Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS ORTHODONTI

Distalisasi Molar Menggunakan Alat Orthodonti Lepasan dengan


Sekrup Ekspansi Guna Mendapatkan Ruang Erupsi Gigi

Oleh :

Felix Calvin Emanuel Waruwu


1210342009

Dosen Pembimbing :

drg. Didin K, Sp. Ortho

Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Andalas
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Perawatan orthodonti pada kasus tanpa pencabutan dengan kebutuhan ruang moderate (2-5
mm) dapat diatasi dengan protraksi, slicing, ekspansi dan distalisasi molar. Pemilihan cara untuk
mendapatkan ruang harus di sesuaikan dengan kebutuhan dan indikasi masing-masing kasus. Salah
satu cara yang dapat dilakukan adalah distalisasi molar. Distalisasi molar rahang atas biasanya
dilakukan untuk mengkoreksi relasi molar kelas II dan untuk mendapatkan ruangan pada kasus
tanpa pencabutan (kekurangan ruangan ringan sampai sedang).
Maloklusi klas II adalah suatu kelainan dimana gigi molar permanen maksila bergerak lebih
ke mesial terhadap gigi molar mandibula pada waktu perkembangan gigi geligi, sedangkan gigi
molar mandibula tetap pada posisinya yang relative lebih ke distal dari gigi molar maksila.
Maloklusi bisa terjadi secara dental ataupun skeletal dan untuk menentukannya diperlukan
pemeriksaan ronsen sefalometri.
Kebanyakan kasus maloklusi klas II dental, posisi dari gigi molar maksila berotasi ke arah
mesio palatal, hal ini sering dihubungkan dengan premature loss gigi-gigi molar desidui atau
penguragan lebar mesiodistal gigi karena adanya karies atau restorasi yang tidak baik.
Pasien yang dirawat dengan cara distalisasi gigi molar pertama permanen maksila lebih baik
dilakukan dalam masa pertumbuhan atau masa gigi bercampur dimana pertumbuhan dan
perkembangan paling aktif. Respon perawatan orthodonti umumnya bervariasi sesuai dengan
besar atau kecilnya kekurangan ruangan yang ada. Distalisasi gigi molar pertama permanen
maksila sangat baik dilakukan pada pasien dengan gigi molar kedua permanen maksila yang belum
erupsi. Pada pasien dengan gigi molar kedua permanen maksila yang sudah erupsi memerlukan
perawatan yang lebih lama.
Perawatan pada kasus maloklusi klas II dental yang dilakukan pada pasien harus disertai
dengan kondisi overjet minimal, karena selama perawatan akan terjadi penambahan overjet.
Penambahan overjet terjadi karena adanya pergerakan ke mesial akibat adanya pelebaran gigi
insisivus atas. disertai relokasi gigi-gigi insisvus bawah sedikit ke bawah dan ke belakang.
Disamping itu juga terjadi rotasi mandibula ke bawah dan ke belakang. Untuk mendistalisasi gigi
molar pertama permanen maksila, diskrepansi lengkung gigi maksila maksimal 6 mm, dan
mandibula beserta gigi geliginya mempunyai hubungan antero posterior yang normal.
Alat-alat untuk distalisasi molar dapat berupa ekstra oral dan intra oral. Teknik ekstra oral
biasanya dengan bantuan headgear, tetapi kebanyakan pasien menolak menggunakan headgear
disebabkan masalah estetik. sedangkan untuk intra oral dapat berupa pendulum, distal jet, K loop
dan penggunaan sekrup ekspansi. Perawatan dengan Teknik intra oral memiliki beberapa
keuntungan diantaranya memerlukan kerjasama pasien yang minimal, waktu perawatan lebih
singkat, serta estetis cukup baik. Berikut ini adalah laporan kasus distalisasi gigi molar pertama
maksila menggunakan sekrup ekspansi disertai dengan penjangkaran maksimal di anterior.
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Anamnesis
Pasien perempuan berusia 11 tahun datang dengan keluhan gigi depan yang terlihat
berantakan dan ingin dirapikan. Dari anamnesa diketahui pasien merupakan anak pertama dari 3
bersaudara dengan riwayat kesehatan umum baik, tidak pernah menderita sakit serius, hanya
demam, flu, dan sakit ringan lainnya. Riwayat kesehatan gigi menunjukkan tidak memiliki riwayat
trauma maupun rampan karies serta tidak memiliki kebiasaan buruk yang berhubungan dengan
kesehatan rongga mulutnya.

3.2 Pemeriksaan Ekstraoral


Hasil pemeriksaan ekstraoral menunjukkan bentuk kepala dolichocephali (Panjang dan
sempit) dan bentuk muka leptoprosop dengan porsi yang seimbang dan simetris disertai profil
muka yang cembung. Posisi rahang maksila dan mandibula serta dagu normal.

Tampak Depan
Tampak Samping
Kiri Kanan

3.3 Pemeriksaan Intraloral

Foto Gigi Depan

Foto Samping Kanan Foto Samping kiri


3. 4 Pemeriksaan Fungsional

Pemeriksaan fungsional pada pasien didapatkan TMJ dalam keadaan normal, buka tutup
mulut normal, interocclusal cleareance 2mm, occlusal interference tidak ada, oklusi sentrik dan
relasi sentrik cendrung sama, penutupan bibi kompeten, bibir atas dan bibir bawah normal, pola
penelanan dan pola pengucapan normal. Pada analisis model studi tidak didapatkan bentuk gigi
yang abnormal, namun diketahui gigi 53 missing, dan gigi 13 belum erupsi, ruang tumbuh 13
mengalami penyempitan. bentuk lengkung rahang atas dan rahang bawah oval, hubungan rahang
retrognatic.

Malposisi gigi pada lengkung nya didapat gigi 21 mesiolabio versi, gigi 11 disto labio versi, gigi
21 mesiolabio versi, gigi 32 mesiolabio versi, gigi 33 mesiolabio versi. Relasi gigi geligi pada saat oklusi
sentrik model studi menggambarkan keadaan gigi anterior dengan overjet sebesar 2,4 mm dan
overbitesebesar 2.3 mm, median line tidak segaris dikarenakan gigi pada rahang atas bergeser
kekanan sebesar 1 mm. Hubungan gigi geligi bagian posterior menggambarkan relasi molar kanan
dan kiri mengalami maloklusi kelas III dengan relasi kaninus yang belum bisa ditentukan karena
giginya belum erupsi sempurna dan juga terdapatnya openbite pada gigi 43, dan 44 di karenakan
sebab yang sama.

Analisis kebutuhan ruang dilakukan dengan metode moyers dan hukaba. Pada perhitungan moyers
di dapat jumlah lebar mesiodistal gigi 32, 31, 41, 42 adalah 23,5 mm. Sehingga berdasarkan tabel
probabilitas moyers, lebar gigi C, P1, & P2 seharsnya 22,9 mm. namun untuk regio kanan rahang atas hanya
terdapat ruang sebesar 19,7 mm, artinya regio kanan rahang atas kekurangan ruang sebesar 3,2 mm. Pada
perhitungan hukaba diketahui jumlah mesio distal gigi 13, 14, dan 15 sebesar 21, 6 mm, namun ruang yang
tersedia antara distal 12 dan mesial 16 hanya 19,7 mm. asrtinya terdapat kekurangan ruang sebesar 1,9 mm.
3.5 Analisis Foto Sefalometri

Parameter Rata-rata Pasien Analisis


Nilai Parameter Skeletal Horizontal
SNA (Steiner) 82°±2° 86° Posisi maksila terhadap basis cranii prognatik
SNB (Steiner) 80°±2° 85° Posisi mandibula terhadap basis cranii prognatik
ANB (Steiner) 2°±2° 1° Pola skeletal ortoknatik
Facial angle 87°±3° 88,5° Posisi dagu terhadap profil normal
(Down)
Angle of Convexity 0°±2° 2,5° Profil skeletal (sudut kecembungan muka) cembung
(Down)
Nilai Parameter Skeletal Vertikal
Y- axis (Down) 60°±6° 59° Arah pertumbuhan mandibula (hyperdivergen/
hypodivergen) normal
Go angle 123°±7° 115° Arah pertumbuhan 1/3 wajah bawah hypodivergen
SN-MP (Steiner) 32°±3° 27° Pertumbuhan vertikal wajah tengah dan bawah
FMA 25°±3° 53° Pertumbuhan vertikal wajah bawah
(Down, Tweed)
Nilai Parameter Dental
Interincisal angle 135°±2° 118° Inklinasi insisif atas terhadap bawah protrusive
(Down, Steiner)
U1- SN 104°±6° 116° Inklinasi insisif atas terhadap basis cranii protusive
IMPA (Tweed) 98° Inklinasi insisif bawah terhadap bidang mandibula
90°±4°
protrusive
U1- NA (Steiner) 4 mm±2 5 mm Posisi insisif atas terhadap maksila normal
U1-APg (Down) 4 mm±2 7 mm Posisi insisif atas terhadap profil protrusive
L1- APg 2 mm±2 4 mm Posisi insisif bawah terhadap profil normal
(McMamara)
Nilai Parameter Jaringan Lunak
Upper lip- E line ± 1mm 1 mm Posisi bibir atas normal
Lower lip- E line -2 mm±2 2 mm Posisi bibir bawah normal
(Ricketts)
Analisis dari foto sefalometri lateral menunjukkan pola skeletal kelas I dengan maksila dan
mandibula prognati terhadap basis cranii, profil skeletal normal dan arah pertumbuhan mandibula
juga normal, pertumbuhan 1/3 wajah bawah hipodivergen, inklinasi I atas protrusif terhadap basis
cranii dan I bawah diikuti dengan I bawah yang juga protrusif dengan bidang mandibula. Untuk
analisis jaringan lunak melalui radiografis didapatkan Posisi bibir atas dan bibir bawah protrusif.
3.6. Analisis Foto Panoramik
Analisis foto panoramik memperlihatkan keadaan tulang normal, keadaan jaringan
periodontal yang normal dan terdapat benih gigi 13 yang masih jauh dari puncak tulang alveolar.
Dapat pula dilihat bahwa masih ada beberapa gigi desidui yang belum berganti dengan gigi
permanen, serta ada beberapa gigi yang masih erupsi sebagian.

3.7 Etiologi

Pada kasus diatas terjadi kehilangan gigi susu (53) sebelum waktunya atau
prematureloss, sehingga terjadi pergerakan gigi posterior ke arah mesial. Di ikuti pergerakan gigi
anterior ke arah distal (daerah edentulous) sehingga terjadi pergeseran midline dan menyebabkan
ruang erupsi gigi 13 mengalami penyempitan.

3.8 Diagnosis

Pasien perempuan usia 11 tahun dengan keluhan ingin merapikan gigi yang sedikit
berantakan, memiliki tipe wajah leptoprosop, simetris namun tidak seimbang, serta profil jaringan
lunak cembung. Maloklusi skeletal klas 1 dengan arah pertumbuhan maksila dan mandibula
prognatig terhadap basis cranii, profil skeletal normal, dan arah pertumbuhan 1/3 wajah bawah
cendrung hypodivergen. Inklinasi gigi insisifus atas terhadap basis cranii cendrung proturusif,
inklinasi insisifus bawah terhadap mandibular protrusive, serta inklinasi insisifus atas terhadap
bawah protrusive. Hubugan molar kanan cendrung klas II (half class II) dan hubungan molar kiri
klas I. midline geligi atas cendrung ke kanan 1 mm, LGA dan LGB oval. Malposisi gigi RA 12,
11, dan 21 dan premature loss gigi 53. Berdasarkan perhitungan ruang menggunakan metode
Moyers diketahui terdapat kekurangan ruang RA kanan sebesar 1,9 mm dengan indikasi non
ekstraksi.
Prognosis untuk perawatan kedepannya dinilai menguntungkan, karena pasien tidak
memiliki kelainan skeletal, dan ditambah dengan kooperatif pasien yang baik dengan perawatan
yang segera.
DAFTAR MASALAH DAN TUJUAN PERAWATAN

No Daftar Masalah Tujuan perawatan

1 Kekurangan ruang erupsi gigi 13 Menyediakan ruang erupsi gigi 13

2 Pergerakan gigi posterior RA kanan ke arah Menggerakan gigi posterior RA kanan


mesial ke arah distal

3 Malposisi gigi 11 dan 21 Mengembalikan ke posisi lengkung


rahang ideal

4 Midline gigi geligi RA bergeser ke arah mesial Mengembalikan ke posisi lengkung


rahang ideal

RENCANA PERAWATAN
Tindakan yang akan dilakukan untuk perawatan adalah sebagai berikut:

No Perawatan orthodonti lepasan pada gigi rahang atas dan rahang bawah

1 Pemasangan piranti ortho lepasan RA dan RB

2 Mendistalisasi gigi 16 menggunakan sekrup ekspansi dengan penjangkaran maksimal

3 Mengkoreksi crowding ringan pada anterior RA dan RB dengan penggunaan labial bow
aktif. Dan pada rahang atas dengan penambahan T spring pada palatal gigi 11 dan 12
untuk medapatkan gata couple

4 Retainer
3.11 Kemajuan dan Hasil Perawatan
Tampak lateral kanan, anterior, dan lateran kiri

Lateral Kanan Anterior Lateral Kiri

Keadaan
Awal

Keadaan
Evaluasi

Tampak oklusal

RA Sebelum Perawatan RA Sesudah Perawatan


RB Sebelum Perawatan RB Sesudah Perawatan

Piranti lepasan yang digunakan

Piranti awal perawatan Pergantian piranti pertama Pergantian piranti kedua


BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus di atas dilakukan distalisasi molar menggunakan sekrup ekspansi di bantu
dengan penjangkaran yang maksimal. Pada awal perawatan, pasien masih dalam periode gigi
bercampur, di mana masih terdapat beberapa gigi desidui diantaranya gigi 55, 63, dan 65. Ruang
erupsi gigi 13 awalnya hanya 3.0 mm, dan berdasarkan perhitungan ruang Moyers, regio kanan
atas kekurangan ruang sebesar 1,9 mm. dan lebar mesial distal gigi 13 berdasarkan perhitungan
Hukaba adalah 7mm, sehingga sebenarnya masih membutuhkan ruang sebesar 4 mm untuk erupsi
gigi 13 secara sempurna. Namun dengan masih adanya gigi 55 yang memiliki lebar mesio distal
lebih besar dari 13, di harapkan setelah gigi 55 tanggal dapat ikut andil dalam memberi ruang
untuk erupsi gigi 13.
Sekrup ekspansi berfungsi sebagai regainer yang biasa digunakan untuk menggerakkan
gigi atau melebarkan rahang pada kondisi maloklusi yang berdasarakan perhitungan ruang
membutuhkan ruang lebih untuk erupsi gigi permanen secara sempurna. Penggunaannya
tergantung jenis kasus maloklusi. Pada piranti lepasan orthodonti, sekrup ekspansi melekat pada
plat akrilik ortho bagian palatal atau lingual yang di posisikan sesuai dengan tujuan perawatan.
Pada kasus ini desain awal plat ortho lepasan menggunakan labial bow tipe reverse untuk
mencegah pergerakan gigi 12 ke distal, dan memaksimalkan perluasan basis pada regio posterior
kanan untuk mencegah pergerakan gigi ke arah edentulous dan memaksimalkan penjangkaran agar
dapat mendistalisasi gigi 16. Sekrup ekspansi ditempatkan pada bagian palatal regio interdental
gigi 55 dan 16. Prinsip dari sekrup ekspansi adalah menjembatani dua sisi basis yang ketika sekrup
tersebut diputar, kedua sisi basis akan bergerak dalam arah yang berlawanan. Sekrup di aktifkan
setiap minggu sebanyak ¼ putaran yang dapat memberikan pergerakan sebanyak 0,2 mm. Pasien
di instruksikan untuk menggunakan plat ortho minimal 10 jam per hari.
Setelah tiga bulan pemakaian, plat ortho sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi rahang
pasien, sehingga perlu pembuatan ulang dengan desain yang sedikit berubah. Penambahan finger
spring pada mesial gigi 14 dilakukan untuk mencegah pergerakan ke mesial dan juga untuk
membantu mendorong gigi 14 ke arah distal.
Pada bulan ke 5 perawatan, gigi 55 tanggal. Ini menjadi keuntungan untuk dapat
menggerakkan gigi 14 ke arah edentulous. Pada bulan ke 7 perawatan, gigi 15 sudah erupsi
sebagian dan kontak interdental 14 dan 15 sudah mulai rapat. Setelah 8 bulan, ternyata pergerakan
gigi M1 ke distal semakin sulit di lakukan, mengingat gigi molar kedua kiri dan kanan sudah mulai
erupsi. Pada perawatan bulan ke 10, terjadi pergantian plat kembali. Di mana gigi premolar
pertama kiri dan kanan yang telah erupsi sempurna di tambahkan cangkolan Jackson, untuk
memaksimalkan penjangkaran agar pergerakan gigi 16 ke distal dapat maksimal dilakukan.
Setelah 11 bulan perawatan, pasien mulai kehilangan motivasi untuk menggunakan plat orthonya,
sehingga dilakukan motivasi kembali. Pada bulan ke 12, gigi 13 erupsi meskipun ruang erupsinya
tidak maksimal di dapatkan, dimana pada saat itu ruang yang tersedia hanya 5,7 mm.
Pada saat evaluasi kembali di bulan ke 14, gigi 13 sudah erupsi sempurna meskipun masih
mengalami malposisi sedikit ke labial akibat ruang erupsi yang masih kurang. Pendistalisasian
molar kanan pun makin sulit dilakukan karna pasien sudah memasuki periode gigi permanen, dan
gigi molar ke dua sudah mulai erupsi sempurna. Selain itu, midline pasien juga mengalami
perbaikan. Hal ini diperkirakan karena rahang pasien yang terus mengalami perkembangan dan
desakan dari gigi 13 yang erupsi serta dibantu dari dorongan labial bow dan T spring yang
memberikan gaya couple, sehingga midline dapat terkoreksi.
BAB V
KESIMPULAN

Premature loss dapat terjadi baik karena trauma ataupun karena kelainan patologis.
Premature loss dapat menyebabkan pergerakan gigi ke arah edentulous, sehingga terjadi
penyempitan ruang erupsi gigi permanen. Untuk mendapatkan kembali ruang erupsi, maka
diperlukan piranti ortho, salah satunya adalah plat ortho lepasan dengan bantuan sekrup ekspansi.
Alat ini sangat efektif digunakan pada masa periode gigi bercampur atau pada masa pertumbuhan.
Jika sudah memasuki periode gigi permanen, pergerakan gigi dengan piranti lepasan semakin sulit
dilakukan, sehingga dibutuhkan piranti ortho lainnya yang lebih efektif.

Anda mungkin juga menyukai