PENDAHULUAN
1
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana permasalahan pembuangan kotoran manusia?
2. Apakah pengertian dari Tinja?
3. Apa saja karakteristik, komposisi,dan kuantitas tinja pada manusia?
4. Bagaimana Mekanisme penyebaran secara kimia dan mikrobiologi dalam
tanah ?
5. Apa saja faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penanganan kotoran
manusia?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2. Permasalahan pembuangan kotoran
Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area
pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Sehingga
masyarakat masi marak membuang tinja sembarangan.Dilihat dari segi kesehatan
masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang
pokok untuk sedini mungkin diatasi.Karena kotoran manusia (faeces) adalah
sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang
bersumber pada faeces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara.
Pembuangan tinja manusia yang tidak ditangani dengan baik dapat
menimbulkan pencemaran terhadap permukaan tanah serta air tanah yang
berpotensi menjadi penyebab timbulnya penularan berbagai macam penyakit
saluran pencernaan (Soeparman, 2002). Selain dapat mengakibatkan kontaminasi
pada air, tanah, juga dapat menjadi sumber infeksi, dan akan mendatangkan
bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong water borne diseases akan
mudah terjangkit.
Bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah pencemaran
tanah, pencemaran air, kontaminasi makanan, dan perkembangbiakan lalat.
Penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan antara lain tifoid, paratifoid, disentri,
diare, kolera, penyakit cacing, hepatitis viral, dan beberapa penyakit infeksi
gastrointestinal lain, serta investasi parasit lain (Chandra, 2007).
Penyebaran penyakit yang bersumber dari tinja dapat melalui berbagai
macam cara dan metode. Yang harus kita yakinkan adalah, bahwa tinja sangat
berperan besar terhadap penyebaran penyakit. Penyebaran tersebut dapat terjadi
secara langsung (misalnya dengan mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran
dan sebagainya, maupun secara tidak langsung (melalui media air, tanah, serangga
(lalat, kecoa, dan sebagainya). Juga melalui kontaminasi pada bagian-bagian
tubuh. Pola penyebaran tersebut digambarkan dalam skema berikut ini
(Notoatmodjo, 2003).
4
2.3. Karakteristik, Komposisi tinja, Dan Kuantitas tinja pada manusia
2.3.1 Karakteristik Tinja
Menurut Azwar (1995:74) seorang yang normal diperkirakan
menghasilkan tinja rata-rata sehari sekitar 83 gram dan menghasilkan air
seni sekitar 970 gram. Kedua jenis kotoran manusia ini sebagian besar
berupa air, terdiri dari zat-zat organik (sekitar 20% untuk tinja dan 2,5%
untuk air seni), serta zat-zat anorganik seperti nitrogen, asam fosfat, sulfur,
dan sebagainya. Jadi bila penduduk Indonesia saat saat ini 200 juta maka
setiap hari tinja yang dikeluarkan sekitar 16.600.000.000 gram (16.600
ton). Maka bila pengelolaan tinja tidak baik, jelas penyakit akan mudah
tersebar.
Air 66-80
Bahan organik (dari berat kering) 88-97
Nitrogen (dari berat kering) 5,7-7,0
Fosfor (sebagai P2O5) (dari berat kering) 3,5-5,4
Potasium (sebagai K2O) (dari berat kering) 1,0-2,5
Karbon (dari berat kering) 40-55
Kalsium (sebagai CaO) (dari berat kering) 4-5
C/N rasio (dari berat kering) 5-10
5
Kuantitas Tinja dan Air Seni
Pola pencemaran tanah dan air tanah oleh tinja dalam perencanaan
sarana pembuangan tinja. Setelah tinja ditampung dalam lubang di dalam tanah,
bakteri tidak dapat berpindah jauh dengan sendirinya. Bakteri akan berpindah
secara horisontal dan vertikal ke bawah bersama air, air seni, atau air hujan yang
meresap. Jarak perpindahan bakteri dengan cara ini bervariasi, tergantung pada
berbagai faktor, diantaranya yang terpenting adalah porositas tanah. Perpindahan
horisontal melalui tanah dengan cara itu biasanya kurang dari 90 cm dan ke bawah
kurang dari 3 m pada lubang yang terbuka terhadap air hujan, dan biasanya kurang
dari 60 cm pada tanah berpori (Soeparman, 2002).
Gotaas meneliti pembuangan secara buatan limbah cair secara
akuifer di Negara BagianCalifornia, AS, menemukan bahwa bakteri dapat
dipindahkan sampai jarak 30 m dari titik pembuangannya dalam waktu 33 jam.
6
Selain itu terdapat penurunan cepat jumlah bakteri sepanjang jarak itu karena terjadi
filtrasi yang selektif dan kematian bakteri. Mereka juga menemukan bahwa
pencemaran kimiawi berjalan dua kali lebih cepat(Soeparman, 2002).
Pada tanah kering, gerakan bahan kimia dan bakteri relatif
sedikit. Gerakan ke samping praktis tidak terjadi. Dengan pencucian yang
berlebihan (tidak biasa terjadi pada jamban atau tangki pembusuk), perembesan ke
bawah secara vertikal hanya 3 meter.
Kecepatan penyerapan zat pencemar ke dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor
( Setiadi, 2003), yaitu:
a. Tekstur tanah
Tekstur tanah menggambarkan ukuran partikel penyusun tanah yang
sangat menentukan berapa banyak air yang dapat ditahan oleh tanah dan seberapa
mudah partikel masuk melewati lapisan tanah. Misalnya tanah berpasir dan
berkerikil akan mempercepat laju peresapan sedangkan lapisan tanah liat yang
bersifat permiabilitas akan menahan/memperlambat laju resapan.
b. Struktur dan distribusi ukuran pori-pori
Semakin besar ukuran pori akan menyebabkan makin cepat dan makin
dalam meresapnya zat pencemar dalam tanah.Menurut Wagner & Lanoix (dalam
Soeparman, 2002,) bahwa pola pencemaran tanah oleh bakteri secara horizontal
dapat mencapai 11 meter danvertikal dapat mencapai 2 meter. Sedangkan
pencemaran bahan kimia secara horizontal dapat mencapai 95 meter dan secara
vertikal dapat mencapai 9 meter.
Menurut Todd (1980), faktor-faktor yang mempengaruhi tercemarnya
air tanah di suatu lokasi adalah:
1) kedalaman muka air tanah dari tempat pembuangan limbah,
2) penyerapan tanah dilihat dari ukuran butir,
3) arah dan kemiringan muka air tanah,
4) permeabilitas tanah,
5) jarak horisontal antara sumber pencemar dengan sumur.
Dalam menentukan lokasi sumur gali, sangat penting
diperhatikan jarak perpindahan maksimum dari bahan pencemar serta arah
perpindahan, yang selalu searah dengan arah aliran air tanah. Sehingga
7
penempatan sarana pembuangan tinja perlu memperhatikan aspek kemiringan,
permeabilitas dan tinggi tanah.
8
keperluan perencanaan dapat digunakan angka total produksi ekskreta 1 kg (berat
bersih) per orang/hari.
9
7) Faktor tekhnis engineering
Dalam perencanaan dan pembangunan sarana pembuangan tinja agar diupayakan:
a) Penerapan pengetahuan tekhnik engineering, misalnya dalam melakukan
pemilihan tipe instalasi sesuai dengan kondisi lapisan tanah yang ada.
b) Pengguanaan bahan bangunan yang ada setempat untuk dapat melakukan
penghematan biaya secara berarti, misalnya pengguanaan bambu untuk penahan
runtuhnya dinding lubang, untuk tulang penguat slab dan sebagainya.
c) Pemilihan dan penentuan desain bangunan instalasi yang dapat ditangani
oleh pekerja setempat, juga tenaga terampil yang ada perlu dimanfaatkan
semaksimal mungin.
b. Faktor biaya
Jenis jamban yang dianjurkan bagi masyarakat dan keluarga harus sederhana,
dapat diterima, ekonomis pembangunan, pemeliharaan serta penggantiannya.
Faktor biaya ini bersifat relatif, sebab system paling mahal pembuatannya dapat
10
menjadi paling murah untuk perhitungan jangka panjang, mengingat masa
penggunaannya yang lebih panjang karena kekuatannya serta paling mudah dan
ekonomis dari segi pemeliharaannya. Dalam perencanaan dan pemilihan tipe
jamban, biaya tidak boleh dijadikan faktor dominant.Perlu dicarikan jalan tengah
berdasarkan pertimbangan yang seksama atas semua unsure yang terkait, yang
dapat menciptakan lingkungan yang saniter serta dapat diterima oleh keluarga.
11
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Tinja adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh yang
harus dikeluarkan dari dalam tubuh.Zat-zat yang harus dikeluarkan dari
dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine), dan CO2 sebagai
hasil dari proses pernapasan.
2. Permasalahan pembuangan kotoran manusia Dengan bertambahnya
penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman, masalah
pembuangan kotoran manusia meningkat. Sehingga masyarakat masi
marak membuang tinja sembarangan.Dilihat dari segi kesehatan
masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah
yang pokok untuk sedini mungkin diatasi.Karena kotoran manusia (faeces)
adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran
penyakit yang bersumber pada faeces dapat melalui berbagai macam jalan
atau cara.
3. Karakteristik kotoran manusia Menurut Azwar (1995:74) seorang yang
normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari sekitar 83 gram
dan menghasilkan air seni sekitar 970 gram.
4. Pada komposisi tinja, rata-rata tinja dominan terhadap air , kandungan air
pada tinja adalah 66-80 %.
5. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penanganan kotoran manusia
meliputi :
1. Faktor Teknis
a. Dekomposisi tinja
terjadi secara alamiah, sehingga akan berubah menjadi bahan yang stabil,
tidak berbau, dan tidak mengganggu.
b. Kuantitas tinja manusia
Kebiasaan makan
Kondisi kesehatan
Kondisi psikologis
12
Kehidupan agama
Kebiasaan hidup
c. Pencemaran tanah dan air tanah
d. Penempatan sarana pembuangan tinja
Tidak ada aturan pasti
Bagian yg lebih rendah
Jarak min 15 m apabila pd daerah yg lebih tinggi
Pada tanah berpasir dan lbh rendah jarak bisa 7,5 m
Dasar panampung 3 m diatas permukaan air tanah
Jika tanah karang/ kapur kemungkinan pencemaran lbh tinggi
e. Perkembangbiakan lalat pd tinja
Fototropis positif (autofototropik)
Membuat perangkap dari botol yg dimasukkan ke dlm lobang
Memasukkan desinfektan
Memasukkan larvasida (sodium arsenit)
Menyemprot jamban dg pestisida
f. Penutup lubang
Mencegah masuknya lalat
Mengurangi bau
Malas menutup kembali
Terjadi pengembunan
Tutup yg tdk diengsel mudah hilang
g. Aspek Teknis
2. Faktor non teknis
a.Manusia
•Tipe jamban yg disukai
•Masalah privasi
•Pemisahan wanita dan pria
•Jumlah jamban utk tpt umum
b.Biaya
•Relatif (Murah pembangunan, mahal pemeliharaan)
13
DAFTAR PUSTAKA
14