendidikan katedral lama-kelamaan berkembang


ke Studium Generale lalu menjadi universitas. Antara tahun 1000-1150 berdiri lah
Universitas Rheims, Paris, Bologna. Oxford dan Cambridge (Santoso, 1977). Roger
Bacon sebagai seorang dosen mulai mengembangkan metode penelitian induktif
yang sebelumnya telah dikembangkan di lingkungan sarjana Islam. Metode ini
memadukan pengalaman (a posteriori) dengan analisis matematika (a priori).
Adapun perkembangan ilmu pengetahuan mulai kelihatan dengan munculnya karya
dan penemuan-penemuan baru dari Copernicus, Galileo, dan Kepler yang dikenal
sebagai anak zaman Renaisans.

Antara abad ke-15 dan ke-17 dikenallah sebuah babak baru yang dikenal dengan
sebutan "zaman Renaisans” di mana pengaruh pemikiran Plato, Aristoteles dan
Sejarah Filsafat Ilmu | 18
humanisme telah melahirkan kebangkitan dan kebebasan individu pada masa itu.
Manusia sebagai individu dijadikan sebagai pusat segala-galanya (antroposentris).
Renaisans telah mentransformasikan kehidupan intelektual dan kehidupan
intelektual ini menghidupkan kembali pemikiran filsafat, ilmu pengetahuan ilmu
kedokteran, astronomi dan ilmu klasik. Karena itu, zaman ini disebut sebagai zaman
penemuan kembali manusia (rediscovery of man) atau masa Renaisans.

2.2.2.3 Periode Modern

Periode ini umumnya dibagi menjadi dua yakni masa Renaisans dan masa
Pencerahan. Masa Renaisans (abad ke-14 hingga ke-17) dan Pencerahan (abad ke-
18) adalah periode yang menjembatani Abad Pertengahan ke Abad Modern. Banyak
ilmuwan dan filsuf memasukkan zaman ini ke dalam zaman Modern. Zaman
Pencerahan (Age of Reason. Enlightenment, Aufllarung) adalah zaman yang
menghasilkan pemikiran yang sangat berpengaruh bagi seluruh aspek kebudayaan
modern. Pada masa Renaisans muncul kembali upaya membangkitkan kebebasan
berpikir seperti pada masa Yunani. Kombinasi filsafat Yunani dan humanisme telah
melahirkan kebebasan individu pada zaman itu. Manusia sebagai individu, menjadi
pusat dari segala-galanya. Karya-karya agung dalam seni lukis dan pahat dalam era
ini misalnya menonjolkan keagungan manusia. Adapun otoritas gereja mulai
memudar dan mulai tumbuh ketidakpercayaan pada kebenaran mutlak agama
(Kristen). Mulai pula berkembang bibit reformasi yang berbuah pada abad ke-16/17
dengan pemisahan Protestan dari Katolik.

Pemikiran zaman Renaisans dan pasca Renaisans yang disebut Pencerahan


(sepanjang abad ke-17dan ke-18) adalah pemikiran yang menjadi dasar spiritual
(pandangan dunia) bagi zaman Modern. Melalui para pemikir zaman ini terjadi
perubahan minat yang besar dari permasalahan metafisika Abad Pertengahan kepada
fisika, peralihan dari metode berpikir spekulatif ke eksperimental matematis. Terjadi
pula peralihan dari pemikiran sosial politik yang didasarkan atas teologi ke
pemikiran yang antroposentris (humanis). Renaisans dan Pencerahan adalah pintu
masuk ke zaman Modern yang ditandai oleh: (1) penduniawian ajaran/pemikiran
(sekulerisme), (2) keyakinan akan kemampuan akal (rasio), (3) berkembangnya
paham utilitarianisme, dan (4) optimisme dan percaya diri (Suseno, 1992).

Sejarah Filsafat Ilmu | 19


Pemikir zaman Renaisans dan Pencerahan berjasa besar dalam memajukan
penalaran ilmiah (metode ilmiah) pada abad ke-16 dan ke-17 dan mengawali apa
yang disebut dengan "Filsafat Modern" atau "Dunia Modern”. Pemikir-pemikir besar
yang melahirkan zaman Renaisans antara lain Roger Bacon (1214-1294),
Machiavelli (1469-1527), Copernicus (1473-1543), Francis Bacon (1561-1626),
Thomas Hobbes (1588-1679), Rene Descartes, (1596-1650), John Locke (1632-
17o4), George Berkeley (1685-1753), David Hume (1711-1776) dan lain
sebagainya. Pemikir-pemikir ini berjasa dalam mengubah paradigma berpikir Barat
dari paradigma teologis ke paradigma ilmiah. Pada awal zaman Renaisans telah lahir
satu keyakinan akan munculnya kebudayaan baru dan kepercayaan bahwa manusia
dapat melakukan apa pun kalau ia mau. Kebudayaan baru itu didasarkan pada
prinsip: kapitalisme dalam ekonomi, klasik dalam seni dan sastra; metode ilmiah
dalam pendekatan atau pemecahan terhadap berbagai fenomena alam dan kehidupan
(Suseno, 1992).

Bersama dengan berkembangnya Renaisans, maka mulai redup pemikiran


(teosentris) Abad Pertengahan dan skolastik. Model berpikir ilmiah yang mekanis
menggusur pandangan teosentris yang melihat adanya hubungan antara alam dengan
Tuhan, antara manusia dengan Tuhan. Pad aAbad Pertengahan manusia dilihat
sebagai ciptaan Tuhan yang memiliki sifat-sifat mistis, emosi dan kerohanian (yang
memiliki misi sebagai pelaksanaan kehendak Tuhan).

Pada abad ke-16 dan ke-17 muncul apa yang disebut dengan era Revolusi ilmiah
(Age of the Scientific Revolution) di Eropa. Semangat ilmiah yang dipengaruhi ilmu
pengetahuan alam (pengaruh Newton) ini merembes ke bidang ilmu lain seperti
Carles Darwin (di bidang biologi) melalui teori evolusinya yang mencoba
merumuskan biologi sebagaimana hukum fisika Newton. Melalui teori seleksi alam,
manusia dilihat oleh teori Darwin sebagai hasil seleksi alam, dan evolusi berjalan
tanpa adanya campur tangan Pencipta (Tuhan). Newton dan Darwin dianggap
sebagai dua pemikir yang sukses dalam mengembangkan tatanan dunia yang
mekanis (sekularisme) yang menjadi dasar bagi ilmu pengetahuan modern.

Berbagai pemikiran yang berkembang pada zaman Renaisans dan Pencerahan


pada akhirnya terpadu dalam cara berpikir dan menyelesaikan masalah dengan
menekankan pada pengamatan, pola argumen yang rasional (rasionalitas), dan
metode presentasi dan kalkulasi (empiris-eksperimental dan kuantitatif).
Sejarah Filsafat Ilmu | 20
Perkembangan paradigma berpikir ilmiah itu melahirkan tiga gerakan baru yang
memacu perkembangan dinamis masyarakat modern, yaitu: (1) berkembangnya
kapitalisme, (2) penemuan subjektivitas manusia modern, dan (3) rasionalisme
(Suseno, 1992).

2.2.2.4 Periode Postmodern atau Kontemporer

Istilah “postmodern”mengandung berbagai pengertian. Secara kebahasaan, post


(atau beyond) berarti sesudah, lepas (sedangkan beyond berarti di luar atau
mengatasi modern). Dengan demikian, postmodern berarti filsafat atau pemikiran
yang berkembang sesudah atau mengatasi era Modern. Tetapi, ada yang mengartikan
postmodern (seperti Jürgen Habermas) bukan sebagai kebudayaan atau pemikiran
yang berbeda atau terputus dari budaya dan pemikiran modern, akan tetapi
kebudayaan dan pemikiran lanjutan dari modern dengan mencoba mengatasi
berbagai kekurangan yang timbul dalam budaya dan pemikiran modern itu.
Sementara pemikir yang lain menganggap bahwa postmodern itu sebagai pemikiran
dan budaya yang mencoba mengambil dari kebudayaan klasik dan modern (berbagai
hal yang dianggap baik) sebagai dasar untuk pemikiran dan budaya postmodern itu.
Dalam pandangan ini, postmodern dapat disebut sebagai sintesa atau perpaduan
pemikiran dan kebudayaan klasik, modern, dan postmodern ke dalam cara berpikir
atau kebudayaan baru (lihat Lubis, 2003).

Dalam wilayah epistemologi (termasuk filsafat ilmu pengetahuan) pemikiran


filsuf ilmu pengetahuan baru yang berkembang sekitar tahun 1960-an 1970-an dapat
dianggap sebagai jembatan (pintu) untuk memasuki gagasan tokoh postmodernis,
khususnya di bidang epistemologi dan ilmu pengetahuan. Francois Lyotard misalnya
adalah seorang filsuf yang mengemukakan pembahasan tentang postmodern secara
filosofis dan ilmiah, dan ia mengemukakan bahwa telah terjadi pergesaran dalam
ilmu pengetahuan dan budaya dari era Modern ke era Postmodern. lyotard menolak
metanarasi modernis tentang sains yang menekankan "kesatuan spekulatif dari
semua ilmu pengetahuan”

Francois Lyotard bersama Jacques Derrida, Michel Foucault, Gillez Deleuze dan
Fèlix Guattari, dan Jean Baudrillard adalah pemikir postmodern radikal (dekon-
struksionis) yang berpendapat bahwa ada perbedaan mendasar antara pemikiran

Sejarah Filsafat Ilmu | 21


(filsafat dan ilmu pengetahuan) pada era Modern dengan Postmodern. Baudrillard
misalnya menyatakan, jika pada era Klasik

dan Modern ilmuwan dan filsuf masih berdebat dan berbicara soal realitas, maka
pada era Postmodern justru soal "kematian realitas" (hyperreality). Melalui media
informasi kita dihadapkan pada realitas citraan, realitas sebagai konstruksi. Adapun
perubahan mendasar itu dikemukakan para ilmuwan dengan istilah yang beragam:
matinya ilmu pengetahuan, matinya ilmu sosial, berakhirnya ideologi dan lain-lain.

Lyotard menyatakan bahwa perubahan besar dalam dunia ilmiah terjadi dengan
perkembangan teknologi tinggi (teknologi informasi) yang mau tidak mau
mengubah cara berpikir kita. Ia mengemukakan tentang tidak memadainya model
“pengkotak-kotakan otak" (cara berpikir) dan spesialisasi intelektual, untuk
menghadapi watak baru ilmu pengetahuan seperti pemrosesan informasi cyberspace
mengukur ilmu pengetahuan berdasarkan logika komputer yang berkembang akhir-
akhir ini. Dalam era Postmodern ilmu pengetahuan tidak memiliki tujuan untuk
dirinya sendiri, misalnya untuk menemukan kebenaran teori. Kini ilmu pengetahuan
lebih bersifat dalam ilmu pengetahuan diproduksi untuk dijual atau dengan lebih
mempertimbangkan nilai guna atau manfaatnya. Perkembangan baru dalam ilmu
pengetahuan ini ditandai dengan majunya teknologi informasi dengan sasaran
cyberspace global, berkembangnya kosmologi baru dengan teori tentang segala
sesuatu (theory of everything) serta kemajuan dalam rekayasa genetika dengan
proyek genome manusia (Appignanesi & Chri Garrat, 1998: 106-107).

Gillez Deleuze dan Felix Guattari menyatakan bahwa dalam era Informasi
sekarang ini, dunia ibarat sebuah jaringan yang satu sama lain saling berkaitan dan
demikian pula otak (mind) dan cara berpikir kita memiliki jaringan yang hampir tak
ada batas. Deleuze dan Guattari (983, 1987) menyebut istilah ini dengan
"rhizomatic" atau “rizhome”. Istilah rhizomatic berasal dari dunia tumbuh-tumbuhan
(tumbuhan menjalar) di mana batang dan akarnya menjalar ke semua arah, dan
masing-masing memiliki fungsi yang sama. Dari umbi dan akar dapat tumbuh
cabang-cabang baru yang berkembang ke seluruh arah. Penggunaan istilah
rhizomatic ini juga berkaitan dengan penolakan pemikir postmodern pada cara
berpikir ilmiah lama (modern) yang dikemukakan melalui metafor "pohon ilmu".
Pohon ilmu adalah cara pandang yang melihat ilmu pengetahuan bersumber dan
ditunjang oleh akar tunggang tempat akar akar lain tumbuh untuk menunjang batang
Sejarah Filsafat Ilmu | 22
yang berdiri kokoh. Pada batang itu tumbuh cabang (kelompok ilmu) dan dari
cabang tumbuh ranting-ranting (berbagai bidang ilmu pengetahuan). Metafor pohon
ilmu ini adalah metafor yang kini kurang tepat digunakan untuk ilmu pengetahuan
dan memahami masalah sosial budaya (globalisasi) sekarang ini. Pada era Informasi
dunia justru dilihat sebagai jaringan. Dalam dunia rhizomatik ilmuwan memerlukan
pula keterbukaan dan model berpikir kritis, ilmu pengetahuan juga menuntut
pendekatan baru yaitu pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.

PERKEMBANGAN FILSAFAT ISLAM

A. Munculnya Filsafat Islam


Pemikiran filsafat masuk ke dalam Islam melalui filsafat Yunani yang dijumpai kaum
Muslimin pada abad ke-8 Masehi atau abad ke-2 Hijriah di Suriah, Mesopotamia, Persia, dan
Mesir.
Dalam Ensiklopedi Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve dijelaskan bahwa
kebudayaan dan filsafat Yunani masuk ke daerah-daerah itu melalui ekspansi Alexander
Agung, penguasa Macedonia (336-323 SM), setelah mengalahkan Darius pada abad ke-4 SM
di kawasan Arbela (sebelah timur Tigris).
Alexander Agung datang dengan tidak menghancurkan peradaban dan kebudayaan
Persia, bahkan sebaliknya, ia berusaha menyatukan kebudayaan Yunani dan Persia. Hal ini
telah memunculkan pusat-pusat kebudayaan Yunani di wilayah Timur, seperti Alexandria di
Mesir, Antiokia di Suriah, Jundisyapur di Mesopotamia, dan Bactra di Persia.
Pada masa Dinasti Umayyah, pengaruh kebudayaan Yunani terhadap Islam belum
begitu nampak karena ketika itu perhatian penguasa Umayyah lebih banyak tertuju kepada
kebudayaan Arab. Pengaruh kebudayaan Yunani baru nampak pada masa Dinasti Abbasiyah
karena orang-orang Persia pada masa itu memiliki peranan penting dalam struktur
pemerintahan pusat.
Para Khalifah Abbasiyah pada mulanya hanya tertarik pada ilmu kedokteran Yunani
berikut dengan sistem pengobatannya. Tetapi kemudian mereka juga tertarik pada filsafat dan
ilmu pengetahuan lainnya. Perhatian pada filsafat meningkat pada zaman Khalifah Al-
Makmun (198-218 H/813-833 M).
Kelahiran ilmu filsafat Islam tidak terlepas dari adanya usaha penerjemahan naskah-
naskah ilmu filsafat dan berbagai cabang ilmu pengetahuan ke dalam bahasa Arab yang telah
dilakukan sejak masa klasik Islam. Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan

Sejarah Filsafat Ilmu | 23


Peradaban disebutkan bahwa usaha penerjemahan ini tidak hanya dilakukan terhadap naskah-
naskah berbahasa Yunani saja, tetapi juga naskah-naskah dari bebagai bahasa, seperti bahasa
Siryani, Persia, dan India.6[1]
Perkembangan filsafat Islam, hidup dan memainkan peran signifikan dalam
kehidupan intelektual dunia Islam. Jamal al-Dīn al-Afgani, seorang murid Mazhab Mulla
Shadra saat di Persia, menghidupkan kembali kajian filsafat Islam di Mesir. Di Mesir,
sebagian tokoh agama dan intelektual terkemuka seperti Abd. al-Halim Mahmud, Syaikh al-
Azhar al-marhum, menjadi pengikutnya.
Filsafat Islam di Persia, juga terus berkembang dan memainkan peran yang sangat
penting meskipun terdapat pertentangan dari kelompok ulama Syi’ah. Tetapi patut dicatat
bahwa Ayatullah Khoemeni, juga mempelajari dan mengajarkan al-hikmah (filsafat Islam)
selama berpuluh puluh tahun di Qum, sebelum memasuki arena politik, dan juga Murtadha
Muthahhari, pemimpin pertama Dewan Revolusi Islam, setelah revolusi Iran 1979, adalah
seorang filosof terkemuka. Demikian pula di Irak, Muhammad Baqir al-Shadr, pemimpin
politik dan agama yang terkenal, adalah juga pakar filsafat Islam.7[2]

B. Periodisasi Perkembangan Filsafat Islam

Jalaluddin dan Usman Said dalam bukunya Filsafat Pendidkan Islam Konsep dan
Perkembangan mengemukakan perkembangan periodisasi filsafat pendidikan Islam sebagai
berikut:
1. Periode awal perkembangan Islam
Pemikiran mengenai filsafat pendidikan pada periode awal ini merupakan perwujudan
dari kandungan ayat-ayat al-Qur’an dan al-hadis, yang keseluruhannya membentuk kerangka
umum ideologi Islam. Dengan kata lain, bahwa pemikiran pendidikan Islam dilihat dari segi
al-Qur’an dan hadis, tidaklah muncul sebagai pemikiran yang terputus, terlepas hubungannya
dengan masyarakat seperti yang digambarkan oleh Islam. Pemikiran itu berada dalam
kerangka paradigma umum bagi masyarakat seperti yang dikehendaki oleh masyarakat.
Dengan demikian pemikiran mengenai pendidikan yang dilihat dalam al-Qur’an dan hadis

Sejarah Filsafat Ilmu | 24


mendapatkan nilai ilmiahnya. Pada periode kehidupan Rasulullah Saw tampaknya mulai
terbentuk pemikiran pendidikan yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits secara murni. Jadi
hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan berbentuk pelaksanaan ajaran al-Qur’an yang
diteladani oleh masyarakat dari sikap dan prilaku hidup Nabi Muhammad saw.
2. Periode klasik
Periode klasik mencakup rentang masa pasca pemerintahan khulafa’ al-Rasyidun
hingga awal masa imperialis Barat. Rentang waktu tersebut meliputi awal kekuasaan Bani
Ummayah zaman keemasan Islam dan kemunduran kekuasaan Islam secara politis hingga
awal abad ke-19.
Walaupun pembagian ini bersifat tentative, namun terdapat beberapa pertimbangan
yang dijadikan dasar pembagian itu. Pertama, sistem pemerintahan; kedua, luas wilayah
kekuasaan; ketiga, kemajuan-kemajuan yang dicapai; dan keempat, hubungan antar negara.
Dari dasar pertimbangan tersebut, maka diketahui bahwa di awal periode klasik
terlihat munculnya sejumlah pemikiran mengenai pendidikan. Pemikiran mengenai
pendidikan tersebut tampak disesuaikan dengan kepentingan dan tempat serta waktu.
Beberapa karya ilmuan Muslim pada periode klasik yang karya-karyanya secara langsung
memuat pembahasan mengenai pendidikan yaitu:
Ibn Qutaibah (213-276 H), nama lengkapnya Abu Muhammad Abdullah Ibn Muslim
Qutaibah al-Dainuri, keahliannya adalah bahasa Arab dan sejarah; karya yang terkenal : al-
Ma’ani al-Kabirah, syakl al-Qur’an, Gharib al-Qur’an, Ta’wil Mukhtalaf al-Hadits, Fadhl al-
Arab, al-Syi’r wa al-Syu’ara; al-Ma’arif, al-Radd ‘ala al Jahimmiyah wa al-Musyibbihah,
Imamah wa al-Siyasah, dan ‘Uyun al-Akhbar. Pemikirannya menyangkut tentang masalah
pendidikan bagi kaum wanita, ilmu yang bermanfaat dan nilai-nilai bagi yang
mengembangkannya.
Perkembangan filsafat pendidikan Islam pada periode klasik ini masih menyimpan
tokoh-tokoh seperti ; Ibnu Masarrah (269-319) yang pemikirannya menyangkut tentang jiwa
dan sifat-sifat manusia, Ibnu Maskawaih (330-421), pemikirannya tentang pentingnya
pendidikan akhlak, Ibnu Sina (370-428), karya besarnya as-Syifa dan al-Qanun al-Tibb
sebuah karya ensiklopedi kedokteran, dan Al-Gazali (450/1058-505/1111 M), karya besarnya
sering menjadi acuan berbagai pandangan masyarakat dan sangat terkenal yaitu Ihya’ Ulum
al-Din, menurutnya bahwa pendidikan yang baik adalah yang dapat mengantarkan manusia
kepada keridhaan Allah swt., yang tentunya selamat hidup dunia dan akhirat.
3. Periode Modern

Sejarah Filsafat Ilmu | 25


Periode modern merujuk pada pembagian periodesasi sejarah Islam, yaitu menurut
Harun Nasution, bahwa periode modern dimulai sejak tahun 1800 M. periode ini ditandai
dengan dikuasainya Bani Abbas dan Bani Ummaiyah secara politik dan dilumpuhkan oleh
imperialis Barat. Namun ada tiga kerajaan besar Islam yang masih memegang hegemoni
kekuasaan Islam, yaitu Turki Usmani (Eropa Timur dan Asia-Afrika), kerajaan Safawi
(Persia), dan kerajaan Mughol (India).
Beberapa pemikir pendidikan yang tersebar di sejumlah kekuasaan Islam tersebut
sebagai tokoh yang ada kaitannya dengan perkembangan filsafat pendidikan Islam pada
periode modern, seperti:
Isma’il Raj’i al-Faruqi (1921-1986), membidangi secara profesional bidang
pengkajian Islam, pemikirannya tersebar di berbagai dunia Islam, dan karya pentingnnya;
Cristian Ethics, An Historical Atlas of Religions of the World, Trialogue of Abrahamic Faith,
dan The Cultural Atlas of Islam, pandangannya bahwa umat Islam sekarang berada dalam
keadaan yang lemah, dan dualisme sistem pendidikan yang melahirkan kejumudan dan taqlid
buta. Oleh sebab itu pendidikan harus dikembangkan ke arah yang lebih modern dan
berorientasi ketauhidan.
Puncak dari pemikiran filsafat pendidikan Islam periode modern terangkum dalam
komperensi pendidikan Islam sedunia di Makkah tahun 1977 sebagai awal pencetusan konsep
tentang penanganan pendidikan Islam. Selanjutnya di Islamabad (1980) menghasilkan
pedoman tentang pembuatan pola kurikulum, di Dhakka (1981) menghasilkan tentang
perkembangan buku teks, dan di Jakarta (1982) telah menghasilkan tentang metodologi
pengajaran.

C. Ciri - Ciri Filsafat Islam

Filsafat Islam mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :


1. Sebagai Filsafat Relegius.
Topik-topik filsafat Islam bersifat relegius, dimulai dengan meng-Esakan Tuhan dan
menganalisis secara universal dan menukik ke teori keTuhanan yang tak
terdahuluaisebelunya. Seolah-olah menyaingi alairan kalamiah Mu’tazilah dan Asy’ariyah
yang mengoreksi kekurangan nya dan berkonsentrasi mengambarkan Allah Yang Maha
Agung dalam pola yang berlandasan tajrid (pengabstrakan), tanzih (penyucian), keesaan
mutlak dan kesempurnaan total. Dari Yang Esa ber-emanasi segala sesuatu. Karena Ia
pencita, maka Ia menciptakan dari bukan sesuau, menciptakan alam sejak azzali, mengatur
Sejarah Filsafat Ilmu | 26
dan menatanya. Karena alam merupakan akibat bagi-Nya, maka dalam wujud dan keabadian-
Nya, maka Ia menciptakannya karena semata-mata anugerah-Nya.
2. Filsafat Rasional.
Akal manusia juga merupakan salah satu potensi jiwa dan disebut rasional soul.
Walaupun berciri khas relegius-spritual, tetapi tetap bertumpu pada akal dalam menafsirkan
problematika ketuhanan, manusia dan alam, karena wajib al-wujud adalah akal murni. Ia
adalah obyek berpikir sekaligus obyek pemikiran.
3. Filsafat Sinkretis
Filsafat Islam memadukan antara sesama filosof. Memadukan berarti mendekatkan
dan mengumpulkan dua sudut, dalam filsafat ada aspek-aspek yang tidak sesuai dengan
agama. Sebaliknya sebagian dari teks agama ada yang tidak sejalan dengan sudut pandang
filsafat. Para filosuf Islam secara khusus konsentrasi mempelajari Plato dan Ariestoteles.
Untuk itu mereka menerjemahkan dialog-dialog penting Plato. Republik, hukum, Themaus,
Sophis, Paidon, dan Apologia (pidato pembelaan Socretes).
4. Filsafat yang Berhubungan Kuat dengan Ilmu Pengetahuan
Saling take and give, karena dalam kajian-kajian filosof terdapat ilmu pengetahun dan
sejumlah problematika saintis, sebaliknya dalam saintis terdapat prinsip-prinsip dan teori-
teori filosofis. Filosof Islam menganggap ilmu-ilmu pengetahuan rasional sebagai bagian
dari filsafat. Misalnya adalah buku As-Syifa’ milik Ibnu Sina yang merupakan
Encyclopedia, Al-Qanun, kemudian Al-Kindi mengkaji masalah-masalah matematis dan
fisis. Al-Farabi mempunyai kajian Ilmu ukur dan mekanik.

D. Tokoh – Tokoh Filsafat Islam

1. Al-Kindi
Hidup pada tahun 796-873 M pada masa khalifah al-Makmun dan al-Mu’tashim.
Al-Kindi menganut aliran Mu’tazilah dan kemudian belajar filsafat. Menurut Al-Kindi
filsafat yang paling tinggi adalah filsafat tentang Tuhan. Kata Al-Kindi : Filsafat yang
termulia dan tertinggi derajatnya adalah filsafat utama, yaitu ilmu tentang Yang Benar
Pertama, yang menjadi sebab dari segala yang benar. Masih menurut Al-Kindi kebenaran
ialah bersesuaian apa yang ada dalam akal dan yang ada diluar akal.
Di dalam alam terdapat benda-benda yang dapat ditangkap dengan panca indra.
Benda-beanda ini merupakan juz’iyat. Yang terpenting bagi filsafat bukan juz’iyat yang tak

Sejarah Filsafat Ilmu | 27


terhingga banyaknya, tetapi yang terpenting adalah hakekat yang terdapat dalam juz’iyat,
yaitu kauliyat. Kemudian filsafatnya yang lain yaitu tentang jiwa d an roh. 8[3]

2. Al-Farabi
Al-Farabi hidup tahun 870-950 M, dia meninggal dalam usia 80 tahun. Filsafatnya
yang terkenal adalah teori emanasi (pancaran). Filsafatnya mengatakan bahwa yang banyak
ini timbul dari Yang Satu. Tuhan bersifat Maha Satu tidak berubah, jauh dari materi , jauh
dari arti banyak, Maha sempurna dan tidak berhajat apapun. Kalau demikian hakekat sifat
Tuhan, bagaimana terjadinya alam materi yang banyak ini dari yang Maha satu ?
Menurut Al-Farabi alam terjadi dengan cara emanasi atau pancaran dari Tuhan yang
berubah menjadi suatu maujud. Perubahan itu mulai dari akal pertama sampai akal kesepuluh.
Kemudian dari akal kesepuluh muncullah berupa bumi serta roh-roh dan materi pertama yang
menjadi dasar dari empat unsur: api, udara, air dan tanah. Pada falsafat kenabian dia
mengatakan bahwa Nabi dan rasul adalah pilihan, dan komunikasi dengan akal kesepuluh
terjadi bukan atas usaha sendiri tetapi atas pemberian Tuhan.
3. Ibnu Sina
Ibnu Sina lahir di Asyfana 980 M dan wafat di Isfahana tahun 1037 M. Pemikiran
terpenting yang dihasilkan oleh Ibnu Sina adalah tentang jiwa. Ibnu Sina juga menganut
paham pancaran, jiwa manusia memancar dari akal kesepuluh. Dia membagi jiwa dalam tiga
bagian, yaitu jiwa tumbuh-tumbuhan (nafsu nabatiyah), jiwa binatang ( nafsu hayanawiyah),
dan jiwa manusia (nafsu natiqah).
Filsafat tentang wahyu dan nabi ia berpendapat, bahwa Tuhan menganugrahkan akal
meteriil yang besar lagi kuat yang disebut al-hads (intuisi). Tanpa melalui latihan dengan
mudah dapat berhubungan dengan akal aktif dan mudah dapat menerima cahaya atau wahyu
dari Tuhan. Akal yang seperti ini mempunyai daya suci (quwwatul qudsiyah). Ini bentuk akal
tertinggi yang dapat diperoleh manusia, dan terdapat hanya pada nabi-nabi.
Dari beberapa kajian diatas, filosof muslim dalam pemikirannaya selalu bersandar
kepada Tuhan, meskipun rasio digunakan secara bebas dan radikal, namun masih terkendali
oleh wahyu yang merupakan pangkal dari agama Islam.
4. Ibnu Miskawaih (W. 1030 M).

Sejarah Filsafat Ilmu | 28


Beliau lebih dikenal dengan filsafat akhlaknya yang tetuang dalam bukunya, Tahzib
al-Akhlak. Menurutnya, akhlak adalah sikap mental atau jiwa yang menimbulkan perbuatan-
perbuatan tanpa pemikiran yang dibawa sejak lahir. Kemudian ia berpendapat bahwa jiwa
tidak berbentuk jasmani dan mempunyai bentuk tersendiri. Jiwa memiliki tiga daya yang
pembagiannya sama dengan pembagian al-Kindi. Kesempurnaan yang dicari oleh manusia
ialah kebajikan dalam bentuk ilmu pengetahuan dan tidak tunduk pada hawa nafsu serta
keberanian dan keadilan.

Filsafat telah berkembang dan berubah fungsi dari induk ilmu pengetahuan menjadi
semacam pendekatan dan perekat berbagai macam ilmu pengetahuan yang telah berkembang
pesat dan terpisah satu dengan lainnya (interdisciplinary approach), dan lebih kental lagi
bahwa filsafat sebagai alat analisis dalam memecahkan permasalahan filosofis dari dunia
ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia (philosophical analysis)
Perkembangan filsafat pendidikan Islam terbagi dalam periode awal jaman permulaan
Islam yang dibawa Rasul Muhammad saw., dan khulafa al-Rashidin, periode klasik yang
dimulai dari pasca pemerintahan khulafa al-Rashidun sampai awal masa imperialisme Barat,
rentang itu dapat pula dimulai dari awal kekuasaan Bani Ummayyah sampai pada kemuduran
kekuasaan Islam secara politis hingga abad ke-19, dan periode modern dan perkembangan
filsafat pendidikan Islam yang mencuat dalam sebuah konferensi pendidikan Islam sedunia.
Perbandingan antara Filsafat Barat dan Filsafat Islam adalah sebagai berikut :
Persamaannya, sama-sama berpikir radikal, bebas. Kedua-duanya menggunakan
logikal akal, dialektika. Kedua-duanya berfikir tentang realitas alam, kosmologi.
Perbedaannya:
a. Filsafat Barat - Mengguakan rasio, Berpijak pada hal-hal yang konkrit, Hanya
berfilsafat.
b. Filsafat Islam - Berfilsafat menggunakan akal dan bersandar pada wahyu, -
Ruang lingkup pembahasannya yang abstrak maupun konkrit, fisik maupun metafisik,
Berfilsafat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memahami realitas alam, Berfilsafat
dimulai dengan keimanan kepada Allah.

Sejarah Filsafat Ilmu | 29


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perkembangan filsafat pada masa yunani kuno lebih focus pembahasannya


mengenai kosmosentris artinya yang difikirkan oleh orang-orang terdahulu ialah alam
semesta, entah bumi maupun matahari menjadi pusat edar.

Perkembangan filsafat pada masa pertengahan lebih banyak membicarah tentang


theocentris yaitu dimana yang menjadi topic pembicaraannya pada masa itu ialah
tentang keTuhanan.

Sedangkan perkembangan filsafat pada masa modern atau bias juga disebut masa
eropa, lebih banyak kajiannya tentang antroposentris yakni membicara pada diri
manusia itu sendiri.

Dan terakhir masa perkemkembangan filsafat pada masa kontemporer atau


sekarang, dimana yang menjadi pokok pembahasannya saat ini ialah logosentris artinya
membicarakan kata/kalimat tapi itu di Eropa, sedangkan di Amerika lebih pragmatis
yakni mereka akan mengambilnya jika menguntungkan diri mereka dan membuangnya
jika tidak berguna bagi mereka walaupun berguna bagi orang lain.

Mengenai kronologis munculnya filsafat Islam beberapa ilmuan mengalami sedikit


perbedaan, seperti yang dijelaskan Hasyimah Nasution pada bukunya “Filsafat Islam” ada yang
mengatakan bahwa filsafat Islam terlahir hanya gara-gara adanya penerjemahan buku-buku
pengetahuan berbahasa Yunani kedalam bahasa Arab.

Lain halnya dengan yang dipaparkan oleh Hadariansyah dalam bukunya “Pengantar
Filsafat Islam” bahwa filsafat Islam, terlahir dari kitab suci umat Islam itu sendiri, dikarenakan
banyaknya terkandung ayat-ayat yang menyuruh untuk berpikir. Di sisi lain karena gencarnya
usaha-usaha yang dilakukan oleh Alexander the Great dengan menaklukkan kota-kota penting
seperti Mesir, Irak, Suriah dan Persia, yang kemudian di kota-kota penting tersebut didirikan
pusat-pusat kebudayaan yang membantu mengembangkan usaha Alexander dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan Filsafat Yunani.

Sejarah Filsafat Ilmu | 30


A. Saran
Demikian makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan manfaat bagi penyusun
khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah kami.

Sejarah Filsafat Ilmu | 31


3.2 Daftar Pustaka

Dr. Akhyar Yusuf Lubis. 2015. Filsafat Ilmu: Klasik Hingga Kontemporer. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.

Arifin, H.M, 2000. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.


Jalaluddin dan Usman Said, 1999. Filsafat Pendidikan Islam Konsep dan
Perkembangan. Jakarta: Rajawali Pers.

Langgulung, Hasan, 1995. Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Bandung:


Al-Ma’arif

Sejarah Filsafat Ilmu | 32

Anda mungkin juga menyukai