TINJAUAN PUSTAKA
2. Telinga Tengah
Telinga tengah terletak di dalam os temporale. Ia terisi udara dan
berhubungan dengan nasopharynx melalui tuba Eustachii. Ruang ini
mengandung tulang (ossicula) pendengaran, otot pendengaran, saraf dan
pembuluh darah.
Membran timpani berfungsi sebagai resonator yang menghasilkan
ulang getaran dari sumber suara dan akan berhenti bergetas hampir segera
setelah suara berhenti. Gerakan membran timpani disalurkan ke manubrium
malleus (Ganong, 2008).
Membrana tympani memisahkan telinga tengah dan luar. Membrana
Tympani merupakan membrana semi-tembus-pandang yang berjalan pada
sudut yang memotong meatus acusticus externus seperti kepala drum.
Sewaktu melihat membrana tympani, normalnya bisa melihat proccesus
lateralis mallei, yang terbesar dari ketiga ossicula (Granick, 1995).
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
a. Batas luar : membran timpani
b. Batas depan : tuba eustachius
c. Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
d. Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars
vertikalis.
e. Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
f. Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi
sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar (round window) dan promontorium (Soetirto,
Hendarmin, & Bashiruddin, 2007).
Dinding medial atau labyrintus telinga tengah merupakan
prominensia tulang bulat yang dibentuk oleh cochlea. Pada permukaannya
terdapat plexus tympanicus nervi glossopharyngei, yang memasuki telinga
tengah pada dinding labyrinthus. Dua struktur penting lain yang ditemukan
pada dinding medial adalah foramen ovale dan foramen rotundum (Granick,
1995).
3. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis
semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,
menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Para irisan melintang koklea
tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan
skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala
timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan
garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting
untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli
(Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran
basalis. Pada membran ini terletak organ corti (Soetirto, Hendarmin, &
Bashiruddin, 2007).
Labyrinthus membranaceus terdiri atas sacculus dan utriculus yang
terdapat di dalam vestibulum ossesus. Tiga duktus semicircularis, yang
terletak didalam canalis semicircularis osseus, dan ductus cochlearis yang
terletak di dalam cochlea (Snell, 2006).
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri
dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk
organ Corti (Soetirto, Hendarmin, & Bashiruddin, 2007).
2.3. Vertigo
Sebagai gejala tersendiri vertigo merupakan keluhan subyektif
dalam bentuk rasa berputar dari tubuh/kepala atau lingkungan disekitarnya.
Keluhan yang lebih ringan dari vertigo adalah dizziness dan yang lebih
ringan lagi adalah giddines. Dizzines adalah rasa pusing yang tidak spesifik,
misalnya rasa goyah (unstable, unsteadiness), rasa disorientasi ruangan
yang dapat dirasakan berbalikan (turning) atau berputar (whirling). .
(Joesoef, A. A., 2002).
Tidak sedikit pasien vertigo memberikan keluhan dengan pola
gejala yang tidak cocok dengan kelainan vestibuler yang jelas.
Pada kasus-kasus demikian seringkali para klinisi mendiagnosa
sebagai vertigo psikogenik. Istilah lain untuk vertigo psikogenik ini adalah
psychiatric dizziness, functional dizziness, psychophysiologic dizziness,
psychic dizziness, hyperventilation syndrome dan phobic postural vertigo
(Suhana, D. 2002).
2.3.1. Definisi Vertigo
Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau
berputar, atau seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar,
yang biasanya disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo
bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa
jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam,
tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama
sekali (Joesoef, A. A., 2002).
Vertigo menurut Collins (1997) didefinisikan sebagai perasaan
dimana penderita merasa dirinya berputar atau ia merasa dunia
sekelillingnya berputar. Vertigo juga dapat diartikan sebagai gerakan atau
rasa gerakan tubuhatau lingkungan sekitarnya diikuti dengan gejala dari
susunan saraf otonom atau sebagai akibat gangguan alat keseimbangan
tubuh.
2.3.2. Klasifikasi
Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran
vestibular yang mengalami kerusakan, yaitu vertigo periferal dan vertigo
sentral. Saluran vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga
yang senantiasa mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk
menjaga keseimbangan. Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di
saluran yang disebut kanalis semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang
bertugas mengontrol keseimbangan (Israr, Y. A. 2008).
Sentral (Non-Vestibuler)
Tabel. 2.1 Gejala yang sering menyertai vertigo
(Israr, Y. A. 2008). vertigo.ral
(Vestibulogenik) Vertigo
Vertigo dapat berasal dari kelainan di sentral (batang otak,serebelum
atau otak) atau di perifer (telinga-dalam, atau saraf vestibular). Kita perlu
membedakan kedua jenis vertigo ini, karena terapi dan prognosisnya dapat
berbeda (Lumbantobing, 1996).
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai
usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi; gejala klinis timbul jika sistim
simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis
mulai berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori
serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan
neurotransmiter tertentu dalam mem- pengaruhi sistim saraf otonom yang
menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
Gambar 2.5. Keseimbangan sistim simpatis dan parasimpatis
(Wreksoatmodjo, 2004).
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat.
Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF
(corticotropin releasing factor); peningkatan kadar CRF selanjutnya akan
mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan
mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf
parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering
timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas
simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan
hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan
saraf parasimpatis (Wreksoatmodjo, 2004).
2.3.7.1. Etiologi
1. Idiopatik
Sekitar 50% penderita BPPV tidak diketahui penyebabnya.
2. Simtomatik
Pasca trauma, pasca-labirinitis virus, insufisiensi vertebrobasilaris,
Meniere, pasca-operasi, ototoksisitas, mastoiditis kronik.
2.3.7.2. Patofisiologi
Terdapat 2 hipotesa yang menerangkan patofisiologi BPPV, yaitu :
1. Hipotesa kupulolitiasis
Adanya debris yang berisi kalsium karbonat berasal dari fragmen
otokonia yanng terlepas dari makula utrikulus yang berdegenerasi,
menempel pada permukaan kupula kanalis semisirkularis posterior yang
letaknya langsung di bawah utrikulus. Debris ini menyebabkan lebih
berat daripada endolimfe sekitarnya, dengan demikian menjadi lebih
sensitif terhadap perubahan arah gravitasi. Bilamana pasien berubah
posisi dari duduk ke berbaring dengan kepala tergantung, seperti pada tes
Dix Hallpike, kanalis posterior berubah posisi dari inferior ke superior,
kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus
dan keluhan vertigo (Andradi, S. 2002).
Pergeseran massa otokonia tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang
menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya nistagmus dan
keluhan vertigo. Gerakan posisi kepala yang berulang akan menyebabkan
otokonia terlepas dan masuk ke dalamm endolimfe, hal ini yang
menyebabkan timbulnya fatigue, yaitu berkurangnya atau menghilangnya
nistagmus/vertigo, disamping adanya mekanisme kompensasi sentral.
Nistgmus tersebut timbil secara paroksismal pada bidang kanalis
posterior telinga yang berada pada posisi du bawah, dengan arah
komponen cepat ke atas (Andradi, S. 2002)
2. Hipotesa kanalitiasis
Menurut hipotesa ini debris otokonia tidak melekat pada kupula,
melainkan mengambang di dalam endolimfe kanallis posterior. Pada
perubahan posisi kepala debris tersebut akan bergerak menjauhi ampula
dan merangsang nervus ampularis. Bila kepala digerakkan tertentu debris
akan keluar dari kanalis posterior ke dalam krus komunis, lalu masuk ke
dalam vestibulum, dan vertigo/nistagmus menghilang (Andriani, S.
2002).
2.3.7.3 . Diagnosis
Diagnosis BPPV ditegakkan secara klinis berdasarkan:
1. Amanneis
Adanya vertigo yang terasa berputar, timbul mendadak pada perubahan
posisi kepala atau badan, lamanya kurang dari 30 detik, bisa disertai oleh
rasa mual, kadang-kadang muntah.
2. Pemeriksaan fisik
Pada yang idiopatik tidak ditemukan kelainan. Pada yang sistomatik bisa
ditemukan kelainan neurologik fokal, atau kelainan sistemik.
3. Tes Dix Hallpike
Tes ini dilakukan sebagai berikut :
a. Sebelumnya pasien diberi penjelasan dulu mengenai prosedur
pemeriksaan supaya tidak tegang.
b. Pasien duduk dekat nagian ujung meja periksa.
c. Dengan mata terbuka dan berkedip sedikit mungkin selama
pemeriksaan, pada posisi duduk kepala menengok ke kiri atau
kanan, lalu dengan cepat bdan pasien dibaringkan sehingga kepala
tergantung pada ujung meja periksa, lalu dilihat adanya nistagmus
dan keluhan vertigo, pertahankan posisi tersebut selama 10 sampai
15 detik, setelah itu pasien dengan cepat didudukkan kembali.
Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menunjuk
kesisi lain. Untuk melihat adanya fatigue manuver ini diulang 2-3
kali (Andradi, S. 2002).
Interpretasi Tes Dix Hallpike:
a. Normal: tidak timbul vertigo dan nistagmus dengan mata terbuka.
Kadang-kadang dengan mata tertutp bisa terekam dengan
elektronistagmografi adanya beberapa detak nistagmus.
b. Abnormal: timbulnya nistagmus posisional yang pada BPPV
mempunyai 4 ciri, yaitu: ada massa laten, lamanya kurang dari 30
detik, disertai vertigo yang lamanya sama dengan nistagmus, dan
adanya fatigue, yaitu nistagmus dan vertigo yang makin berkurang
setiap kali manuver diulang.
2.3.8.2. Penyebab
Penyebab vertigo dan gangguan keseimbangan pada usia tua
meliputi berbagai macam kelainan otologik, neurologik, kardiovaskular,
hematologik, metabolik, dan obat-obatan.
Tabel 2.2: Penyebab vertigo dan gangguan keseimbangan pada usia tua (Andradi,
S. 2002).