Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara hukum dimana hal tersebut sudah secara

tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Konsep Pasal 1 ayat (3)

tersebut memberikan suatu konsekuensi bahwa segala sesuatunya harus taat

dan tunduk pada ketentuan - ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.

Hukum merupakan aturan - aturan yang sengaja dibuat untuk mengatur

kehidupan masyarakat dan bersifat memaksa, artinya bahwa setiap warga

negara harus taat terhadap setiap aturan - aturan yang ada. Akibatnya setiap

perbuatan yang melanggar aturan aturan tersebut sebagai konsekuensi akan

mendapatkan balasan atau hukuman sebagai reaksi dari keinginan masyarakat

terhadap pelaku.

Hukum pidana sebagai salah satu instrumen hukum positif indonesia

merupakan aturan hukum dari suatu negara yang berdaulat, berisi perbuatan

yang dilarang atau perbuatan yang diperintahkan, disertai dengan sanksi

pidana bagi yang melanggar atau yang tidak mematuhi, kapan dan dalam hal

apa sanksi pidana itu dijatuhkan dan bagaimana pelaksaan pidana tersebut

yang pemberlakuanya dipaksakan oleh negara.1 Hukum pidana sebagai suatu

instrumen penting guna menyelesaikan permasalahan - permasalahan pidana

sebagai upaya penegakan hukum selalu berpegang pada asas keadilan,

1
Eddy O.S Hiariej, 2009, Pengantar Hukum Pidana Internasional, Penerbit Earlangga, Yogyakarta,
hlm.4.
2

kemanfaatan, dan kepastian hukum sehingga untuk mencapai tujuan hukum

pidana harus selalu mengalami perkembangan yang dinamis.

Dalam perkembangannya hukum pidana selalu mengalami perubahan

perubahan kearah yang lebih moderen dikarenakan hukum pidana memang

dituntut untuk selalu menyesuaikan dengan perkembangan kejahatan dan

keadaan masyarakat ( het recht hink achter de feiten aan )2. Perkembangan

tersebut juga terjadi dalam persoalan persoalan mengenai penegakan hukum di

Indonesia salah satunya adalah pengakan hukum di bidang lalu lintas.

Penegakan Hukum Lalu Lintas di Indonesia diatur dalam aturan lalu lintas

yang dituangkan dalam Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menggantikan Undang Undang Nomor

14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan karena dinilai sudah

tidak sesuai lagi dengan kondisi perubahan lingkungan strategis, dan

kebutuhan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan saat ini. Dengan

adanya Undang – Undang lalu lintas tersebut diharapkan masyarakat benar

benar menjaga ketertiban saat berkendara.

Penegakan hukum di bidang lalu lintas tentunya terkait dengan upaya

untuk mewujudkan tertib berlalu lintas. Dalam faktanya Indonesia dapat

dikatakan sebagai salah satu negara yang masih lemah kesadaran dalam

berlalu lintas. Menurut Edison Ketua Presidium Indonesia Traffic Watch

(ITW) bahwa kesadaran berlalu lintas masyarakat Indoensia belum ada. Hal

2
Sudikno Mertokusumo, Beberapa Azas Pembuktian Perdata dan Penerapanya Dalam Praktek,
Liberty, Yogyakarta, 1980, hlm 3.
3

tersebut dapat di contohkan di hampir setiap ruas jalan ibu kota yang tidak

lepas dari pelanggaran terutama ketika tidak terdapat poisi yang berjaga."3

Berdasarkan proyeksi penduduk 2015-2045 hasil Survei Penduduk

Antar Sensus (Supas) 2015, jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 269,6

juta jiwa pada 2020. Angka tersebut terdiri atas 135,34 juta jiwa laki-laki dan

134,27 jiwa perempuan.4 Tingginya jumlah penduduk Indonesia tentunya akan

beimplikasi terhadap padatnya penggunaan jalan dalam penunjang aktifitas

keseharian. Jumlah tersebut tentunya tidak berbanding dengan jumlah petugas

kepolisian mapun dinas perhubungan tentunya sangat kewelahan dalam hal

memantau ketertiban dalam berlalu lintas. Hal tersebut juga terjadi di Kota

Yogyakarta sebagai salah satu kota dengan kepadatan yang sangat padat. Rata-

rata tingkat kepadatan lalu lintas dibanding kapasitas jalan di Kota Yogyakarta

atau nilai volume capacity ratio hampir mendekati titik jenuh yaitu 0,8 dari

nilai maksimal 15. Berkaca dari hal tersebut untuk penegakan pelangaran lama

bidang lalu lintas telah banyak melakukan berkembangan dengan sudah

menggunakan peralatan peralatan moderen. Sebagi contohnya dalahan

penggunakan system Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE).

---------=------------------------------------ MISSING ----------------------------------

3
Gridoto.com, “Pemahaman Tertib Berlalu Lintas Masyarakat Indonesia Masih Lemah”
https://www.gridoto.com/read/221040525/pemahaman-tertib-berlalu-lintas-masyarakat-
indonesia-masih-lemah#!%2F, Diakses pada 3 November 2019
4
Databoks, “Jumlah Penduduk Indonesia Diproyeksikan Mencapai 270 Juta pada 2020”
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/13/jumlah-penduduk-indonesia-
diproyeksikan-mencapai-270-juta-pada-2020, Diakses pada 3 November 2019
5
Okenews, “Gawat Kepadatan Lalu Lintas Yogyakarta Dekati Titik Jenuh”,
https://news.okezone.com/read/2017/09/30/510/1786214/gawat-kepadatan-lalu-lintas-
yogyakarta-dekati-titik-jenuh, Diakses pada 3 November 2019
4

Mulai digunakanya peralatan modern dalam penegakan hukum Di

Indonesia. Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) . E – TLE merupakan

implementasi teknologi untuk mencatat pelanggaran-pelanggaran dalam

berlalu lintas secara elektronik, ketertiban, dan keselamatan dalam berlalu

lintas.6 E -TLE berbeda halnya dengan E – tilang dimana dalam e-tilang ini

mengandalkan aplikasi berbasis Android yang sudah terpasang di ponsel

anggota polisi. Petugas tidak lagi mencatat pelanggaran pada kertas, tapi di

aplikasi tersebut sehingga lebih cepat. Kemudian, petugas mengarahkan

pelanggar untuk membayar denda di bank yang sudah terkoneksi dengan

aplikasi tersebut. Dengan kata lain bahwa dalam e – tilang masih ada tatap

muka antara petugas dan pelanggar untuk penerapan sistem e-tilang. E-TLE

pertama kali tenerapan E-TLE akan mulai dilakukan pada 1 Oktober 2018

mendatang di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Melalui E-TLE akan

mengurangi pelanggaran terhadap aturan lalu lintas.7 Penekanan terhadap

pelanggaran aturan lalu lintas ini akan menurunkan angka kecelakaan lalu

lintas itu sendiri. Seperti kita ketahui bahwa setiap kecelakaan lalu lintas

selalu diawali oleh pelanggaran aturan lalu lintas. Direktur Lalu Lintas Polda

Metro Jaya Kombes Yusuf, menjelaskan, pemantauan proses tilang akan

dilakukan secara sistematis dari CCTV yang bisa menangkap gambar dari

sebelum, saat, sampai sesudah pengendara melakukan pelanggaran lalu lintas.

"Gambar pelanggar akan masuk ke dalam server dan akan digunakan sebagai

6
Media Indonesia, “Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE)”,
https://mediaindonesia.com/read/detail/245491-electronic-traffic-law-enforcement-e-tle,
diakses pada tanggal 1 November 2019
7
No. Reg Rilis 049/RLS/IX/2018. Catatan Singkat tentang Penegakan Hukum Lalu Lintas secara
Elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) http://www.fakta.or.id/no-reg-rilis-
049rlsix2018-catatan-singkat-tentang-penegakan-hukum-lalu-lintas-secara-elektronik-atau-
electronic-traffic-law-enforcement-e-tle/
5

bukti. Kita analisa dan bila benar, dikirim surat konfirmasi pelanggaran lalu

lintas sesuai data di TMC polda Metro Jaya langsung disertakan dengan foto

pelanggaran yang diambil dari CCTV,"

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan penulis tersebut, maka

penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana peran Electronic Traffic Law Enforcement ( E – TLE )

dalam penanggulangan tindak pidana pelanggaran lalu lintas di

Yogyakarta

2. Bagaimana pengaruh digunakanya Electronic Traffic Law

Enforcement ( E – TLE ) terhadap kinerja kepolisian di Yogyakarta

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai penulis adalah :

1. Mengetahui dan mengkaji mengenai mekanisme penjatuhan pidana

pengumuman putusan hakim dalam penyelesain perkara pidana.

2. Mengetahui dan mengkaji mengenai urgensi dari adanya pidana

pengumuman putusan hakim dalam pelaksanaan pemidanaan dalam

hukum pidana Indonesia.

D. Keaslian Penelitian

Dalam rangka mengetahui keaslian penelitian ini, telah dilakukan

penelusuran hasil penelitian baik melalui media elektronik maupun media

cetak yang di telusuri di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah


6

Mada dan diluar dari Universitas Gadjah Mada. Berdasarkan penelusuran

tersebut, penulis menemukan beberapa penelitan terkait dengan penulisan

hukum yang dilakukan oleh penulis, antara lain :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Thalia Dewi Adrianita dari Fakultas

Hukum Universitas Gadjah mada pada tahun 2018 telah melakukan

penelitian yang berjudul “Implementasi Elektronik Tilang Melalui Media

Cctv berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan” dengan lokasi penelitian di Kota

Semarang. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini berkaitan

dengan pelaksana saranan CCTV dalam tilang elektronik

2. BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009

3. TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

E. Kegunaan Penelitian

Setiap penulisan harus dipahami sebagai upaya pemecahan masalah

yang sedang dikaji. Sehingga hasil penulisan tersebut dapat memiliki daya

guna bagi pembaca. Adapun kegunaan dari penulisan hukum ini adalah

sebagai berikut :

1. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran

bagi dunia hukum di Indonesia dalam kaitanya dengan pelaksanaan pidana

pengumuman putusan hakim. Dengan memahami ketentuan serta prosedur


7

dalam penjatuhan maupun urgensi pelaksanaan pidana pengumuman

putusan hakim dapat mencapai tujuan dari pemidanaan.

2. Dalam Segi Praktis

Penulisan hukum ini diharapkan dapat memebrikan masukan pada penegak

hukum yang bertujuan menjawab permasalahan pemidanaan dalam tataran

praktis peradilan..
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PIDANA

1. Definisi Pidana

Menurut sejarah, istilah “pidana” secara resmi dipergunakan oleh

rumusan Pasal VI Undang – Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Kitab

Undang – undang Hukum Pidana (KUHP). Penggunaan istilah pidana

diartikan sebagai sanksi pidana. Untuk pengertian yang sama juga digunakan

istilah lain yaitu hukuman, penghukuman, pemidanaan, penjatuhan hukuman,

pemberi pidana, dan hukum pidana.8

Istilah hukum pidana bermakna jamak. Dalam arti obyektif, yang juga

sering disebut jus poenale yang melipui :

1. Perintah dan larangan, yang atas pelanggaranya atau pengabaianya

telah ditetapkan sanksi terlebih dahulu oleh badan – badan negara

yang berwenang, peraturan – peraturan yang harus ditaati dan

diindahkan oleh setiap orang.

2. Ketentuan ketentuan yang menetapkan dengan cara apa atau alat

apa yang dapat diadakan reaksi terhadap pelanggaran peraturan

itu; d.k.l hukum penentiair atau hukum sanksi.

8
Listakeri Syafriliana Anugerah, 2018, “Eksistensi Pidana Mati Menurut Perspektif Masyarakat”,
Penulisan Hukum, Perpustakaan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, hlm.16.
9

3. Kaidah – kaidah yang menentukan ruang lingkup berlakunya

peraturan – peraturan itu pada waktu dan di wilayah negara

tertentu.

Disamping itu, hukum pidana dipakai juga dalam arti subyektif yang lazim

pula disebut jus pueniendi, yaitu peraturan hukum yang menetapkan tentang

penyidikan lanjutan, penuntutan, penjatuhan pidana, dan pelaksanaan pidana.9

Menurut Moelyatno istilah hukuman berasal dari kata “straf’ dan

istilah “dihukum” yang berasal dari perkataan “wordtgestraft” merupakan

istilah – istilah yang konvensional. Beliau tidak setuju dengan istilah – istilah

itu dan menggunakan istilah non konvensional, yaitu pidana untuk

menggantikan kata “straft” dan diancam dengan “pidana” untuk menggantikan

kata “wordt gestraf.” Menurutnya, kalau “straf” diartikan “hukuman” maka

“strafrecht” seharusnya diartikan “hukum hukuman”. Menurut beliau

“dihukum” berarti “diterapi hukum” baik hukum pidana maupun hukum

perdata. “Hukuman” adalah hasil atau akibat dari penerapan hukum yang

maknanya lebih luas daripada pidana sebab juga keputusan hakim dalam

hukum perdata.10

Dari berbagai pengertian hukum pidana diatas, dapatlah disimpulkan

bahwa salah satu karakteristik hukum pidana yang membedakan dengan bidang

hukum lainya adalah asanya sanksi pidana yang keberlakuanya dipaksakan

9
Zinal Abidin Farid, 1995, Hukum Pidana 1, Sinar Grafika , Jakarta, hlm. 1.
10
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1992, Teori – Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung,
hlm.1.
10

oleh negara. Dengan demikian hukum pidana adalah hukum publik karena

nebgatur hubungan antar individu dengan negara11.

Dapat disimpulkan pula bahwa pengertian hukum pidana secara luas

meliputi hukum pidana materiil dan hukum pidana formil, sedangkan

pengertian hukum pidana dalam arti sempit hanya mencakup hukum pidana

materiil. Dalam percakapan sehari - hari maupun dalam kurikulum pendidikan

tinggi hukum, istilah ‘hukum pidana’ yang dimaksud adalah hukum pidana

materiil, sementara untuk menyebut hukum pidana formil biasanya dikenal

dengan istilah ‘hukum acara pidana’.12

2. Definis Pelanggaran

Menurut sistem KUHP, dibedakan antara Kejahatan terdapat dalam Buku II dan

Pelanggaran dimuat dalam Buku III. Kejahatan adalah perbuatan yang

bertentangan dengan keadilan meskipun peraturan perundang-undangan tidak

mengancamnya dengan pidana. Sedangkan Pelanggaran atau tindak pidana

undang-undang adalah perbuatan yang oleh masyarakat baru dirasa sebagai tindak

pidana karena ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Menurut

M.v.T (Memorie van Toelichting) yang dikutib oleh Moeljatno, bahwa kejahatan

adalah “rechtsdelicten” yaitu perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan

dalam undang-undang, sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan sebagi perbuatan

yang bertentangan dengan tata hukum. Sedangkan pelanggaran adalah

11
Eddy O.S Hiariej, 2014, Prinsip – Prinsip Hukum Pidana, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, hlm.
13.
12
Ibid., hlm.13.
11

“wetsdelicten” yaitu perbuatan-perbuatan yang sifatnya melawan hukumnya baru

dapat diketahui setelah ada ketentuan yang menentukan demikian.13

 Jenis jenis pelanggaran

 Sanksi pelanggaran

 Pelanggaran lalu lintas

 Tilang

 Barang bukt tilang

13
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta,1983, hlm 71
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode dapat diartikan sebagai “jalan menuju”, namun demikian

menurut kebiasaan metode diberikan arti sebagai suatu studi terhadap

prosedur dan teknik penelitian.14 Sedangkan penelitian adalah usaha pencarian

fakta menurut metode objektif yang jelas, untuk menemukan hubungan fakta

dan menghasilkan dalil atau hukum15.

Penelitian hukum menurut Soerjono Soekanto ialah suatu kegiatan

ilmiah yang disasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang

mempunyai tujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum

tertentu.16

Jenis penelitian yang pertama adalah penelitian hukum normatif

merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau

data sekunder belaka, yang lazim disebut sebagai penelitin hukum

kepustakaan. Jenis penelitian hukum selanjutnya adalah penelitian hukum

empiris dengan menggunakan studi kasus hukum empiris berupa perilaku

hukum umum masyarakat. Pokok kajianya adalah hukum yang dikonsepkan

14
Soerjono Soekanto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hlm. 6.
15
Moh. Nazir, 1998. Metode Penelitian, Ghalia, Jakarta, hlm.14.
16
Listakeri Syafriliana Anugerah., Op.Cit,. hlm. 52.
13

sebagai perilaku nyata ( actual behaviour ) sebagai gejala sosial yang sifatnya

tidak tertulis, yang dialami setiap orang dalam hubungan hidup masyarakat17

Didalam penelitian hukum peneliti pada umumnya peneliti

mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang

diperoleh langsung melalui wawancara dan/ survei di lapangan berkaitan

dengan perilaku masyarakat. Data sekunder adalah data yang diperoleh

melalui bahan pustaka.18 Didalam penelitian hukum sekunder dapat

digolongkan menjadi 3 (tiga) karakteristik kekuatan mengikatnya yaitu

sebagai berikut :

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan bahan hukum yang mengikat. Sebagai

contoh dari bahan hukum primer adalah UUD 1945, Undang - undang,

yurisprudensi, dan sebagainya.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer, misalnya : hasil hasil penelitian, hasil karya

seperi buku - buku, dan sebagainya.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan

penjelas terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Misalnya : kamus, ensiklopedi, indek kumulatif, dan sebagainya.

Abdulkadir memberikan pengertian mengenai penelitian hukum

normatif – empiris ( terapan ). Penelitian hukum normatif – empiris

merupakan suatu penelitian yang mengkaji pelaksanaan atau implementasi

ketentuan hukum positif ( perundang – undangan ) dan kontrak secara faktual

17
Ibid, hlm. 52.
18
Zainuddin, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Garafika, Jakarta, hlm.23.
14

pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi di masyarakat gunai

mencapai tujuan yang telah ditentukan.19

Berdasarkan penjelasan diatas, jenis penelitin yang digunakan dalam

penulisan ini adalah penelitian hukum normatif - empiris yang menggunakan

data sekunder dan data primer yang berasal dari buku – buku, atau literatur

hukum , peraturan perundang – undangan, serta wawancara.

B. Sifat Penelitian

Ditinjau dari sifatnya, penelitin dapat dikategorikan kedalam :

1. Penelitian eksploratoris

Dapat diartikan sebagai penelitian hukum yang mendasar dan bertujuan

untuk medapatkan keterangan, informasi, dan data mengenai hal hal yang

belum diketahui.

2. Penelitian deskriptif

Penelitian yang bersifat memaparkan dan bertujuan untuk mendapatkan

gambaran lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu

dan pada saat tertentu.

3. Penelitian Ekplanatoris

Penelitian yang digunakan untuk menguji hipotesis – hipotesis tertentu

guna memperkuat atau menolak hasil penelitian yang ada20

Jika dilihat dari penjelasan tersebut mengenai sifat penulisan

hukum ini dapat dikualifikasikan sebagai penulisan diskriptif, karena

19
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm.
54.
20
Zainuddin, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Garafika, Jakarta, hlm.21
15

penulisan ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan secara rinci

mengenai permasalahan yang ada dalam tulisan yang berjudul “ Pengaruh

Penggunaan Electronic Traffic Law Enforcement ( E – T L E ) Terhadap

Kinerja Kepolisian Lalulintas Di Lapangan”.

C. Sumber Data

Penelitian hokum ini menggunakan jenis dan berupa :

1. Data primer

Data yang diperoleh langsung dari narasumber yang berkaitan dengan

judul permasalahan penulisan hukum ini, serta data sekunder yang

diperoleh dari studi pustaka melalui pengkajian beberapa buku,

literatur, peraturan perundang – undangan, skripsi, makalah, jurnal,

serta bahan hukum lainya.

2. Data sekunder

Data sekunder merupakan akan didapatkan dari bahan pustaka yang

meliputi :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum atau ketentuan

yang mengikat dengan permasalahan yang akan diteliti, yang terdiri

dari peraturan perundang – undangan.

Bahan hukum rimer yang Penulis pergunakan antara lain :

1. Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia

Tahun 1945;
16

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum

4. Pidana untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia (Kitab

UndangUndang Hukum Pidana);

5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

6. Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor

76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258)

7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Tentang Lalu

Lintas Dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia

8. Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5025)

9. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3480)

10. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Transaksi

Elektronik (Lembaran N Egara Republik Indonesia Tahun 2008

Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 484)

11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5952)


17

12. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara

Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di Jalan Dan Penindakan

Pelanggaran Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 187, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5346)

13. Surat Keputusan Kapolri No. Pol: SKEP/443/IV/1998 tentang

Buku Petunjuk Teknis Tentang Penggunaan Blanko Tilang.

14. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 12 Tahun

2016 Tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu

Lintas

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer. Bahan hukum sekunder terdiri dari buku – buku hukum

termasuk skripsi, tesis, disertasi hukum, dan jurnal jurnal hukum. Bahan

hukum sekunder penulis pergunakan dalam penulisan hukum ini antara

lain :

1. Buku – buku tentang hukum pidana dan sistem pemidanaan;

2. Jurnal tentang pidana pengumuman putusan hakim;

3. Makalah – makalah yang membahas mengenai pidana

pengumuman putusan hakim;

4. Skripsi yang memiliki keterkaitan dengan pembahasan jenis jenis

pidana terutama pidana pengumuman putusan hakim.


18

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberi petunjuk

atau penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Bahan hukum tersier penulis pergunakan dalam penulisan hukum ini

antara lain :

a. Kamus Hukum

b. Kamus Bahasa Indonesia

c. Kamus Bahasa Inggris

D. Lokasi Penelitian

Dalam mencari dan mengumpulkan data – data yang diperlukan

untuk penyusunan proposal penulisan hukum ini, lokasi penelitian yang

dipilih oleh penulis adalah :

1. Kepolsian Derah Istimewa Yogyakarta

2. Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta

3. Pengadilan Negri Yogyakarta


19

E. Subjek Penelitian

1. Narasumber

Narasumber adalah seseorang yang dipandang memiliki

pengetahuan yang lebih teradap objek penelitian yaitu mengenai

implementasi pelaksanaan pidana pengumuman putusan hakim. Adapun

pihak yang diharapkan menjadi narasumber dalam penelitian ini adalah :

1. Bapak Polisi

2. Bapak dinas perhubungan

3. Bapak Hakim

F. Alat dan Cara Pengambilan Data

1. Cara Pengumpulan Data

Data Primer dilakukan dengan cara melakukan wawancara. Penulis

menggunakan metode waancara terstruktur dengan melakukan Tanya

jawab secara langsung dengan mendasarkan pada daftar pertanyaan

yang sudah disiapkan sebelumnya. Pengumpulan data sekunder

dilakukan dengan cara studi kepustakaan terhadap bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

2. Alat Pengumpulan Data

Dalam penulisan ini, alat pebgumpulan data yang digunakan dalam

penelitain kepustakaan adalah berupa pedoman wawancara. Sedangkan

alat pengumpulan data sekunder pada penelitian ini berupa studi

dokumen terhadap peraturan perundang-undangan, bukubuku, jurnal,


20

artikel, literatur serta bahan bacaan lain baik berupa cetakmaupun

elektronik yang relevan dengan rumusan masalah penelitian.

G. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis data diskriptif.

Dimana data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan maupun

lapangan digabungkan menjadi satu kemudian di kombinasikan.

Maka dari itu, dalam penelitian ini penulis mengumpulkan hasil

wawancara dari berbagai narasumber untuk mengetahui kualitas dan

kebenaran dari suatu teori dalam data sekunder yang penulis peroleh dari

studi kepustakaan. Sehingga diperoleh kesimpulan yang dapat menjawab

permasalahan dalam penelitian ini.


21

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Farid, Zinal Abidin, 1995, Hukum Pidana 1, Sinar Grafika , Jakarta.

Hiariej, Eddy O.S, 2009, Pengantar Hukum Pidana Internasional, Penerbit

Earlangga, Yogyakarta.

_______________, 2014, Prinsip – Prinsip Hukum Pidana, Cahaya Atma Pustaka,

Yogyakarta.

Marliana, 2011, Hukum Penitensier, Refika Aditama, Bandung.

Muhammab, Adulkadir d, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, Citra

Aditya Bakti.

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1992, Teori – Teori dan Kebijakan Pidana,

Alumni, Bandung.

Nazir,Mo., 1998. Metode Penelitian, Ghalia, Jakarta.

R, Fransisca Fitriana, 2017, Penjatuhan Penjara Seumur Hidup Dengan Kumulasi

Pidana Denda Dalam Tindak Pidana Narkotika, Penulisan Hukum,

Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta.

Remmelink , Jan, 2003, Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab

UndangUndang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.
22

Setiady, Tolib, 2010, Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia, Alfabeta,

Bandung.

Sholehuddin, M, 2007, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana: Ide Dasar Double

Track System dan Implementasinya, Jakarta, PT Rajagrafindo Persada.

Soekanto, Soerjono, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

Zainuddin, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Garafika, Jakarta.

Makalah dan Jurnal

Anugerah, Listakeri Syafriliana, 2018, “Eksistensi Pidana Mati Menurut

Perspektif Masyarakat”, Penulisan Hukum, Perpustakaan Fakultas Hukum

UGM, Yogyakarta.

Wulandar, Nindya i, 2016, Pidana Tambahan Pengumuman Putusan Hakim Di

Indonesia Dan Prancis, Penelitian Hukum.

Peraturan Perundang – undangan

Undang – undang 2/ Pnps/ 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang

dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer.

Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang – Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.


23

Undang – Undang Nomor 20 Tahun 1946 tentang Hukuman Tutupan.

Artikel Internet

Gabrillin, Abba dan Ambaranie Nadia Kemala Movanita "Setya Novanto Divonis

15 Tahun Penjara",https://nasional.kompas.com/read/2018/04/24/14032151/setya-

novanto-divonis-15-tahun-penjara, diakses pada tanggal 15 November 2018.

Anda mungkin juga menyukai