Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh
tubuh yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh.Zat-zat yang harusdikeluarkan
dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine), danCO2 sebagai
hasil dari proses pernapasan.
Saat ini akses masyarakat terhadap sarana sanitasi khususnya
jamban,masih jauh dari harapan. Berbagai kampanye dan program telah banyak
dilakukan, terakhir dengan pemberlakuan program Sanitasi Total
BerbasisMasyarakat (STBM).Dengan bertambahnya penduduk yang tidak
sebanding dengan area pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia
meningkat.Dilihat darisegi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran
manusiamerupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi.Kurangnya
perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengancepatnya pertambahan
penduduk, jelas akan mempercepat penyebaran penyakit-penyakit yang ditularkan
melalui tinja. Oleh karena itu, kotoran manusia (faeces) adalah sumber
penyebaran penyakit yang multikompleks.Penyebaran penyakit yang bersumber
pada feces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara.
Pembuangan kotoran manusia berupa tinja, di Kota Padang sudah terdapat
Instalansi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) tersebut yang mana salah satunya
terdapat di Kelurahan Kurao Pagang, Kec. Nanggalo Padang. Dimana Instalansi
Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) mempunyai tujuan diantaranya yaitu:
meningkatkan kualitas lingkungan, menghindari pencemaran sumber daya air,
meningkatkan kesehatan masyarakat. Dengan adanya IPLT ini, dapat
meningkatkan kesehatan masyarakat serta masyarakat bisa jauh dari berbagai
macam penyakit yang di timbulkan oleh tinja.

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana permasalahan pembuangan kotoran manusia?
2. Apakah pengertian dari Tinja?
3. Apa saja karakteristik, komposisi,dan kuantitas tinja pada manusia?
4. Bagaimana Mekanisme penyebaran secara kimia dan mikrobiologi dalam
tanah ?
5. Apa saja faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penanganan kotoran
manusia?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui permasalahan pembuangan kotoran manusia
2. Untuk mengetahui karakteristik dan komposisi Tinja
3. Untuk mengetahui kuantitas tinja pada manusia
4. Untuk mengetahui Mekanisme penyebaran secara kimia dan mikrobiologi
dalam tanah
5. Untuk mengetahui faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
penanganan kotoran manusia

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Tinja


Tinja adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh
yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh.Zat-zat yang harus dikeluarkan dari
dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine), dan CO2 sebagai hasil
dari proses pernapasan.Pembuangan kotoran manusia didalam tulisan ini
dimaksudkan hanya tempat pembuangan tinja dan urin, yang pada umumnya
disebut latrine (jamban atau kakus). Proses pembuangan kotoran dapat terjadi
(bergantung pada individu dan kondisi) antara sekali setiap dua hari hingga
beberapa kali dalam sehari.Pengerasan tinja dapat menyebabkan meningkatnya
waktu antara pengeluarannya dan disebut dengan konstipasi.
Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia
melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang sistem
saluran pencernaan (tractus digestifus). Pengertian tinja ini juga mencakup seluruh
bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk karbon monoksida
(CO2) yang dikeluarkan sebagai sisa dari proses pernafasan, keringat, lendir dari
ekskresi kelenjar, dan sebagainya. (Soeparman, 2002:11)
Ekskreta manusia (human excreta) yang berupa feses dan air seni
(urine) merupakan hasil akhir dari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia
yang menyebabkan pemisahan dan pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan
oleh tubuh. (Chandra, 2007:124)
Jamban Tidak Sehat Dalam ilmu kesehatan lingkungan, dari berbagai
jenis kotoran manusia, yang lebih dipentingkan jenis kotoran manusia, yang lebih
dipentingkan adalah tinja (faeces) dan air seni (urine) karena kedua bahan
buangan ini memiliki karakteristik tersendiri dan dapat menjadi sumber penyebab
timbulnya berbagai macam penyakit saluran pencernaan. (Azwar, 1995).

3
2.2. Permasalahan pembuangan kotoran
Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area
pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Sehingga
masyarakat masi marak membuang tinja sembarangan.Dilihat dari segi kesehatan
masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang
pokok untuk sedini mungkin diatasi.Karena kotoran manusia (faeces) adalah
sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang
bersumber pada faeces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara.
Pembuangan tinja manusia yang tidak ditangani dengan baik dapat
menimbulkan pencemaran terhadap permukaan tanah serta air tanah yang
berpotensi menjadi penyebab timbulnya penularan berbagai macam penyakit
saluran pencernaan (Soeparman, 2002). Selain dapat mengakibatkan kontaminasi
pada air, tanah, juga dapat menjadi sumber infeksi, dan akan mendatangkan
bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong water borne diseases akan
mudah terjangkit.
Bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah pencemaran
tanah, pencemaran air, kontaminasi makanan, dan perkembangbiakan lalat.
Penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan antara lain tifoid, paratifoid, disentri,
diare, kolera, penyakit cacing, hepatitis viral, dan beberapa penyakit infeksi
gastrointestinal lain, serta investasi parasit lain (Chandra, 2007).
Penyebaran penyakit yang bersumber dari tinja dapat melalui berbagai
macam cara dan metode. Yang harus kita yakinkan adalah, bahwa tinja sangat
berperan besar terhadap penyebaran penyakit. Penyebaran tersebut dapat terjadi
secara langsung (misalnya dengan mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran
dan sebagainya, maupun secara tidak langsung (melalui media air, tanah, serangga
(lalat, kecoa, dan sebagainya). Juga melalui kontaminasi pada bagian-bagian
tubuh. Pola penyebaran tersebut digambarkan dalam skema berikut ini
(Notoatmodjo, 2003).

Gambar : Penyebaran penyakit dari tinja

4
2.3. Karakteristik, Komposisi tinja, Dan Kuantitas tinja pada manusia
2.3.1 Karakteristik Tinja
Menurut Azwar (1995:74) seorang yang normal diperkirakan
menghasilkan tinja rata-rata sehari sekitar 83 gram dan menghasilkan air
seni sekitar 970 gram. Kedua jenis kotoran manusia ini sebagian besar
berupa air, terdiri dari zat-zat organik (sekitar 20% untuk tinja dan 2,5%
untuk air seni), serta zat-zat anorganik seperti nitrogen, asam fosfat, sulfur,
dan sebagainya. Jadi bila penduduk Indonesia saat saat ini 200 juta maka
setiap hari tinja yang dikeluarkan sekitar 16.600.000.000 gram (16.600
ton). Maka bila pengelolaan tinja tidak baik, jelas penyakit akan mudah
tersebar.

2.3.2. Komposisi Tinja


Komposisi Tinja tanpa Air Seni
Komponen Kandungan (%)

Air 66-80
Bahan organik (dari berat kering) 88-97
Nitrogen (dari berat kering) 5,7-7,0
Fosfor (sebagai P2O5) (dari berat kering) 3,5-5,4
Potasium (sebagai K2O) (dari berat kering) 1,0-2,5
Karbon (dari berat kering) 40-55
Kalsium (sebagai CaO) (dari berat kering) 4-5
C/N rasio (dari berat kering) 5-10

2.3.3. Kuantitas Tinja manusia


Kuantitas kotoran manusia yang dihasilkan dipengaruhi oleh
kondisi setempat, bukan hanya faktor physiologis, tetapi juga faktor-faktor
budaya dan agama. Apabila di suatu daerah tidak tersedia data hasil
penelitian setempat maka keperluan perencanaan dapat digunakan angka
total produksi ekskreta 1 kg (berat bersih) per orang/hari.

5
Kuantitas Tinja dan Air Seni

Tinja/Air Seni Gram/orang/hari


Berat Basah Berat Kering
Tinja 135-270 35-70
Air seni 1.000-1.300 50-70
Jumlah 1.135-1.570 85-140

2.4. Mekanisme Penyebaran secara kimia dan mikrobiologi dalam Tanah

Pola pencemaran tanah dan air tanah oleh tinja dalam perencanaan
sarana pembuangan tinja. Setelah tinja ditampung dalam lubang di dalam tanah,
bakteri tidak dapat berpindah jauh dengan sendirinya. Bakteri akan berpindah
secara horisontal dan vertikal ke bawah bersama air, air seni, atau air hujan yang
meresap. Jarak perpindahan bakteri dengan cara ini bervariasi, tergantung pada
berbagai faktor, diantaranya yang terpenting adalah porositas tanah. Perpindahan
horisontal melalui tanah dengan cara itu biasanya kurang dari 90 cm dan ke bawah
kurang dari 3 m pada lubang yang terbuka terhadap air hujan, dan biasanya kurang
dari 60 cm pada tanah berpori (Soeparman, 2002).
Gotaas meneliti pembuangan secara buatan limbah cair secara
akuifer di Negara BagianCalifornia, AS, menemukan bahwa bakteri dapat
dipindahkan sampai jarak 30 m dari titik pembuangannya dalam waktu 33 jam.

6
Selain itu terdapat penurunan cepat jumlah bakteri sepanjang jarak itu karena terjadi
filtrasi yang selektif dan kematian bakteri. Mereka juga menemukan bahwa
pencemaran kimiawi berjalan dua kali lebih cepat(Soeparman, 2002).
Pada tanah kering, gerakan bahan kimia dan bakteri relatif
sedikit. Gerakan ke samping praktis tidak terjadi. Dengan pencucian yang
berlebihan (tidak biasa terjadi pada jamban atau tangki pembusuk), perembesan ke
bawah secara vertikal hanya 3 meter.
Kecepatan penyerapan zat pencemar ke dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor
( Setiadi, 2003), yaitu:
a. Tekstur tanah
Tekstur tanah menggambarkan ukuran partikel penyusun tanah yang
sangat menentukan berapa banyak air yang dapat ditahan oleh tanah dan seberapa
mudah partikel masuk melewati lapisan tanah. Misalnya tanah berpasir dan
berkerikil akan mempercepat laju peresapan sedangkan lapisan tanah liat yang
bersifat permiabilitas akan menahan/memperlambat laju resapan.
b. Struktur dan distribusi ukuran pori-pori
Semakin besar ukuran pori akan menyebabkan makin cepat dan makin
dalam meresapnya zat pencemar dalam tanah.Menurut Wagner & Lanoix (dalam
Soeparman, 2002,) bahwa pola pencemaran tanah oleh bakteri secara horizontal
dapat mencapai 11 meter danvertikal dapat mencapai 2 meter. Sedangkan
pencemaran bahan kimia secara horizontal dapat mencapai 95 meter dan secara
vertikal dapat mencapai 9 meter.
Menurut Todd (1980), faktor-faktor yang mempengaruhi tercemarnya
air tanah di suatu lokasi adalah:
1) kedalaman muka air tanah dari tempat pembuangan limbah,
2) penyerapan tanah dilihat dari ukuran butir,
3) arah dan kemiringan muka air tanah,
4) permeabilitas tanah,
5) jarak horisontal antara sumber pencemar dengan sumur.
Dalam menentukan lokasi sumur gali, sangat penting
diperhatikan jarak perpindahan maksimum dari bahan pencemar serta arah
perpindahan, yang selalu searah dengan arah aliran air tanah. Sehingga

7
penempatan sarana pembuangan tinja perlu memperhatikan aspek kemiringan,
permeabilitas dan tinggi tanah.

2.5. Faktor-faktor yang perlu di perhatikan dalam penanganan kotoran


manusia
Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam metode pembuangan
tinja antara lain faktor non teknis. (Ricki, 2005)
a. Faktor teknis meliputi:
1) Faktor dekomposisi ekskreta manusia
Fenomena terjadinya dekomposisi ekskreta manusia memegang peranan yang
amat penting dalam perencanaan sistem sarana pembuangan tinja.Banyak sarana
pembuangan tinja direncanakan kapasitas serta prinsip kerjanya dengan
mendasarkan pada fenomena ini. Dekomposisi ekskreta yang merupakan proses
dan berlansung secara alamiah ini melaksanakan 3 aktivitas utama :
a) Pemecahan senyawa-senyawa organik kompleks seperti protein dan urea
kedalam bentuk-bentuk yang lebih sederhana dan stabil.
b) Pengukuran volume dan massa (kadang-kadang sampai mencapai 80%)
bahkan yang mengalami dekomposisi dengan menghasilkan gas-gas seperti
methan, carbon dioxide, ammonia, dan nitrogen yang dibebaskan ke atmosfir dan
dengan menghasilkan bahan-bahan yang terlarut yang dalam keadaan tertentu
meresap masuk dalam tanah.
c) Penghancuran organisme pathogenyang dalam beberapa hal tidak bertahan
hidup dalam proses-proses dekomposisi atau terhadap serangan kehidupan
biologik yang sangat banyak terdapat dalam massa yang mengalami dekomposisi.
Bakteri memainkan peranan utama dalam dekomposisi dan aktivitas bakteri baik
aerobik maupun anaerobik melansungkan proses dekomposisi ini.

2) Faktor kuantitas tinja manusia


Kuantitas kotoran manusia yang dihasilkan dipengaruhi oleh kondisi setempat,
bukan hanya faktor physiologis, tetapi juga faktor-faktor budaya dan agama.
Apabila di suatu daerah tidak tersedia data hasil penelitian setempat maka

8
keperluan perencanaan dapat digunakan angka total produksi ekskreta 1 kg (berat
bersih) per orang/hari.

3) Faktor pencemaran tanah dan air tanah


Pada penemaran tanah dan air tanah oleh ekskreta merupakan informasi penting
yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan sarana pembuangan tinja,
khususnya dalam perencanaan lokasi kaitannya dengan sumber-sumber air minum
yang ada.Jarak perpindahan bakteri dalam tanah dipengaruhi berbagai faktor,
salah satu faktor penting adalah faktor parositas tanah. Perpindahan bakteri air
tanah biasanya mencapai jarak kurang dari 90 cm, dan secara vertikal kebawah
kurang dari 3 m pada lubang yang terbuka terhadap hujan lebat dan tidak lebih
dari 60 cm biasanya pada tanah yang poreus.

4) Faktor penempatan sarana air tinja


Tidak ada aturan yang pasti untuk menentukan jarak yang aman antara jamban
dan air minum, sebab hal itu dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kemiringan
dan ketinggian air tanah serta permeabilitas tanah.

5) Faktor perkembangbiakan lalat pada ekskreta


Perlu dihindarkan atau dicegah terjadinya perkembang biakan lalat pada tinja
dalam lubang jamban.Kondisi lubang jamban yang gelap dan tertutup sebenarnya
sudah dapat mencegah perkembang biakan lalat ini, baik karena kerapatannya
maupun karena sifat lalat yang phototropisme positif (tertarik pada sinar dan
menjauhi kegelapan atau permukaan yang gelap).

6) Faktor tutup lubang jamban


Harus diupayakan adanya tutup lubang jamban yang dapat mendorong pemakai
jamban untuk memfungsikan sebagaiman mestinya.Dalam konstruksi yang
sederhana mungkin hingga pemakai tidak terlalu sulit untuk menggunakannya.

9
7) Faktor tekhnis engineering
Dalam perencanaan dan pembangunan sarana pembuangan tinja agar diupayakan:
a) Penerapan pengetahuan tekhnik engineering, misalnya dalam melakukan
pemilihan tipe instalasi sesuai dengan kondisi lapisan tanah yang ada.
b) Pengguanaan bahan bangunan yang ada setempat untuk dapat melakukan
penghematan biaya secara berarti, misalnya pengguanaan bambu untuk penahan
runtuhnya dinding lubang, untuk tulang penguat slab dan sebagainya.
c) Pemilihan dan penentuan desain bangunan instalasi yang dapat ditangani
oleh pekerja setempat, juga tenaga terampil yang ada perlu dimanfaatkan
semaksimal mungin.

b. Faktor non teknis:


a. Faktor manusia
Dalam soal pembuangan tinja, faktor manusia sama pentingnya dengan faktor
tekhnis. orang tidak akan mau menggunakan jamban dari tipe yang tidak
disukainya atau yang tidak memberikan privacy yang cukup padanya, atau yang
tidak dapat dipelihara kebersihannya. Tahap pertama dalam perencanaan system
pembuangan tinja disuatu daerah adalah perbaikan system yang sudah
ada.Pengembangan system tersebut selanjutnya harus senantiasa mengupayakan
pemberian/penciptaan privacy yang secukupnya bagi calon pemakai.Aplikasi dari
pada prinsip ini adalah perlunya dilakukan pemisahan yang jelas antara ruang
jamban untuk jenis kelamin yang berbeda, perlunya disediakan jumlah ruang
jamban yang cukup sesuai dengan jumlah pemakai.Satu lubang jamban cukup
untuk satu keluarga yang terdiri dari 5 atau 6 orang. Jamban umum yang
digunakan untuk perkemahan, pasar atau tempat-tempat yang sejenisnya harus
disediakan minimal 1 lubang untuk 15 orang dan untuk sekolah 1 lubang jamban
untuk 15 orang wanita dan satu lubang + 1 urinoir untuk 25 orang pria.

b. Faktor biaya
Jenis jamban yang dianjurkan bagi masyarakat dan keluarga harus sederhana,
dapat diterima, ekonomis pembangunan, pemeliharaan serta penggantiannya.
Faktor biaya ini bersifat relatif, sebab system paling mahal pembuatannya dapat

10
menjadi paling murah untuk perhitungan jangka panjang, mengingat masa
penggunaannya yang lebih panjang karena kekuatannya serta paling mudah dan
ekonomis dari segi pemeliharaannya. Dalam perencanaan dan pemilihan tipe
jamban, biaya tidak boleh dijadikan faktor dominant.Perlu dicarikan jalan tengah
berdasarkan pertimbangan yang seksama atas semua unsure yang terkait, yang
dapat menciptakan lingkungan yang saniter serta dapat diterima oleh keluarga.

11
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Tinja adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh yang
harus dikeluarkan dari dalam tubuh.Zat-zat yang harus dikeluarkan dari
dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine), dan CO2 sebagai
hasil dari proses pernapasan.
2. Permasalahan pembuangan kotoran manusia Dengan bertambahnya
penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman, masalah
pembuangan kotoran manusia meningkat. Sehingga masyarakat masi
marak membuang tinja sembarangan.Dilihat dari segi kesehatan
masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah
yang pokok untuk sedini mungkin diatasi.Karena kotoran manusia (faeces)
adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran
penyakit yang bersumber pada faeces dapat melalui berbagai macam jalan
atau cara.
3. Karakteristik kotoran manusia Menurut Azwar (1995:74) seorang yang
normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari sekitar 83 gram
dan menghasilkan air seni sekitar 970 gram.
4. Pada komposisi tinja, rata-rata tinja dominan terhadap air , kandungan air
pada tinja adalah 66-80 %.
5. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penanganan kotoran manusia
meliputi :
1. Faktor Teknis
a. Dekomposisi tinja
terjadi secara alamiah, sehingga akan berubah menjadi bahan yang stabil,
tidak berbau, dan tidak mengganggu.
b. Kuantitas tinja manusia
 Kebiasaan makan
 Kondisi kesehatan
 Kondisi psikologis

12
 Kehidupan agama
 Kebiasaan hidup
c. Pencemaran tanah dan air tanah
d. Penempatan sarana pembuangan tinja
 Tidak ada aturan pasti
 Bagian yg lebih rendah
 Jarak min 15 m apabila pd daerah yg lebih tinggi
 Pada tanah berpasir dan lbh rendah jarak bisa 7,5 m
 Dasar panampung 3 m diatas permukaan air tanah
 Jika tanah karang/ kapur kemungkinan pencemaran lbh tinggi
e. Perkembangbiakan lalat pd tinja
Fototropis positif (autofototropik)
 Membuat perangkap dari botol yg dimasukkan ke dlm lobang
 Memasukkan desinfektan
 Memasukkan larvasida (sodium arsenit)
 Menyemprot jamban dg pestisida
f. Penutup lubang
 Mencegah masuknya lalat
 Mengurangi bau
 Malas menutup kembali
 Terjadi pengembunan
 Tutup yg tdk diengsel mudah hilang
g. Aspek Teknis
2. Faktor non teknis
a.Manusia
•Tipe jamban yg disukai
•Masalah privasi
•Pemisahan wanita dan pria
•Jumlah jamban utk tpt umum
b.Biaya
•Relatif (Murah pembangunan, mahal pemeliharaan)

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan


Masyarakat.Cet. ke-2, Mei.Jakarta : Rineka Cipta. 2003.
2. Panduan dan Modul Pelatihan SANIMAS untuk Promosi Kesehatan
Lingkungan, Juni 21, 2002
3. Dr. Budiman, Chandra. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Cetakan
I. EGC : Jakarta.
4. http://yazhid28bashar.blogspot.com/2013/10/v-
behaviorurldefaultvmlo.htmlahmadmuzaki47.blogspot.com/2012/04/peme
riksaan-feses.htmlhttp://mimintriwa.blogspot.com/p/42-persiapan-dan-
pengambilan-specimen.html
5. Daryanto. 2004. MasalahP encemaran. Bandung. PT. Tarsito.Hindarko,S. 2003.
6. Mengolah Air Limbah Sungai Tidak Mencemari Orang Lain. Jakarta.
ESHA.Yandang. 2010.
7. Pembuangan Kotoran Manusia. www.yandang.blogspot.com.Tanggal Akses 14
Maret 2010.
8. http://zulfikarkawe.blogspot.com/2012/10/penanganan-tinja.html

14

Anda mungkin juga menyukai