Anda di halaman 1dari 13

ISSN 0125-9849, e-ISSN 2354-6638

Ris.Geo.Tam Vol. 26, No.1, Juni 2016 (55-69)


DOI: 10.14203/risetgeotam2016.v26.269

MINERALOGI DAN GEOKIMIA BATUGAMPING MERAH


PONJONG, GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA – INDONESIA
Mineralogy and Geochemistry of Ponjong Red Limestone,
Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta – Indonesia

Didik Dwi Atmoko1, Anastasia Dewi Titisari1, Arifudin Idrus1


1
Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada

ABSTRAK Batugamping berwarna merah yang senyawa Fe2O3 dan proses bekerjanya larutan
tersebar secara setempat-setempat dan berasosiasi hidrotermal.
dengan batugamping berwarna putih hingga abu-
Kata Kunci: mineralogi, geokimia, batugamping
abu yang dijumpai di Daerah Ponjong,
merah, formasi Wonosari-Punung, Ponjong.
Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa
Yogyakarta, termasuk dalam Formasi Wonosari- ABSTRACT Red limestone, which sporadically
Punung. Batugamping tersebut perlu diteliti distributed and associated with white to grey
karakteristik mineralogi dan geokimianya, yang limestone is located in Ponjong area,
sangat diperlukan dalam memahami genesa Gunungkidul District, Daerah Istimewa
batugamping di daerah tersebut. Pengamatan Yogyakarta. This limestone belongs to the
petrografi dan XRD pada batugamping merah member of Wonosari-Punung Formation. It is
menunjukkan hadirnya mineral kalsit, kuarsa, necessary to study the mineralogy and
siderit, hematit, dan titanit. Analisis geokimia geochemistry chracteristics, understand the
oksida mayor batugamping merah genesis of the limestone. The petrographical
memperlihatkan tren pengkayaan senyawa SiO 2, observation and X-ray diffraction results of red
TiO2, Fe2O3 dan MnO yang diinterpretasikan limestone indicated the presence of calcite,
berhubungan dengan kehadiran mineral-mineral quartz, siderite, hematite and titanite. Major
titanit (CaTiSiO5), siderit (FeCO3), hematit element analysis of the red limestone showed
(Fe2O3), dan diduga rodokrosit (MnCO3). enrichment of SiO2, TiO2, Fe2O3 and MnO, that
Mineral-mineral tersebut mempunyai appears to be related to the presence of titanite
karakteristik warna coklat kekuningan, merah (CaTiSiO5), siderite (FeCO3), hematite (Fe2O3),
muda sampai merah sehingga dimungkinkan and rhodochrosite (MnCO3) in the red limestone.
dapat memberikan warna merah pada The minerals are typically yellowish brown, pink
batugamping. Ada tiga proses yang diinterpretasi to red in colour, and are therefore interpreted to
berperan dalam genesa batugamping merah be responsible in giving red colour of the
Ponjong yaitu pengaruh material terigenus yang limestone. There are three processes in the
mengandung oksida SiO2, Al2O3, Fe2O3, dan genesis of the Ponjong red limestone: impact of
TiO2 saat pengendapan batugamping, proses terrigenous material when deposition of the
diagenesis oleh air meterorik yang mengkayakan limestone, diagenesis process of meteoric water
that enriched Fe2O3, and processof hidrotermal
Naskah masuk : 6 Januari 2016 fluid activity.
Naskah direvisi : 18 Mei 2016
Naskah diterima : 30 Mei 2016 Keywords: mineralogy, geochemistry, red
limestone, Wonosari-Punung formation, Ponjong
Anastasia Dewi Titisari
Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada
Jl. Grafika No. 2, Kampus UGM, Yogyakarta 55281
E-mail : a.dewititisari@gmail.com

55
Atmoko et al. / Mineralogi dan Geokimia Batugamping Merah Ponjong, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta –
Indonesia.

PENDAHULUAN mineralogi dan geokimia batugamping merah


akan dibandingkan dengan karakteristik
Di Daerah Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, batugamping putih dan abu-abu yang juga
Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dijumpai tersingkap di daerah penelitian.
batugamping berwarna merah yang tersebar
secara setempat-setempat dan berasosiasi dengan LOKASI PENELITIAN
batugamping berwarna putih hingga abu-abu.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sawahan dan
Batugamping di daerah ini termasuk dalam
sekitarnya, Kecamatan Ponjong, Kabupaten
Formasi Wonosari-Punung yang secara umum
Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta,
tersusun oleh batugamping. Surono et al., (1992)
Indonesia. Daerah penelitian dapat ditempuh dari
menyebutkan Formasi Wonosari-Punung
Kota Yogyakarta selama 2 jam perjalanan
tersusun oleh batugamping, batugamping
menggunakan kendaraan bermotor ke arah Kota
napalan-tufan, batugamping konglomerat,
Wonogiri melalui kota Wonosari. Secara
batupasir tufan dan batu lanau. Namun Toha et
geografis daerah penelitian berada di sebelah
al. (1994) menyebutkan bahwa litologi penyusun
timur Kota Yogyakarta dengan jarak ±65 km
Formasi Wonosari-Punung utamanya berupa
(Gambar 1).
batugamping berlapis dan reefal-limestone.
Selanjutnya, Surono (2009) memisahkan Formasi Geologi Daerah Ponjong
Wonosari dengan Formasi Punung, dimana Morfologi yang berkembang di daerah penelitian
Formasi Wonosari disebutkan utamanya disusun didominasi oleh bentang alam karst. Berdasarkan
oleh batugamping berlapis, dan Formasi Punung peta geologi regional lembar Surakarta-Giritontro
disusun oleh batugamping terumbu. skala 1:100.000 oleh Surono et al. (1992), daerah
Selain penelitian-penelitian stratigrafi tersebut, penelitian tersusun oleh Formasi Semilir dan
studi geologi yang berkaitan dengan Formasi Formasi Wonosari-Punung (Gambar 1). Adapun
Wonosari-Punung juga sudah banyak dilakukan litologi penyusun Formasi Semilir berupa tuf,
antara lain oleh Lokier (1999), Siregar et al. breksi batuapung dasitan, batupasir tufan, dan
(2004), Jauhari dan Toha (2005), Mukti et al. serpih, sedangkan litologi penyusun Formasi
(2005), dan Premonowati et al. (2012). Namun Wonosari-Punung terutama berupa batugamping
fenomena geologi mengenai batugamping (Surono et al., 1992; Toha et al., 1994).
berwarna merah di Daerah Ponjong belum Penelitian Atmoko (2016) menyimpulkan ada 5
banyak diangkat menjadi subyek penelitian satuan litologi yang berkembang di daerah
geologi. Fenomena geologi yang menarik penelitian, yaitu satuan batupasir tufan-batupasir
tersebut mendorong penulis untuk melakukan karbonatan, satuan packstone moluska, satuan
studi karakteristik mineralogi dan geokimia rudstone koral, satuan grainstone foraminifera,
batugamping merah di Daerah Ponjong, dan satuan framestone-bafflestone (Gambar 2).
Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Penelitian ini penting dilakukan Batugamping merah yang menjadi fokus
karena karakteristik mineralogi dan geokimia penelitian tersebar pada semua satuan
tersebut sangat diperlukan dalam memahami batugamping namun dengan penyebaran yang
genesa batugamping merah Ponjong, sehingga hanya setempat-setempat. Batugamping merah
hasil studi ini diharapkan dapat menambah data tersebut memiliki penyebaran pada bagian timur
dan informasi geologi untuk batugamping di dan barat daya daerah penelitian, yaitu disekitar
daerah penelitian maupun Formasi Wonosari- struktur sesar yang berkembang di daerah
Punung di Pegunungan Selatan, Daerah Istimewa penelitian.
Yogyakarta serta dapat dipakai merekomendasi
pemanfaatannya. Dalam paper ini, karakteristik

56
Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, Vol.26, No.1, Juni 2016, 55 - 67

Gambar 1. Peta geologi lembar Surakarta-Giritontro serta plot daerah penelitian


(kotak merah). Sumber peta: Surono et al. (1992).

Gambar 2.Peta geologi Daerah Sawahan dan sekitarnyayang menunjukkan penyebaran satuan
batupasir tufa-batupasir karbonatan, satuan packstone moluska, satuan rudstone koral, satuan
grainstone foraminifera dan satuan framestone-bafflestone (Atmoko, 2016).

57
Atmoko et al. / Mineralogi dan Geokimia Batugamping Merah Ponjong, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta –
Indonesia.

Pola penyebaran batugamping merah yang berada <0,1-1,3 mm, bentuk butir bulat dan memanjang,
disekitar struktur geologi juga teramati dalam kemas tertutup, sortasi buruk, komposisi batuan
skala singkapan seperti ditunjukkan pada Gambar terdiri dari butiran karbonat berupa foraminifera
3. (14%), alga (11%), peloid (20,5%), dan fragmen
cangkang (5%); semen berupa sparit (13%); dan
matriks berupa mikrit (36,5%); 2) sampel
batugamping merah muda (PLP-2B) berwarna
abu-abu (nikol sejajar), ukuran butir <0,1-2 mm,
bentuk butir bulat dan memanjang, kemas
tertutup, sortasi buruk, komposisi batuan terdiri
dari butiran karbonat berupa foraminifera (11%),
alga (10%), moluska (3%), peloid (34,5%), dan
fragmen cangkang (5,5%); siderit (2%); hematit
(1%); semen berupa sparit (11%); dan matriks
berupa mikrit (22%); 3) sampel batugamping
merah (PLR-2C) berwarna abu-abu kemerah-
merahan (nikol sejajar), ukuran butir <0,1-2,5
mm, bentuk butir bulat dan memanjang, kemas
terbuka, sortasi buruk, komposisi batuan terdiri
Gambar 3.Kenampakan batugamping merah dari butiran karbonat berupa foraminifera (7%),
yang berada di sekitar (kekar). alga (7%), moluska (2%), peloid (22%), dan
fragmen cangkang (9%); kuarsa (3%); siderit?
(2%); hematit? (1%); semen berupa sparit (9%);
METODE
matriks berupa mikrit (38%). Foto mikrograf
Penelitian ini didasarkan pada data primer yang ketiga sampel tersebut ditunjukkan pada Gambar
diambil di lapangan serta data tambahan dari 4. Mengacu pada klasifikasi Embry dan Klovan
penelitian Menezes (2015) yang juga melakukan (1971), ketiga sampel batugamping tersebut
penelitian di Daerah Ponjong.Sampel yang dapat dinamakan sebagai packstone foraminifera-
diambil di lapangan untuk penelitian ini meliputi alga.
batugamping putih (PLW-2A), batugamping Berdasarkan pengamatan petrografi terlihat
merah muda (PLP-2B) dan batugamping merah adanya perbedaan mineral penyusun
(PLR-2C).Analisis laboratorium yang dilakukan batugamping putih, merah muda, dan merah.
terhadap ketiga sampel batuan tersebut meliputi Pada batugamping putih, mineral yang dijumpai
analisis petrografi, XRD (X-Ray Diffraction), dan utamanya berupa kalsit yang membentuk butiran
geokimia oksida mayor.Analisis petrografi dan karbonat, mikrit, dan sparit (Gambar 4a, b).
XRD dilakukan di Laboratorium Pusat Teknik Sedangkan pada batugamping merah muda
Geologi UGM, sedangkan analisis geokimia dijumpai adanya indikasi hadirnya mineral siderit
oksida mayor dilakukan di Laboratorium ALS dan hematit (Gambar 4c, d). Indikasi mineral
Canada Ltd. Data tambahan dari Menezes (2015) siderit dan hematit juga dijumpai pada sayatan
yang digunakan dalam penelitian ini berupa data batugamping merah yang juga menunjukkan
analisis geokimia oksida mayor batugamping. adanya kehadiran mineral kuarsa (Gambar 4e, f).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis XRD terhadap ketiga sampel
Hasil pengamatan petrografi sampel batugamping batugamping penelitian ini dapat dilihat pada
PLW-2A, PLP-2B, dan PLR-2C adalah sebagai Gambar 5. Berdasarkan hasil analisis tersebut
berikut: 1) sampel batugamping putih (PLW-2A) terlihat bahwa terdapat perbedaan peak difraksi
berwarna abu-abu (nikol sejajar), ukuran butir yang terbentuk antara ketiga sampel tersebut.

58
Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, Vol.26, No.1, Juni 2016, 55 - 67

Gambar 4. Foto mikrograf batugamping putih (PLW-2A) pada kedudukan nikol sejajar
(a) dan nikol bersilang (b) menunjukkan butiran penyusun berupa foraminifera, alga, peloid,
dan fragmen cangkang; matriks berupa mikrit yang berwarna abu-abu; serta semen sparit.
Fotomikrograf batugamping merah muda (PLP-2B) pada kedudukan nikol sejajar (c) dan nikol
bersilang (d) menunjukkan butiran penyusun berupa foraminifera, alga, moluska, peloid, fragmen
cangkang, serta indikasi siderit dan hematit; matriks berupa sparit yang berwarna abu-abu; serta
semen sparit. Fotomikrograf batugamping merah (PLR-2C) pada kedudukan nikol sejajar (e) dan
nikol bersilang (f) menunjukkan butiran penyusun berupa foraminifera, alga, moluska, peloid,
fragmen cangkang, kuarsa, serta indikasi siderit dan hematit; matriks berupa mikrit yang
berwarna abu-abu; serta semen sparit.Keterangan: Foram=foraminifera; Alg=alga; Pel=peloid;
Frag=fragmen cangkang; Micr=mikrit; Spar=sparit; Sd=siderit; Hem=hematit; Qz=kuarsa.

59
Atmoko et al. / Mineralogi dan Geokimia Batugamping Merah Ponjong, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta –
Indonesia.

Pada sampel PLW-2A (batugamping putih) peak pengamatan petrografi yang memperlihatkan
difraksi yang muncul hanya menunjukkan hadirnya mineral siderit dan hematit pada
peakuntuk kehadiran mineral kalsit (Gambar 5a), batugamping merah muda dan merah.Sedangkan
sedangkan pada sampel PLP-2B (batugamping indikasi hadirnya mineral titanit pada
merah muda) dan PLR-2C (batugamping merah) batugamping merah muda dan batugamping
terlihat peak difraksi yang mengindikasikan merah yang terlihat dari hasil analisis XRD tidak
hadirnya mineral titanit, siderit, dan hematit teramati dalam pengamatan petrografi.
(Gambar 5b, c). Hal ini dikonfirmasi dengan hasil

Gambar 5. Hasil analisis XRD sampel batugamping putih (PLW-2A) menunjukkan dominasi
peak difraksi mineral kalsit (a); Hasil analisis XRD sampel batugamping merah muda (PLP-
2B) menunjukkan peak difraksi mineral-mineral kalsit, titanit, siderit, dan hematit (b); Hasil
analisis XRD sampel batugamping merah (PLR-2C) menunjukkan peak difraksi mineral-
mineral kalsit, titanit, siderit, dan hematit (c).

60
Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, Vol.26, No.1, Juni 2016, 55 - 67

Tabel 1. Hasil analisis geokimia oksida mayor (dalam wt%) batugamping Formasi
Wonosari-Punung Daerah Ponjong, Kabupaten Gunungkidul.

Batugamping
Batuan Batugamping Putih Batugamping Merah
Merah Muda
Menezes Menezes Menezes
Referensi Studi ini Studi ini Studi ini
(2015) (2015) (2015)
No, Sampel PLW-2A 40 PLP-2B 13 PLR-2C 48
SiO2 0,61 0,755 0,81 1,93 1,7 3,35
Al2O3 0,19 0,307 0,31 0,514 0,89 1,691
Fe2O3 0,1 0,125 0,16 0,819 0,51 0,648
CaO 54 54,84 54 52,01 53,1 51,48
MgO 0,29 0,71 0,31 0,456 0,31 1,195
Na2O 0,04 1,363 0,04 2,441 0,04 2,62
K2O 0,01 0,021 0,01 0,011 0,02 0,084
TiO2 0,01 0,012 0,01 0,023 0,04 0,082
MnO <0,01 0,033 0,01 0,736 0,01 0,04
P2O5 <0,01 <0,00069 0,01 0,135 0,01 <0,00069
SrO 0,05 0,007 0,02 0,018 0,02 0,008

Batugamping
Batuan Batugamping Abu-abu
Abu-abu Cerah
Menezes Menezes Menezes Menezes Menezes Menezes
Referensi
(2015) (2015) (2015) (2015) (2015) (2015)
No, Sampel 11 93 1,A 1,B2 3,A 3,B
SiO2 2,157 1,37 1,23 0,713 0,994 2,431
Al2O3 0,836 0,502 0,922 0,537 0,727 1,404
Fe2O3 0,649 0,264 0,418 0,298 0,359 0,892
CaO 52,17 54,12 51,57 53,68 53,5 50,37
MgO 0,836 0,562 0,674 0,585 0,62 0,754
Na2O BDL 1,769 2,97 2,71 2,78 3,160
K2O 2,75 0,019 0,034 0,029 0,036 0,051
TiO2 0,011 0,02 <0,00034 0,008 0,007 0,017
MnO 0,496 0,052 8,713 4,213 4,519 9,186
P2O5 0,374 <0,00069 0,007 <0,00069 <0,00069 0,018
SrO 0,015 0,047 0,038 0,003 0,031 0,049
Keterangan:
<0,01 : dibawah batas deteksi untuk analisis dalam penelitian ini
BDL, <0,00034, dan <0,00069 : dibawah batas deteksi untuk analisis Menezes (2015)

Hasil analisis geokimia oksida mayor dikelompokkan menjadi 5 jenis, yaitu


ditunjukkan pada Tabel 1 yang memperlihatkan batugamping putih, batugamping merah muda,
hasil analisis ketiga sampel dari penelitian ini batugamping merah, batugamping abu-abu cerah,
serta hasil analisis yang dilakukan oleh Menezes dan batugamping abu-abu. Namun dalam
(2015). Berdasarkan warnanya, batugamping pembahasan, pengelompokan batugamping lebih
yang ditampilkan dalam Tabel 1 dapat disederhanakan lagi menjadi batugamping putih,

61
Atmoko et al. / Mineralogi dan Geokimia Batugamping Merah Ponjong, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta –
Indonesia.

merah, dan abu-abu. Meskipun demikian, dalam memperlihatkan hubungan linear dengan CaO
penampilan data kelima jenis batugamping terkecuali untuk SrO yang relatif tersebar secara
tersebut tetap akan dipisahkan untuk random (Gambar 6a-f). SiO2, Al2O3, Fe2O3 dan
menunjukkan gradasi yang terbentuk antara TiO2 berkorelasi negatif dengan CaO (Gambar
batugamping putih menuju batugamping merah 6a,b,c,e). MnO memperlihatkan korelasi negatif
serta batugamping putih menuju batugamping dengan CaO tetapi hanya untuk sampel
abu-abu. batugamping dari penelitian Menezes (2015)
sedangkan untuk sampel penelitian ini tidak
Dari Tabel 1 terlihat bahwa batugamping daerah
mempunyai korelasi dengan CaO karena
Ponjong mempunyai kandungan CaO berkisar
kandungan MnO menunjukkan kandungan yang
antara 50,37 sampai 54,84 wt.%, SiO2 0,61-3,35
relatif sama untuk batugamping putih, merah
wt.%, Al2O3 0,19-1,69 wt.%, Fe2O3 0,1-0,89
muda dan merah (Gambar 6f). Kenampakan yang
wt.%, TiO2<0,0003-0,08 wt.% dan MnO <0,01-
berlawanan diperlihatkan oleh SrO yang
9,186 wt%. Berdasarkan hasil analisis geokimia
berkorelasi positif dengan CaO untuk sampel
tersebut, dapat dibuat diagram bivarian untuk
hasil penelitian ini, sedangkan SrO hasil
menunjukkan hubungan antar oksida mayor CaO
penelitian Menezes (2015) tersebar secara acak
dengan oksida mayor yang lain. Secara umum,
terhadap CaO (Gambar 6d).
oksida mayor batugamping daerah penelitian

Gambar 6. Plot bivarian antara senyawa CaO vs SiO 2 (a); CaO vs Al2O3 (b); CaO vs Fe2O3 (c);
CaO vs SrO (d); CaO vs TiO2 (e); CaO vs MnO (f) conto batugamping Daerah Ponjong.

62
Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, Vol.26, No.1, Juni 2016, 55 - 67

Gambar 7. Plot wt% batugamping Ponjong yang dinormalisasi dengan standar PAAS
(Post-Archaean Australian Shale) (Guimaraes, et al., 2013). Terlihat adanya tren pengkayaan
SiO2, Al2O3, dan Fe2O3 dari batugamping putih ke batugamping merah dan batugamping
abu-abu. Sebaliknya CaO dan Sr menunjukkan tren pemiskinan dari batugamping putih ke
batugamping merah dan abu-abu.Sementara TiO2 meningkat dari batugamping putih ke
batugamping merah dan MnO meningkat dari batugamping putih ke batugamping abu-abu.
Sedangkan MgO, Na2O, K2O, dan P2O5 tidak memperlihatkan tren tertentu.

Menggunakan normalisasi PAAS (Post-Archaean senyawa yang lainnya tidak dijumpai suatu tren
Australian Shales) yang dirujuk dari Guimares et yang jelas.
al., (2013), kandungan oksida mayor pada sampel
Pengkayaan senyawa SiO2, Al2O3, dan Fe2O3 dari
batugamping Daerah Ponjong memperlihatkan
batugamping putih ke batugamping merah sejalan
bahwa batugamping merah dan abu-abu memiliki
dengan analisis petrografi dan XRD yang
kandungan senyawa SiO2, Al2O3, dan Fe2O3 yang
memperlihatkan kehadiran mineral kuarsa (SiO 2),
lebih tinggi dibandingkan batugamping putih
titanit (CaTiSiO5), dan siderit (FeCO3) pada
(Gambar 7). Sedangkan senyawa CaO
batugamping merah. Hal tersebut dikonfirmasi
memperlihatkan kondisi yang berkebalikan, yaitu
dengan diagram bivarian yang memperlihatkan
tinggi pada batugamping putih dan rendah pada
korelasi negatif antara CaO dengan SiO2, Al2O3,
batugamping merah dan abu-abu. Fenomena ini
dan Fe2O3. Korelasi negatif tersebut memberikan
selaras dengan hasil ploting bivarian yang
indikasi penggantian sebagian CaO oleh ketiga
menunjukkan korelasi negatif CaO vs SiO 2,
senyawa tersebut. Kehadiran mineral titanit
Al2O3, dan Fe2O3 (Gambar 6a-c). Pola yang lain
(CaTiSiO5) pada batugamping merah muda
ditunjukkan oleh senyawa TiO2 yang mengalami
diperkirakan merupakan hasil reaksi antara
pengkayaan pada batugamping merah dan
mineral kalsit (CaCO3) sebagai penyusun
pemiskinan pada batugamping abu-abu (Gambar
dominan batugamping dengan unsur-unsur dari
7). Kondisi tersebut sangat berlawanan dengan
SiO2 dan TiO2 yang mengalami pengkayaan pada
senyawa MnO memperlihatkan tren yang tinggi
batuan tersebut, atau ada kemungkinan bahwa
pada batugamping abu-abu dan rendah pada
mineral titanit merupakan material terigenus yang
batugamping merah (Gambar 7). Sementara pada
terangkut dan masuk dalam lingkungan

63
Atmoko et al. / Mineralogi dan Geokimia Batugamping Merah Ponjong, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta –
Indonesia.

pengendapan batugamping. Kehadiran mineral Dengan mengandaikan bahwa mineral-mineral


siderit (FeCO3) pada batugamping merah tersebut terbentuk karena proses pengkayaan
kemungkinan besar terjadi karena mineral siderit SiO2, Al2O3, TiO2 dan Fe2O3yang berasal dari
dan kalsit merupakan mineral isomorf karbonat. suplai material terigenus dan bereaksi dengan
Mineral isomorph mempunyai arti bahwadua batugamping (CaCO3) maka dapat
mineral atau lebihmempunyai struktur atom yang diinterpretasikan bahwa batugamping merah
sama tetapi berbeda rumus kimianya (Dickson, terbentuk pada saat pengendapan dan atau pada
1990). Hal tersebut merefleksikan kesamaan sifat saat diagenesis.
kimia, sifat fisik dan kristalografi. Dengan
Selain itu kadar MnO terlihat jauh lebih tinggi
demikian ketika ada pengkayaan senyawa Fe2O3
(4,2 - 9,1 wt.%) pada batugamping abu-abu untuk
dalam batugamping, maka sebagian unsur Ca+2
sampel Menezes (2015) dibandingkan dengan
yang berpasangan dengan anion komplek (CO 3-2)
batugamping merah (0,01-0,04 wt.%). Tren
dapat dengan mudah digantikan oleh unsur Fe+2
tersebut dapat memberikan penjelasan bahwa
dan membentuk mineral siderite (FeCO3).
kadar MnO yang relatif tinggi secara signifikan
Senyawa-senyawa SiO2, Al2O3, TiO2 dan Fe2O3
bertanggungjawab dalam memberikan warna
tersebut kemungkinan berasal dari suplai material
abu-abu pada batugamping. Interpretasi ini
terigenus yang mempunyai kandungan senyawa-
didukung dari hasil penelitian Menezes (2015)
senyawa tersebut yang jauh lebih tinggi
yang menyebutkan hadirnya mineral manganit
dibanding batugamping merah dan abu-abu.
(Mn2O3.H2O) dan pirolusit (MnO2) pada
Mengacu pada penelitian Titisari dan Atmoko
batugamping abu-abu dimana mineral manganit
(2015), disebutkan bahwa sumber pengkayaan
dan pirolusit mempunyai ciri warna hitam.
senyawa-senyawa tersebut diperkirakan berasal
dari satuan breksi andesit yang mengalasi Pada tabel hasil analisis geokimia batugamping
batugamping di daerah Ponjong. (Tabel 1) terlihat bahwa senyawa SrO, Na2O, dan
MgO memiliki nilai secara berturut-turut 0.003-
Pada sampel Menezes (2015) terlihat pengkayaan
0,05%, BDL (below detection limit)-3.16%, dan
MnO dari batugamping putih ke batugamping
0,29-1,195%. Kandungan SrO, Na2O, dan MgO
merah (0,01 - 0,04 wt.%), dimana kecenderungan
yang relatif rendah dalam batugamping
ini tidak ditunjukkan oleh sampel dari penelitian
merupakan indikator diagenesis pada
ini (Gambar 7). Pengkayaan MnO pada sampel
batugamping (Nagendra dan Nagarajan, 2003;
batugamping merah Menezes (2015) diduga
Nagendra et al., 2011; Azizi et al., 2014). Pada
karena kehadiran mineral rodokrosit (MnCO3).
Gambar 7 terlihat nilai SrO (dalam hal ini adalah
Sama halnya dengan siderit, rodokrosit
nilai Sr) mengalami deplesi (pemiskinan).
merupakan isomorf mineral karbonat.Sehingga
Demikian juga untuk Na2O, dan MgO mengalami
ketika ada pengkayaan senyawa MnO dalam
pemiskinan tetapi senyawa Na2O untuk sampel
batugamping, maka sebagian unsur Ca+2 yang
Menezes (2015) relatif mengalami pengkayaan.
berpasangan dengan anion komplek (CO3-2) dapat
Mengacu pada Azizi et al. (2014) serta Nagendra
digantikan oleh unsur Mn+2dan membentuk
dan Nagarajan (2003), jika proses diagenesis
mineral rodokrosit (MnCO3).
yang berlangsung pada batugamping terjadi oleh
Siderit (FeCO3), titanit (CaTiSiO5) maupun air meteorik, maka senyawa-senyawa tersebut
rodokrosit (MnCO3) merupakan mineral yang mengalami pemiskinan karena proses pelarutan.
cirikan oleh warna coklat kekuningan, merah Unsur-unsur Sr dan Mg merupakan unsur yang
muda sampai merah. Dengan karakteristik warna mempunyai mobilitas relatif tinggi pada segala
yang cirikan oleh ketiga mineral tersebut, maka kondisi baik oksidasi, asam, reduksi maupun
diinterpretasikan bahwa kehadiran mineral- netral sampai alkalin (e.g. Middelburg et al.,
mineral tersebut dalam batugamping 1988; Coope et al., 1991) sehingga unsur-unsur
bertanggungjawab dalam memberi warna merah tersebut mudah terlarutoleh air meteorik yang
muda sampai merah pada batugamping. Dengan melewati batugamping. Oleh karenanya,
kata lain bahwa terbentuknya batugamping merah senyawa-senyawa SrO dan MgO pada
Ponjong karena kehadiran mineral-mineral batugamping merah di daerah penelitian
pengotor (impurity) berupa siderit (FeCO3), mengalami pemiskinan ketika dilewati oleh air
titanit (CaTiSiO5) dan rodokrosit (MnCO3). meteorik. Sebaliknya senyawa Fe2O3 mengalami

64
Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, Vol.26, No.1, Juni 2016, 55 - 67

pengkayaan pada batugamping merah Ponjong dasit-andesit dan tuf dengan retas diorit (Surono
karena unsur Fe merupakan unsur yang bersifat et al., 1992) yang terletak sekitar 4km di timur
immobile pada kondisi oksidasi (Coope, et al., laut daerah penelitian. Aktifitas volkanisme
1991) sehingga ketika air meteorik yang biasanya dapat berasosiasi dengan larutan
melewati batugamping melarutkan senyawa- hidrotermal (White et al., 1995). Data tersebut
senyawa SrO, MgO atau senyawa lain yang mengindikasikan akan hadirnya larutan
bersifat mobilmaka unsur Fe akan tetap tinggal hidrotermal di daerah penelitian.Larutan
(immobile) danmenjadi terkayakan pada hidrotermal tersebut dimungkinkan juga
batugamping. Senyawa ini ketika berwujud mengkayakan senyawa-senyawa SiO2, Al2O3,
dalam bentuk mineral hematit (Fe2O3) akan Fe2O3, TiO2 dan MnO, akan tetapi untuk
mencirikan warna merah. Indikasi tersebut mengetahui lebih detail mengenai bekerjanya
diperlihatkan oleh data di lapanganberupa larutan hidrotermal di daerahpenelitian masih
penyebaran batugamping merah yang relatif perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
berada pada rekahan-rekahan batuan (Gambar 3)
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat
yang merupakan zona-zona yang dilewati air
diinterpretasikan bahwa ada tiga kemungkinan
meteorik. Interpretasi ini didukung oleh hasil
yang berperan dalam genesa batugamping merah
pengamatan petrografi batugamping merah yang
Ponjong yaitu: 1) pengkayaan SiO2, Al2O3,
memberikan indikasi kehadiran mineral hematit
Fe2O3, dan TiO2 yang bersumber dari material
(Gambar 4c-f).
terigenus satuan breksi andesit saat pengendapan
Gambar 7 menunjukkan bahwa pengkayaan batugamping sehingga dimungkinkan hadirnya
senyawa Na2O hanya terjadi untuk sampel yang mineral-mineral pengotor (impurity) seperti
berasal dari penelitian Menezes (2015). Hal titanit (CaTiSiO5), siderit (FeCO3) dan rodokrosit
tersebut memberikan indikasi bahwa proses (MnCO3) yang mempunyai karakteristik warna
diagenesis batugamping di daerah penelitian coklat kekuningan, merah muda sampai merah;
selain dikontrol oleh air meteorik, juga dikontrol 2) proses diagenesis dari air meteorik yang
oleh proses lain yang mengindikasikan terjadinya mengkayakan batugamping dengan senyawa
pengkayaan Na2O. Pengkayaan senyawa Na2O Fe2O3 (hematit, yang mempunyai karakteristik
dapat terjadi karena adanya pengaruhaktifitas warna merah); 3) proses diagenesis karena
larutan hidrotermal (Siahcheshm et al., 2014) pengaruh larutan hidrotermal.
sehingga proses pengkayaan tersebut
Ketiga proses yang berperan dalam genesa
dimungkinkan karena bekerjanya larutan
batugamping merah Ponjong tersebut bisa jadi
hidrotermal. Proses hidrotermal kemungkinan
dapat saling mendukung dan mempengaruhi satu
terjadi di daerah penelitian dengan didukung oleh
sama lain dengan peran yang relatif sama dan
beberapa data berupa: 1) adanya indikasi
seimbang, tetapi dimungkinkan juga bahwa ada
penyebaran batugamping merah yang
satu proses yang perannya lebih mendominasi.
terkonsentrasi di sepanjang struktur geologi
Untuk itu maka perlu dilakukan penelitian lebih
(sesar geser) di daerah penelitian (Gambar 2).
lanjut dan lebih detil.
Mengacu pada pendapat Corbet dan Leach
(1977), struktur geologi (sesar) dapat menjadi
jalan naiknya larutan hidrotermal ke permukaan
KESIMPULAN
bumi; 2) indikasi keberadaan batugamping
tersilisifikasi di daerah penelitian yang pernah di Batugamping merah Ponjong memiliki
laporkan oleh Hidayaturrahman (2008). kandungan mineral kuarsa (SiO2), titanit
Silisifikasi menjadi salah satu penanda adanya (CaTiSiO5), siderit (FeCO3) dan diduga
larutan hidrotermal yang bekerja di suatu daerah; rodokrosit (MnCO3) yang tidak dijumpai pada
3) indikasi keberadaan endapan bijih mangan di batugamping putih. Hal tersebut didukung oleh
daerah Ponjong (Menezes, 2015) yang bisa data geokimia yang menunjukkan pengkayaan
terbentuk karena proses bekerjanya larutan senyawa SiO2, Al2O3, Fe2O3, TiO2dan MnO pada
hidrotermal (Butuzova, 1990); 4)adanya pusat batugamping merah. Mineral siderit (FeCO3),
erupsi gunungapi purba Panggung yang titanit (CaTiSiO5) maupun rodokrosit (MnCO3)
disebutkan oleh Bronto (2010; 2013) dan merupakan mineral-mineral yang mempunyai
penyebaran Formasi Mandalika berupa lava karakteristik warna coklat kekuningan, merah

65
Atmoko et al. / Mineralogi dan Geokimia Batugamping Merah Ponjong, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta –
Indonesia.

muda sampai merah sehingga diinterpretasikan Thetis Deeps of the Red Sea. Spec.
bahwa kehadiran mineral-mineral tersebut dapat Publish in Ass. Sediment, 11, 57-72.
memberi warna merah muda sampai merah pada
Coope, J.A., Lavin, O., P., Weiland, E.F., and
batugamping. Ada tiga proses yang berperan
James, L. D., 1991. Exploration
dalam genesa batugamping merah Ponjong yaitu
Geochemistry Short Course Manual.
proses pengkayaan SiO2, Al2O3, Fe2O3, TiO2
Newmont Exploration Limited, 317pp.
yang bersumber dari material terigenus saat
pengendapan batugamping, serta proses-proses Corbett, G.J. and Leach, T.M., 1997. Southwest
diagenesa berupa pengaruh air meterorik yang Pacific Rim Gold-Copper Systems:
mengkayakan senyawa Fe2O3 dan larutan Structure, Alteration, and Mineralization.
hidrotermal yang mengkayakan senyawa- Corbett Geological Services, 318pp.
senyawa SiO2, Al2O3, Fe2O3, TiO2 dan MnO. Dickson, T., 1990. Carbonate Mineralogy and
Dari ketiga proses tersebut, belum diketahui Chemistry dalam Tucker, M.E., Wright,
proses apa dan mana yang paling mendominasi V.P. and Dickson, J.A.D., eds. Carbonate
dalam genesa batugamping merah Ponjong. Sedimentology, Oxford, Blackwell
Science Ltd, 284-313.
UCAPAN TERIMAKASIH Embry, A.F. andKlovan, J.E., 1971. A Late
Devonian Reef Tract on Northeastern
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Banks Island, NWT. Canadian Petroleum
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Geology Bulletin, 19, 730-781.
Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan
Guimaraes, J. T. F., Cohen, M. C. L., Franca, M.
hibah dana untuk pelaksanaan penelitian ini.
C., Silva, A. K. T. D., and Rodrigues, S.
F. S., 2013. Mineralogical and
Geochemical Influences on Sediment
DAFTAR PUSTAKA
Color from Amazon Wetlands Analyzed
Atmoko, D. D., 2016. Lingkungan Pengendapan by Visible Spectrophotometry. Acta
dan Mineral Pengontrol Batugamping Amazonica, 43(3), 331-342.
Merah di Daerah Sawahan dan Hidayaturrahman, H., 2008, Penentuan umur
Sekitarnya, Kecamatan Ponjong, batugamping tersilisifikasi dengan fosil
Kabupaten Gunungkidul, Daerah foraminifera pada Daerah Sawahan, Kec.
Istimewa Yogyakarta. Skripsi, Ponjong, Kab. Gunung Kidul, Daerah
Unpublished, Universitas Gadjah Mada, Istimewa Yogyakarta. Skripsi,
Yogyakarta, 144pp. Unpublished, Universitas Gadjah Mada,
Azizi, S. H. H., Shabestari, G. M., Khazaei, A., Yogyakarta.
2014. Petrography and geochemistry of Jauhari, U. and Toha, B., 2005. High Resolution
Paleocene–Eocene limestones in the Sequence Stratigraphy and Diagenesis in
Ching-dar syncline, eastern Iran. Carbonate Rocks, Wonosari Formation,
Geoscience Frontiers, 5, 429-438. Yogyakarta: An Outcrop Analog for
Bronto, S., 2010. Publikasi Khusus Geologi Modeling Chalky Limestone Reservoir
Gunung Api Purba. Badan Geologi Distribution. Proceedings of Indonesian
Kementerian ESDM, Bandung, 154 pp. Petroleum Association, 30th Annual
Convention & Exhibition, August 2005.
Bronto, S., 2013. Geologi Gunung Api Purba. Indonesia.
Badan Geologi Kementerian ESDM,
Bandung, 184 pp. Lokier, S. W., 1999. The Development of the
Miocene Wonosari Formation, South
Butuzova, G.Y., Drits, V.A., Morozov, A.A., and Central Java.Proceedings of Indonesian
Gorschkov, A.I., 1990. Processes of Petroleum Association, 27th Annual
formation of iron-manganese Convention & Exhibition. October 1999.
oxyhydroxides in the Atlantis-II and Indonesia.

66
Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, Vol.26, No.1, Juni 2016, 55 - 67

Menezes, A. M. B., 2015. Geologi dan and Mass Changes during Alteration in
karakteristik endapan bijih Mangan di the Maher-Abad porphyry Cu-Au
Daerah Sambirejo, Desa Sawahan, deposit, SW Birjand, Eastern Iran.
Kecamatan Ponjong, Kabupaten Periodico di Mineralogia 83, 55-76.
Gunungkidul, Provinsi D. I. Yogyakarta.
Siregar, M. S., Kamtono, Praptisih and Mukti, M.
Skripsi, Unpublished, Universitas Gadjah
M., 2004.Reef Facies of the Wonosari
Mada, Yogyakarta, 159 pp.
Formation, South of Central Java.RISET
Middelburg, J. J., van der Weijden, C. H., and - Geologi dan Pertambangan, 14(1), 1-17.
Woittiez, J. R.W., 1988. Chemical
Surono, Toha, B., Sudarno, I., 1992. Peta Geologi
Processes Affecting the Mobility of
lembar Surakarta-Giritontro, Jawa
Major, Minor and Trace Elements during
(Geological Map of the Surakarta-
Weathering of Granitic Rocks. Chemical
Giritontro Quadrangles, Jawa), Lembar
Geology, 68 (3-4), 253-273.
(Quadrangle) 1408-3 & 1407-6, Skala
Mukti, M. M., Siregar, M. S., Praptisih and (Scale) 1:100.000. Pusat Penelitian dan
Supriatna, N., 2005. Carbonate Pengembangan Geologi.Departemen
Depositional Environment and Platform Pertambangan dan Energi.
Morphology of the Wonosari Formation
Surono, 2009. Litostratigrafi Pegunungan Selatan
in the Area East of Pacitan.RISET -
bagian timur Daerah Istimewa
Geologi dan Pertambangan, 15(2), 29-38.
Yogyakarta dan Jawa Tengah. Jurnal
Nagendra, R.and Nagarajan, R., 2003. Sumber Daya Geologi, 19, 209-221.
Geochemical studies of Shahabad
Titisari, A. D.and Atmoko, D. D., 2015. Genesis
limestone (Younger Proterozoic), Bhima
of Ponjong pink limestone, Gunungkidul,
Basin, Karnataka. Indian Mineralogist,
Special Region of Yogyakarta –
36 (1), 13-23.
Indonesia. Proceeding Seminar Nasional
Nagendra, R., Nagarajan, R., Bakkiaraj, D., and Kebumian ke-8 Jurusan Teknik Geologi,
Armstrong-Altrin, J. S., 2011. Fakultas Teknik, UGM. October 15-16,
Depositional and post-depositional 2015. Yogyakarta, Indonesia.
setting of Maastrichtian limestone,
Toha, B., Purtyasti, R. D., Srijono, Soetoto,
Ariyalur Group, Cauvery Basin, South
Rahardjo, W., Pramumijoyo, S., 1994.
India: ageochemical appraisal.
Geologi Daerah Pegunungan Selatan:
Carbonates Evaporites 26, 127-147.
Suatu Kontribusi. Geologi dan Geoteknik
Premonowati, Prastistho, B. and Firdaus, I. M., P. Jawa, Sejak Akhir Mesozoik hingga
2012.Allostartigraphy of Punung Kuarter, 19-36.
Paleoreef based on Lithofacies
White, N.C., Leake, M.J., McCaughey, S.N., and
Distibutions, Jlubang Area, Pacitan
Parris, B.W., 1995. Epithermal Gold
Region-East Java. Indonesian Journal of
Deposits of the Southwest Pacific.
Geology, 7(1), 113-122.
Journal of Geochemical Exploration 54,
Siahcheshm, K., Calagari, A.A., Abedini, A., and 87-136.
Sindern, S., 2014. Elemental Mobility

67

Anda mungkin juga menyukai