ABSES BARTHOLINI
Disusun Oleh:
dr. Risa
Dokter Pembimbing:
dr. H. Siswono Sp.OG
Dokter Pendamping:
dr. Hj. Titin Ning Prihatini, MH
1
PORTOFOLIO KASUS
2
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS
Nama : Nn. EY
Umur : 15 tahun
Pendidikan Terakhir : SD
Agama : Islam
Suku : Jawa
2. ANAMNESIS
Keterangan umum :
vagina sebelah kiri sejak 1minggu sebelum masuk RS, keluhan diawali dengan
benjolan sebesar kacang merah yang kemudian membesar hingga sebesar telur
seksual dengan pacarnya. Mula-mula bibir vagina terasa gatal dan pasien
3
menggaruk menggunakan tangan yang tidak bersih. Keluhan disertai nyeri yang
kekuningan yang tidak berbau dengan jumlah yang cukup banyak. Pasien juga
mengeluh demam yang tidak terlalu tinggi, dan nyeri ketika BAK. Keluhan nyeri
ketika berhubungan seksual tidak ada, keluhan keluar darah dari jalan lahir di luar
siklus menstruasi tidak ada, seperti batuk dan pilek tidak pernah dialami pasien,
tidak membaik. Pasien memiliki kebiasaan jarang mengganti celana dalam, pasien
hanya mengganti celana dalam sehari sekali, jika pasien menstruasi pasien hanya
genital tidak pernah dialami oleh pasien. Riwayat asma, alergi obat maupun alergi
makanan tidak ada. Pasien belum pernah hamil maupun keguguran sebelumnya.
hari dan lama menstruasi 5 hari. Pasien belum pernah menikah sebelumnya.
4
Pasien memiliki kebiasaan minum minuman keras dan merokok sejak usia
Berat badan : 45 kg
Nadi : 84 x/ menit
Kepala
tidak ikterik
5
Telinga : Auris Dextra Sinistra: Deformitas tak ada, benjolan tak
ada, lesi kulit tak ada, hiperemis tak ada, sekret tak ada.
Ekstremitas atas : Akral hangat, capillary refill time < 2 detik, edema (-/-)
Ekstremitas bawah : Akral hangat, capillary refill time < 2 detik, edema (-/-)
PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
Inspeksi : massa (+) di labia mayor sinistra, diameter 5 cm, batas tegas,
hiperemis (+), fluor albus (+) warna putih kekuningan, darah (-).
6
Pemeriksaan genitalia interna : tidak dilakukan pemeriksaan.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
5. DIAGNOSA
2. Bartholinitis
7
6. TATALAKSANA
Farmakoterapi
Infus RL 20 tpm.
Ketorolac 3x30 mg IV
Cefotaxim 2x1 gr IV
Ranitidin 2x50mg
Non Farmakoterapi
Program Operasi
8
8. FOLLOW UP
29-7-2019 30-7-2019
Gincu 3 (hari ke-1) jam 12.00 Gincu 3 (hari ke-2) jam 7.00
S: S:
Lemas, nyeri pada luka operasi Lemas, nyeri pada luka operasi
O: O:
KU: Sakit sedang KU: Sakit sedang
TD: 120/70 mmHg TD: 120/70 mmHg
N: 110 x/m N: 120 x/m
R: 24 x/m R: 24 x/m
S: 36.6 °C S: 36.7 °C
SpO2 95% SpO2 95%
GCS E4M6V5 GCS E4M6V5
Kes: CM Kes: CM
Keputihan (-)
A: A:
Abses bartholin Abses bartholin
P: P:
IVFD RL 20 tpm Cefadroxyl 2x500mg
Cefotaxime 2x1 g IV As. Mefenanat 3x500mg
Ketorolac 3x30 mg IV
Ranitidine 2x50 mg IV
9. PROGNOSIS
10. EDUKASI
membersihkan area luka dengan air bersih dan sabun. Pasien juga harus
9
menjaga kebersihan area genital dengan cara mengganti celana dalam
area genital.
o Bersihkan dan ganti kasa jika pada luka operasi keluar darah
o Usahakan semaksimal mungkin agar luka operasi tetap kering
o Menjaga kebersihan dan jauhkan dari kotoran seperti debu
itu penting, cuci tangan sebelum dan sesudah memegang alat kelamin.
saat kelas satu SMP, pasien masih dapat melakukan kejar paket B dan
10
melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya, yaitu SMA. Orangtua
jenis pil maupun suntik adalah tindakan kriminal dan bisa mendapatkan
hukuman penjara.
mental pasien, dari seks bebas dapat tertular penyakit infeksi menular
11
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
terjadi dilatasi kistik duktus proksimal dan obstruksi. Kista Bartholin yang
sisi lubang vagina.3 Jika lubang pada kelenjar Bartholin tersumbat, lendir
2. Epidemiologi
terkait kelenjar Bartholin yang paling sering terjadi. Penyakit terjadi pada 2-
12
3% wanita. Abses hampir tiga kali lebih umum daripada kista. Kista
Bartholin rata- rata memiliki ukuran kecil yaitu 1-3 cm, biasanya unilateral
dan asimtomatik.2
bartolin atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk bundar,
dan berada di sebelah dorsal dari bulbus vestibulli. Saluran keluar dari kelenjar ini
bermuara pada celah yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi
hymen. Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar
ini tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi
oleh arteri bulbi vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus pudendus dan
nervushemoroidal inferior.5,6
jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan seksual dan
kelenjar ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai lubrikan.
Drainase pada kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira- kira 2 cm yang
13
gambar 1. Genitalia eksterna5
Kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang relatif sedikit sekitar satu
atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita orgasme. Tetesan cairan
pernah dipercaya menjadi begitu penting untuk pelumas vagina, tetapi penelitian
dari Masters dan Johnson menunjukkan bahwa pelumas vagina berasal dari bagian
vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit membasahi permukaan labia vagina,
sehingga kontak dengan daerah sensitif menjadi lebih nyaman bagi wanita.5,8
4. Etiologi
berkolonisasi dari regio perineal dan biasanya beragam, seperti Bacteroides spp.
14
mikroorganisme aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah
organisme kausatif.7
5. Patofisiologi
retensi dari sekresi, dengan akibat berupa pelebaran duktus dan pembentukan
terinfeksi dan dapat membentuk kista atau abses pada wanita usia reproduksi.
sehingga menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan.
15
atau trauma. Kista bartholin dengan diameter 1-3 cm seringkali asimptomatik.
Sedangkan kista yang berukuran lebih besar, kadang menyebabkan nyeri dan
dispareunia. Abses Bartholin merupakan akibat dari infeksi primer dari kelenjar,
6. Gejala klinis
menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Bila kista bartholini berukuran besar
dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk.9 Tanda kista
bartholini yang tidak terinfeksi dapat berupa penonjolan yang tidak nyeri pada
salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pambengkakan disertai kemerahan.
Jika kista terinfeksi, gejala klinik dapat berupa nyeri saat berjalan, duduk,
seksual. Keluhan dyspareunia, sekret di vagina dan dapat terjadi ruptur spontan.
7. Diagnosis
16
Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu
diagnosis. Pada anamnesis dinyatakan tentang gejala seperti panas, gatal, Sudah
berapa lama gejala berlangsung, kapan mulai muncul, Apakah pernah berganti
adanya massa yang tidak disertai rasa sakit, unilateral, dan tidak disertai dengan
tanda tanda selulitis di sekitarnya. Jika berukuran besar, kista dapat tender.
Discharge dari kista yang pecah bersifat nonpurulent. Pemeriksaan fisik yang
teraba massa yang tender, fluktuasi dengan daerah sekitar yang eritema dan
abses. Demam, meskipun tidak khas pada pasien sehat, dapat terjadi. Jika
abses telah pecah secara spontan, dapat terdapat discharge yang purulen.
kista pada posisi jam 5 atau jam 7 pada labium minus posterior. Jika kista
jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada tahu tidaknya infeksi
menular.8,9
adalah Infeksi pada kelenjar bartolin atau bartolinitis juga dapat menimbulkan
17
dengan rasa nyeri hebat bahkan sampai tak bisa berjalan. Juga dapat disertai
kista ini terletak di labia mayor dengan karakteristik mobile, nontender dan tidak
terdapat tanda radang. Penyebab tersering kista epidermal adalah trauma atau
18
Gambar 4. Diagnosa banding
8. Pemeriksaan Penunjang
Pasien dalam kondisi sehat, afebri, tes laboratorium darah tidak diperlukan
untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi atau kista. Kultur bakteri dapat
bermanfaat dalam menentukan kuman dan pengobatan yang tepat bagi abses
Bartholini.6,8
19
9. Penatalaksanaan
Pengobatan kista Bartholin bergantung pada gejala pasien. Suatu kista tanpa
Tindakan Operatif
Meskipun insisi dan drainase merupakan prosedur yang cepat dan mudah
ini harus diperhatikan karena ada kecenderungan kekambuhan kista atau abses.2,5,7
b. Marsupialisasi
Prosedur ini tidak boleh dilakukan ketika terdapat tanda- tanda abses akut.
Gambar 5. Marsupialisasi
dinding kista dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu dibuat insisi vertikal
20
pada vestibular melewati bagian tengah kista dan bagian luar dari hymenal ring.
Insisi dapat dibuat sepanjang 1.5 hingga 3 cm, bergantung pada besarnya kista.
Setelah kista diinsisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat diirigasi
dengan larutan saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan hemostat. Dinding
kista ini lalu dieversikan dan ditempelkan pada dindung vestibular mukosa
c. Eksisi (Bartholinectomy)
tidak berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan saat tidak
ada infeksi aktif. Eksisi kista bartholin karena memiliki risiko perdarahan, maka
Pasien ditempatkan dalam posisi dorsal lithotomy. Lalu dibuat insisi kulit
berbentuk linear yang memanjang sesuai ukuran kista pada vestibulum dekat
ujung medial labia minora dan sekitar 1 cm lateral dan parallel dari hymenal ring.
Hati – hati saat melakukan insisi kulit agar tidak mengenai dinding kista. Struktur
bagian posterosuperior kista. Karena alasan ini, diseksi harus dimulai dari bagian
secara tumpul dan tajam dari jaringan sekitar. Alur diseksi harus dibuat dekat
21
Gambar 6. Diseksi Kista
utama dari kista dicari dan diklem dengan menggunakan hemostat. Lalu dipotong
dan diligasi dengan benang chromic atau benang delayed absorbable 3-0.
Pengobatan Medikamentosa.
Idealnya, antibiotik harus segera diberikan sebelum dilakukan insisi dan drainase.
a. Ceftriaxone.
bakteri gram-positif, dan efficacy yang lebih tinggi terhadap bakteri resisten.
22
Dengan mengikat pada satu atau lebih penicillin-binding protein, akan
b. Ciprofloxacin.
bakterisida yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, oleh sebab itu akan
c. Doxycycline
berikatan dengan 30S dan 50S subunit ribosom dari bakteri. Diindikasikan untuk
Ctra chomatis. Dosis yang dianjurkan: 100 mg per oral 2 kali sehari selama 7 hari.
d. Azitromisin
10. KOMPLIKASI
23
11. PROGNOSIS
DAFTAR PUSTAKA
1. Patil S, Sultan AH, Thakar R. Bartholin’s cysts and abscesses. J Obstet Gynecol.
2007; 27(3): 241-5.
2. Chen KT. Disorders of Bartholin gland. 2015: 1- 10.Available from :
www.uptodate.com.
3. Endang tri Wahyuni, Muhammad Dali Amiruddin, Alwi Mapiasse.
Bartholin’s abscess caused by Escherichia Coli. vol 1. P 68-72
4. Tjokorde I, Sunarko M. study retrospektif: abses dan kista Bartholin. April 2017;
Vol. 29 No. 1.
5. Snell, RS. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta : Penerbit
24
Buku Kedokteran EGC. 2006.
6. Sarwono Prawiro hardjo. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2006.
7. Guyton, AC & Hall, CE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Philadelphia :
Elsevier Saunders. 2006.
8. Manuaba, Chandranita, dkk. Gawat Darurat Obstetri-Giekologi dan Obstetri-
Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta: ECG. 2008.
9. Badziat, Ali. Endokrinologi Ginekologi. Jakarta : Media Aesculapius. 2003.
25